2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah:

dokumen-dokumen yang mirip
Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB II UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN IPA TENTANG POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT CAHAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Mengunakan Metode Inkuiri Pada Siswa Kelas V SDN No 1 Balukang

Penerapan Pendekatan Inquiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di SDN Siumbatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan sebagaimana dirumuskan dalam

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SDN Lariang Melalui Metode Demonstrasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam. Model yang diajarkan disini memakai model Inquiry Based

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berada. Dalam proses pendidikan banyak sekali terjadi perubahan-perubahan

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dapat diamati oleh panca indera maupun yang tidak dapat diamati oleh panca indera. Karena IPA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. diberikan mulai dari SD/MI. IPA mempelajari tentang bagaimana cara mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

Peningkatan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas V Dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Zaiyasni PGSD FIP UNP Padang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Nomor 22 Kota Utara Kota Gorontalo. Hal tersebut terlaksana dikarenakan Sekolah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGENAL TEKNOLOGI PRODUKSI MELALUI METODE KARYAWISATA PADA SISWA KELAS IV SDN 3 BEJI KABUPATEN TULUNGAGUNG

Penerapan Metode Tanya Jawab untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Sumber Daya Alam di Kelas IV SDN FatufiaKecamatan Bahodopi

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE DISCOVERY DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 16 PADANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

BAB I PENDAHULUAN. Eka Atika Sari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

jadikan sebagai indikator aktivitas belajar siswa adalah:

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara utuh. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang tidak mudah. menggunakan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Komalasari (2013:58-59) pembelajaran berbasis masalah adalah:

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Warga Negara Indonesia harus berusaha belajar. Belajar tidak hanya dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. aktif dan pendekatan keterampilan proses, guru berperan sebagai fasilitator dan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA Pendidikan IPA adalah pendidikan yang lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, KTSP (2006). Menurut Hendro Darmodjo dan Kaligis (dalam Trianto 2009:142) IPA dapat dipandang sebagai suatu proses dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Untuk itu diperlukan cara tertentu yang sifatnya analisis, cermat, lengkap dan menghubungkan gejala alam yang satu dengan gejala alam yang lain. IPA dapat dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. IPA dapat pula dipandang sebagai fakta yang menyebabkan sikap dan pandangan yang mitologis menjadi sudut pandang ilmiah. Menurut Sri Harsono (dalam Trianto 2009:140), prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran IPA diterapakan dalam program-program yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa dapat memperolah berbagai pengalaman belajar. Uraian yang sudah dipaparkan dari ahli dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran IPA merupakan suatu pembelajaran yang membahas tentang ilmu alam sehingga dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) secara terperinci adalah: 6

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-nya, Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs. Uraian yang telah dikemukakan, peneliti dapat menyimpulkan yang dimaksud tujuan pembelajaran IPA di SD adalah untuk percaya, menjaga, melestarikan segala ciptaan Tuhan yang ada di alam karena dengan itu maka kita dapat mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, kesadaran hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA dengan yang lain, rasa ingin tahu dan pemahaman konsep dari alam yang tersedia, dapat pula sebagai bekal untuk menuju kejenjang masuk ketahap yang lebih tinggi SMP. 2.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang harus dicapai dengan standar disebut Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimal yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci 7

SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan untuk siswa kelas III SD Semester 2 disajikan melalui tabel berikut ini. (KTSP, 2006) Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas III Semester 2 IPA Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4. Memahami berbagai cara gerak 4.2Mendiskripsikan hasil pengamatan benda, hubungannya dengan energi dan tentang pengaruh energi panas, gerak, sumber energi. getaran dalam kehidupan sehari-hari. 5.1 Membuat kincir angin untuk 5. Menerapkan konsep energi gerak. menunjukkan bentuk energi angin dapat diubah menjadi energi gerak 5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari 6.2 Menjelaskan hubungan antara 6. Memahami kenampakan permukaan keadaan alam dan cuaca bumi cuaca dan pengaruhnya bagi 6.3 Mendiskripsikan pengaruh cuaca manusia, serta hubungannya dengan cara bagi kegiatan manusia manusia memelihara dan melestarikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Standar Kompetensi: 4. Memahami berbagai cara gerak benda, hubungannya dengan energi dan sumber energi. 5. Menerapkan konsep energi gerak. 6. Memahami kenampakan permukaan bumi cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan b. Kompetensi Dasar 4.2 Mendiskripsikan hasil pengamatan tentang pengaruh energi panas, gerak, getaran dalam kehidupan sehari-hari. 8

5.1 Membuat kincir angin untuk menunjukkan bentuk energi angin dapat diubah menjadi energi gerak 5.2 Menerapkan cara menghemat energi dalam kehidupan sehari-hari 6.2 Menjelaskan hubungan antara keadaan alam dan cuaca 6.3 Mendiskripsikan pengaruh cuaca bagi kegiatan manusia 2.1.4 Pendekatan IBL (Inquiry Based Learning) Kata Inquiry berasal dari Bahasa Inggris yang berarti mengadakan penyelidikan, menanyakan keterangan, melakukan pemeriksaan (Echols dan Hassan Shadily, 2003: 323) dalam Hamruni 2012:131. Pendekatan ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka. Menurut Oemar Hamalik (2003:221) mengemukakan bahwa: inkuiri menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, narasumber, dan penyuluhan kelompok. Pada pelaksanaannya, Inkuiri mengembangkan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada termasuk pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Pada hakikatnya, inkuiri merupakan suatu proses. Proses ini bermula dari rumusan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpulkan bukti, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan sementara, menguji kesimpulan sementara supaya sampai pada kesimpulan yang pada taraf tertentu diyakini oleh peserta didik yang bersangkutan. Semua tahap dalam proses inkuiri tersebut di atas merupakan kegiatan belajar dari siswa (W.Gulo, 2009:93). Menurut Hamruni (2012:132), strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Menurut Wina Sanjaya (2006:195), pendekatan inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pembelajaran tidak diberikan secara 9

langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Inkuiri merupakan metode yang bersifat student center (berpusat pada siswa) dan guru disini berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan pengarah kerja siswa. Pendekatan inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Pendekatan inkuiri ialah pendekatan yang menekankan kepada pengembangan intelektual anak. Dalam penggunaan pendekatan inkuiri, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh setiap guru, agar pendekatan ini benar-benar mencapai suatu keberhasilan dalam proses pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya (2006:199-201) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan seorang guru dalam menggunakan pendekatan inkuiri yaitu: a. Berorientasi pada pengembangan intelektual Maksudnya adalah dalam model pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. b. Prinsip interaksi Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. c. Prinsip bertanya Peran guru yang harus dilakukan dalam mengembangkan model inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk mejawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. d. Prinsip belajar untuk berpikir Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan, baik otak reptil, otak limbik, 10

maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. e. Prinsip keterbukaan Pembelajaran siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya. Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri dapat mengkuti langkah-langkah sebagai berikut (Wina Sanjaya, 2006:201 205) : 1. Orientasi Langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang penting, keberhasilan model ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi adalah : Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. 2. Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Teka-teki yang menjadi masalah dalam berinkuiri adalah teka-teki yang mengandung konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan. 3. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam model pembelajaran ini 11

mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. 4. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yag diberikan. 5. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Menurut pendapat ahli yang sudah dipaparkan maka dapat disimpulkan langkah-langkah pendekatan inkuiri adalah: 1. Orientasi, langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif (Menjelaskan topik, tujuan dan hasil yang diharapkan, identifikasi masalah) 2. Merumuskan masalah, merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa, masalah yang dikaji ialah masalah yang mengandung tekateki jawaban yang pasti). 3. Merumuskan hipotesis, jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji (Hipotesis bersifat rasional dan logis) 4. Mengumpulkan data, menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajarkan. 5. Menguji hipotesis, menganalisis data dan menyajikan dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, tabel, dan karya lainnya. 6. Menarik kesimpulan jawaban. 12

7. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi lainnya. Uraian yang telah dikemukakan oleh peneliti dapat disimpulkan yang dimaksud pendekatan inkuiri dalam penelitian ini adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mampu menciptakan siswa yang cerdas, terampil dan berpengetahuan luas serta dapat bekerja sesuai dengan prosedur sehingga dapat menemukan jawaban sendiri dari masalah yang dikaji. Pengetahuan dan keterampilan siswa tidak diperoleh dari hasil mengingat fakta tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Dengan pendekatan ini siswa dilatih untuk selalu berpikir kritis karena membiasakan siswa memecahkan masalah sendiri. Pendekatan ini bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah. Seperti langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang dikemukan oleh para ahli diatas, mulai dari orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, sampai dengan menyimpulkan, guru hanya bertindak sebagai fasilitator, narasumber dan penyuluh kelompok. Tujuan utama pembelajaran ini adalah untuk menolong siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual dan kemampuan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan, menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan secara mandiri. Inkuiri adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka peranan guru adalah sebagai pembimbing, stimulator dan fasilitator. Sedangkan siswa dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai pengambil inisiatif dalam menentukan sesuatu. Siswa aktif menggunakan cara mereka sendiri, dengan demikian diharapkan mereka mempunyai keberanian untuk mengajukan masalah, merespon masalah, dan berpikir untuk menyelesaikan masalah atau menemukan jawabannya melalui penyelidikan atau percobaan secara mandiri. Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti memilih pendekatan inkuiri terbimbing, karena guru yang berperan dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya, dan siswa menyelesaikan masalah secara diskusi kelompok dan menarik kesimpulan secara mandiri atau dipancing guru terlebih dahulu. 13

2.1.5 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru mengenai kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Informasi yang diperoleh guru dapat digunakan oleh guru untuk menyusun kegiatan kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Sri Anitah, dkk (2007:2.19) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan tingkah laku yang baru dari siswa yang bersifat permanen, fungsional, positif, dan disadari. Sedangkan Abdurrahman (dalam Asep Jihad dan Abdul Haris 2008:14), menyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Pengertian yang dipaparkan peneliti, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa merupakan kemampuan yang diperoleh anak dari suatu proses kegiatan yang telah dilakukan oleh siswa dalam belajar. Hasil belajar siswa dapat ditampilkan dari tingkah laku dengan memberikan gambaran yang lebih nyata yang bertujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa. Hasil belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi 3 aspek ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Benyamin S. Bloom dalam Sagala (2012:33-34), mengusulkan hasil belajar dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Pertama domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri dari enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis yaitu pengetahuan (kemampuan mengingat kembali hal hal yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan menangkap makna atau arti sesuatu hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi situasi baru dan nyata), analysis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi bagian bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami), sintesis (kemampuan memadukan bagian 14

bagian menjadi satu keseluruhan yang berarti), dan penilaian (kemampuan memberikan harga sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern, atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu). Kedua domain afektif mencakup kemampuan kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu kesadaran (kemampuan untuk ingin memperhatikan sesuatu hal), partisipasi (kemampuan untuk turut serta dalam sesuatu hal), penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya), dan karakteristik diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya). Ketiga domain psikomotor yaitu kemampuan kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri dari gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan gerakan terlatih dan komunikasi nondiskrsif. Pendapat yang sudah dipaparkan peneliti menurut para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil dari proses kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran melalui evaluasi untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran berupa diskusi, menyimak dan belajar kelompok, dan aspek psikomotor yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan siswa dalam bertindak pada saat mengikuti pembelajaran. 2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar 1. Faktor intern Faktor intern adalah yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan dalam faktor intern yaitu kecerdasan/intelegensi, bakat, dan minat. a. Kecerdasan /Intelegensi Menurut Kartono (1995:1) kecerdasan merupakan salah satu aspek yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. Slameto 15

(1995:56) mengatakan bahwa tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Perkembangan ini biasanya ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sebaya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. b. Bakat Kartono (1995:2) menyatakan bahwa bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi kecakapan yang nyata. Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut. c. Minat Slameto (1995:57) mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat 16

belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. 2. Faktor ekstern Faktor-faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan sekolah, lingkungan sekitar. Pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Menurut Slameto (1995:60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. a. Keadaan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Dari yang di jelaskan oleh Slameto bahwa, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa negara dan dunia. Ada rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. b. Keadaan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhhi hasil-hasil belajarnya. Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. c. Lingkungan Masyarakat 17

Selain orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Karena alam sekitar sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan pribadi anak. Dalam hal ini Kartono (1995:7) berpendapat lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak sebayanya. Apabila anak-anak sebayanya rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran dapat mempengaruhi anak tersebut untuk mengikutinya. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya. Hasil belajar digunakan oleh guru sebagai tolak ukur atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari aktivitas pengukuran. Pengukuran pada dasarya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan dalam angka. Hopkins dan Antes dalam Purwanto (2010:2) mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam jumlah. Perolehan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Pemaparan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari para ahli dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor ini yang mempengaruhinya yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern muncul dari dalam diri sendiri yaitu yang pertama kecerdasan intelegensi, kecerdasan intelegensi yang dimiliki setiap orang berbeda dan sebagai tolak ukur penentuan berhasil atau tidaknya belajar. Yang kedua bakat, keahlian yang dimiliki seseorang tentunya berasal dari bakat yang dimilikinya dari bawaan sejak kecil. Jika bakat yang dimiliki seseorang 18

dibidang tertentu diasah maka akan membuahkan hasil yang bagus tetapi sebaliknya jika anak tidak memiliki bakat maka hasilnya tidak sebagus yang memiliki bakat alaminya. Bakat seseorang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun termasuk orang tua. Yang ketiga minat, jika minat seseorang untuk mendapatkan sesuatu itu tinggi maka hal tersebut dapat didapatkannya tetapi jika minat itu hanya sementara yang terjadi apa yang diinginkan tidak tercapai. Faktor ekstern, faktor yang muncul dari luar diri seseorang misalnya keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. Keadaan keluarga sangat penting karena pendidikan yang paling utama didapatkan yaitu dari keluarga karena keluarga adalah tempat yang aman dan nyaman untuk belajar selain sekolah. Keadaan sekolah yang misalnya kita kurang suka dengan guru atau teman maka hal ini sudah mengurangi rasa semangat untuk belajar. Selain keadaan keluarga dan keadaan sekolah yaitu lingkungan masyarakat, jika lingkungan masyarakat baik hal itu akan mendukung untuk belajar dan mendapatkan hasil yang baik tetapi berbeda jika lingkungan masyakarat jelek maka anak akan mengikuti kearahnya jelek. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Relevan Penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain yang digunakan sebagai bahan kajian yang relevan. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan variabel penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Wafi dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Metode Inkuiri Guna Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Pada Pembelajaran IPA Di SD Negeri Tutup II Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester I Tahun Ajaran 2009/2010, menyimpulkan bahwa didalam penelitiannya ada peningkatan ketuntasan prestasi belajar siswa yang terjadi secara bertahap, dimana pada kondisi awal hanya terdapat 3 siswa (10.71 %) yang telah tuntas dalam belajarnya, pada Siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 20 siswa (78,57 %) yang telah tuntas, dan pada Siklus II ketuntasan belajar siswa menjadi 100%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode inkuiri dapat 19

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV Pada Pembelajaran IPA Di SD Negeri Tutup II Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora Semester I Tahun Ajaran 2009/2010. Didalam penelitiannya jumlah siswa kelas IV ada 28 siswa, 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Wahyuningsih Setyo (2012). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Energi Panas dan Energi Bunyi Melalui Pendekatan Inkuiri Pada Siswa Kelas 4 di SD Negeri Balong Jepon Blora Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa pada KD mendeskripsikan energi panas dan energi bunyi di lingkungan sekitar beserta sifat-sifatnya setelah menggunakan pendekatan inkuiri. Hal ini nampak pada perbandingan skor rata-rata pada skor prasiklus, skor siklus I dan skor siklus II yaitu 73,36:90:94 yang berarti adanya peningkatan dari prasiklus ke siklus I yaitu sebesar 23,28% dan dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 27,29%. Adapun perbandingan ketuntasan klasikal dari kondisi prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 39,28%:71,42%:92,86% yang berarti adanya peningkatan dari prasiklus ke siklus I yaitu sebesar 32,14% dan dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 53,58%. Perbandingan standar deviasi dari prasiklus, siklus I dan siklus II adalah 8,05 : 4,41 : 4,26. Perbandingan skor minimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 62:80:82. Perbandingan skor maksimal dari prasiklus, siklus I dan siklus II yaitu 90:95:98. Kelebihan dari penelitian ini adalah pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat karena kemampuan siswa yang sudah terbiasa belajar dalam kelompok dan siswa mampu mengambil kesimpulan materi secara tepat. Kelemahannya siswa yang aktif lebih mendominasi diskusi pada saat merumuskan hipotesis serta mengambil kesimpulan. Selain itu siswa yang aktif cenderung mengontrol jalannya diskusi. Penelitian ini akan mengatasi masalah tersebut. Penelitian yang sudah dipaparkan oleh peneliti yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa setiap penelitian itu ada perbedaan. Misalnya pada penelitian Wafi mengkaji tentang penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran IPA. Ini merupakan suatu kelebihan, karena semua siswa dapat tuntas walaupun melalui dua tahap yaitu 20

siklus I dan siklus II. Kemudian Wahyuningsih, mengkaji tentang penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV tentang mendeskripsikan energi panas dan energi bunyi di lingkungan sekitar beserta sifat-sifatnya. Dalam penelitian Wahyuningsih ini juga merupakan suatu kelebihan, karena semua siswa juga mengalami ketuntasan dalam belajar. Pada siklus I siswa yang tuntas dalam pembelajarn dengan menggunakan pendekatan inkuiri mencapai 71,42% dan siklus II 92,86% siswa tuntas. Walaupun kedua penelitian tersebut berbeda tetapi intinya sama yaitu penggunaan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar atau hasil belajar siswa. Jadi dapat diartikan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri itu dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa dan hasil belajar siswa. 2.3 Kerangka Berpikir Kondisi awal pada pembelajaran IPA pada kelas III yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran IPA melalui ceramah dan siswa mendengarkan. Hal ini berakibat pada aktivitas belajar siswa rendah. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi IPA dan unjuk kerja siswa pada mata pelajaran IPA yang rendah. Selain itu respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru hanya diam mendengarkan, bermain sendiri, mengantuk, sehingga siswa cenderung untuk pasif ketika pembelajaran. Kondisi ini jika siswa diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang diperoleh masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Penggunaan pendekatan IBL ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penilaian yang dilakukan bukan hanya mengukur intelektual saja, namun juga penilaian proses belajar melalui lembar observasi yang diisi oleh guru dan juga lembar observasi untuk siswa diisi oleh guru yang bertugas menjadi observer. Agar tujuan dari penelitian tercapai perlu dilakukan dengan pemantapan tindakan yaitu mengulang kembali pendekatan IBL dengan kompetensi dasar yang sama sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai lebih meningkat. Penjelasan 21

rinci dalam gambar mengenai hubungan antara hasil belajar IPA dengan pendekatan IBL. Pra Siklus Guru belum menggunakan pendekatan IBL Hasil belajar cenderung rendah Tindakan Guru menggunakan pendekatan IBL yaitu pendekatan yang berorientasi kepada siswa (student centered) Tindakan Siklus I dan II menggunakan Pendekatan IBL dengan secara berkelompok Kondisi Akhir Hasil belajar meningkat pada mata pelajaran IPA Gambar 2.2 Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Tindakan Kerangka berpikir di atas maka dalam penelitian kali ini peneliti berhipotesis bahwa dengan tindakan Pendekatan Inquiry Based Learning akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN 2 Gubug dalam pembelajaran IPA. 22