BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

BAB III METODELOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

BAB V PEMBAHASAN. Laporan Tugas Akhir

Gambar 4.1 Grafik dari hasil pengujian tarik.

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

BAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MIKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

BAB 3 METODE PENELITIAN

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

STUDI SIFAT MEKANIK DAN MORFOLOGI KOMPOSIT SERAT DAUN NANAS-EPOXY DITINJAU DARI FRAKSI MASSA DENGAN ORIENTASI SERAT ACAK

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASIWA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

Pengaruh Persentase Serat Sabut Pinang (Areca Catechu L. Fiber) dan Foam Agent terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Papan Beton Ringan

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB III METODOLOGI. Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2013 di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Desember 2014 sampai dengan Mei

BAB III METODE PENELITIAN. 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Program Teknik Mesin,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D

SIFAT DAN KARAKTERISTIK KOMPOSIT POLIESTER TAK JENUH BERPENGISI ABU SEKAM PADI PUTIH DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS METIL ETIL KETON PEROKSIDA (MEKP)

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB I PENDAHULUAN. Dengan perkembangan dunia industri sekarang ini. Kebutuhan. material untuk sebuah produk bertambah seiring penggunaan material

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pelarut dengan penambahan selulosa diasetat dari serat nanas. Hasil pencampuran

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

3 Metodologi Penelitian

PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN MAKRO SERBUK KULIT KERANG DARAH (ANADORA GRANOSA) TERHADAP KOMPOSIT EPOKSI-PS/SERBUK KULIT KERANG DARAH (SKKD) SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Material, Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 sampai Agustus 2013,

FAJAR TAUFIK NIM : JURUSAN TEKNIK MESIN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI ADISUTJIPTO YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

TUGAS AKHIR. PENGARUH PROSENTASE BAHAN KIMIA 4%, 5%, 6%, 7% NaOH TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT BULU KAMBING DENGAN MATRIK POLYESTER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SERAT KULIT JAGUNG DENGAN MATRIKS EPOKSI. Eldo Jones Surbakti, Perdinan Sinuhaji,Tua Raja Simbolon

Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36

ANALISA KEKUATAN LENTUR STRUKTUR KOMPOSIT BERPENGUAT MENDONG/ EPOKSI BAKALITE EPR 174

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut :

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan terhitung sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Juni

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga bulan April 2013 di

PENGARUH UKURAN PARTIKEL DAN KOMPOSISI TERHADAP SIFAT KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT DAUN NANAS

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : Laboratorium Material Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik,, Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi,, dan Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan. 3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Resin epoksi sebagai matriks, dengan sifat [10]: a. Wujud : Cairan kental b. Densitas : 1,17 gram/cm 3 Epoksi dan epoksi hardener yang digunakan diperoleh dari toko peralatan dan bahan kimia PT. Justus Kimiaraya. 2. Serat buah pinang sebagai pengisi, dengan sifat panjang dan kuat. Serat buah pinang yang digunakan diperoleh dari supplier di Stabat dengan klasifikasi pinang yang tua dan berwarna kecoklatan. 3.2.2 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Beaker glass. 2. Mesin cetak tekan (press mold). 3. Neraca analitik. 4. Ayakan 50 mesh. 5. Alat uji tarik. 6. Alat uji bengkok. 7. Alat uji bentur. 8. Alat uji Scanning Electron Microscope (SEM). 9. Alat uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR). 24

10. Indikator ph universal. 11. Cetakan, yang terbuat dari plat besi dengan ukuran 30 x 30 cm. 12. Ball Mill. 3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Pengambilan Serat Buah Pinang 1. Serat dipisahkan dengan tangan dari kulit terluar pinang dengan membuang kulit terluar yang terikut dengan serat hingga bersih. 2. Serat buah pinang kemudian dibersihkan dengan menggunakan air. 3. Serat tersebut kemudian dikeringkan selama 3 hari dibawah sinar matahari. 3.3.2 Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang 1. Natrium hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai perlakuan alkali pada serat dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH terhadap air 1 %, 2 %, dan 3 %. 2. Serat direndam di dalam NaOH dengan masing - masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan kemudian didiamkan selama 1 jam. Kemudian serat tersebut dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga ph 7-7,5 dengan menggunakan indikator ph universal. 3. Serat dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 C hingga beratnya konstan. 4. Untuk sampel dengan pengisi serat buah pinang tanpa perlakuan alkali prosedur 1 sampai 3 tidak dilakukan. 3.3.3 Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang 1. Serat buah pinang yang telah mengalami proses perendaman dan pengeringan kemudian dimasukkan ke dalam ball mill agar serat halus dan membentuk partikel. 2. Serat buah pinang yang telah halus kemudian diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh. 3. Masing-masing partikel serat buah pinang dipisahkan untuk dilanjutkan ke proses pembuatan komposit partikel epoksi-serat buah pinang. 25

3.3.4 Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang 1. Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2. 2. Kemudian epoksi dan epoksi hardener dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata. 3. Serat buah pinang yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam beaker glass dan diaduk merata. 4. Kemudian tuangkan campuran tersebut ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan sesuai dengan masing-masing uji. 5. Kemudian tuangkan resin ke dalam cetakan dan ratakan bagian permukaannya, setelah rata komposit didiamkan selama 1 hari pada suhu ruangan. 6. Komposit dikeluarkan dari cetakan dan dihaluskan bagian permukaannya dengan menggunakan kertas pasir. 7. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu penentuan uji Fourier Transform-Infra Red (FT-IR), uji kekuatan tarik (tensile strength), uji kekuatan lentur (bending strength), uji kekuatan bentur (impact strength), uji penyerapan air (water absorption), dan uji Scanning Electron Microscopy (SEM). 3.3.5 Pengujian Komposit 3.3.5.1 Karakteristik Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) Sampel yang dianalisa yaitu berupa epoksi, serat pinang tanpa perlakuan alkali,serat pinang dengan perlakuan alkali dan komposit epoksi berpengisi buah pinang untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FT-IR dilakukan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi,. 3.3.5.2 Pengujian Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ASTM D 638 Tipe IV Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekukatan tarik ( t ) menggunakan alat tensometer. Secara praktis kekuatan tarik diartikan sebagai 26

besarnya beban maksimum (F maks ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang bahan. 13 mm 6 mm 19 mm 57 mm 115 mm 65 mm 4 mm Gambar 3.1 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Tarik ASTM D 638 Tipe IV Komposit hasil spesimen dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen dengan ketebalan 4 mm. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya. 3.3.5.3 Pengujian Kekuatan Lentur (Bending Strength) ASTM D 790 Spesimen yang akan diuji kekuatan lenturnya memiliki bentuk slab dan pengujian dilakukan dengan perlakuan uji tiga titik tekuk (three point bend test). 3 mm 6 mm 12 cm Gambar 3.2 Ukuran Dimensi Spesimen Kekuatan Lentur ASTM D 790 27

3.3.5.4 Pengujian Kekuatan Bentur (Impact Strength) ASTM D 4812-11 Spesimen yang akan diuji bentur mengikuti metoda Unnotched Izod. 3,4 mm 2,5 mm 60,5 mm Gambar 3.3 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod ASTM D 4812-11 3.3.5.5 Analisa Penyerapan Air (Water Absorption) ASTM D 570 Karakteristik penyerapan air dari komposit poliester tidak jenuh berpengisi selulosa diuji dengan perendaman dalam air pada suhu ruangan setiap 24 jam hingga bahan komposit tidak lagi menyerap air (jenuh). Spesimen tes berbentuk (25 mm x 25 mm) sesuai ASTM D-570. Sebelum direndam dalam air, komposit dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 50 5 o C selama 24 jam terlebih dahulu. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah itu dilakukan pencelupan. Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian ditimbang dan dihitung dengan persamaan: We Wo Wg Wo x 100% Dimana : Wg We Wo = Persentase pertambahan berat komposit = Berat komposit setelah perendaman = Berat komposit sebelum perendaman 3.3.5.6 Pengujian Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 25 sampai 2 juta kali. Sampel yang difoto berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi 28

terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Laboratorium Fisika, Universitas Negeri Medan. 3.4 FLOWCHART PENELITIAN 3.4.1 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang Mulai Serat pinang dibersihkan dengan membuang kulit terluar hingga bersih Dicuci dengan air hingga bersih Dikeringkan selama 3 hari di bawah sinar matahari Selesai Gambar 3.4 Flowchart Pengambilan Serat Buah Pinang 3.4.2 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang Mulai Natrium hidroksida (NaOH) dipersiapkan dengan variasi persen volum NaOH yang diinginkan Serat direndam ke dalam NaOH dengan masing-masing persen volum yang telah disiapkan sebelumnya dan didiamkan selama 1 jam Serat dicuci berulang kali dengan menggunakan air hingga ph 7-7,5 dengan menggunakan indikator ph universal Selesai Gambar 3.5 Flowchart Perlakuan Alkali Serat Buah Pinang 29

3.4.3 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang Mulai Serat buah pinang yang telah direndam dan dikeringkan kemudian dihaluskan di dalam ball mill Serat yang telah halus diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 50 mesh Partikel serat dipisahkan dengan masing-masing ukuran untuk digunakan dalam proses pembuatan komposit partikel epoksi - serat buah pinang Selesai Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Partikel Serat Buah Pinang 3.4.4 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Mulai Ditimbang resin epoksi dan epoksi hardener yang digunakan dengan perbandingan fraksi berat 3 : 2 Dicampurkan dalam beaker glass dan diaduk hingga merata Partikel serat dimasukkan ke dalam beaker glass dengan masing-masing variasi fraksi volum dan diaduk merata Campuran tersebut dituang ke dalam cetakan sampai semua resin menutupi cetakan Cetakan ditekan dengan mesin press selama 60 menit pada temperatur ruangan Komposit dikeluarkan dari cetakan Selesai Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang 30

3.4.5 Flowchart Pengujian Komposit Mulai Komposit dipotong dan dibentuk sesuai dengan standar masingmasing uji yang digunakan Dilakukan uji pada masing-masing variasi komposit dan diperoleh data hasil pengujian Selesai Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Komposit 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK FT-IR (FOURIER TRANSFORM-INFRA RED) EPOKSI, SERAT BUAH PINANG, DAN KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Karakterisasi FT-IR (Fourier Transform Infra Red) epoksi, serat pinang dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari komposit epoksi berpengisi serat buah pinang. 4.1.1 Karakteristik FT-IR Epoksi Karakteristik FTIR dari epoksi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR 3100-3000 Regang C-H 2130-2100 Regang -N C 1840-1800 Regang C=O Gambar 4.1 Karakteristik FT-IR Epoksi Gambar 4.2 Rumus Molekul Epoksi [26] 32

Dari gambar 4.2 diatas dapat dilihat karakteristik FTIR dari resin epoksi. Resin epoksi mengandung gugus epoksi atau oxirene dan senyawa amina [9]. Gugus epoksi pada FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 1882,52 cm -1 yang menunjukkan gugus C=O. Senyawa amina pada resin epoksi hasil karakteristik FTIR ini ditunjukkan oleh bilangan gelombang 2067,69 cm -1 yang menunjukkan adanya gugus -N C yang merupakan amina tersier. Sedangkan bilangan 2976,09 cm -1 menunjukkan gugus C-H. 4.1.2 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Dan Dengan Perlakuan Alkali Karakteristik dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR 3300-2500 Regang =C-H, O-H 2260-2100 Regang C=C 1680-1600 Regang C=C 1500 Regang O-H 1450 Tekuk C-H 1300-1000 Regang C-O, C-O-C 900-690 Tekuk C-H Gambar 4.3 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali 33

Dari Gambar 4.3 diatas dapat dilihat gugus fungsi yang dihasilkan oleh serat pinang dengan menggunakan transmisi FT-IR. Serat pinang sebagian besar terdiri dari hemiselulosa dan bahan bukan selulosa. Serat buah pinang mengandung 13 % sampai 24,6 % senyawa lignin, 35 % sampai 64,8 % hemiselulosa, kandungan abu sebanyak 4,4 %, dan sisanya sebanyak 8 % sampai 25 % kandungan air. Senyawa hemiselulosa ditunjukkan oleh adanya gugus OH pada hasil karakteristik FT-IR yang didapat pada puncak 2885,51 dan 1504,48 cm -1. Senyawa lignin ditunjukkan pada puncak 1597,06 cm -1. Pada puncak 2129,41 cm -1 menunjukkan adanya gugus C=C, pada puncak 1157,29 cm -1 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C, serta puncak 894,97 cm -1 dan 833,25 cm -1 menunjukkan adanya tekuk C-H. Karakteristik dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali ditunjukkan pada Gambar 4.4 di bawah ini. 4.1.3 Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR 3300-2500 Regang =C-H, O-H 2260-2100 Regang C=C 1680-1600 Regang C=C 1500 Regang O-H 1450 Tekuk C-H 1300-1000 Regang C-O, C-O-C 900-690 Tekuk C-H Gambar 4.4 Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Dengan Perlakuan Alkali 34

% Transmitasi Pada umumnya hasil karakterisasi FT-IR dari serat buah pinang dengan perlakuan alkali menunjukkan gugus yang hampir sama dengan hasil karakterisasi FT-IR pada serat buah pinang tanpa perlakuan alkali, namun terdapat beberapa pergeseran gugus fungsi jika dibandingkan dari hasil keduanya. Serat pinang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan serat buah pinang yang sebelumnya diberi perlakuan alkali sebelum dijadikan sebagai pengisi komposit, sehingga perlu dilakukan perbandingan hasil karakteristik FT-IR dari serat buah pinang tanpa perlakuan alkali dan serat buah pinang dengan perlakuan alkali. 100 Serat Pinang Tanpa Perlakuan Alkali Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali 90 80 70 60 50 40 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Panjang Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.5 Perbandingan Karakteristik FT-IR Serat Buah Pinang Tanpa Perlakuan Alkali dan Serat Pinang Dengan Perlakuan Alkali Dari Gambar 4.5 diatas, perlakuan alkali terhadap serat menunjukkan perbedaan yang signifikan berdasarkan spektrum yang dihasilkan FT-IR. Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada puncak 2885,51 dan 1265,3 cm -1 yang mempunyai kemiripan dengan hemiselulosa, mengalami perubahan, kemudian pada regang O-H pada puncak 1504 yang berkurang akibat perlakuan alkali, dan pada puncak 1157 (regang eter C-O-C) yang merupakan struktur penyusun polisakarida yang sebagian besar ada di selulosa yang mengalami pergeseran. Namun, ada beberapa puncak lainnya yang muncul baik pada serat tanpa perlakuan alkali maupun serat dengan 35

perlakuan alkali. Sehingga dapat disimpulkan alkali membersihkan permukaan serat dari senyawa lignin, hemiselulosa, dan zat pengotor lainnya [27]. 4.1.3 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Karakteristik FT-IR dari komposit epoksi berpengisi serat pinang dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini. Keterangan analisa gugus fungsi [25]: Frekuensi Vibrasi (cm -1 ) Ikatan Yang Menyerap IR 3300-2500 Regang =C-H, O-H 2360-2100 Regang C=C 1300-1000 Regang C-O, C-O-C Gambar 4.6 Karakteristik FT-IR Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Dilihat dari hasil karakterisasi FT-IR terhadap komposit epoksi berpengisi serat buah pinang terdapat penggabungan dan pergeseran gugus fungsi dari epoksi dan serat pinang yang menunjukkan bahwa adanya ikatan antara epoksi dan serat pinang. Pada puncak 2962,66 cm -1 menunjukkan adanya gugus =C-H dan O-H, pada puncak 2322,29 cm -1 menunjukkan adanya gugus C=C, dan pada puncak 1157,29 menunjukkan adanya gugus C-O dan C-O-C. 36

% Transmitasi 140 120 Epoksi Serat Pinang Epoksi + Serat Pinang 100 80 60 40 20 0 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Panjang Gelombang (cm -1 ) Gambar 4.7 Karakteristik FT-IR Epoksi, Serat Buah Pinang, dan Komposit Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Ada tiga faktor yang mempengaruhi ikatan yakni: penjangkaran mekanik (mechanical anchoring), ikatan kimia antara serat alam dan resin dimana gugus hidroksil (-OH) pada rantai belakang resin (poliester tidak jenuh) menyediakan sebuah daerah untuk mengadakan ikatan hidrogen terhadap serat alam yang mengandung banyak gugus hidroksil dalam struktur kimianya. dan gaya molekular atraktif (gaya van der Waals dan ikatan hidrogen) [28]. Kemungkinan ikatan yang terjadi antara resin dengan selulosa merupakan gaya molekular atraktif seperti yang ditunjukan oleh Gambar 4.8 37

OH OH α-selulosa + Hemiselulosa + lignin OH OH + OH OH Serat Alam Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone) α-selulosa + Hemiselulosa + lignin Serat Alam O ---------- H H ---------- O O ---------- H H ---------- O O ---------- H H ---------- O Resin termoset dengan gugus -OH di rantai belakang (backbone) Gambar 4.8 Kemungkinan Ikatan Antara Resin dengan Serat Alam [28] Pada Gambar 4.8 diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan ikatan antara serat alam dengan resin epoksi yang terjadi seperti yang diutarakan oleh Ray dan Rout [26]. Serat alam yang mengandung senyawa α-selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagai pengisi sedangkan pada resin termoset bertindak sebagai matriks, dimana kedua nya memiliki gugus fungsi OH. Dalam proses pencampuran keduanya memiliki pontensi interaksi berupa ikatan hidrogen dimana gugus OH dari serat alam berinteraksi dengan gugus OH pada resin termoset. 38

4.2 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan tarik dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. Kekuatan Tarik (MPa) 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni Gambar 4.9 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa kekuatan tarik maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 10,653 MPa. Kekuatan tarik yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena adanya ikatan yang kuat pada daerah antarmuka pengisi dan matriks, sehingga meningkatkan kemampuan komposit dalam menahan tegangan tarik [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan tarik komposit menurun yang disebabkan gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun karena keadaan jenuh pengisi yang tidak tercampur secara sempurna dengan resin epoksi akibat kandungan pengisi yang terlalu banyak yang dapat melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30]. Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin 39

meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [7]. Terhalangnya permukaan serat oleh lapisan yang menyerupai lilin juga menyebabkan kegagalan ketika ditarik yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matrik yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat yang disebut dengan istilah fiber pull out. Pada kondisi kegagalan ini, matrik dan serat sebenarnya masih mampu menahan beban dan regangan yang lebih besar, tetapi karena ikatan antara serat dan matrik gagal, maka komposit pun mengalami kegagalan lebih awal. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14]. Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi serat hybrid kulit jeruk dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Girisha dimana menunjukkan kekuatan tarik maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan kekuatan dengan perlakuan alkali pada serat [7]. 40

4.3 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS (ELASTIC MODULUS) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap modulus elastisitas dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 300 Modulus Elastisitas (MPa) 250 200 150 100 50 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.10 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Modulus Elastisitas Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa modulus elastisitas maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 185,409 MPa. Berhubung perlakuan NaOH serat memberikan karakteristik kurva kekuatan tarik dan regangan yang mirip, maka modulus elastisitasnya pun akan memiliki trend perubahan. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa modulus elastisitas bahan komposit epoksi-serat buah pinang mengalami peningkatan seiring dengan penambahan kandungan pengisi pada komposit dan konsentrasi perlakuan NaOH pada serat. Penurunan tersebut didominasi oleh efek degradasi sifat mekanis serat yang disertai oleh semakin sempurnanya ikatan antara serat dengan matriks. Jika ditinjau dari pengaruh konsentrasi alkali pada serat, modulus elastisitas dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi alkali, namun 41

konsentrasi alkali yang semakin tinggi akan menurunkan sifat elastisitas komposit, bahkan perlakuan tersebut dapat menyebabkan komposit menjadi rapuh [1]. 4.4 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.11 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 10 Pemanjangan Pada Saat Putus (%) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 70/30 60/40 50/50 100/0 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.11 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Sifat Pemanjangan Pada Saat Putus Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Dari Gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pemanjangan pada saat putus maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 70:30 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 4,52%, sedangkan pemanjangan pada saat putus minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 2,46%. Hal ini disebabkan karena kurangnya perpindahan tegangan (stress transfer) dari matriks epoksi ke pengisi serat buah pinang. Peningkatan dari sifat pemanjangan pada saat putus pada suatu komposit meningkatkan kekerasan dan kelembutan dari komposit tersebut [30]. Sifat pemanjangan pada saat putus dari komposit menunukkan trend yang serupa/mirip dengan kekuatan tarik yang dihasilkan oleh komposit. 42

Kemudian, dilihat dari pengaruh konsentrasi alkali (NaOH) yang digunakan, secara keseluruhan menunjukkan peningkatan kekuatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi alkali yang digunakan pada serat dan menurun pada konsentrasi alkali 3%. Hal ini disebabkan perlakuan alkali (NaOH) menghilangkan bahan yang berupa semen yang hadir dalam serat yakni senyawa lignin dan hemiselulosa sehingga meningkatkan luas permukaan serat. Peningkatan luas permukaan ini menyebabkan gaya adhesi yang juga meningkat sehingga meningkatkan kekuatan tarik dari komposit yang dihasilkan [6]. Sedangkan turunnya kekuatan tarik pada konsentrasi 3% disebabkan pada alkalisasi 3% hemiselulosa, lignin dan pektin hilang sehingga kekuatan serat alam akan menurun karena kumpulan microfibril penyusun serat yang disatukan oleh lignin dan pektin akan terpisah, sehingga serat hanya berupa serat-serat halus yang terpisah satu sama lain [14]. Hasil di atas juga diperkuat oleh penelitian pada komposit epoksi berpengisi serat hybrid lidah buaya dan serat buah pinang yang dilakukan oleh Reddy dimana menunjukkan trend yang serupa/mirip antara sifat pemanjangan pada saat putus dan kekuatan tarik, namun menunukkan pemanjangan pada saat putus yang maksimum pada kandungan pengisi 10% (% wt) [31]. 43

4.5 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN LENTUR (BENDING STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan lentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 70 60 Kekuatan Lentur (MPa) 50 40 30 20 10 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.12 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Lentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang Gambar 4.12 di atas menunjukkan bahwa kekuatan lentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 0% yakni sebesar 28,05 MPa. Kekuatan lentur yang dihasilkan dari komposit meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan pengisi serat pinang. Peristiwa ini terjadi karena hubungan antara antarmuka pengisi dan matriks dimana pengisi memperkuat kekuatan lentur komposit dan serat yang tersebar merata sehingga beban yang terpusat dapat ditahan oleh komposit [29]. Namun, pada perbandingan komposisi 50:50 kekuatan lentur komposit menurun yang disebabkan oleh keadaan jenuh dari pengisi pada komposit yang disebabkan serat tidak dapat tercampur secara sempurna akibat jumlah serat yang terlalu banyak sehingga gaya adhesi antara matrik dan pengisi menurun dan melemahkan sifat mekanik dari material komposit [30]. 44

Jika ditinjau dari konsentrasi alkali yang digunakan dalam perlakuan serat, kekuatan lentur meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi alkali, namun pada konsentrasi alkali 3%, kekuatan lentur komposit mengalami penurunan. Perlakuan alkali pada serat bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat, seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat serta meningkatkan wetability antara serat dengan matriks sehingga kekuatan lentur komposit menjadi lebih tinggi. Namun, perlakuan NaOH yang lebih banyak dapat menyebabkan kerusakan pada komponen penyusun serat [1]. Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada komposit urea formaldehid berpengisi serat buah pinang dengan perlakuan alkali KOH yang menunjukkan kekuatan lentur maksimum pada komposisi 60:40 dan peningkatan kekuatan setelah serat diberi perlakuan alkali [32]. 4.6 PENGARUH KOMPOSISI DAN PERLAKUAN ALKALI TERHADAP KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT EPOKSI PARTIKEL BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Gambar 4.13 menunjukkan pengaruh komposisi matriks resin epoksi dan pengisi serat buah pinang (v/v) serta pengaruh perlakuan alkali terhadap kekuatan bentur dari komposit partikel epoksi yang dihasilkan. 12000 10000 Kekuatan Bentur (J/m 2 ) 8000 6000 4000 2000 0% 1% 2% 3% Epoksi Murni 0 70/30 60/40 50/50 100/0 Rasio Epoksi dan Serat Pinang (v/v) Gambar 4.13 Pengaruh Komposisi dan Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan Bentur Komposit Partikel Epoksi Berpengisi Serat Buah Pinang 45

Gambar 4.13 di atas menunjukkan bahwa kekuatan bentur maksimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 60:40 (v/v) dengan konsentrasi alkali 2% yakni sebesar 6698,6 J/m 2, sedangkan kekuatan bentur minimum dari komposit epoksi berada pada komposisi 50:50 (v/v) dengan konsentrasi alkali 3% yakni sebesar 4996,97 J/m 2. Kekuatan bentur yang dihasilkan komposit meningkat seiring dengan penambahan serat sebagai pengisi di dalam komposit. Hal ini disebabkan karena sifat kekuatan bentur dari suatu komposit berhubungan secara langsung terhadap kekerasan yang dipengaruhi secara langsung oleh kekuatan ikatan antarmuka, matrik, dan sifat dari serat, dalam hal ini serat yang digunakan sebagai pengisi berperan sebagai pembentuk titik dimana mulainya pematahan (crack formation) dan media pemindahan tegangan (stress transferring medium). Dalam penelitian ini, kekuatan bentur meningkat karena adanya fleksibilitas jaringan antar fasa yang baik antara matriks dengan pengisi sehingga dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi maka bahan komposit akan menyerap energi benturan yang lebih tinggi [33]. Peningkatan sifat-sifat mekanis pada komposit berpenguat serat yang mengalami perlakuan permukaan menunjukkan fakta bahwa terjadi perbaikan karakteristik perekatan (adhesion) permukaan serat oleh perbaikan cacat alami dan topografi permukaan serat menjadi kasar. Selain itu pengaruh pelakuan kimia pada serat juga dapat membersihkan dan mengubah topografi permukaan serat, meningkatkan kekerasan permukaan serat sehingga dapat meningkatkan daya ikat interfacial antara serat buah pinang dengan matrik/resin epoksi. Perubahan topografi permukaan serat yang kasar tersebut akan menghasilkan mechanical interlocking yang lebih baik dengan matrik [34]. Hasil di atas juga diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Srinivasa pada komposit epoksi berpengisi serat pinang dengan perlakuan alkali KOH yang menunjukkan kekuatan bentur maksimum pada komposisi 60:40 dan mengalami peningkatan kekuatan ketika serat diberi perlakuan alkali [5]. 46

4.7 PENGARUH KOMPOSISI TERHADAP PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) KOMPOSIT EPOKSI BERPENGISI PARTIKEL SERAT BUAH PINANG Gambar 4.14 menunjukkan pengaruh komposisi terhadap penyerapan air (water absorption) komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang. 3.2 Daya Serap Air (%) 2.8 2.4 2.0 1.6 1.2 0.8 0.4 Rasio Epoksi dan Serat Pinang 100/0 70/30 60/40 50/50 0.0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu (Hari) Gambar 4.14 Pengaruh Komposisi Terhadap Penyerapan Air (Water Absorption) Komposit Epoksi Berpengisi Partikel Serat Buah Pinang Gambar 4.14 di atas menunjukkan bahwa epoksi murni memiliki daya serap air yang paling kecil dibandingkan dengan daya serap air dari komposit. Penyeparapan air (water absorption) meningkat seiring dengan bertambahnya fraksi volum serat pada komposit. Penyerapan air pada epoksi murni setelah perendaman selama 9 hari sebesar 0,5213 %, sedangkan untuk komposit epoksi-serat buah pinang masing-masing untuk rasio matriks dan pengisi 70/30, 60/40, 50/50 (v/v) yaitu 1,9391 %, 2,5451 % dan 3,1726 %. Hal ini disebabkan karena karakterisitik serat alam yang memiliki daya serap air yang lebih besar dibandingkan dengan epoksi. Sehingga dengan adanya serat alam yang memiliki daya serap air sebesar 11-12% menyebabkan komposit epoksi-serat buah pinang menyerap air lebih besar dibandingkan dengan epoksi itu sendiri [21]. 47

4.8 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) EPOKSI DAN KOMPOSIT PARTIKEL EPOKSI BERPENGISI SERAT BUAH PINANG Gambar 4.15 di bawah ini merupakan gambar hasil analisa SEM, adapun sampel yang dianalisa yaitu patahan hasil pengujian kekuatan bentur untuk komposit epoksi murni, dan komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang dengan komposisi 60/40 dan konsentrasi alkali 2%. (a) (b) Gambar 4.15 Hasil Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) (a) Patahan epoksi murni dengan perbesaran 500x dan (b) Patahan epoksi-serat pinang dengan perbesaran 500x 48

Dari Gambar 4.15 (a dan b) menunjukkan morfologi patahan komposit epoksi-serat buah pinang dengan bentuk permukaan yang tidak merata dan partikel serat yang terdistribusi dengan baik. Pada komposit berpengisi serat buah pinang ini terjadi kegagalan yang didominasi oleh lepasnya ikatan antara serat dengan matriks yang diakibatkan oleh tegangan geser di permukaan serat. Jenis kegagalan ini biasa disebut dengan istilah fiber pull out [21]. Selain itu dapat dilihat bahwa penambahan pengisi serbuk buah pinang dapat mengurangi jumlah fraksi kosong (void) yang terdapat pada komposit epoksi. 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Dari hasil analisa karakterisasi FT-IR terhadap epoksi, serat buah pinang, dan komposit epoksi berpengisi serat buah pinang diketahui bahwa terdapat perbedaan peak yang dihasilkan dari serat dengan perlakuan alkali dan serat tanpa perlakuan alkali dan terdapat ikatan antara resin epoksi sebagai matrik dan serat pinang sebagai pengisi. 2. Dari hasil analisa uji kekuatan tarik, kekuatan tarik maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 19,311 MPa, sedangkan kekuatan tarik minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 10,653 MPa. 3. Modulus elastisitas maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 260,605 MPa, sedangkan modulus elastisitas minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 185,409 MPa. 4. Pemanjangan saat putus maksimum komposit berada pada perbandingan komposisi 70:30 dan perlakuan alkali 2% sebesar 4,52%, sedangkan Pemanjangan saat putus komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 2,46%. 5. Dari hasil analisa uji kekuatan lentur, kekuatan bentur maksimum dari komposit berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 50,36 MPa, sedangkan kekuatan lentur minimum komposit berada pada komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 28,05 MPa. 6. Dari hasil analisa uji kekuatan bentur, kekuatan bentur maksimum berada pada perbandingan komposisi 60:40 dan perlakuan alkali 2% sebesar 6698,6 J/m 2, sedangkan kekuatan bentur minimum komposit berada pada perbandingan komposisi 50:50 dan perlakuan alkali 0% sebesar 4996,97 J/m 2. 50

7. Berdasarkan uji penyerapan air, diketahui bahwa penyerapan air komposit partikel epoksi berpengisi serat buah pinang terbesar berada pada perbandingan komposisi 50:50 yaitu sebesar 3,1726 %. 8. Secara umum, sifat mekanik komposit meningkat dengan perlakuan alkali (NaOH) karena perlakuan alkali membersihkan permukaan serat dari lapisan lilin sehingga meningkatkan adhesi dan mechanical interlocking pada antarmuka serat dengan matrik. 5.2 SARAN Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan : 1. Diperlukannya penggabungan metoda hand lay-up dengan hot press agar void yang terdapat di dalam komposit berkurang. Untuk media cetakan sebaiknya digunakan pelat besi yang telah diberikan pelicin (release agent). 2. Diperlukan perlakuan awal pada serat seperti perlakuan penggandeng (coupling agent) pada pengisi agar meningkatkan interaksi antara matriks dengan pengisi. 51