BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan menjadi status gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan penanggulangnya harus melibatkan berbagai sektor terkait.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

anak yang berusia di bawahnya. Pada usia ini pemberian makanan untuk anak lakilaki dan perempuan mulai dibedakan.

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah Negara beriklim tropis dengan sumber daya alam yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Anak sekolah

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I LATAR BELAKANG. Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masa ini terjadi pertahapan perubahan yang sangat cepat. Status kesehatan

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB I PENDAHULUAN. tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat. Memasuki era globalisasi, Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck 2002 dalam Jafar

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi (Paramurthi, 2014). Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kekurangan Energi Protein (KEP) di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sumber daya manusia (SDM) memiliki peranan penting. bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi (Sibuea, 2002).

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi 2.1.1 Definisi Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak, serta menunjang prestasi olahraga (Irianto, 2006:65). Sedangkan Menurut Sunita Almatsier (2009: 3) Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. a. Gizi lebih Gizi lebih terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Asupan energi yang berlebihan secara kronis akan menimbulkan kenaikan berat badan, berat badan lebih (overweight) dan obesitas. Makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (banyak mengandung lemak atau gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positif ini. Selanjutnya penurunan pengeluaran energi akan meningkatkan keseimbangan energi yang positif (Gibney, 2008:3). b. Gizi baik Gizi baik adalah gizi yang seimbang. Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002).

5 c. Gizi kurang Menurut Moehji (2003:15) Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh. d. Gizi buruk Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Novitasari, 2012). 2.1.2 Pengukuran Status Gizi Supariasa, dkk (2002:19), mendefinisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi. Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U yaitu : 1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. 2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek. 3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight).

6 Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah : 1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema. 2. Memerlukan data umur yang akurat. 3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan anak pada saat penimbangan. 4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Supariasa, 2002:56). Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya. Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur. Masalah-masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan atau tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur. Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu : 1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas. 2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak mengalami keadaan takut dan tegang (Jahari, 1998). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan

7 cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk., 2001). Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Riyadi, 2004:35). Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak sekolah. Rumus IMT : Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di dunia. Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut : Indeks BB/U : a. Normal : -2 SD s/d 2 SD b. Kurang : -3 SD s/d < -2 SD

8 c. Sangat Kurang : < -3 SD Indeks TB/U : a. Normal : -2 SD s/d 2 SD b. Pendek : -3 SD s/d < -2 SD c. Sangat pendek : < -3 SD Indeks IMT/U : a. Sangat gemuk : > 3 SD b. Gemuk : > 2 SD s/d 3 SD c. Normal : -2 SD s/d 2 SD d. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD e. Sangat kurus : < -3 SD

9 Gambar 2.1. Kurva Status Gizi

10 Gambar 2.2 Kurva Status Gizi

11 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2009). Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Menurut Schaible & Kauffman hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS, tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000). Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan

12 dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil risiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidakseimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000). 2.2 Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-13 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah meliputi: 1. Pertumbuhan tidak secepat bayi. 2. Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal). 3. Lebih aktif memilih makanan yang disukai. 4. Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat. 5. Pertumbuhan lambat. 6. Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja. Anak sekolah biasanya memiliki banyak aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan terjadinya ketidakseimbangan atara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat yang cukup (Moehji, 2003:58). Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik laki laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 13

13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki laki, (Soemantri dkk, 2005). Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil perubahannya selama tahun tahun di SD. Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki laki dan perempuan kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki laki. Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai mengalami masa lonjakan pertumbuhan yang ditandai dengan lengan dan kaki yang mulai tumbuh cepat. Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih berat dan lebih kuat daripada anak laki laki. Anak laki laki memulai lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada usia 12 13 tahun. Anak laki laki memasuki masa pubertas dengan ejakulasi yang terjadi antara usia 13 16 tahun. Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan- perubahan ini. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir (postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri ciri seks primer dan sekunder.

14 2.3 Masalah Kurang Gizi pada Anak Sekolah Berbagai masalah kesehatan dijumpai di kalangan anak sekolah, diantaranya adalah kurangnya pertumbuhan fisik secara optimal. Salah satu faktor yang sangat menentukan adalah faktor gizi. Kurang gizi pada masa ini akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan badan, mental, kecerdasan dan mudah terserang penyakit infeksi. Di samping kurang gizi, ditemukan juga masalah kesehatan pada anak yang disebabkan gizi lebih yang dapat menyebabkan kegemukan dan anak berisiko menderita penyakit degeneratif. Pada dasarnya seiring dengan pertambahan usia anak, ragam makanan yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang. Peran zat gizi ini penting untuk menunjang tumbuh kembang anak, termasuk untuk menunjang kecerdasannya. Dalam hal pengaturan pola konsumsi makan, orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis makanan yang bergizi seimbang. Dikatakan juga bahwa bila terdapat kebiasaan makan yang jelek pada anak, selain dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga yang jelek juga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga yang rendah. Dengan pendapatan terbatas, tidak terpenuhinya variasi dan jumlah makanan yang dibutuhkan dalam mengembangkan kebiasaan gizi yang baik pada anak (Gibeon, 2011) Jumirah (2008) mengemukakan dalam penelitiannya, anak sekolah dasar di kelurahan Namo Gajah Medan Tuntungan sebagian besar mempunyai status baik, namun masih ditemukan kasus guzi kurang dan buruk. Berdasarkan indeks BB/U bahwa 26,7% anak mengalami gizi kurang dan 1,1% gizi buruk. Sedangkankan berdasarkan indeks TB/U ditemukan anak yang pendek sebanyak 12,6% dan sangat pendek 5,6%. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting sehingga kondisi keluarga akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak. Peranan sosial ekonomi keluarga terhadap pendidikan anak sangat luas dan uraian ini bergantung dari sudut orientasi mana akan dilakukan. Dari sudut ekonomi, keluarga adalah organisasi ekonomi primer. Kondisi ekonomi yang kurang atau

15 kemiskinan akan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik dan mental tiap anggota keluarga. (Singgih, 2000) Kurang gizi pada anak sekolah pada umumnya disebabkan karena kebiasaan makan anak yang tidak teratur. Dimana pada masa ini anak mulai memilih sendiri makanan yang disenangi dan sudah menyukai makanan di luar rumah. Selain dari perubahan pola makan, anak-anak pada usia ini juga mengalami pergeseran status gizi karena tingkat pengetahuan dan kebiasaan jajannya. (Santoso S, 2004) Masalah kurang gizi yang sering ditemukan dan berdampak pada prestasi belajar dan pertumbuhan fisik anak SD antara lain Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A. (Almatsier, 2009) a) Kurang Energi Protein (KEP) Suatu kondisi dimana jumlah asupan zat gizi yaitu energi dan protein kurang dari yang dibutuhkan. Akibat buruk dari KEP bagi anak SD adalah anak menjadi lemah daya tahan tubuhnya dan terjadi penurunan konsentrasi belajar. b) Anemia Gizi Besi Suatu kondisi pada anak SD dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal (kurang dari 12 gr %). Akibat buruk dari anemia gizi besi adalah anak menjadi lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai (5 L) dan mengurangi daya serap otak terhadap pelajaran. c) Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY) Suatu gejala yang diakibatkan oleh kekurangan asupan yodium dalam makanan sehari-hari yang berlangsung dalam jangka waktu lama. Masalah GAKY pada umumnya ditemukan di dataran tinggi. Akibat buruk GAKY adalah anak menjadi lamban dan sulit menerima pelajaran.

16 d) Kurang Vitamin A (KVA) Suatu kondisi yang diakibatkan oleh jumlah asupan vitamin A tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Akibat buruk dari kurang vitamin A adalah menurunya daya tahan tubuh terhadap infeksi sehingga anak mudah sakit. Disamping itu vitamin A terkait dengan fungsi penglihatan.