TINJAUAN PUSTAKA H CH 3 C = C H C = O CH 3. Rumus struktur resin akrilik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Daya tahan, penampilan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Resin akrilik polimerisasi panas adalah salah satu bahan basis gigitiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. jaringan lunak dan juga sebagai tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Pada dasarnya,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1. Penyusun:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. polimerisasinya dengan pemanasan. Energi termal yang diperlukan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bahan basis gigitiruan resin. Resin akrilik. Swapolimerisasi. Konduktivitas termal. Minuman soda Obat Kumur Kopi Teh Nikotin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. di atas. 3 Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigitiruan adalah

MAKALAH DISKUSIINTEGRASI MODUL 3.11 SEMINAR BAHAN KEDOKTERAN GIGI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi. Polimerisasi panas. Polimerisasi kimia. Waterbath Manipulasi microwave. Metil metakrilat. Cross lingking agent. Inhibitor hydroquinon

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 RESIN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN TAMBALAN. seperti bubuk quartz untuk membentuk struktur komposit.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resin akrilik polimerisasi panas berbahan polimetil metakrilat masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris

BAB 1 PENDAHULUAN. menggantikan struktur rongga mulut atau sebagian wajah yang hilang. 2, 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

COMPRESSIVE STRENGTH RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PENAMBAHAN SERAT KACA 1 % DENGAN METODE BERBEDA

KEKUATAN IMPAK RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM LARUTAN TABLET PEMBERSIH GIGITIRUAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ini dapat meningkatkan resiko kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratories.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan protesa yang menggantikan gigi yang hilang. Pembuatan gigi tiruan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. stabil dan mudah dipoles (Nirwana, 2005). Sebagai bahan basis gigi tiruan, resin

PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI 30%

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

3 Metodologi penelitian

PERUBAHAN WARNA PADA BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH PERENDAMAN DALAM MINUMAN SODA SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material yang digunakan dalam pembuatan organoclay Tapanuli, antara lain

BAB III METODE PENELITIAN. Proses polimerisasi stirena dilakukan dengan sistem seeding. Bejana

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat. guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: CHRISTO B.

PENGARUH PEMANASAN BERULANG TERHADAP KEKERASAN BASIS GIGITIRUAN AKRILIK SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi pada era globalisasi mengalami. perkembangan yang sangat pesat dengan berbagai inovasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sambungan material komposit yang telah. banyak menggunakan jenis sambungan mekanik dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB I PENDAHULUAN. keberadaannya dalam fungsi pengunyahan, berbicara, maupun segi estetik.

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berbagai bahan yang digunakan diawal pembuatan basis gigitiruan di

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PERBEDAAN KEKASARAN PERMUKAAN BASIS RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS MENGGUNAKAN BAHAN PUMIS, CANGKANG TELUR DAN PASTA GIGI SEBAGAI BAHAN POLES

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 POLIMER, CIRI-CIRI DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI. (mer). Akhiran mer mewakili unit struktural kimiawi berulang yang paling sederhana dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. di beberapa variasi dan bentuk yang terbagi atas 3 yaitu 2 : 1. Powder-Liquid.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. Resin

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari gigi dan mencegah kerusakan selanjutnya (Tylman, 1970).

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. retensi. Alat ortodonsi lepasan merupakan alat yang dapat dilepas dan dibersihkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan yang bervariasi dari wajah, rahang, gigi, dan abnormalitas dentofasial

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan basis gigi tiruan yang ideal memiliki karakteristik tidak iritan, toksik,

BAB I PENDAHULUAN. fungsional, maupun piranti ke dalam skala nanometer.

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki kasus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen.

Pengaruh Penambahan Mepoxe Terhadap Sifat Mekanik dan Stabilitas Thermal Epoksi sebagai Bahan Adhesif ASTM A-36

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

3 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gigi tiruan lepasan adalah protesis yang menggantikan sebagian ataupun

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

RESIN AKRILIK. Cross-Linking Ethylenglycoldimethacrylate LIQUID Agent Kira-kira 10% Activator* N-dimethyl-P-toluidinol

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik 2.1.1 Pengertian Resin Akrilik Resin akrilik merupakan suatu polimer dalam kedokteran gigi yang digunakan dalam pembuatan gigitiruan lepasan. Resin akrilik terbentuk dari proses radikal bebas dan polimerisasi untuk membentuk polimetil metakrilat. Rumus struktur resin akrilik adalah sebagai berikut: 1-3,7 H CH 3 C = C H C = O O CH 3 Rumus struktur resin akrilik 2.1.2 Klasifikasi Resin Akrilik Resin akrilik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu resin akrilik polimerisasi panas, polimerisasi sinar dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk polimerisasi bahan-bahan tersebut dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis resin akrilik panas lain menggunakan proses polimerisasi dengan oven gelombang mikro. Resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan sinar. Aktivatornya

menyerap sinar lalu bereaksi dengan inisiator. Resin polimerisasi sinar memiliki fotoinisiator seperti champorquinon dan amine activators. Reaksi ini membentuk radikal bebas ketika terkena sinar biru dan memulai reaksi polimerisasi. Resin ini dipolimerisasi di sebuah ruang sinar dengan sinar biru 400-500 nm dari lampu kuarsa halogen intensitas tinggi. Bahan ini jarang digunakan karena membutuhkan alat kuring khusus yang harganya mahal. Resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik yang tidak memerlukan penggunaan energi termal untuk aktivasinya sehingga dapat digunakan pada temperatur ruang. Aktivasi kimia dicapai melalui penambahan aktivator amin tersier, seperti dimetil-para-toluidin terhadap monomer. Jika komponen bubuk dan cairan diaduk, amin tersier menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Akibatnya dihasilkan radikal bebas dan dimulainya polimerisasi. Polimerisasi berlangsung dengan cara yang serupa dengan aktivasi termal. Bahan ini juga jarang digunakan karena porositasnya besar, kadar monomer sisa tinggi, dan stabilitas warna buruk. 1-3,6-7 2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas Resin akrilik polimerisasi panas merupakan polimer yang paling banyak digunakan dalam pembuatan gigitiruan karena dapat diproses dengan mudah, stabilitas warna baik, tidak mengiritasi, tidak toksis, harga relatif murah dan mudah direparasi. 2,15,16 Selain memiliki keunggulan, resin akrilik polimerisasi panas memiliki beberapa kekurangan terutama dalam hal kekuatan dan kekerasan sehingga bahan ini sering mengalami retak dan fraktur setelah beberapa lama pemakaian akibat terkena benturan dan tarikan yang dialami secara berulang-ulang. 6-7 2.2.1 Komposisi Resin akrilik polimerisasi panas mempunyai komposisi sebagai berikut: 3 1. Bubuk mengandung: a. Polimetilmetakrilat sebagai unsur utama dalam bubuk resin akrilik polimerisasi panas. b. Benzoil peroksida sebagai inisiator.

c. Titanium dioksida sebagai bahan opasitas. d. Mercuric sulphide sebagai pewarna. e. Serat nilon atau serat akrilik. 2. Cairan a. Monomer : methylmethacrylate, berupa cairan jernih yang mudah menguap. b. Stabilisator : 0,006% inhibitor hidroquinon sebagai penghalang polimerisasi selama penyimpanan. c. Cross linking agent : 2% ethylene glycol dimetacrylate, untuk menyambung dua molekul polimer sehingga menjadi rantai yang panjang dan untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan resin akrilik. d. Plasticizer : dibutil pthalat. 2.2.2 Manipulasi 2.2.2.1 Pencampuran Bubuk dan Cairan Resin akrilik polimerisasi panas umumnya diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Perbandingan polimer dan monomer biasanya 2:1 berdasarkan berat. Bahan yang telah dicampur akan melewati 5 tahap, yaitu: 3 a. Tahap I ( Wet sand stage) Pada tahap ini polimer dan monomer bertahap bercampur membentuk endapan. Polimer meresap ke dalam monomer membentuk suatu fluid yang tidak bersatu. Selama tahap ini, sedikit atau tidak ada interaksi pada tingkat molekuler. Butiranbutiran polimer tetap tidak berubah dan konsistensi adukan masih kasar dan berbentuk butiran. b. Tahap II ( Sticky stage) Pada tahap ini monomer akan mulai meresap atau masuk ke dalam permukaan polimer. Rantai polimer akan terdispersi dalam cairan monomer. Rantai polimer ini akan melepaskan ikatan sehingga meningkatkan kekentalan dari adukan. Pada tahap

ini adukan akan berserat berbentuk benang dan akan lengket bila disentuh ataupun ditarik. c. Tahap III (Dough/gel stage) Pada tahap ini campuran akan lebih halus dan homogen. Adukan tidak akan lengket lagi bila disentuh dengan tangan ataupun spatula. Pada tahap ini adukan siap dibentuk dan dimasukan ke dalam mould. d. Tahap IV (Rubbery stage) Pada tahap ini monomer tidak ada lagi yang tersisa, karena monomer telah bersatu meresap sempurna dengan polimer dan sebagian monomer menguap. Massa pada tahap ini sudah berbentuk plastik dan tidak dapat lagi dibentuk dan dimasukan ke dalam mold. e. Tahap V (Stiff stage) Pada tahap ini adonan akan menjadi keras dan kaku, hal ini disebabkan menguapnya monomer bebas. Secara klinik adukan terlihat sangat kering. 2.2.2.2 Pengisian (packing) 3 Campuran bubuk dan cairan harus dimasukkan ke dalam mould pada waktu dough stage. Hal ini dikarenakan bila campuran bubuk dan cairan dimasukkan saat sandy stages, akan sangat banyak monomer yang berlebihan antara partikel polimer dan viskositas material akan rendah dan akan mudah mengalir keluar mould. Jika pengisian dilakukan pada rubbery atau stiff stage, viskositas material akan sangat tinggi. 2.2.2.3 Kuring (curing) Proses kuring dilakukan dengan cara mengaplikasikan panas dengan merendam kuvet dalam waterbath dengan suhu kamar dan dinaikkan terus hingga suhu 74 o C selama 1,5 jam dan dilanjutkan dengan perebusan akhir pada suhu 100 o C selama 1 jam. 2

2.3. Serat Kaca pada Resin Akrilik 2.3.1 Pengertian Serat kaca ditambahkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik resin akrilik resin akrilik. Serat kaca merupakan material yang terbuat dari serabut yang sangat halus dari kaca. Serat kaca dapat beradhesi dengan matriks polimer di dalam resin akrilik sehingga memiliki kekuatan yang ikatan yang baik dengan resin akrilik, oleh karena itu serat kaca menjadi pilihan untuk ditambahkan ke dalam resin akrilik sebagai bahan penguat. 8,10,21 2.3.2. Komposisi 8 Komposisi serat kaca antara lain mengandung 52-56% Silicone dioxide (SiO 2 ), 16-25% Calcium oxide (CaO), 12-16% Aluminium oxide (Al 2 O 3 ), 0-5% Magnesium oxide (MgO), 5-10% Boron trioxide (B 2 O 3 ), 0-1,5% Titanium Dioxode (TiO 2 ), 0-2% Sodium oxide (Na 2 O), 0-0,8% Ferric oxide (Fe 2 O 3 ), dan 0-1% Flourine (F 2 ). 2.3.3. Bentuk Serat kaca mempunyai beberapa bentuk yaitu bentuk batang, anyaman, dan potongan kecil. 8,25 a. Batang Serat kaca berbentuk batang terbuat dari serat kaca continuous unidirectional yang terdiri dari 1000-200000 serabut serat kaca. Diameternya berkisar 3 25 μm. 25 Kekurangan serat kaca bentuk batang ini adalah penanganan yang lebih sulit dan penyerapan serat dengan resin yang tidak adekuat. 26 Gambar 1. Serat Kaca Bentuk Batang

b. Anyaman Serat kaca bentuk anyaman memiliki ukuran yang bervariasi sehingga sesuai sebagai bahan penguat. Serat kaca bentuk anyaman memiliki ketebalan 0,005 mm dan setelah dilebur dalam polimer ketebalannya menjadi 0,006 mm. Vallitu dkk (1999) melakukan penelitian terhadap resin akrilik yang ditambahkan serat kaca bentuk anyaman, mereka menyimpulkan bahwa serat kaca bentuk anyaman yang paling memperkuat resin akrilik swapolimerisasi dibandingkan dengan serat kaca bentuk lain. 21 Gambar 2. Serat Kaca Bentuk Anyaman c. Potongan Kecil Serat kaca ini tahan terhadap suhu yang sangat tinggi, lembab dan mudah dipoles. Serat kaca bentuk potongan ini memiliki kelebihan diantaranya kemudahan penggunaannya di klinik. Hal ini disebabkan proses pencampuran antara serat kaca dan resin yang lebih sederhana serta ukuran serat yang kecil memudahkan untuk dimanipulasi dan dimasukkan ke dalam adonan resin akrilik. Sitorus Z (2012) menyimpulkan bahwa penambahan serat kaca potongan kecil dalam jumlah dan ukuran tertentu dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis resin akrilik. 5 Gambar 3. Serat Kaca Bentuk Potongan Kecil

2.4. Metode Penambahan Serat Kaca Salah satu metode penambahan serat kaca adalah merendam serat kaca tersebut dalam monomer metil metakrilat selama 15 menit. Metode penambahan lain adalah dengan menambahkan serat kaca yang tidak direndam dalam monomer ke dalam campuran polimer dan monomer yang akan diaduk. 9, 2.5 Kekuatan Impak 1,14,15 Kekuatan impak dapat didefenisikan sebagai energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu bahan dengan benturan. Istilah benturan digunakan untuk menggambarkan reaksi dari objek diam terhadap benturan dengan suatu objek bergerak. Terdapat dua tipe alat untuk menguji kekuatan impak yaitu uji Izod dan uji Charpy. Pada alat penguji Izod sampel dijepit secara vertikal pada salah satu ujungnya. Sedangkan pada alat uji Charpy kedua ujung sampel diletakan pada posisi horizontal. Kekuatan impak yaitu energi serap dibagi lebar dan tebal bahan dengan satuan J/mm 2. Kekuatan impak yang diperlukan oleh resin akrilik polimerisasi panas sebagai basis gigitiruan adalah 2 x 10-3 J/mm 2 (ISO 1567:1999). Perhitungan kekuatan impak menggunakan rumus: I = E b x d Keterangan: I = Kekuatan Impak (J/mm 2 ) E = Energi yang diserap (J) b = Lebar batang uji (mm) d = Tebal batang uji (mm)

2.6 Kerangka Teori Bahan Basis Gigitiruan Logam Non - Logam Thermo-plastic Thermo-Hardening Seluloid Nylon Resin Akrilik Polycarbonate Cellulose nitrae Vinyl Resin Swapolimerisasi Polimerisasi Sinar Polimerisasi Panas Pemanasan dengan microwave Pemanasan dengan waterbath Sifat Fisis Mekanis Kemis Kekuatan Impak Serat Kaca Pengertian Bentuk Komposisi Anyaman Potongan Kecil Batang Metode Penambahan Langsung Metode Penambahan dengan Perendaman

2.7 Kerangka konsep Sifat Mekanis Resin Akrilik Polimerisasi Panas Penambahan Serat Kaca Bentuk potongan kecil Kekuatan impak Dengan perendaman dalam monomer Beradhesi dengan matriks polimer RAPP Tanpa perendaman dalam monomer