BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko terjadinya penyakit vaskular (penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer). Stroke menyerang usia produktif dan lanjut usia yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari (Misbach dkk,, 2011). Stroke merupakan salah satu sindroma neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika Serikat, stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia data nasional stroke menunjukkan angka kematian tertinggi 15,4% sebagai penyebab kematian. Usia rata rata stroke dari data 28 Rumah Sakit di Indonesia adalah 58,8 tahun ± 13,3 tahun dengan kisaran 18-95 tahun. Usia rata rata wanita lebih tua daripada pria (60,4 ± 13,8 tahun versus 57,5 ± 12,7 tahun). Usia kurang dari 45 tahun sebanyak 12,9% dan lebih dari 65 tahun sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stroke yang berkorelasi dengan bertambahnya usia. Menurut Framingham terlihat korelasi yang bermakna antara kejadian stroke dengan bertambahnya usia. Hal yang agak berbeda adalah kejadian pada
wanita lebih banyak dari pria (53,8% versus 46,2%) studi di Indonesia sedangkan studi Framingham kejadian pada pria rata rata 2,5 kali lebih sering daripada wanita (Misbach dkk, 2011). Stroke iskemik mencapai 87% dari semua stroke, 13% sisanya stroke hemoragik. Sekitar tiga perempatnya adalah stroke baru, dan sisanya lagi adalah stroke berulang. Kematian akibat stroke 1 dari setiap 18 kematian di tahun 2007, dengan total 135.952 kematian (Misbach dkk, 2011). Penelitian Broderick menyebutkan ICH (Intra Cranial Hemorrhage) memiliki angka kematian yang tinggi dan outcome fungsional yang buruk. Dalam 7 hari tingkat kematian sampai lebih dari 20% bahkan meningkat sampai 40% dalam satu bulan dan 53% dalam satu tahun. Hanya 10% dari pasien yang independen secara fungsional dalam satu bulan dan 20% dalam 6 bulan. Lokasi ICH bervariasi. Ditemukan bahwa dari seluruh pasien ICH terdapat 35% pendarahan lobar, 10% serebellum, 5% di batang otak dan sisanya adalah bagian otak yang dalam. Angka harapan hidup yang paling baik adalah pendarahan di serebellum dan yang terburuk adalah pendarahan di batang otak (Broderick, 2005). Pada penelitian Sprig dkk. ditemukan bahwa tingkat keparahan stroke berbeda secara signifikan antara Total Anterior Circulation Infarction (TACI) dan Lacunar Infarction (LACI) (p<0,001) dan tidak terdapat perbedaan antara Partial Anterior Circulation Infarction (PACI) dan Posterior Circulation Infarction (PCI). Outcome paling baik ditemukan pada LACI sedangkan yang paling buruk adalah TACI (Sprigg dkk, 2007).
Oxfordshire Community Stroke Project mengklassifikasikan infark ke dalam 2 bagian yaitu Posterior Circulation Infarction (PCI) dan Anterior Circulation Infarction (ACI). Pada penelitian Wen - Dan Tao dkk pada tahun 2012, terdapat 3 gejala dan tanda yang paling sering ditemukan, yaitu hemiplegi homolateral ditemukan 53,6 % pada PCI dan 74,9 % pada ACI dengan p<0,001, parese nervus fasial sentral ditemukan 40,7 % pada PCI dan 62,2 % pada ACI dengan p<0,001, defisit hemisensorik ditemukan 36,4 % pada PCI dan 34,2 % pada ACI dengan p= 0,479. Namun dari penelitian ini didapatkan bahwa penentuan lokasi stroke menjadi tidak akurat apabila klinisi hanya berpatokan pada gejala klinis yang muncul saja. Sehingga pemeriksaan neuroimaging merupakan hal yang sangat penting untuk menyakinkan lokasi dari infark serebri (Tao dkk, 2012). Pada penelitian Mehndiratta dkk. ditemukan pada PCI terjadi 8,5 % dari seluruh kejadian stroke (944 kejadian stroke) dan 10,45 % dari seluruh kejadian stroke iskemik (765 kejadian stroke). Hipertensi dan vertigo merupakan faktor resiko dan gejala kilinis yang paling banyak ditemukan (Mehndiratta dkk, 2012). Pada New England Medical Center Posterior Circulation Stroke Registry (NEMC-PCR), ditemukan bahwa penderita PCI terutama disebabkan oleh karena oklusi arteri vertebralis. Emboli merupakan mekanisme infark otak yang paling sering ditemukan. Arteri vertebralis yang mengalami oklusi umumnya mengakibatkan infark di daerah medula dan serebellum posterior inferior. Sedangkan oklusi arteri basiler umumnya mengakibatkan infark pada
daerah pons dan serebellum anterior inferior. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita dengan oklusi arteri basiler (Caplan dkk, 2005). Dari 150.000 kejadian stroke iskemik yang terjadi di Inggris setiap tahunnya terdapat 20 25% dari kejadian tersebut melibatkan struktur otak bagian posterior (termasuk batang otak, serebellum, thalamus dan daerah korteks temporal dan oksipital) yang merupakan bagian otak yang divaskularisasi oleh sistem arteri vertebrobasiler. Diagnosis dini terhadap Posterior Circulation Stroke (PCS) atau Transient Ischemic Attack (TIA) dapat mencegah disabilitas dan kualitas hidup yang buruk, namun jenis ini lebih sulit untuk didiagnosis dan diterapi dibandingkan dengan jenis stroke lainnya. Insiden PCS ini diperkirakan sekitar 18 per 100.000 orang per tahun (95% CI 10/100.000 26/100.000) pada studi di Australia (Merwick dkk, 2014). Penelitian Ng Yee dkk. tentang perbandingan karakteristik klinis dan outcome pada stroke iskemik pada teritori yang berbeda, membagi teritori vaskular atas anterior cerebral artery (ACA) middle cerebral artery (MCA), posterior cerebral artery (PCA), brainstem, cerebellar dan small vessel stroke. Pada penelitian ini ditemukan bahwa insiden Anterior Circulation Stroke (ACS) yaitu ACA dan MCA 2 kali lebih tinggi dari Posterior Circulation Stroke (PCS) yaitu PCA, brainstem dan cerebellar (Ng Yee dkk, 2007). Pada penelitian Boone dkk. tentang National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan komplikasi akut pasca ACI dan PCI pada tahun 2012 ditemukan bahwa penderita PCI dengan komplikasi neurologis dan medis lainnya mempunyai skor NIHSS yang lebih tinggi dibandingkan dengan ACI.
Komplikasi neurologis yang ditemukan berupa perluasan infark, pendarahan, edema, kejang, hidrosefalus sedangkan komplikasi medis lainnya berupa Infeksi Saluran Kemih (ISK), infeksi paru, Penyakit Jantung Kongestif (PJK), pendarahan saluran cerna, emboli paru dan lain sebagainya (Boone dkk, 2012). Pada penelitian Valappil dkk. ditemukan nilai rata rata NIHSS pada saat pasien pertama kali masuk ke rumah sakit, 11 untuk ACS dan 8 untuk PCS dengan nilai p=0,04. Proporsi pasien dengan outcome yang baik (Modified Rankin Scale (mrs) 0 2) ditemukan sama antara ACS dan PCS. Pada saat pertama kali masuk ke rumah sakit, outcome yang baik ditemukan 43 % pada ACS dan 46 % pada PCS. Dan outcome baik setelah 3 bulan kemudian, 66 % pada pasien ACS dan 70 % pada PCS (Valappil dkk, 2013). Pada penelitian Marchis dkk. tentang perbandingan klinis dan outcome antara ACS dan PCS pada tahun 2011 ditemukan nilai median NIHSS ACS = 8 dan PCS = 4 (p=0,004). Gambaran imaging yang patologis paling sering ditemukan pada ACS daripada PCS. Proporsi pasien yang tidak dilakukan trombolisis dengan outcome baik (nilai MRS 0 2) sama antara ACS dan PCS. (Marchis dkk, 2011) Pada penelitian Osmani dkk. ditemukan outcome pada bulan pertama, meninggal 36,05 %, yang membutuhkan bantuan (dependent) 27,8 %, dan yang dapat mandiri (independent) 36,05 %. Jumlah kematian meningkat secara signifikan pada ACS total yaitu 26 (72,2 %) dengan p=0,0001 sedangkan untuk PCS jumlah kematiannya 10 (33,3 %) dengan p=0,434.
Demikian juga hal nya dengan outcome pada bulan ke 3 dan ke 6, jumlah kematian meningkat secara signifikan pada ACS total (Osmani dkk, 2010). Pada penelitian Mousavi dkk. tentang perbandingan faktor resiko antara ACS dan PCS ditemukan bahwa penyakit hipertensi yang merupakan faktor resiko utama pada stroke yang paling banyak ditemukan pada PCS. Untuk penyakit diabetes melitus (DM) sebagai faktor resiko stroke ditemukan tidak terdapat perbedaan antara ACS dan PCS. Selain kedua faktor resiko tersebut, hiperlipidemia juga merupakan salah satu faktor resiko pada ACS dan PCS namun prevalensinya sama antara ACS dan PCS. Sedangkan merokok ditemukan prevalensi yang lebih tinggi pada PCS dibandingkan dengan ACS (Mousavi dkk, 2006). Pada penelitian Nedeltchev dkk. ditemukan bahwa faktor resiko stroke iskemik pada usia dewasa muda terdiri dari aterosklerosis pembuluh darah besar (4%), kardioembolisme (24%), penyakit pembuluh darah kecil (9%), penyebab lain yang menentukan (30%) dan penyebab lain yang tidak menentukan (33%). Nilai NIHSS yang semakin tinggi, lokasi lesi pada TACI dan Diabetes Melitus merupakan prediktor untuk outcome yang buruk. Riwayat Transient Ischaemic Attack (TIA) merupakan prediktor rekurensi stroke dengan p=0,02 (Nedeltchev dkk, 2005). I.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana perbandingan outcome anterior circulation stroke dengan posterior circulation stroke pada penderita stroke akut? I.3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : I.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perbandingan outcome stroke pada anterior circulation stroke dengan posterior circulation stroke. I.3.2 Tujuan Khusus I.3.2.1. Untuk mengetahui perbandingan outcome antara ACS dan PCS pada penderita stroke akut yang dirawat inap di Departemen Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. I.3.2.2. Untuk mengetahui perbandingan faktor resiko antara ACS dan PCS pada penderita stroke akut yang dirawat inap di Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. I.3.2.3. Untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin antara ACS dan PCS pada penderita stroke akut yang dirawat inap di Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. I.3.2.4. Untuk mengetahui perbandingan rerata usia antara ACS dan PCS pada penderita stroke akut yang dirawat inap di Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.
I.3.2.5. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita stroke akut yang dirawat inap di Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan. I.4. HIPOTESIS Ada perbedaan outcome stroke antara Anterior Circulation Stroke (ACS) dan Posterior Circulation Stroke (PCS). I.5. I.5.1. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Penelitian Untuk Penelitian Dengan mengetahui perbandingan outcome ACS dan PCS maka dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya untuk mencari faktor faktor lain yang dapat mempengaruhi outcome ACS dan PCS. I.5.2. Manfaat Penelitian Untuk Pengetahuan Dengan mengetahui perbandingan ACS dan PCS maka dapat dijadikan dasar untuk memprediksi outcome penderita stroke dengan circulation stroke yang berbeda. I.5.3. Manfaat Penelitian Untuk Masyarakat Dengan mengetahui perbandingan outcome ACS dan PCS maka diharapkan masyarakat dapat semakin meningkatkan kewaspadaannya dalam merawat keluarga yang menderita stroke untuk mendapatkan outcome yang lebih baik.