BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa status gizi balita Indonesia masih memprihatinkan dimana status gizi buruk

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

HUBUNGAN FREKUENSI KEHADIRAN ANAK USIA 1-3 TAHUN (BATITA) DALAM PENIMBANGAN DI POSYANDU DENGAN STATUS GIZI ANAK

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. memprihatinkan karena mengancam kualitas sumber daya manusia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya yang tinggi. Bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-empat

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertama kali posyandu diperkenalkan pada tahun 1985, Posyandu menjadi. salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

BAB I PENDAHULUAN. Visi Kementrian Kesehatan adalah mencapai masyarakat yang mandiri

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN KESEHATAN IBU DAN ANAK MELALUI GERAKAN POSYANDU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ismawati tahun 2010 (dalam Ariyani dkk, 2012), posyandu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN KOTA UPTD PUSKESMAS SEMEMI

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita adalah masa yang membutuhkan perhatian lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Kader merupakan tenaga non kesehatan yang menjadi. penggerak dan pelaksana kegiatan Posyandu. Kader merupakan titik sentral dalam

JUKNIS PELAKSANAAN KELAS GIZI TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN

b. Tujuan Khusus Meningkatkan cakupan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Puskesmas Losarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat. sasaran yang membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan bentuk partisipasi. masyarakat yang membawa arti yang sangat besar bagi kesehatan dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat diperlukan di masa mendatang (Depkes RI, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya bayi dan balita. Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka

BAB I PENDAHULUAN. apabila prasyarat keadaan gizi yang baik terpenuhi. Masalah gizi yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan. kualitas sumberdaya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

Disampaikan pada : REFRESHING KADER POSYANDU Kabupaten Nias Utara Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan, karena masa balita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan berat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di bidang kesehatan (Temu Karya Kader Posyandu dan Kader PKK se

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (pos pelayanan terpadu) di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sesuai data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional menurut Radiansyah (dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009, p.98).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada pertengahan tahun 2008 karena penurunan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

I. PENDAHULUAN. Prevalensi gizi buruk pada batita di Indonesia menurut berat badan/umur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang sejak. pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PEMANTAUAN PERTUMBUHAN BALITA DI POSYANDU

frekuensi kontak dengan media massa (Suhardjo, 2003).

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. Usia antara 0-5 tahun adalah merupakan periode yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional (RPJMN, ) di bidang kesehatan yang mencakup programprogram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi 4,9 persen tahun Tidak terjadi penurunan pada prevalensi. gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ISSN: VOLUME XV, No. 1, 2009 LEMBAR BERITA

BAB I PENDAHULUAN. gizi anak balitanya. Salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Wujud pemberdayaan masyarakat UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) Promotif, Preventif Mulai dicanangkan 1986

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan anak yang berkualitas dapat dilakukan dengan. memenuhi kebutuhan anak. Kebutuhan pada anak tidak hanya meliputi

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2010) menunjukkan bahwa status gizi balita Indonesia masih memprihatinkan dimana status gizi buruk terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 prevalensi gizi buruk pada balita sebesar 5,4%, ditemukan di 21 provinsi dan 216 Kabupaten/ Kota dan yang mengalami status gizi kurang pada balita 13%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang secara nasional mengalami peningkatan sebesar 17,9%, diantaranya gizi buruk sebesar 4,9%. Provinsi Aceh urutan ke-10 yang mengalami gizi kurang (16,6%) dan gizi buruk (7,1%). Menurut Soekirman (2000) masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan yaitu konsumsi makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi yang dialami seseorang. Disamping itu secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yaitu tidak cukup persediaan pangan, faktor sosial-ekonomi yaitu daya beli kelurga yang kurang, budaya atau kebiasaan yang salah dari masyarakat terhadap makanan dan pola asuh balita yang kurang memadai dari orang tua. Menurut Krisnatuti (2007) pada umumnya, balita yang tidak memperoleh makanan bergizi dalam jumlah yang memadai sangat rentan terhadap penyakit terutama diare. Partisipasi ataupun peranan seorang ibu sangat dibutuhkan dalam 1

2 pemberian masukan gizi pada anaknya dengan memberikan makanan kepada balita dengan memenuhi kebutuhan gizi maupun asupan makanan yang akan dibutuhkan balita, selain itu kemiskinan merupakan masalah dalam penyediaan makanan yang dibutuhkan karena dengan tingkat ekonomi yang kurang sangat memengaruhi daya beli terhadap bahan pokok makanan. Masalah kurang gizi pada balita bila tidak ditangani secara serius akan mengalami masalah gizi buruk. Waktu balita masih kekurangan gizi, sebaiknya segera diatasi dengan memberikan asupan gizi yang cukup. Tetapi kalau sudah gizi buruk harus ditangani secara medis. Keterlibatan keluarga selama 24 jam mendampingi balita yang menderita kekurangan gizi, perhatian cukup dan pola asuh balita yang tepat (praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi) akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya, karena masa balita usia 1-5 tahun (balita) merupakan masa dimana balita sangat membutuhkan makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian anak (Santoso, 2004). Penilaian terhadap status gizi seorang

3 anak dapat dinilai melalui pertambahan berat dan tinggi badan anak. Salah satu contoh penilaian dapat dilihat melalui KMS (Kartu Menuju Sehat) yang membandingkan berat badan dan tinggi badan terhadap umur (Sekartini, 2008). Pencatatan KMS ini dilakukan pada saat kegiatan Posyandu setiap bulan. Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di desa yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama ibu hamil dan anak balita. Keaktifan keluarga pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya, karena salah satu tujuan posyandu adalah memantau peningkatan status gizi masyarakat terutama anak balita dan ibu hamil (Meilani, 2009). Posyandu menjadi pelayanan kesehatan penting untuk bayi dan balita yang paling awal. Namun pada kenyataannya di posyandu warga masyarakat sendiri banyak yang tidak memanfaatkan posyandu untuk memantau tumbuh kembang anaknya dengan alasan sibuk kerja atau tidak sempat membawa anak balitanya ke posyandu dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya pemantauan tumbuh dan kembang pada anak balita (Yulifah & Johan, 2009). Pos pelayanan terpadu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi. Posyandu merupakan wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih di bidang

4 kesehatan dan KB, anggotanya berasal dari PKK, tokoh masyarakat dan pemuda. Petugas posyandu merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diprioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya (INN, 2010). Dalam pelaksanaannya, pelayanan posyandu memiliki lima program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan Penanggulangan diare (Ambarwati, 2009). Kegiatan posyandu penting untuk bayi dan balita, karena tidak terbatas hanya pemberian imunisasi saja, tetapi juga memonitor tumbuh kembang bayi dan balita melalui kegiatan penimbangan dan pemberian makanan tambahan. Pencegahan dan penanganan gizi buruk juga dapat segera ditangani sedini mungkin, karena pada dasaranya anak balita bergizi buruk tidak semua lahir dalam keadaan berat badan tidak normal (Suhardjo, 2003). Posyandu memberikan konstribusi yang besar terhadap keberhasilan penurunan prevalensi masalah gizi kurang atau peningkatan status gizi masyarakat (Khairunisa, 2011). Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi diantaranya masalah kurang energi protein (KEP). Sehingga masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu perhatian yang serius. Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat.

5 Status gizi balita dapat diukur secara antropometri. Indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U merupakan indikator yang paling umum digunakan karena mempunyai kelebihan yaitu lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur status gizi akut dan kronik, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan (over weight). Pentingnya keberadaan Posyandu di tengah-tengah masyarakat yang merupakan pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat sebagai pelaksana sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan serta keluarga berencana, selain itu wahana ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman serta bermusyawarah untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi baik masalah keluarga atau masalah masyarakat itu sendiri (Meilani, 2009). Orang tua merupakan orang terbaik untuk memantau status gizi anaknya. Mereka adalah orang yang paling mengetahui tentang anaknya. Ahli kesehatan berperan sebagai orang tua dalam proses ini. Penting untuk memantau perkembangan anak supaya segala masalah yang mungkin dapat ditentukan dan dirawat secepat mungkin. Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan cepat sekali, terutama pada tahun-tahun pertama. Jika masalah tertentu tidak diketahui dan dirawat secara dini, dapat mengakibatkan masalah lain kelak (Siagian, 2012).

6 Tenaga utama pelaksana posyandu adalah kader posyandu, yang kualitasnya dapat menentukan dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan yang dilaksanakan. Kader posyandu memiliki peranan yang penting terhadap status gizi anak balita. Tugas-tugas kader yang dapat membantu perbaikan gizi sehingga mempengaruhi status gizi balita yaitu penimbangan balita, pencatatan dan interpretasi ke KMS, penyuluhan gizi dan pemberian makanan tambahan (Depkes, 2006). Menurut Airin (2010), bahwa pemantauan status gizi anak merupakan kegiatan utama posyandu dan KMS anak balita merupakan salah satu alat yang dipakai untuk memantau status gizi anak balita. Berdasarkan hasil penelitian didapat pelaksanaan penyuluhan ada hubungan yang nyata (p<0,05), dengan presentasi anak balita berstatus gizi baik. Nilai peubah yang bertanda positif, berarti bahwa semakin baik pelaksanaan penyuluhan semakin banyak anak dengan status gizi baik. (Kasmita dkk, 2000). Semakin tinggi pengetahuan kader maka semakin baik pula tingkat keaktifan kinerja kader dalam proses pelaksanaan kegiatan posyandu yang berdampak terhadap status gizi balita (Vinella, 2011). Kinerja kader dapat dilihat dari strata Posyandu yang telah dicapai, untuk meningkatkan kinerja kader maka kemampuan kader harus terus dikembangkan yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan yang disesuaikan dengan tugas yang diemban, dalam mengelola posyandu agar dapat berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2005). Hasil penelitian Khoirunisa (2011), di

7 wilayah kerja puskesmas Cinere Depok menunjukkan bahwa pada umumnya kinerja kader masih rendah (56,5%) dan faktor yang dominan berhubungan dengan kinerja kader adalah pengetahuan kader. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004). Menurut Sulistiyani dan Rosidah, menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan usaha dan kesempatan yang didapat dinilai dari hasil kerjanya. Secara defenitif Bernandin dan Russell dalam Sulistiyani mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang ingin dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas atau beban kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Indikator kinerja merupakan metrik finansial ataupun non finansial yang digunakan untuk membantu strategi yang dapat diukur untuk menilai suatu kegiatan target dalam kurun waktu untuk mencapai tujuan (David, 2007). Lohman (2007). mengatakan indikator kinerja merupakan suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif baik efektivitas dan efisiensi proses berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa ukuran indikator merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan, sasaran dan strategi. Berdasarkan Profil Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2012, dari 47 posyandu di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah,

8 terdapat 20 posyandu berada pada strata posyandu pratama (42,6%), 9 posyandu Madya (19,1%) dan 18 posyandu purnama (38,3%). Hal ini menunjukkan bahwa posyandu yang ada di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah masih lebih banyak dengan posyandu tingkat pratama yaitu posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Kemudian disusul dengan posyandu pada tingkat madya yaitu sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun, dengan rata rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%, kemudian yang paling sedikit dengan posyandu purnama yaitu posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali pertahun, ratarata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih dan cakupan 5 program utamanya ( KB, KIA, Gizi dan Imunisasi ) lebih 50%, sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat tetapi masih sederhana, namun belum ditemukan posyandu mandiri yaitu posyandu yang sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja kader masih rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa kader tidak hadir setiap bulannya, sebelum pelaksanaan posyandu kader tidak menyiapkan peralatan posyandu sebelum hari pelaksanaan buka posyandu, sehingga ibu yang mempunyai anak balita terlalu lama menunggu, Kader tidak memberikan penyuluhan kepada ibu yang mempunyai anak

9 balita, hanya mencatat dibuku register dan KMS. Kader tidak menjelaskan tentang kenaikan atau keadaan BB dan TB anak kepada ibu, tidak melaporkan kepada petugas kesehatan jika ada masalah dengan balita misalnya: BB anak yang tidak naik atau turun (tidak membuat laporan tindak lanjut), kader tidak melakukan kunjungan rumah meskipun balita tidak datang keposyandu. Masih banyak kader yang kurang baik dalam melakukan tugas-tugasnya sebagai kader dan tidak mandiri dalam melakukan posyandu. Sampai saat ini tugas-tugas kader posyandu belum dilaksanakan dengan baik. Disadari atau tidak, peran aktif kader dalam kegiatan posyandu sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Balita gizi kurang yang ditemukan pada saat penimbangan dapat segera diantisipasi dengan memberikan konseling kepada ibu balita dan memberikan makanan tambahan (PMT Pemulihan) pada balita tersebut. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah dengan menggunakan data dari Dinas Kesehatan diperoleh bahwa pada tahun 2009 persentase balita dengan gizi kurang sebanyak 5%, pada tahun 2011 dilaporkan sebesar 4,3% balita dengan gizi kurang dan pada tahun 2012 dilaporkan sebesar 5,5% (Dinkes Bener Meriah, 2012). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kejadian balita gizi kurang di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kinerja kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2012 masih banyak yang kurang baik.

10 Selain itu di wilayah Kecamatan Bandar, saat musin panen kopi, kader tidak memberikan penyuluhan kepada ibu, mereka lebih memilih ke kebun untuk memetik kopi sehingga ibu yang mempunyai anak balita tidak membawa anaknya datang keposyandu. Kader juga tidak pernah memotivasi keluarga untuk memanfaatkan pekarangan dan ikut kegiatan perbaikan gizi keluarga Survei pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Simpang Utama di Kecamatan Bandar, gambaran kader yang ada di posyandu purnama adalah bahwa kader posyandu kebanyakan berasal dari tokoh masyarakat setempat, kader datang secara bergiliran saat posyandu, kader banyak mendapat pelatihan dan kader biasanya berganti setelah perangkat desa berganti dan diangkat kader yang baru. Kinerja kader yang ada disana bahwa kader melakukan pendaftaran sesuai dengan panduan, penimbangan berat badan balita belum sesuai dengan pedoman yang ada, masih terdapat penimbangan balita dengan memakai pampers, memakai baju yang tebal, memakai sepatu, pengukuran tinggi badan masih salah seperti anak lagi menangis dan berontak kader langsung mengukur tinggi badan dalam keadaan tubuh tidak lurus, sehingga pengukuran tinggi badan tidak sesuai dengan standar dan hasil pengukuran tidak akurat. Ternyata pengukuran tinggi badan ini baru dilakukan 2 bulan terakhir ini. Kader yang hadir hanya satu orang, tidak melaporkan kepada bidan desa hasil penimbangan dan penggukuran tinggi badan.

11 Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Kinerja Kader Posyandu dan Karakteristik Serta Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada Hubungan Kinerja Kader Posyandu dan Karakteristik Serta Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013. 1.4. Hipotesis 1. Ada hubungan antara kinerja kader posyandu dengan status gizi anak balita 2. Ada hubungan antara karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pengetahuan) dengan status gizi anak balita 3. Ada hubungan partisipasi ibu balita keposyandu dengan status gizi anak balita

12 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bener Meriah khususnya Puskesmas Bandar di Kecamatan Bandar sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi balita guna mewujudkan sumber daya manusia yang sehat. 2. Bagi kader posyandu di Kecamatan Bandar sebagai informasi untuk meningkatkan status gizi balita dengan meningkatkan kinerjanya. 3. Bagi masyarakat khususnya ibu yang mempunyai balita suatu informasi mengenai status gizi anak balita.