V. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

III. METODE PENELITIAN. Gambar 3.1. Lokasi Penelitian (Google Map, 2014)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

Model Pendugaan Biomassa Vegetasi Mangrove di Kabupaten Indragiri Hilir Riau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. dan Salomon, dalam Rahayu et al. (2006), untuk mengurangi dampak perubahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG- MADURA

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan memiliki banyak fungsi ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

ANALISIS POTENSI SERAPAN KARBON PADA AREA KONSERVASI MANGROVE PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, Tbk KALIMANTAN SELATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

STRUKTUR VEGETASI MANGROVE ALAMI DI AREAL TAMAN NASIONAL SEMBILANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

ANALYSIS OF BIOMASS AND CARBON STOCK ON MANGROVE FOREST ECOSYTEM IN NORTH COASTAL AREA OF RUPAT ISLAND RIAU PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

KEANEKARAGAMAN JENIS POHON DAN PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA DUA JENIS VEGETASI DI KOTA BANDAR LAMPUNG

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

MATERI DAN METODE PENELITIAN. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah vegetasi mangrove

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Mangrove Karakteristik Hutan Mangrove

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

Kata Kunci: Mangrove 1, Biommassa 2, Karbon 3, Alos_Avnir_2. 1. Pendahuluan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

III. METODOLOGI PE ELITIA

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

Penaksiran Biomassa dan Karbon Tersimpan pada Ekosistem Hutan Mangrove di Kawasan Bandar Bakau Dumai

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 1 : (1999)

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

Transkripsi:

41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Komposisi Jenis Pohon Komposisi jenis vegetasi mangrove pada tingkat pohon pada keseluruhan plot pengamatan contoh di masing-masing zona hutan mangrove Tanjung Bara menunjukkan bahwa pohon jenis S. alba mendominasi zona I dan II dengan nilai INP tertinggi, yaitu 238,06 % dan 130,47%. Sedangkan zona III dan IV didominasi masing-masing oleh. dan C.tagal (Tabel 8). Tabel 8 Komposisi jenis pohon pada plot contoh vegetasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis KR (%) DR (%) FR (%) INP (%) Sonneratia Rhizophora Sonneratia- Rhizophora- Ceriops S. alba 78,69 84,37 75,00 238,06 21,31 15,63 25,00 61,94 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 S. alba 43,30 49,67 37,50 130,47 56,70 50,33 62,50 169,53 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 56,41 62,23 52,38 171,03 C. tagal 43,59 37,77 47,62 128,97 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Ceriops C. tagal 100,00 100,00 100,00 300,00 Total 100,00 100,00 100,00 300,00 Jenis S. alba mendominasi zona I karena jumlah vegetasinya yang banyak dengan ukuran diameter hingga 80 cm. Jenis C. tagal mendominasi Zona IV sebagai zona yang berada paling jauh dari arah garis pantai. Jenis S. alba dan R. apiculata tidak lagi ditemui di zona ini. Nilai INP masing-masing jenis tersebut juga dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah biomassa dan karbon yang tersimpan di hutan mangrove Tanjung Bara. Makin besar nilai INP-nya, maka indikasi jumlah biomassa dan karbonnya pun akan semakin besar pula.

42 5.2. Diameter dan Tinggi Hasil pengukuran diameter dan tinggi pohon terhadap ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara menunjukkan rata-rata diameter tertinggi pada S. alba di zona Sonneratia sebesar 40,29 cm dan terkecil 14,95 cm pada jenis C. tagal di zona Rhizophora-Ceriops. Sedangkan hasil pengukuran tinggi pohon menunjukkan data sebaran tinggi rata-rata tertinggi 17,63 m pada jenis S. alba di Ceriops (Tabel 9). Tabel 9 Rata-rata diameter dan tinggi pohon mangrove pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Zona Jenis Diameter (cm) Tinggi (m) Sonneratia zona Sonneratia dan terkecil 10,42 m pada jenis C. tagal di zona Rhizophora- Sonneratia- Rhizophora Rhizophora-Ceriops S. alba S. alba C. tagal 40,29 26,66 22,27 23,19 16,68 14,95 13,06 17,63 10,64 14,67 12,09 10,42 Ceriops C. tagal 18,90 13,60 5.3. Kadar Air Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air anakan pohon pada bagian daun, batang dan cabang S.alba, masing-masing 50,64%, 84,37%, dan 90,71%, lebih tinggi dibanding dengan anakan pohon dan C. tagal. Bahkan C. tagal memiliki rata-rata kadar air terendah baik pada bagian daun, batang maupun cabang, masing-masing 17,75%, 7,69% dan 10,74% (Tabel 10).

43 Tabel 10 No Rata-rata kadar air anakan pohon pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Kadar Air (%) Nomor Daun Batang Cabang Rata-rata 1 S. alba 50,64 84,37 90,71 75,24 2 27,42 27,37 31,44 28,74 3 C. tagal 17,75 7,69 10,74 12,06 Rata-rata kadar air anakan pohon yang tertinggi ditunjukkan oleh bagian cabang S. alba, yaitu 90,71%. Sedangkan rata-rata kadar air terendah berada pada bagian batang C. tagal sebesar 7,69% (Gambar 9). Kadar air (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 90.71 84.37 50.64 27.42 27.37 31.44 17.75 7.69 10.74 Daun Batang Cabang S. alba C. tagal Bagian Tumbuhan Gambar 9 Rata-rata kadar air anakan pohon S. alba, dan C. tagal pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara. Tingginya rata-rata kadar air pada bagian cabang anakan pohon S. alba disebabkan karena pada tahap pertumbuhan tingkat anakan pohon, perkembangan dan pembentukan struktur cabang mulai lebih banyak dibanding bagian lainnya. Selain itu, jenis S. alba berada pada zona mangrove terdepan dengan pengaruh pasang surut air laut yang tinggi.

44 Kondisi berbeda ditunjukkan oleh C. tagal, kadar air bagian daunnya cenderung lebih tinggi dibanding bagian batang dan cabang. Hal ini dapat disebabkan karena pada bagian daun umumnya memiliki rongga sel yang dapat diisi oleh air lebih banyak serta klorofil sebagai zat hijau daun. Kramer dan Kozlowski (1979) mengemukakan bahwa daun sebagai unit fotosintesis terdiri dari kloroplas yang mengandung ratusan rantai molekul yang dapat menimbulkan banyak rongga yang mudah diisi oleh air dan udara. Namun rendahnya kadar air C. tagal dibanding kedua jenis mangrove lainnya juga disebabkan karena tapaknya berada pada zona dengan pengaruh intensitas pasang air laut yang rendah. Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap semai ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara, rata-rata kadar air semai jenis S. alba lebih besar dibanding dan C. tagal, baik pada bagian daun maupun batang. S. alba secara spesifik memiliki kadar air tertinggi yaitu 23,87%. Sedangkan ratarata kadar air semai yang terendah ditunjukkan oleh C. tagal sebesar 10,11% (Tabel 11). Tabel 11 No Rata-rata kadar air semai pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara Kadar Air (%) Nomor Daun Batang Rata-rata 1 S. alba 21,71 26,02 23,87 2 13,26 13,07 13,17 3 C. tagal 12,60 7,61 10,11 Berdasarkan bagian daun dan batang, semai S. alba pada batang memiliki kadar air lebih tinggi dibanding bagian daun. Sedangkan semai dan C. tagal menunjukkan kondisi yang berbeda, bagian daun mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian batang (Gambar 10).

45 30 25 21.71 26.02 Kadar Air (%) 20 15 13.26 12.6 13.07 10 5 0 Daun 7.61 Batang S. alba C. tagal Bagian Tumbuhan Gambar 10 Rata-rata kadar air semai S. alba, dan C. tagal pada keseluruhan plot contoh di Tanjung Bara. Rata-rata kadar air semai pada bagian daun dan batang C. tagal memberikan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan kedua jenis mangrove lainnya. Kondisi ini cenderung lebih diakibatkan karena jenis ini terletak pada zona yang jauh dari pengaruh pasang surut air laut sehingga intensitas masuknya air ke dalam tubuh vegetasi juga makin berkurang. 5.4. Kadar Zat Terbang, Kadar Abu dan Karbon Terikat Hasil analisis laboratorium terhadap kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat pada anakan pohon menunjukkan bahwa zat terbang merupakan kandungan tertinggi dan mendominasi pada tiap bagian anatomi pada ketiga jenis mangrove. Ketiga jenis anakan pohon di Tanjung Bara tersebut memiliki jumlah kadar karbon terikat tertinggi pada bagian batang. Kadar karbon terikat pada batang S. alba sebesar 46,67%, sebesar 45,41% dan C. tagal sebesar 41,86% (Gambar 11, 12 dan 13).

46 69.94 63.09 50.87 46.67 25.40 Daun 4.67 23.86 2.46 13.06 80.00 KZT, KAb & KKT 70.00 (%) 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 Batang Cabang Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon S. alba. 60.88 59.31 51.62 45.41 36.43 31.03 Daun 2.97 Kadar Zat Terbang 2.97 70.00 KZT, KAb & KKT 60.00 50.00 (%) 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 8.09 Gambar 11 Batang Cabang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Gambar 12 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon. 70.00 62.03 60.81 54.03 KZT, KAb & KKT 60.00 50.00 (%) 40.00 41.86 34.43 31.54 30.00 4.11 4.77 10.00 Kadar Zat Terbang 6.44 20.00 Batang Cabang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat 0.00 Daun Bagian Tumbuhan Gambar 13 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada anakan pohon C. tagal.

47 Hasil analisis laboratorium terhadap kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon terikat pada semai juga menunjukkan proporsi yang sama dengan anakan pohon. Zat terbang merupakan kandungan yang paling mendominasi pada ketiga jenis mangrove di Tanjung Bara, diikuti oleh kadar karbon terikat dan kadar abu. Ketiga jenis semai mangrove tersebut memiliki jumlah kadar karbon terikat yang bervariasi berdasarkan bagian daun dan batang (Gambar 14, 15 dan 16). 70.00 64.16 62.19 KZT, KAb & KKT (%) 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 28.24 27.84 7.60 9.97 Daun Batang Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Bagian Tumbuhan Gambar 14 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai S. alba. KZT, KAb & KKT (%) 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 60.39 59.78 33.98 29.25 11.36 6.24 Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat 0.00 Daun Batang Bagian Tumbuhan Gambar 15 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai.

48 KZT, KAb & KKT (%) 80.00 70.00 60.00 50.00 57.92 72.30 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 10.21 31.87 4.64 23.06 Kadar Zat Terbang Kadar Abu Kadar Karbon Terikat Daun Batang Bagian Tumbuhan Gambar 16 Proporsi Kadar Zat Terbang (KZT), Kadar Abu (KAb) dan Kadar Karbon Terikat (KKT) pada semai C. tagal. Kadar karbon terikat tertinggi pada S. alba dan C. tagal berada pada bagian daun, masing-masing sebesar 28,24% dan 31,87%. Sedangkan memiliki proporsi yang berbeda, kadar karbon terikat tertinggi jenis ini berada pada bagian batang sebesar 33,98%. 5.5. Biomassa Potensi biomassa merupakan total berat bahan organik dalam suatu komunitas atau spesies utama dalam komunitas. Pendugaan biomassa dapat dijadikan sebagai penduga kasar terhadap laju produktivitas suatu jenis atau komunitas (Hutching dan Saenger 1987). Potensi bahan organik pohon sendiri akan dipengaruhi oleh dimensi pohon lainnya, seperti diameter dan tinggi pohon. Dimensi pohon dapat dijadikan sebagai salah satu variabel yang digunakan untuk menduga berat bahan organik atau biomassa pohon. Pendugaan ini umumnya dilakukan dengan pendekatan hubungan dimensi diameter dan atau tinggi pohon dengan biomassa dalam bentuk persamaan allometrik (allometric equation). Potensi biomassa vegetasi mangrove di Tanjung Bara merupakan potensi biomassa di atas permukaan tanah yang diperoleh berdasarkan potensi biomassa pohon, anakan pohon dan semai pada keseluruhan plot contoh.

49 5.5.1. Biomassa Atas Permukaan-Tanah pada Pohon Persamaan allometrik terpilih untuk biomassa tingkat pohon di atas permukaan tanah pada jenis S. alba dan C. tagal yaitu, Y = 0,251 ρ D 2,46 dengan R 2 = 0,98 (Komiyama et al. 2005), dimana biomassa dapat dihitung dengan menggunakan parameter berupa diameter pohon saja. Sedangkan persamaan allometrik terpilih untuk biomassa di atas permukaan tanah pada jenis adalah persamaan allometrik yang secara spesifik digunakan untuk jenis, yaitu Y = 0,235 D 2,42 dengan R 2 = 0,98 (Ong et al. 2004). Berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan persamaan allometrik terpilih tersebut, maka diperoleh total biomassa atas permukaan-tanah pada masing-masing jenis mangrove. Jumlah total biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon jenis S. alba pada plot contoh zona Sonneratia sebesar 39,53 ton menunjukkan biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibandingkan dengan dan C. tagal. Kondisi ini disebabkan karena sebaran S. alba pada zona Sonneratia didominasi oleh pohon-pohon dengan rata-rata diameter maksimum mencapai 40,29 cm. Sedangkan C. tagal dengan rata-rata diameter 14,95 memberi konstribusi biomassa atas permukaan-tanah terkecil sebesar 8,47 ton. Biomassa vegetasi atau pohon akan makin meningkat seiring dengan pertambahan diameter berdasarkan tahapan pertumbuhan. Total bahan organik pohon pada diameter 20-30 cm mengalami peningkatan 1,5 2,5 kali lipat dari pohon berdiameter 10-20 cm. Bahkan pada jenis, terjadi peningkatan bahan organik pohon sebesar 3,2 kali lipat pada kelas diameter 30-40 cm (Hilmi 2003). Kondisi ini menunjukkan bahwa makin meningkat umur suatu tegakan, maka biomassanya pun akan makin besar (Porte et al. 2002).

50 Tabel 12 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Rata-rata Diameter (cm) Biomassa Atas Permukaan-Tanah (ton/ha) Sonneratia Sonneratia- Rhizophora Rhizophora- Ceriops S. alba Subtotal S. alba Subtotal C. tagal Subtotal 40,29 26,66 22,27 23,19 16,68 14,95 Ceriops C. tagal Subtotal Rata-rata Biomassa Atas Permukaan-Tanah per Zona 263,56 40,20 303,76 84,11 176,45 260,56 78,68 56,44 135,12 18,90 192,63 192,63 223,02 Berdasarkan data pada Tabel 12 di atas, vegetasi mangrove pada plot contoh zona Sonneratia memiliki subtotal biomassa atas-permukaan sebesar 303,76 ton/ha. Jumlah biomassa pada zona ini merupakan biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibandingkan dengan ketiga zona lainnya. Jumlah biomassa atas permukaan-tanah terkecil berada pada zona Rhizophora-Ceriops sebesar 135,12 ton/ha (Gambar 17). Biomassa Atas- Permukaan Tanah (ton/ha) 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Gambar 17 Z o n a C. tagal S. alba Biomassa atas permukaan-tanah tingkat pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara.

51 5.5.2. Biomassa Atas Pemukaan-Tanah pada Anakan Pohon Pengukuran berat bahan organik atau biomassa atas permukaan-tanah anakan pohon dilakukan dengan pendekatan analisis di laboratorium terhadap tiga bagian vegetasi, yaitu daun, batang dan cabang. Biomassa atas permukaan-tanah pada anakan pohon yang dinyatakan dalam berat bahan organik tiap bagian anatomi vegetasi mangrove (Tabel 13). Tabel 13 Biomassa atas permukaan-tanah anakan pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Biomassa Atas Permukaan (ton/ha) Daun Batang Cabang Total Sonneratia S. alba 5,10 4,27 2,34 11,70 Subtotal 5,10 4,27 2,34 11,70 Sonneratia- S. alba 0,82 1,59 0,54 2,94 Rhizophora 2,26 3,77 1,89 7,92 Subtotal 3,08 5,36 2,43 10,87 Rhizophora- 1,75 2,91 1,70 6,36 Ceriops C. tagal 0,73 0,29 0,37 1,40 Subtotal 2,48 3,20 2,07 7,76 Ceriops C. tagal 5,46 2,03 3,03 10,53 Subtotal 5,46 2,03 3,03 10,53 Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa anakan pohon di masing-masing zona memiliki total biomassa atas permukaan-tanah yang bervariasi dalam kisaran 7,76 ton/ha sampai 11,70 ton/ha. Bagian daun pada zona Ceriops secara spesifik memiliki biomassa terbesar, yaitu 5,46 ton/ha. Total biomassa atas permukaantanah terbesar pada zona Sonneratia dan terkecil pada zona Rhizophora-Ceriops (Gambar 18).

52 14.00 12.00 Biomassa 10.00 Atas 8.00 Permukaan- 6.00 Tanah (ton/ha) 4.00 2.00 0.00 C. tagal S. alba Gambar 18 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat anakan pohon pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara. Anakan pohon umumnya memiliki karakteristik pertumbuhan berupa kayu muda dengan jaringan-jaringan muda dan air. Jumlah selulosa, hemiselulosa, lignin ataupun zat-zat ekstraktif lainnya masih sangat sedikit atau bahkan hampir tidak ada mengakibatkan berat bahan organik pancang umumnya juga relatif rendah (Hilmi 2003). 5.5.3. Biomassa Atas Permukaan-Tanah pada Semai Berdasarkan hasil analisis data, biomassa atas permukaan-tanah pada semai diperoleh berdasarkan bagian daun dan batang. Bagian batang S. alba dan memiliki potensi biomassa atas permukaan-tanah lebih besar di banding bagian daunnya (Tabel 14). Kondisi ini disebabkan karena jumlah daun pada semai masih sangat muda dan jumlahnya sedikit. C. tagal memiliki proporsi potensi biomassa yang berbeda, potensi biomassa bagian daun lebih banyak dibanding bagian batangnya. Meskipun C. tagal memiliki konstruksi daun yang lebih kecil, namun jenis ini cenderung memiliki jumlah helai daun yang lebih banyak pada setiap individunya.

53 Tabel 14 Biomassa atas permukaan-tanah semai pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Jenis Biomassa (ton/ha) Daun Batang Total Sonneratia S. alba 2,74 4,68 7,42 0,03 0,04 0,07 Subtotal 2,77 4,73 7,49 Sonneratia- S. alba 1,62 2,48 4,10 Rhizophora 0,75 1,00 1,74 Subtotal 2,37 3,48 5,85 Rhizophora- 1,38 1,78 3,16 Ceriops C. tagal 0,84 0,41 1,26 Subtotal 2,23 2,19 4,42 Ceriops 0,15 0,20 0,35 C. tagal 1,73 1,02 2,75 Subtotal 1,88 1,22 3,10 Biomassa atas permukaan-tanah vegetasi tingkat semai menunjukkan bahwa zona Sonneratia memiliki potensi biomassa yang lebih banyak dibandingkan dengan zona lainnya. Zona ini bahkan didominasi sebagian besar S. alba dengan biomassa sebesar 7,42 ton/ha. Sedangkan semai pada zona Ceriops hanya mengandung biomassa sebesar 3,10 ton/ha (Gambar 19). Biomassa Atas- Permukaan (ton/ha) 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Z o n a C. tagal S. alba Gambar 19 Biomassa atas permukaan-tanah tingkat semai pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara

54 5.5.4. Total Biomassa Atas Permukaan-Tanah Total biomassa atas permukaan-tanah meliputi nilai total biomassa pada tingkat pohon, anakan pohon dan semai di atas permukaan tanah. Biomassa atas permukaan-tanah pohon jenis S. alba pada zona Sonneratia sebesar 263,56 ton/ha memberi konstribusi yang besar terhadap biomassa atas permukaan-tanah jenis S. alba. Jenis ini memiliki biomassa atas permukaan-tanah terbesar yaitu 282,68 ton/ha. Sedangkan yang memiliki biomassa atas permukaan-tanah terbesar berada pada zona Sonneratia-Rhizophora yaitu 186,12 ton/ha. C. tagal yang memiliki jumlah biomassa atas permukaan-tanah terbesar terdapat pada zona Ceriops sebesar 205,90 ton/ha. Tabel 15 Total biomassa atas permukaan-tanah vegetasi mangrove pada plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara Zona Je nis Tingkat Biomassa Biomassa Total Pertumbuhan per Jenis pe r Zona (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) Sonneratia S. alba Pohon 263,56 282,68 322,95 Anakan pohon 11,70 Semai 7,42 Pohon 40,20 40,27 Anakan pohon 0,00 Semai 0,07 Sonneratia- S. alba Pohon 84,11 91,16 277,28 Rhizophora Anakan pohon 2,94 Semai 4,10 Pohon 176,45 186,12 Anakan pohon 7,92 Semai 1,74 Rhizophora- Pohon 78,68 88,20 147,29 Ceriops Anakan pohon 6,36 Semai 3,16 C.tagal Pohon 56,44 59,09 Anakan pohon 1,40 Semai 1,26 Ceriops Pohon 0,00 0,35 206,26 Anakan pohon 0,00 Semai 0,35 C. tagal Pohon 192,63 205,90 Anakan pohon 10,53 Semai 2,75 Biomassa Rata-rata pe r Zona 238,44

55 Berdasarkan Tabel 15, total biomassa atas permukaan-tanah zona Sonneratia sebesar 322,95 ton/ha merupakan zona dengan jumlah total biomassa atas permukaan-tanah terbesar dibanding dengan ketiga zona lainnya. Sedangkan zona Rhizophora-Ceriops dengan biomassa atas permukaan-tanah hanya sebesar 147,29 ton/ha merupakan zona yang memiliki total biomassa atas permukaantanah terkecil dari semua zona mangrove di Tanjung Bara (Gambar 20). Biomassa atas permukaan-tanah rata-rata vegetasi mangrove yang diperoleh dari keseluruhan plot contoh adalah 238,44 ton/ha. Biomassa Atas Permukaan - Tanah (ton/ha) 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 Z o n a C. tagal S. alba Gambar 20 Total biomassa atas permukaan-tanah vegetasi mangrove pada keseluruhan plot contoh berdasarkan zonasi hutan mangrove di Tanjung Bara. Penelitian-penelitian sebelumnya melakukan kajian tentang biomassa atas permukaan-tanah vegetasi pada beberapa lokasi hutan mangrove. Beberapa di antaranya adalah hutan mangrove di Malaysia, Thailand, Kenya, Brazil dan Indonesia (Tabel 16). Tabel 16 Beberapa penelitian tentang biomassa atas permukaan-tanah di hutan mangrove. No Lokasi Biomassa Atas Permukaan-Tanah (ton/ha) Referensi 1 Malaysia Ong et al. (1984) Rhizophora apiculata 300 plantation forest 2 Matang, Malaysia - Rhizophora apiculata (270 460) Putz and Chan (1986)

56 3 Southern Thailand - Rhizophora spp. - Bruguiera spp. Total 4 Halmahera, Maluku, Indonesia - Rhizophora apiculata - Rhizophora stylosa - Bruguiera gymnorrhiza 5 Tritih, Jawa Tengah, Indonesia 252,737 28,432 281,169 327,9 (299,1 356,8) 178,2 421,5 (406,6 436,4) Rhizophora mucronata : 93,73 6 Talidendang Besar, Riau Eastern Sumatera, Indonesia - Bruguiera parviflora - Bruguiera sexangula 97,53 (42,94 159,96) 186,80 (75,99 279,03) 177,92 (40,70 315,13) - Bruguiera sexangula-nypa fruticans 7 Secondary Forest, Thailand Ceriops tagal Forest - Stem 53,35 - Branch 23,61 - Leaf 13,29 - Total 90,25 8 Hutan alam mangrove, Indragiri Hilir, Riau, Indonesia - Rhizophora apiculata - Bruguiera spp. - Rhizophora mucronata 9 Gazy Bay, Kenya R. mucronata Lamk. 452,02 10 Itamaraca, Pernambuco, Brazil - Rhizophora mangle 81,9 - Avicennia schaueriana 3,15 - Laguncularia racemosa 19,95 - Total 105 11 Tanjung Bara, Sangatta Utara, Kalimantan Timur, Indonesia - Zona Sonneratia - Zona Sonneratia- Rhizophora - Zona Rhizophora-Ceriops - Zona Ceriops Rata-rata (148,92 316,17) (4,86 24,22) (9,59 11,62) 322,95 277,28 147,29 206,26 238,44 Keterangan : Nilai dalam tanda kurung menyatakan nilai kisaran data. Tamai et al. (1986) Komiyama et al. (1988) Sukardjo and Yamada (1992) Kusmana (1993) Komiyama, et al. (2000) Hilmi (2003) Kirui et al. (2006) Medeiros and Sampaio (2008) Studi ini (2010)

57 Tabel 16 di atas menunjukkan biomassa atas permukaan-tanah pada hutan mangrove umumnya memiliki jumlah yang bervariasi pada masing-masing lokasi yang berbeda. Hutan mangrove di Matang, Malaysia memiliki biomassa tertinggi mencapai 460 ton/ha. Biomassa atas permukaan-tanah tertinggi pada studi ini sebesar 322,95 ton/ha. Jumlah ini relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan biomassa atas permukaan-tanah (356,8 ton/ha) dan B. gymnorrhiza (436,4 ton/ha) di Halmahera, Maluku, R.mucronata Lamk. di Gazi Bay, Kenya (452,02 ton/ha) dan di Matang, Malaysia (460 ton/ha). Rata-rata biomassa atas permukaan-tanah pada studi ini secara umum masih lebih tinggi dibanding Tritih, Jawa Tengah (93,73 ton/ha), Hutan Sekunder di Thailand (90,25 ton/ha) dan Itamaraca, Pernambuco, Brazil (105 ton/ha). Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor pembatas berupa suhu dan curah hujan. Temperatur dan presipitasi menjadi faktor iklim yang sangat penting menyebabkan adanya perbedaan biomassa mangrove (Satoo and Madgwick 1982 dalam Kusmana 1993). Selain itu, variasi jumlah biomassa yang diperoleh juga dapat disebabkan karena variasi dalam desain sampling yang digunakan (Kirui et al. 2006). Kirui et al. (2006) dalam penentuan allometrik equation-nya menggunakan 15 pohon contoh yang dipilih dan dipanen secara acak. Hilmi (2003) menggunakan 40 pohon contoh dengan distribusi R. mucronata sebanyak 7 pohon, sebanyak 21 pohon dan Bruguiera spp. sebanyak 12 pohon. Sedangkan studi ini menggunakan allometrik equation yang telah ada dari penelitian sebelumnya. Contoh yang digunakan meliputi vegetasi mangrove tingkat pohon (dbh > 5 cm), anakan pohon (t > 1,5 m dbh < 5 cm) dan semai (t < 1,5 m). Hutan mangrove memiliki jumlah biomassa dan tinggi yang relatif besar, menyaingi ukuran hutan hujan tropika. Biomassa pada tegakan mangrove biasanya lebih besar dibanding ekosistem perairan lainnya. Mangrove di sekitar khatulistiwa atu beriklim tropis dapat mengalami peningkatan hingga 300-500 ton/ha (Alongi 2002).

58 5.6. Karbon dan Karbondioksida Simpanan karbon vegetasi mangrove di Tanjung Bara diperoleh melalui hasil konversi sebesar 46% dari total biomassa atas permukaan-tanah pada masing-masing zona mangrove. Simpanan karbon terbesar berada pada zona Sonneratia sebesar 148,55 tonc/ha dan terkecil pada zona Rhizophora-Ceriops sebesar 67,75 tonc/ha. Data karbon yang diperoleh kemudian dikonversi lagi untuk mengetahui kandungan atau serapan karbondioksida ekuivalen pada tiap zona mangrove. Total karbondioksida di atas permukaan tanah pada masingmasing zona mangrove di Tanjung Bara berkisar 248,64-545,18 tonco 2 /ha. Vegetasi mangrove yang memiliki jumlah serapan karbondioksida terbesar berada pada zona Sonneratia dan terkecil berada pada zona Rhizophora-Ceriops (Tabel 17). Tabel 17 Simpanan karbon dan karbondioksida di atas permukaan tanah pada tiap zona mangrove Zona Jenis Karbon Karbondioksida (ton C/ha) (ton CO 2 /ha) Sonneratia S. alba 130,03 545,18 18,52 Subtotal 148,55 Sonneratia- S. alba 41,93 468,07 Rhizophora 85,61 Subtotal 127,54 Rhizophora- 40,57 248,64 Ceriops C. tagal 27,18 Subtotal 67,75 Ceriops 0,16 348,21 C. tagal 94,72 Subtotal 94,88 Rata-rata per Zona 109,68 402,53 Jumlah simpanan karbon berbanding lurus dengan jumlah serapan karbondioksida ekuivalen vegetasi mangrove di Pantai Tanjung pada masingmasing zona (Gambar 21).

59 Jumlah Karbon dan Karbon dioksida 600 500 400 300 200 100 0 Karbon (tonc/ha) Karbondioksida (tonco2/ha) Zona Gambar 21 Simpanan karbon vegetasi mangrove pada masing-masing zona di Tanjung Bara. Hilmi (2003) mengemukakan bahwa kandungan karbon tegakan jenis (diameter 10-40cm) dipengaruhi oleh faktor kesesuaian habitat sebagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Lokasi tegakan dibagi menjadi tiga blok. blok 1 merupakan habitat dengan ciri-ciri salinitas berkisar antara 10-20 o / oo (habitat memiliki rata-rata 15 o / oo ) dengan tekstur tanah yang didominasi oleh liat 60,4% dan debu 39,6%. Blok 2 memiliki karakteristik habitat berupa liat halus dan debu dengan salinitas rata-rata 21-27 o / oo. Blok 3 memiliki karakteristik tekstur tanah liat 50,6% dan debu 47,4% dengan kisaran salinitas antara 29-30 o / oo. Simpanan karbon pada blok 1 sebesar 42,89 tonc/ha, pada blok 2 sebesar 105,76 tonc/ha dan pada blok 3 sebesar 87,48 tonc/ha. Estimasi simpanan karbon di atas permukaan-tanah pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan berkisar antara 4,2-230 tonc/ha. Sedangkan simpanan karbon di atas permukaan-tanah pada hutan primer di Kecamatan Sebuku dan Sembakung Kabupaten Nunukan yaitu 230 tonc/ha. Mudiyarso et al. (1995) dalam Rahayu et al. (2005) mengemukakan bahwa hutan di Indonesia diperkirakan memiliki simpanan karbon antara 161-300 tonc/ha.

60 5.7. Potensi Jasa Lingkungan Total luas kawasan mangrove berdasarkan Peta Tutupan Lahan di Kecamatan Sangatta Utara adalah 841,8 ha (0,52% dari total luas hutan di Sangatta Utara). Jika diasumsikan hutan mangrove Sangatta Utara secara keseluruhan memiliki zonasi yang sama dengan zonasi di lokasi pengambilan sampel, maka simpanan karbon vegetasi mangrove di Sangatta Utara adalah sebesar 92.328,62 ton C atau setara dengan 338.849,75 ton CO 2. Kegiatan operasional perusahaan tambang batubara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1.K/40.00/DJB/2007 tanggal 1 Januari 2007 tentang penciutan wilayah seluas 22 ha, maka luas area konsesi menjadi 90.938 ha dari luas sebelumnya 90.960 ha. Perusahaan ini telah melakukan pembukaan lahan sejak tahun 1993 hingga 2006 seluas 10.080 ha dengan areal yang telah direklamasi 2.575 ha atau 25,55 % dari luas total pembukaan lahan (PT. KPC 2008). Tingkat emisi karbondioksida dihitung berdasarkan analisa dan prediksi tingkat emisi CO 2 dari kegiatan operasional perusahaan tambang batubara ini pada tahun 2010 mencapai 2.362.703,94 ton CO 2. Jumlah ini diakumulasi dari total emisi kegiatan operasional tambang batubara dikurangi dengan jumlah simpanan karbon pada areal pasca tambang yang telah direhabilitasi sebesar 78.122 ton CO 2 (3,2% dari total emisi sebesar 2.440.825,94 ton CO 2 ). Kegiatan operasional tambang batubara yang dianalisa meliputi sektor transportasi, ketenagalistrikan, peledakan, dan pembukaan lahan (Wibawa 2006). Jumlah emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh kegiatan operasional tambang batubara menjadi salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengukur peran jasa lingkungan hutan mangrove di Tanjung Bara. Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa karbondiokasida di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh vegetasi berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh vegetasi atau biomassa pada suatu areal tertentu dapat menggambarkan banyaknya jumlah karbondioksida di atmosfer yang dapat diserap oleh vegetasi tersebut melalui proses sekuestrasi (C-sequestration). Hutan mangrove dengan proporsi luasan

61 0,52% dari total luas hutan Sangatta Utara ini, berdasarkan jumlah simpanan karbondioksida sebesar 338.849,75 ton CO2, mampu memberi peran jasa lingkungan dalam bentuk reduksi terhadap emisi dari kawasan tambang batubara sebesar 14,34% (Gambar 22). (a) Hutan Mangrove; 0,52% Tipe Hutan lain; 99,48% (b) CO2 Mangrove 14,34% Emisi CO2 sisa 85,66% Gambar 22 Proporsi luas hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total luas hutan di Sangatta Utara (a) dan serapan karbondioksida hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total emisi karbondioksida dari kegiatan tambang batubara (b). Berdasarkan serapan karbondioksida hutan mangrove di Tanjung Bara terhadap total emisi karbondioksida yang diillustrasikan dalam Gambar 22 di atas, nampak bahwa masih terdapat 85,66% jumlah emisi karbondioksida dari kegiatan operasional tambang batubara yang membutuhkan reduksi. Jasa lingkungan untuk mereduksi sisa emisi ini dapat diprediksi dari simpanan karbon pada hutan-hutan di sekitar Sangatta Utara. Hutan tipe lain dengan proporsi 99,48% merupakan proporsi yang cukup besar pada konteks jasa lingkungan hutan sebagai pereduksi emisi karbon.

62 MacLaren (1996) mengemukakan konteks yang sama dengan mengangkat potensi New Zealand yang memiliki 5,5 juta ha padang rumput. Berdasarkan asumsi bahawa suatu tipe hutan (sebaran pinus pada 1 rotasi selama 30 tahun) terdiri dari 112 ton C/ha, maka 5,5 juta ha padang rumput yang dikonversi menjadi hutan akan dapat mengurangi 616 juta ton karbon dari atmosfer. New Zealand berpotensi besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dengan penanaman atau rehabilitasi padang rumput seluas 5,5 juta ha. Densitas karbon dengan cara ini akan bertambah hingga 112 ton C/ha. Penyerapan oleh hutan tanaman mencapai lebih kurang 75% emisi CO 2 dari pembakaran bahan bakar fosil pada tahun 1990. Indikasi jumlah serapan ini diharapkan akan mencapai 100% pada kondisi absorbsi karbon lebih banyak dari yang teremisikan ke atmosfer. Penambahan luas hutan secara berkelanjutan akan mereduksi emisi gas-gas rumah kaca. Kegiatan konversi hutan dan perubahan penggunaan lahan mengindikasikan bahwa karbon yang telah tersimpan dalam bentuk biomassa atau dalam tanah gambut dilepaskan ke atmosfer melalui pembakaran (tebas dan bakar) atau dekomposisi bahan organik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Tahun 1990-1999 diperkirakan perubahan penggunaan lahan menambah ±1,7 Gt/thn dari total emisi CO 2 (Watson et al. 2000 dalam Rahayu et al. 2005).