BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

AKTIVITAS LARVASIDA FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

AKTIVITAS LARVASIDA FRAKSI POLAR EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIVITAS LARVASIDA FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK ETANOL DAUN INGGU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB III METODE PENELITIAN

UJI AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK DAUN KELADI BIRAH (Alocasia indica Schott) TERHADAP LARVA NYAMUK Culex sp. ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

Bab III Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 Percobaan dan Hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Kemenkes, gejala malaria pada tahun 2013 (WHO, 2014).

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

I. PENDAHULUAN. dan mematikan bagi manusia, seperti demam berdarah (Aedes aegypti L.), malaria

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

BAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes

BAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

I. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

I. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

III. BAHAN DAN METODA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (DepkesRI, 2008). Vektor penyakit malaria ini adalah nyamuk Anopheles sp. Vektor utama penyebab penyakit malaria di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di Pulau Jawa adalah spesies nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus (Sinka et al., 2011). Dewasa ini, upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles). Upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larvaciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp. secara kimiawi maupun hayati), kontrol biologi (ikan pemakan jentik), dan manajemen lingkungan (Hiswani, 2004). Penggunaan insektisida sebagai larvasida merupakan cara yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan pertumbuhan vektor larva nyamuk tersebut. Usaha pengendalian vektor malaria secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman obat-obatan (Maesaroh, 2005). Hal ini didukung oleh Mohan dan Ramaswamy (2007) yang menyebutkan bahwa beberapa tanaman yang termasuk famili Rutaceae, antara lain Citrus spp, Ferronia elephantum, Atlantia monophylla pada bagian buah dan daunnya memiliki daya larvasida serta menghambat pertumbuhan beberapa vektor nyamuk seperti Culex pipiens, Aedes aegypti, dan Anopheles spp. Sivagnaname dan Kalyanasundaram (2004) juga menyatakan bahwa ekstrak metanol dari daun Atlantia monophylla yang merupakan famili Rutaceae menjadi alternatif larvasida alami untuk menghambat dua vektor nyamuk, yaitu Anopheles stephensi dan Culex quinquefaciatus dengan konsentrasi berturut-turut sebesar 0,14 ppm dan 0,05 ppm. 1

2 Gunaydin (2005) menyebutkan bahwa pada skrining fitokimia dari tanaman Ruta chalapensis (Rutaceae) didapatkan senyawa alkaloid, terpenoid, kumarin, tanin, saponin, antrakuinon, dan terpenoid. Kiran et al (2012) menyatakan kandungan xylotenin yang termasuk dalam golongan kumarin pada tanaman Chloroxylon swietenia (Rutaceae) mampu mengambat larva nyamuk Anopheles stephensi pada konsentrasi 67,5 ppm. Dari penelitian di atas dapat ditunjukkan bahwa tanaman inggu (Ruta angustifolia L.) yang mempunyai kandungan senyawa kumarin diharapkan mampu menghambat aktivitas larva nyamuk. Ketertarikan peneliti untuk menggunakan dan mengembangkan tanaman inggu sebagai agen biolarvasida yang alami serta aman bagi tubuh manusia dan lingkungan sekitar dengan menggunakan fraksi semipolar untuk meningkatkan penggunaan tanaman ini sebagai agen larvasida nabati. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu : 1. Apakah fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus serta berapa nilai LC 50 untuk larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus? 2. Apa saja kandungan kimia yang terdapat pada fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu? C. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan pada penelitian ini adalah : 1. Mengetahui aktivitas larvasida fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus serta menghitung nilai LC 50 untuk larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus.

3 2. Menentukan kandungan kimia yang terdapat pada fraksi semipolar ekstrak etanol daun inggu. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Inggu ( Ruta Angustifolia L. ) a. Nama lain Nama lain dari Ruta angustifolia L. adalah Ruta chalepensis L. var. Angostifolia., Ruta graveolens L. var. Angustifolia Hook., Ruta bracteosa DC., Ruta Frangiata (Lamnauer, 2005). Pohon inggu memiliki beberapa nama daerah antara lain aruda (Sumatera), inggu, godong inggu (Jawa), dan anruda busu (Sulawesi) (DepkesRI, 1989). b. Deskripsi tanaman Tanaman inggu mempunyai daun majemuk menyirip rangkap ganjil, tidak bertangkai, helaian anak daun berbentuk lanset atau jorong memanjang, panjang 6-10 cm, lebar 1,5-2,5 cm, pinggir daun agak menggulung kebawah, permukaan atas licin, warna hijau kelabu, ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah warna hijau keputih-putihan (Gambar 1). Batang bulat, bagian atas beralur tidak jelas, ruas-ruas pendek, batang beserta cabang licin berwarna abu-abu kecoklatan (DepkesRI, 1989). Gambar 1. Tanaman inggu (Ruta angustifolia L.)

4 c. Klasifikasi Klasifikasi dari tanaman inggu adalah : Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Geraniales Suku : Rutaceae Marga : Ruta Jenis : Ruta angustifolia (L.) ( Pollio, 2008) d. Kandungan kimia dan aksi farmakologis Berdasarkan studi fitokimia dari akar dan bagian tanaman inggu menunjukkan bahwa tanaman inggu mengandung alkaloid aktif, furanokumarin dari kelas kumarin, flavonoid, tanin, minyak volatil, sterol dan triterpen. Beberapa alkaloid yang diisolasi dari bagian akar antara lain arborinin, graveolin, graveolinin, diktamnin, ptelein, skimmianin, isogravakridon klorin, makulosidin, 4-metoksi-1-metil-2(1H)-kuinolon, kokusaginin, ribalinidin, rutakridon, isotaifin dan lain-lain. Alkaloid arborinin memiliki aktivitas antiinflamasi, antihistamin, dan efek spasmolitik. Furanokumarin, bergapten, dan ksantotoksin memiliki efek spasmolitik pada otot polos dan berguna dalam mengobati psoriasis fototoksik. Kandungan rutin pada tanaman ini dapat digunakan untuk menurunkan permeabilitas kapiler, antihipertensi, dan pencegahan stroke. Ekstrak etanol tanaman ini juga memiliki efek antiinflamasi, antipiretik, dan SSP depresan (Ulubelen et al., 1988). Furanokumarin, bergapten, serta ksantotoksin mempunyai efek spasmolitik pada jaringan otot halus. Ruta angustifolia L. memiliki efek penghambatan yang signifikan terhadap kolagen dengan menginduksi agregasi platelet dari darah manusia secara in vitro (Gunaydin, 2005). 2. Nyamuk Anopheles a. Siklus hidup Siklus hidup nyamuk diawali dari telur, larva, kepompong dan nyamuk. Telur, larva, dan pupa hidup di dalam air sedangkan pada saat dewasa hidup

5 beterbangan. Nyamuk dewasa betina biasanya mengisap darah manusia dan binatang (Gandahusada dan Herry, 2008). Telur yang baru diletakkan berwarna putih, tetapi setelah 1-2 jam berubah menjadi hitam. Pada nyamuk anopheles, telur diletakkan satu per satu terpisah di permukaan air. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air. Larva terdiri dari 4 stadium dan mengambil makanan dari tempat perindukannya. Tempat perindukan biasanya pada rawa, kolam, sungai, sawah, dan tempat-tempat yang dapat digenangi air seperti gor, saluran air, lubang di pohon, dan kaleng-kaleng. Pertumbuhan larva nyamuk ini dari stadium I sampai dengan stadium IV berlangsung selama 6-8 hari. Larva berubah menjadi pupa yang tidak makan, tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernapasan. Waktu yang diperlukan pupa untuk tumbuh menjadi dewasa diperlukan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu. Pupa jantan menetas terlebih dahulu, nyamuk jantan ini biasanya tidak pergi jauh dari tempat perindukan, menunggu nyamuk betina menetas. Nyamuk betina kemudian mengisap darah yang dibutuhkannya untuk pembentukan telur (Gandahusada dan Herry, 2008). b. Anopheles aconitus 1). Klasifikasi Anopheles aconitus Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles aconitus adalah sebagai berikut : Phylum : Arthropoda Classis : Hexapoda / Insecta Sub Classis : Pterigota Ordo : Diptera Familia : Culicidae Sub Famili : Anophellinae Genus : Anopheles Spesies : Anopheles aconitus (Djakaria, 2000).

6 2). Bionomik Anopheles aconitus Di Indonesia, nyamuk spesies Anopheles aconitus terdapat di pulau Alor, Babar, Bali, Flores, Jawa, Kalimantan Tenggara, Lombok, Sulawesi, Sumatera dan Sumbawa. Anopheles aconitus dapat ditemukan di dataran tinggi pada ketinggian 600-800 m. Pada musim hujan nyamuk ini berkembang biak semakin cepat. Larva sering ditemukan di daerah terbuka, di dekat kaki bukit, di pinggiran hutan, sungai, kolam, dan rawa (Sinka et al., 2011). c. Anopheles maculatus 1). Klasifikasi Anopheles maculatus Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles maculatus adalah sebagai berikut : Phylum : Arthropoda Classis : Hexapoda / Insecta Sub Classis : Pterigota Ordo : Diptera Familia : Culicidae Sub Famili : Anophellinae Genus : Anopheles Spesies : Anopheles maculatus (Djakaria, 2000). 2). Bionomik Anopheles maculatus Kelompok nyamuk Anopheles maculatus juga dapat ditemukan di Indonesia. Spesies maculatus biasanya ditemukan di daerah perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian 990-1450 m. Larva dapat berkembang di air bersih yang sering terkena sinar matahari seperti kolam, rawa, sumur, maupun selokan (Sinka et al., 2011). 3. Insektisida Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. Insektisida yang baik adalah insektisida yang mempunyai sifat sebagai berikut : a. Daya bunuh yang besar dan cepat serta tidak berbahaya bagi binatang vertebrata termasuk manusia dan ternak.

7 b. Mempunyai susunan kimia yang stabil dan tidak mudah terbakar. c. Mudah digunakan dan dapat dicampur dengan berbagai macam bahan pelarut. d. Tidak berwarna dan tidak berbau yang tidak menyenangkan. Menurut bentuknya insektisida dapat berupa bahan padat, larutan, dan gas. Menurut macam bahan kimia, insektisida dibagi dalam insektisida anorganik, insektisida organik yang berasal dari alam, dan insektisida organik sintetik. Insektisida yang digunakan untuk membunuh stadium larva disebut larvasida. Tujuan dari penggunaan larvasida adalah untuk menurunkan kepadatan nyamuk pada daerah dekat pemukiman (Gandahusada, 1995). 4. Ekstraksi Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (terpotong-potong atau serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan dan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15-20 C dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang mudah larut, melarut (Voight, 1995). Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi (DepkesRI, 1979). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalm memilih metode ekstraksi (Ansel, 1989). 5. Kromatografi Cair Vakum Kromatografi cair vakum (KCV) dapat dianggap sebagai Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif yang dijalankan menggunakan kolom dengan vakum untuk mempercepat aliran dengan menggunakan eluen bertingkat. Fase diam yang dapat digunakan antara lain silika gel (baik fase normal ataupun terbalik), Al 2 O 3, CN, diol, dan poliamid. Sedangkan eluen yang paling sering digunakan adalah

8 heksan-etil asetat dengan perbandingan bertingkat. KVC digunakan sebagai sarana fraksinasi alami pada produk sebelum dilakukan langkah pemisahan lainnya seperti HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan MPLC (Medium Pressure Liquid Chromatography) (Sticher, 2007). 6. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana, lebih murah dan mudah pelaksanaannya. Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet (Gandjar, 2007) E. Landasan Teori Tanaman inggu (Ruta angustifolia L.) yang termasuk dalam famili Rutaceae mempunyai aktivitas larvasida. Hal tersebut didukung oleh Tiwary (2007) yang menyatakan bahwa minyak esensial pada Zanthoxylum armatum yang merupakan famili Rutaceae menjadi alternatif larvasida alami untuk menghambat tiga vektor nyamuk, yaitu Aedes aegypti, Anopheles stephensi dan Culex quinquefaciatus. Ekstrak etil asetat dari tanaman Murayya koenigii (Rutaceae) mempunyai aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Anopheles stephensi pada LC 50 sebesar 647,55 ppm (Arivoli dan Tennsyon, 2011). Ekstrak aseton dari tanaman Feronia Limonia (Rutaceae) mampu membunuh larva nyamuk Aedes aegypti, Anopheles stephensi dan Culex quinquefaciatus dengan LC 50 berturut-turut 57,23; 79,58; dan 129,24 ppm (Rahumana et al., 2000). Salah

9 satu kandungan yang terdapat dalam tanaman inggu adalah kumarin. Menurut penelitian Jung, et al., (2011) kumarin adalah zat alami yang ditemukan dalam berbagai tanaman terutama famili tanaman Rutaceae. Kiran et al (2012) menyatakan kandungan xylotenin yang termasuk dalam golongan kumarin pada tanaman Chloroxylon swietenia (Rutaceae) mampu mengambat larva nyamuk Anopheles stephensi pada konsentrasi 67,5 ppm. Kumarin dapat larut dalam etil asetat. Oleh karena itu, dimungkinkan fraksi semipolar tanaman inggu juga mempunyai aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus. F. Hipotesis Fraksi semipolar ekstrak etanol dari daun inggu (Ruta Agistifolia L.) mengandung senyawa kumarin yang mempunyai aktivitas larvasida terhadap nyamuk Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus.