BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian ASI eksklusif merupakan modal dasar pembentukan manusia yang berkualitas disamping untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Di negara berkembang, saat melahirkan dan minggu pertama setelah melahirkan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Sekitar dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal, dua per tiga kematian neonatal tersebut terjadi pada minggu pertama, dan dua pertiga kematian bayi pada minggu pertama tersebut terjadi pada hari pertama. AKB di Indonesia mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Angka ini masih jauh dari target MDGs 2015, yakni menurunkan AKB menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup. Upaya pencegahan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian bayi salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif. World Health Organization (WHO) dan United Nations Children s Fund (UNICEF) telah merekomendasikan beberapa hal untuk peningkatan cakupan ASI eksklusif, yaitu memberikan kesempatan untuk inisiasi menyusu dini pada satu jam setelah kelahiran, menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI yang bergizi sejak bayi berusia 6 bulan, dan melanjutkan menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini 1
2 yang akan menjadi penerus bangsa karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi baik kualitas dan kuantitasnya. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi (Wiji, 2013). ASI diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. Diantaranya ialah menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga. ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit non infeksi, seperti penyakit alergi, obesitas, kurang gizi dan asma. Selain itu ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak. Menyusui bayi bisa menciptakan ikatan psikologis dan kasih sayang yang kuat antara ibu dan bayi. Bayi merasa terlindungi dalam dekapan ibunya, mendengar langsung degap jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui olehnya. Hal itu tidak akan dirasakan bayi ketika minum susu lainnya selain ASI (Prasetyono, 2012). Selama ini masih banyak ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusui terganggu. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir untuk dibersihkan, ditimbang dan diberi pakaian. Ternyata proses ini sangat mengganggu proses alami bayi untuk menyusu, sehingga proses menyusui dalam 1 jam pertama setelah kelahiran tidak terlaksana.
3 Banyaknya pihak yang belum memahami manfaat ASI eksklusif dapat disebabkan karena kurangnya kerjasama lintas sektoral dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat, tokoh masyarakat, kader kesehatan dan kader desa mengenai betapa besar manfaat ASI esklusif kepada bayi. Padahal, dengan pemberian ASI eksklusif akan muncul generasi yang memiliki intelegensia, emosi dan spiritual yang baik dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Kesuksesan ibu dalam menyusui dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dan cara berpikir ibu untuk memberikan ASI pada anaknya (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kia, 2014). Hal ini dapat dilihat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gita Aprilia di Desa Harjobinangun pada tahun 2011, diketahui bahwa ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif maka sebagian besar akan memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianah dkk (2013) menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang akan memiliki sikap negatif terhadap ASI Eksklusif, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik akan memiliki sikap positif terhadap pemberian ASI eksklusif. Rendahnya pengetahuan responden disebabkan karena kurangnya informasi dan kurangnya kemampuan responden untuk memahami informasi yang diterima. Selain itu,
4 rendahnya pengetahuan juga nampak dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa kolostrum itu tidak penting dan harus dibuang karena sudah lama sehingga basi dan dapat menyebabkan diare jika diberikan pada bayi. WHO dan UNICEF telah menetapkan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama 6 bulan pertama bayi, namun angka prevalensi pemberian ASI eksklusif dibeberapa negara bervariasi. Hasil penelitian di China memiliki tingkat menyusui eksklusif hanya 28% sedangkan Kamboja berhasil meningkatkan tingkat pemberian ASI eksklusif untuk bayi dibawah 6 bulan secara drastis dari 11,7% pada tahun 2000 menjadi 74% pada tahun 2010 (UNICEF, 2013). Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan berfluktuatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan cakupan ASI Eksklusif bayi 0-6 bulan sebesar 32%. Kemudian pada tahun 2012 menjadi 42%. Sementara itu, berdasarkan laporan dinas kesehatan provinsi tahun 2013, cakupan pemberian ASI eksklusif secara nasional pada bayi 0-6 bulan sebesar 54,3%. Terlihat bahwa dari 33 provinsi bahwa hanya 19 provinsi yang mempunyai persentase ASI Eksklusif di atas angka nasional (54,3%). Dimana persentase paling tinggi terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 79,7% dan terendah pada provinsi Maluku sebesar 25,2% dan untuk provinsi Sumatera Utara sebesar 41,3%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di provinsi Sumatera Utara ini menjadikan provinsi Sumatera Utara termasuk daerah dengan cakupan pemberian ASI eksklusif terendah ke empat di Indonesia (Pusdatin kemenkes RI, 2014).
5 Menurut profil kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2013, cakupan ASI eksklusif di Kabupaten Deli Serdang sebesar 41,3%. Data dari puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 didapatkan bahwa dari 2.184 bayi, hanya 873 bayi (39,9%) yang mendapat ASI Eksklusif (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2013). Data dari puskesmas Bandar khalipah, di Desa Bandar Klippa cakupan ASI eksklusif pada tahun 2014 dari 925 bayi, yang mendapat ASI eksklusif sebanyak 547 bayi (59,1%). Hal ini berarti masih belum mencapai target yang ditetapkan yaitu 80%. Pinem (2012) menyatakan dari 82 ibu yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan di Kelurahan Sei Sikambing Medan diperoleh fakta bahwa hanya 2 ibu (2,4 %) saja yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dan 80 ibu (97,6 %) yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini terjadi karena alasan ibu yang mengatakan bahwa ibu melahirkan bayi prematur, puting susu ibu masuk ke dalam, ibu bekerja, dan ibu melahirkan dengan sectio ceasaria. Salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI ekslusif adalah dengan menerapkan teknik inisiasi menyusu dini. Begitu bayi lahir, tanpa dibedong, bayi langsung ditelungkupkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi kemudian diselimuti bersama-sama. Menurut Roesli (2012),bayi yang diberi kesempatan IMD lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberikan kesempatan.. Inisiasi menyusu dini merupakan faktor penting dalam kesuksesan pemberian ASI eksklusif dan lama menyusu sampai dua tahun. Berdasarkan UU Nomor 33 tahun 2012 pasal 9, tenaga kesehatan dan penyelanggara fasilitas
6 pelayanan kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 jam. Inisiasi menyusu dini (IMD) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada ibu atau di perut ibu sehingga kulit bayi melekat di kulit ibu. Hubungan IMD dan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa penelitian, antara lain menyatakan bahwa bayi yang mulai menyusu dini dalam 1 jam pertama akan meningkatkan ASI eksklusif dan lama menyusui, hal ini sesuai dengan penelitian yang melaporkan bahwa IMD dapat memberikan peluang delapan kali lebih besar untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Selain itu IMD dapat menurunkan kematian bayi sebesar 22% pada 28 hari pertama kehidupan, berpengaruh terhadap durasi menyusui, perilaku ibu dan fungsi fisiologis bayi, memberikan mental positif bagi ibu yaitu terjalin ikatan kuat dengan bayi dan perasaan nyaman untuk menyusui. Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa proses IMD kurang dari satu jam di Indonesia mengalami kenaikan dari 29,3% pada tahun 2010 menjadi 34,4% pada tahun 2013 dan persentase IMD di provinsi Sumatera Utara sebesar 21,8%. (Pusdatin Kemenkes RI, 2014). Hasil penelitian Mashudi (2012), menunjukkan bahwa bayi yang begitu lahir dilakukan teknik IMD pada usia kurang dari satu jam mampu menyusu lebih baik, sedangkan bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang sama 50% tidak dapat menyusu dengan baik. Kemudian pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya 59 % dan 38% yang masih
7 disusui. Sedangkan bayi yang tidak diberi kesempatan menyusui dini pada usia yang sama tinggal 29 % dan 8 % yang masih disusui. Menurut Zainal, dkk (2014), menyatakan bahwa IMD mempunyai hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan ASI eksklusif. Hal ini berarti bayi yang mulai menyusu dini dalam satu jam pertama akan meningkatkan cakupan ASI eksklusif dan lama menyusui. IMD dan ASI eksklusif akan terlaksana bila tenaga kesehatan memiliki komitmen melakukan perannya dimulai sejak ibu masa antenatal sampai periode pemberian ASI eksklusif. Dari hasil survei pendahuluan di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang yang dilakukan pada 5 orang ibu yang mempunyai bayi 7-12 bulan, diketahui bahwa yang mendapatkan ASI eksklusif terdapat 2 orang dan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif 3 orang. Mereka menganggap bahwa ASI eksklusif adalah menyusui bayinya yang disertai dengan memberikan makanan pendamping ASI. Adanya mitos seputar ASI yang beredar di masyarakat seperti ASI tidak keluar pada hari pertama sehingga perlu diberi susu formula dan jika payudara ibu kecil maka ASI yang keluar hanya sedikit. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan tindakan IMD dengan pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
8 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan tindakan IMD dengan status pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan tindakan IMD dengan status pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui cakupan ASI eksklusif di desa Bandar klippa tahun 2015. 2. untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dengan status pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa tahun 2015. 3. Untuk mengetahui hubungan tindakan IMD dengan status pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa tahun 2015. 4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan tindakan IMD dengan status pemberian ASI eksklusif di Desa Bandar Klippa tahun 2015.
9 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi Puskesmas Bandar Khalipah agar lebih memperhatikan keberhasilan pencapaian program ASI Eksklusif dan melakukan promosi kesehatan berkaitan dengan program ASI Eksklusif. 2. Menambah pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan manfaat pemberian ASI eksklusif khususnya pada ibu yang menyusui dan pada masyarakat di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. 3. Penelitian ini bermanfaat agar masyarakat lebih aktif dan ikut berperan dalam mendukung program ASI Ekslusif terutama di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah.