II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengindraan Jauh Pengindraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Pengindraan jauh dapat diartikan sebagai suatu proses membaca. Dengan menggunakan berbagai sensor dapat mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapat informasi dari objek, daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, atau agihan energi elektromagnetik (Lillesand dan Kiefer, 1993). Pengumpulan data pengindraan jauh dilakukan dengan alat pengindra atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh, umumnya dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang, balon, satelit, atau wahana lainnya. Objek yang diindera adalah objek yang terletak di permukaan bumi, di atmosfer (dirgantara), dan di antariksa. Pengumpulan data dari jarak jauh tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang, bunyi, atau distribusi energi elektromagnetik. Data pengindraan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik (Purwadhi, 2001). 2.2 Peta dan Sistem Informasi Geografi Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data mentah maupun yang telah dianalisis atau informasi sesuai lokasinya. Dengan kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dapat dipergunakan dalam pembuatan keputusan. Penyajian langsung adalah penyajian data, sedangkan penyajian yang terakhir adalah penyajian informasi, yang dalam hal ini disebut dengan pemetaan (Barus dan Wiradisastra, 1996). Sistem informasi geografi adalah suatu sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang
4 bereferensi spasial bersama dengan seperangkat operasi kerja. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 1996). Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena di mana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d), keluaran (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2005). Alasan yang menyebabkan mengapa konsep SIG beserta aplikasnya digunakan di berbagai disipin ilmu adalah karena SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memvisualisasikan data spasial berikut atribut-atributnya. Modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang diperlukan untuk merepresentasikan unsur-unsur permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah. Dan hampir semua perangkat lunak SIG memilki galeri atau pustaka yang menyediakan simbol-simbol standar yang diperlukan untuk kepentingan kartografis atau produksi peta. Selan itu, transformasi koordinat, rektifikasi, dan regristrasi data spasial sangat didukung. Dengan demikian, manipulasi bentuk dan tampilan visual data spasial dalam berbagai skala yang berbeda dapat dilakukan dengan mudah dan fleksibel (Prahasta, 2005). SIG berdasarkan operasinya, dapat dibagi dalam (1) cara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas atau transparansi), bersifat data analog, dan (2) cara terkomputer atau lebih sering disebut cara otomatis, yang prinsip kerjanya sudah dengan menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital (Barus dan Wiradisastra, 1996).
5 2.3 BIMAS-21 dan Peta Baku Sawah BIMAS-21 (Bimbingan Masal Abad XXI) dicetuskan pertama kali pada tanggal 7 Agustus 2008, dalam kegiatan Indonesia Geospatial Technology Exhibition (IGTE) yang diselenggarakan oleh BAKOSURTANAL. Gerakan ini merupakan kelanjutan dari BIMAS tahun 1964 oleh IPB, dengan memasukan komponen Tani Cermat (TanCer) sebagai salah satu unsur kritis. TanCer didukung teknologi Geomatika, ditargetkan untuk mengatasi tiga mega isu pertanian pangan dan energi, yaitu: (1) perbaikan estimasi produksi padi, dari list frame menuju area frame, (2) pemetaan lahan baku sawah terkait lahan pangan abadi maupun laju desawahnisasi, dan (3) laju ekstensifikasi lahan kebun sawit terkait perubahan iklim (deforestasi) yang dapat berbalik mengancam lahan pertanian pangan. Prosedur estimasi produksi dalam kegiatan BIMAS dilakukan dalam empat tahapan dengan tiga jenis operasi, yaitu : (1) Intelijen Citra INCIT (Image Intellgent-IMGINT), (2) Hitung Cepat-HPAT (Quick Count-QCOUNT), dan (3) Intelligent Sinyal-INSIN (Signal Intelligent-SIGINT). Tahap-1 (Pemetaan Sawah Baku-PESBAK) mencakup operasi murni pemetaan IMGINT yang dilakukan secara wall to wall (bukan sampling) dan luarannya berupa Peta Lahan Baku Sawah dan Peta Citra. Kedua peta ini kemudian digunakan pada Tahap-2 untuk merancang pengambilan contoh berbasis area frame dengan luaran berupa Peta Sampling (permanen atau non-permanen), yang menjadi langkah awal untuk operasi QCOUNT (Tahap 3) maupun SIGINT (Tahap 4). Pemutakhiran Tahap 1 dan 2 dilakukan setiap lima tahun sekali dan dapat dilakukan secara tandem dengan peta rupa bumi (topografi) pedesaan. Luaran Tahap 3 adalah estimasi luas atau kemajuan tanam atau panen dengan patokan dasar luas lahan baku (Raimadoya dan Fahmi, 2008). 2.4 Radar Radar merupakan singkatan untuk Radio Detection And Ranging. Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)-nya. Prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya dan asal gema (echo) atau pantulan
6 yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang (Lillesand dan Kiefer, 1993). 2.5 Satelit ALOS ALOS singkatan dari Advanced Land Observing Satellite adalah satelit milik Jepang yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. ALOS dilengkapi dengan tiga instrumen penginderaan jauh: yaitu Panchromatik Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) yang dirancang untuk dapat memperoleh data Digital Terrain Model (DTM), Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) untuk pemantauan penutup lahan secara lebih tepat, dan Phased- Array type L-band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) untuk pemantauan permukaan bumi dan cuaca pada siang dan malam hari. Untuk dapat bekerja dengan ketiga instrumen di atas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju: pertama teknologi yang mampu mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dan ketinggian yang lebih tepat. Keterangan umum tentang ALOS disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Keterangan umum ALOS Alat peluncuran Roket H-IIA Tempat peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima Berat Satelit 4 000 Kg Power 7 000 W Waktu Operasional 3 sampai 5 Tahun Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit Recurrent Period : 46 hari Sub cycle 2 hari Tinggi Lintasan : 692 km di atas Equator Inclinasi : 98,2 0 Sumber : NASDA Secara ringkas terdapat lima misi dari satelit ALOS yaitu : 1. Kartografi : untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan Wilayah Asia-Pasifik
7 2. Pemantauan Regional : melakukan pemantauan regional untuk pengembangan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonisasi antara ketersediaan sumber daya alam 3. Monitoring Bencana : melakukan monitoring bencana alam 4. Survei Sumber Daya : untuk survei sumber daya alam 5. Pengembangan Teknologi : mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang (Ginting, Untoro, dan Indriawan, 2003). 2.5.1 ALOS PRISM Panchromatic Remote-sensing Instrumen for Stereo mapping (PRISM) adalah instrument penginderaan jauh pada satelit ALOS dengan sensor pankromatik dengan resolusi spasial 2,5 m dan memiliki kemampuan untuk mengambil obyek yang sama pada permukaan bumi dari tiga posisi yang berbeda dengan lintasan yang sama, yaitu miring-maju ke depan, tegak, dan miringmundur ke belakang sehingga terbentuk pengamatan stereoskopis. Bentuk dari instrumen PRISM dan prinsip pengambilan obyeknya disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Sementara karakterisasi teknik sensor PRISM disajikan pada Tabel 2 (Ginting, Untoro, dan Indriawan, 2003). Gambar 1. Instrumen PRISM
8 Gambar 2. Prinsip Geometri dari PRISM Tabel 2. Karakterisasi PRISM Panjang Gelombang 0.52 77 μm Banyaknya Optik 3 buah ( Forward, Nadir, Backward) Base to High Ratio 1.0 ( Forward dengan Backward) S/N Diatas 70 MTF 0.2 atau lebih Resolusi Spasial 2.5 m Lebar Cakupan 35 km ( Triplet Mode ) 70 km (hanya pengambilan tegak) Jumlah Detektor 28 000 / Kanal (lebar cakupan 70 Km) 14 000 / Kanal (lebar cakupan 35 Km) Sudut pengambilan 1.5 Derajat Panjang Bit 8 bit 2.5.2 ALOS PALSAR PALSAR merupakan salah satu instrumen ALOS dengan sensor aktif untuk pengamatan cuaca dan permukaan daratan pada siang dan malam hari dengan sistem yang lebih maju dari JERS-1 SAR. Sensor tersebut mempunyai sorotan yang dapat diatur (stereable beam) dalam elevasi dan scan SAR mode
9 yang dapat memberikan sorotan yang lebih luas dibandingkan konvensional SAR. Bentuk dari instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan obyeknya disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Sementara karakterisasi teknik sensor PALSAR disajikan pada Tabel 3 (Ginting, Untoro, dan Indriawan, 2003). Gambar 3. Instrumen PALSAR Gambar 4. Prinsip Geometri dari PALSAR
10 Tabel 3. Karakteristik PALSAR Mode Fine ScanSAR Polarimetric (Experimental mode) Frekuensi 1270 MHz (L - BAND) Lebar Kanal 28 / 14MHz Polarisasi HH atau VV / HH +HV HH atau VV HH+HV+VH+VV atau VV + VH Resolusi Spasial 10 m (2 look)/ 20m(4 100 m (multi 30 m look) look) Lebar Cakupan 70 Km 250 350 Km 30 Km Incidence Angle 8-60 derajat 18-43 derajat 8 30 derajat NE Sigma 0 < - 23 db (70 Km) < - 25 db < - 29 db < -25 db (60 Km) Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit Ukuran Antena AZ: 8.9 m x EL: 2.9 m 2.5.3 Produk dan Potensi Aplikasi Data ALOS NASDA telah merencanakan produk data ALOS dalam dua kategori, yaitu produk standar dan produk riset. Produk standar terdiri dari produk standar untuk sensor PRISM, produk standar untuk sensor AVNIR-2, dan produk standar untuk sensor PALSAR. Produk standar untuk masing-masing sensor terdiri dari beberapa level, yaitu berturut-turut untuk sensor PRISM : level 1A, 1B1, dan 1B2, sedangkan untuk sensor PALSAR: level 1.0, 1.1, dan 1.5. Masing-masing produk standar tersebut di atas disajikan berturut-turut pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4. Produk Data Standar PRISM Level Definisi Catatan 1A 1B1 1B2 Susunan data digital yang belum dipadatkan (uncompressed) yang dilengkapi dengan koefisien kalibrasi radiometric dan koefisien koreksi geometric. Data dengan pengambilan miring-maju, tegak dan miring-mundur disimpan dalam masing-masing file tersendiri Data yang sudah dikalibrasi secara radiometrik pada masukan sensor Data yang sudah dikoreksi geometrik secara sistimatik Proyeksi peta Resampling Pixel spacing
11 Tabel 5. Produk Data Standar PALSAR Level Definisi Catatan 1.0 Susunan data signal yang belum dipadatkan yang dilengkapi dengan koefisien kalibrasi radiometric dan koreksi geometric Dalam mode polarimetri, data polarimetri dipisahkan 1.1 Data yang sudah dikalibrasi secara radiometrik pada masukan sensor 1.5 Data yang sudah dikoreksi geometrik secara sistimatik Proyeksi peta Resampling Pixel spacing Potensi aplikas data PRISM antara lain dapat digunakan untuk pembuatan peta, pembuatan DEM untuk peta dasar, perencanaan kota, pertanian, kehutanan, manajemen wilayah pesisir, kontrol pembuangan ilegal, monitoring banjir skala kecil, monitoring pelayaran, dan lainnnya. Potensi aplikasi data PALSAR dapat digunanan untuk pembuatan DEM, interferometry untuk mengetahui pergeseran tanah, kandungan biomassa untuk kehutanan, monitoring kebakaran hutan, pertanian, monitoring tumpahan minyak (oil spill), monitoring banjir, soil moisture, serta monitoring kapal (Ginting, Untoro, dan Indriawan, 2003).