BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin Akrilik Resin akrilik merupakan suatu polimer dalam kedokteran gigi yang digunakan dalam pembuatan gigitiruan lepasan. Resin akrilik terbentuk dari proses radikal bebas dan polimerisasi untuk membentuk polimetil metakrilat. Rumus struktur resin akrilik adalah sebagai berikut: 1-3,7 H CH 3 C = C H C = O O CH 3 Rumus struktur resin akrilik 2.1.2 Klasifikasi Resin Akrilik Resin akrilik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu resin akrilik polimerisasi panas, polimerisasi sinar dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis resin akrilik panas lain menggunakan proses polimerisasi dengan oven gelombang mikro. Resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan sinar. Aktivatornya
menyerap sinar lalu bereaksi dengan inisiator. Resin polimerisasi sinar memiliki fotoinisiator seperti champorquinon dan amine activators. Reaksi ini membentuk radikal bebas ketika terkena sinar biru dan memulai reaksi polimerisasi. Resin ini dipolimerisasi di sebuah ruang sinar dengan sinar biru 400-500 nm dari lampu kuarsa halogen intensitas tinggi. Bahan ini jarang digunakan karena membutuhkan alat kuring khusus yang harganya mahal. Resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik yang tidak memerlukan penggunaan energi termal untuk aktivasinya sehingga dapat digunakan pada temperatur ruang. Aktivasi kimia dicapai melalui penambahan aktivator amin tersier, seperti dimetil-para-toluidin terhadap monomer. Jika komponen bubuk dan cairan diaduk, amin tersier menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Akibatnya dihasilkan radikal bebas dan dimulainya polimerisasi. Polimerisasi berlangsung dengan cara yang serupa dengan aktivasi termal. Bahan ini juga jarang digunakan karena porositasnya besar, kadar monomer sisa tinggi, dan stabilitas warna buruk. 1-3,6-7 2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan dalam pembuatan gigitiruan karena dapat diproses dengan mudah, stabilitas warna baik, tidak mengiritasi, tidak toksis, harga relatif murah dan mudah direparasi. 2,15,16 Selain memiliki keunggulan, resin akrilik polimerisasi panas memiliki beberapa kekurangan terutama dalam hal kekuatan dan kekerasan sehingga bahan ini sering mengalami retak dan fraktur setelah beberapa lama pemakaian akibat terkena benturan dan tarikan yang dialami secara berulang-ulang. 6-7 2.2.1 Komposisi Resin akrilik polimerisasi panas mempunyai komposisi sebagai berikut: 3 1. Bubuk mengandung: a. Polimetilmetakrilat sebagai unsur utama dalam bubuk resin akrilik polimerisasi panas. b. Benzoil peroksida sebagai inisiator.
c. Titanium dioksida sebagai bahan opasitas. d. Mercuric sulphide sebagai pewarna. e. Serat nilon atau serat akrilik. 2. Cairan a. Monomer : methylmethacrylate, berupa cairan jernih yang mudah menguap. b. Stabilisator : 0,006% inhibitor hidroquinon sebagai penghalang polimerisasi selama penyimpanan. c. Cross linking agent : 2% ethylene glycol dimetacrylate, untuk menyambung dua molekul polimer sehingga menjadi rantai yang panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik. d. Plasticizer : dibutil pthalat. 2.2.2 Manipulasi 2.2.2.1 Pencampuran Bubuk dan Cairan Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Perbandingan polimer dan monomer biasanya 2:1 berdasarkan berat. Bahan yang telah dicampur akan melewati 5 tahap, yaitu: 3 a. Tahap I ( Wet sand stage) Pada tahap ini polimer dan monomer bertahap bercampur membentuk endapan. Polimer meresap ke dalam monomer membentuk suatu fluid yang tidak bersatu. Selama tahap ini, sedikit atau tidak ada interaksi pada tingkat molekuler. Butiranbutiran polimer tetap tidak berubah dan konsistensi adukan masih kasar dan berbentuk butiran. b. Tahap II ( Sticky stage) Pada tahap ini monomer akan mulai meresap atau masuk ke dalam permukaan polimer. Rantai polimer akan terdispersi dalam cairan monomer. Rantai polimer ini akan melepaskan ikatan sehingga meningkatkan kekentalan dari adukan. Pada tahap
ini adukan akan berserat berbentuk benang dan akan lengket bila disentuh ataupun ditarik. c. Tahap III (Dough/gel stage) Pada tahap ini campuran akan lebih halus dan homogen. Adukan tidak akan lengket lagi bila disentuh dengan tangan ataupun spatula. Pada tahap ini adukan siap dibentuk dan dimasukan ke dalam mould. d. Tahap IV (Rubbery stage) Pada tahap ini monomer tidak ada lagi yang tersisa, karena monomer telah bersatu meresap sempurna dengan polimer dan sebagian monomer menguap. Massa pada tahap ini sudah berbentuk plastik dan tidak dapat lagi dibentuk dan dimasukan ke dalam mold. e. Tahap V (Stiff stage) Pada tahap ini adonan akan menjadi keras dan kaku, hal ini disebabkan menguapnya monomer bebas. Secara klinik adukan terlihat sangat kering. 2.2.2.2 Pengisian (packing) 3 Campuran bubuk dan cairan harus dimasukkan ke dalam mould pada waktu dough stage. Hal ini dikarenakan bila campuran bubuk dan cairan dimasukkan saat sandy stages, akan sangat banyak monomer yang berlebihan antara partikel polimer dan viskositas material akan rendah dan akan mudah mengalir keluar mould. Jika pengisian dilakukan pada rubbery atau stiff stage, viskositas material akan sangat tinggi. 2.2.2.3 Kuring (curing) Proses kuring dilakukan dengan cara mengaplikasikan panas dengan merendam kuvet dalam waterbath dengan suhu kamar dan dinaikkan terus hingga suhu 74 o C selama 1,5 jam dan dilanjutkan dengan perebusan akhir pada suhu 100 o C selama 1 jam. 2
2.3. Serat Kaca pada Resin Akrilik 2.3.1 Pengertian Serat kaca ditambahkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik resin akrilik. Serat kaca merupakan material yang terbuat dari serabut yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan yang ikatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat. 8,10,21 2.3.2. Komposisi 8 Komposisi serat kaca antara lain mengandung 52-56% Silicone dioxide (SiO 2 ), 16-25% Calcium oxide (CaO), 12-16% Aluminium oxide (Al 2 O 3 ), 0-5% Magnesium oxide (MgO), 5-10% Boron trioxide (B 2 O 3 ), 0-1,5% Titanium Dioxode (TiO 2 ), 0-2% Sodium oxide (Na 2 O), 0-0,8% Ferric oxide (Fe 2 O 3 ), dan 0-1% Flourine (F 2 ). 2.3.3. Bentuk Serat kaca mempunyai beberapa bentuk yaitu bentuk batang, anyaman, dan potongan kecil. 8,25 a. Batang Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang terdiri dari 1000-200000 serabut serat kaca. Diameternya berkisar 3 25 μm. 25 Kekurangan serat kaca bentuk batang ini adalah penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan resin yang tidak adekuat. 26 Gambar 1. Serat Kaca Bentuk Batang
b. Anyaman Serat kaca bentuk anyaman memiliki ukuran yang bervariasi sehingga sesuai sebagai bahan penguat. Serat kaca bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm dan setelah dilebur dalam polimer ketebalannya menjadi 0,006 mm. Vallitu dkk (1999) melakukan penelitian terhadap resin akrilik yang ditambahkan serat kaca bentuk anyaman, mereka menyimpulkan bahwa serat kaca bentuk anyaman yang paling memperkuat resin akrilik swapolimerisasi dibandingkan dengan serat kaca bentuk lain. 21 Gambar 2. Serat Kaca Bentuk Anyaman c. Potongan Kecil Serat kaca ini tahan terhadap suhu yang sangat tinggi, lembab dan mudah dipoles. Serat kaca bentuk potongan ini memiliki kelebihan diantaranya kemudahan penggunaannya di klinik. Hal ini disebabkan proses pencampuran antara serat kaca dan resin yang lebih sederhana serta ukuran serat yang kecil memudahkan untuk dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam adonan resin akrilik. Sitorus Z (2012) menyimpulkan bahwa penambahan serat kaca potongan kecil dalam jumlah dan ukuran tertentu dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis resin akrilik. 5 Gambar 3. Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil
2.4. Metode Penambahan Serat Kaca Salah satu metode penambahan serat kaca adalah merendam serat kaca tersebut dalam monomer metil metakrilat selama 15 menit. Metode penambahan lain adalah dengan menambahkan serat kaca yang tidak direndam dalam monomer ke dalam campuran polimer dan monomer yang akan diaduk. 9, 2.5 Kekuatan Impak 1,14,15 Kekuatan impak dapat didefenisikan sebagai energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan dengan benturan. Istilah benturan digunakan untuk menggambarkan reaksi dari objek diam terhadap benturan dengan suatu objek bergerak. Terdapat dua tipe alat untuk menguji kekuatan impak yaitu uji Izod dan uji Charpy. Pada alat penguji Izod sampel dijepit secara vertikal pada salah satu ujungnya. Sedangkan pada alat uji Charpy kedua ujung sampel diletakan pada posisi horizontal. Kekuatan impak yaitu energi serap dibagi lebar dan tebal bahan dengan satuan J/mm 2. Kekuatan impak yang diperlukan oleh resin akrilik polimerisasi panas sebagai basis gigitiruan adalah 2 x 10-3 J/mm 2 (ISO 1567:1999). Perhitungan kekuatan impak menggunakan rumus: I = E b x d Keterangan: I = Kekuatan Impak (J/mm 2 ) E = Energi yang diserap (J) b = Lebar batang uji (mm) d = Tebal batang uji (mm)
2.6 Kerangka Teori Bahan Basis Gigitiruan Logam Non - Logam Thermo-plastic Thermo-Hardening Seluloid Nylon Resin Akrilik Polycarbonate Cellulose nitrae Vinyl Resin Swapolimerisasi Polimerisasi Sinar Polimerisasi Panas Pemanasan dengan microwave Pemanasan dengan waterbath Sifat Fisis Mekanis Kemis Kekuatan Impak Serat Kaca Pengertian Bentuk Komposisi Anyaman Potongan Kecil Batang Metode Penambahan Langsung Metode Penambahan dengan Perendaman
2.7 Kerangka konsep Sifat Mekanis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Penambahan Serat Kaca Bentuk potongan kecil Kekuatan impak Dengan perendaman dalam monomer Beradhesi dengan matriks polimer RAPP Tanpa perendaman dalam monomer