BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai PASANG SURUT. Oleh. Nama : NIM :

Pengertian Pasang Surut

BAB III 3. METODOLOGI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

Perbandingan Akurasi Prediksi Pasang Surut Antara Metode Admiralty dan Metode Least Square

BAB I PENDAHULUAN I.1

I Elevasi Puncak Dermaga... 31

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Harmonik Pasang Surut untuk Menghitung Nilai Muka Surutan Peta (Chart Datum) Stasiun Pasut Sibolga

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PASANG SURUT

PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT DENGAN METODE ADMIRALTY

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

Oleh : Ida Ayu Rachmayanti, Yuwono, Danar Guruh. Program Studi Teknik Geomatika ITS Sukolilo, Surabaya

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

PENGUKURAN LOW WATER SPRING (LWS) DAN HIGH WATER SPRING (HWS) LAUT DENGAN METODE BATHIMETRIC DAN METODE ADMIRALTY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

PRAKTIKUM 6 PENGOLAHAN DATA PASANG SURUT MENGGUNAKAN METODE ADMIRALTY

PREDIKSI PASANG SURUT SIBOLGA JANUARI TAHUN 2013 DAN SUNGAI ASAHAN JUNI TAHUN 2013 DENGAN MENGGUNAKAN SOFWARE PASANG SURUT DAN METODE ADMIRALTY

2 BAB II LANDASAN TEORI DAN DATA

STUDI KARAKTERISTIK DAN PERAMALAN PASANG SURUT PERAIRAN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN Andhita Pipiet Christianti *), Heryoso Setiyono *), Azis Rifai *)

Simulasi Pemodelan Arus Pasang Surut di Luar Kolam Pelabuhan Tanjung Priok Menggunakan Perangkat Lunak SMS 8.1

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

ANALISIS PASANG SURUT DI PULAU KARAMPUANG, PROVINSI SULAWESI BARAT Tide Analysis in Karampuang Island of West Sulawesi Province SUDIRMAN ADIBRATA

BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

Pembuatan Alur Pelayaran dalam Rencana Pelabuhan Marina Pantai Boom, Banyuwangi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

3 Kondisi Fisik Lokasi Studi

PERBANDINGAN AKURASI PREDIKSI PASANG SURUT ANTARA METODE ADMIRALTY DAN METODE LEAST SQUARE

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

Simulasi pemodelan arus pasang surut di kolam Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta menggunakan perangkat lunak SMS 8.1 (Surface-water Modeling System 8.

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman Online di :

ANALISIS PASANG SURUT DI PANTAI NUANGAN (DESA IYOK) BOLTIM DENGAN METODE ADMIRALTY

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Data survey Hidrografi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teori Pasut Laut

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. yang digunakan dalam perencanaan akan dijabarkan di bawah ini :

KOMPARASI HASIL PENGAMATAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA DAN KABUPATEN PATI DENGAN PREDIKSI PASANG SURUT TIDE MODEL DRIVER

Gambar 2.1 Peta batimetri Labuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

III METODE PENELITIAN

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

TERBATAS 1 BAB II KETENTUAN SURVEI HIDROGRAFI. Tabel 1. Daftar Standard Minimum untuk Survei Hidrografi

Bathymetry Mapping and Tide Analysis for Determining Floor Elevation and 136 Dock Length at the Mahakam River Estuary, Sanga-Sanga, East Kalimantan

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

KONSTANTA PASUT PERAIRAN LAUT DI SEKITAR KEPULAUAN SANGIHE

Pengujian Ketelitian Hasil Pengamatan Pasang Surut dengan Sensor Ultrasonik (Studi Kasus: Desa Ujung Alang, Kampung Laut, Cilacap)

Tabel 4.1 Perbandingan parameter hasil pengolahan data dengan dan tanpa menggunakan moving average

STUDI KARAKTERISTIK POLA ARUS DI PERAIRAN SELAT LAMPA, KABUPATEN NATUNA, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PENGARUH SIMULASI AWAL DATA PENGAMATAN TERHADAP EFEKTIVITAS PREDIKSI PASANG SURUT METODE ADMIRALTY (STUDI KASUS PELABUHAN DUMAI)

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 4 ANALISA HIDRO-OSEANOGRAFI

Studi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa Jepara, Jawa Tengah

Analisis Pasang Surut Di Pantai Bulo Desa Rerer Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa Dengan Metode Admiralty

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

II. KAJIAN PUSTAKA. mengkaji penelitian/skripsi sebelumnya yang sama dengan kajian penelitian

IDA AYU RACHMAYANTI T.GEOMATIKA FTSP-ITS 2009

Jurnal Geodesi Undip Agustus 2013

Bab II Teori Harmonik Pasang Surut Laut

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di :

STUDI PEMETAAN BATIMETRI DAN ANALISIS KOMPONEN PASANG SURUT UNTUK PENENTUAN ALUR PELAYARAN DI PERAIRAN PULAU GENTING, KARIMUNJAWA

PENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Data komponen pasut dari DISHIDROS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN PANTAI PEJEM PULAU BANGKA BATHYMETRY MAPPING IN THE COASTAL WATERS PEJEM OF BANGKA ISLAND

PERAMALAN PASANG SURUT DI PERAIRAN PELABUHAN KUALA STABAS, KRUI, LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PEMBUATAN CO-TIDAL CHARTS PERAIRAN LAUT JAWA

Menentukan Tipe Pasang Surut dan Muka Air Rencana Perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah Menggunakan Metode Admiralty

Tidal Prediction On The Sungai Enam Pier Kabupaten Bintan Kepulauan Riau Province

PERAMALAN PASANG DI PERAIRAN PULAU KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA, MENGGUNAKAN PROGRAM WORLDTIDES

Penulangan pelat Perencanaan Balok PerencanaanKonstruksiBawahDermaga (Lower Structure)... 29

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

PENENTUAN CHART DATUM DENGAN MENGGUNAKAN KOMPONEN PASUT UNTUK PENENTUAN KEDALAMAN KOLAM DERMAGA

Jurnal Geodesi Undip Januari2014

Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. A. H. Nasution No. 264 Bandung

ANALISIS SURUT ASTRONOMIS TERENDAH DI PERAIRAN SABANG, SIBOLGA, PADANG, CILACAP, DAN BENOA MENGGUNAKAN SUPERPOSISI KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan surut terendah (Triatmodjo, 2012). Karena letaknya yang unik, pantai dapat dimanfaat untuk pendidikan, pariwisata, dan kegiatan ekonomi. Salah satu pantai yang terdapat di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Pantai Glagah. Pantai Glagah tepatnya berada di desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di sebelah selatannya ini berjarak 40 km dari kota Yogyakarta (Devi Hari Putri, 2012). Di kawasan Pantai Glagah terdapat Pelabuhan Tanjung Adikarto. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pelabuhan penampungan ikan dari kapal-kapan nelayan sekitar. Aktivitas di pelabuhan tidak lepas dari peran peta batimetri dan pengamatan pasang surut laut. Pembuatan peta batimetri membutuhkan data ketinggian muka air laut sebagai bidang referensi kedalaman. Bidang referensi kedalaman yang digunakan yaitu muka air laut terendah di daerah tersebut yang disebut chart datum atau muka surutan peta. Untuk menentukan tinggi muka air laut perlu dilakukan pengamatan pasang surut di suatu stasiun pasang surut dalam kurun waktu tertentu (Soeprapto, 2001). Pelabuhan Tanjung Adikarto memiliki stasiun pengamatan pasang surut laut dengan sensor radar dan encoder, tetapi sensor ini memiliki kondisi rawan sedimentasi atau pendangkalan. Data pengamatan pasang surut laut untuk stasiun ini dapat diunduh dari website milik BIG dengan rentang pengamatan per minggu. Keberadaan stasiun pengamatan pasang surut mempermudah dalam penentuan muka air laut rata-rata (Mean Sea Level) dan muka surutan peta. 1

2 Belum ada informasi nilai chart datum untuk wilayah Pantai Glagah, Kulonprogo, sehingga dilakukan penelitian untuk menentukan nilainya. Selain menghitung dari data pengamatan pasang surut, penentuan muka surutan peta atau chart datum dapat dilakukan dengan metode lain yaitu metode transfer datum. Metode transfer datum adalah salah satu cara untuk mendapatkan nilai muka surutan peta dengan cara melakukan pemindahan datum dari stasiun yang sudah ada ke stasiun yang akan dicari nilai muka surutan petanya (Soeprapto, 2001). Metode transfer datum digunakan untuk menguji konsistensi dan kualitas data stasiun pengamatan pasang surut laut yang sudah ada. Transfer datum dilakukan dari stasiun pengamatan pasut terdekat yaitu Stasiun Pasut Sadeng, Gunungkidul. I.2. Rumusan Masalah Pelabuhan Tanjung Adikarto sudah memiliki stasiun pengamatan pasang surut laut tetapi dari survei diketahui bahwa terdapat pendangkalan yang dapat berpengaruh terhadap rekaman data. Wilayah Pantai Glagah, Kulonprogo, belum ada informasi mengenai nilai muka surutan petanya. Akibat hal tersebut, dilakukan penelitian untuk menentukan nilai muka surutan peta wilayah Pantai Glagah menggunakan metode lain sebagai pembanding. Metode yang digunakan untuk menentukan nilai muka surutan peta di wilayah Pantai Glagah, Kulonprogo adalah metode transfer datum dari Pantai Sadeng yang juga memiliki stasiun pengamatan pasang surut laut fix. Jarak antara Pantai Sadeng dan Pantai Glagah adalah 84,337 km. Hasil dari transfer datum akan dibandingkan dengan data dari stasiun pengamatan yang diunduh dari website BIG untuk wilayah Pantai Glagah. I.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah: 1. Berapa nilai muka surutan peta Pantai Glagah, Kulonprogo dari metode transfer datum? 2. Bagaimana konsistensi komponen utama pasang surut dan nilai chart datum dari hasil transfer datum dibandingkan dengan data stasiun pengamatan Pantai Glagah yang sudah ada?

3 I.4. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Chart datum yang ditentukan dalam penelitian ini adalah MLWS (Mean Low Water Spring). 2. Lokasi pengamatan pasang surut berada di Pantai Glagah, Kulonprogo. 3. Transfer datum dilakukan dari stasiun pengamatan pasang surut di Pantai Sadeng. 4. Metode pengamatan pasang surut menggunakan palem pasut dengan interval perekaman data setiap satu jam. 5. Metode yang digunakan untuk penentuan muka surutan peta adalah metode transfer datum untuk tipe pasut harian ganda. 6. Pengamatan dilakukan dengan mencatat data dari empat air rendah dan tiga air tinggi secara berurutan pada dua tempat yaitu Pantai Glagah dan Pantai Sadeng. Pengamatan dimulai pada tanggal 10 Maret 2017 pukul 18.00 WIB sampai dengan 12 Maret 2017 pukul 16.00 WIB. 7. Data pasang surut dari Stasiun Pengamatan pasut Glagah BIG mulai 31 Agustus 2016 pukul 11.00 WIB sampai 27 April 2017 pukul 11.00 WIB. 8. Perhitungan chart datum menggunakan rumus yang telah ditentukan oleh DISHIDROS. I.5. Tujuan Penelitian Tujuan kegiatan penelitian ini adalah: 1. Menentukan nilai muka surutan peta Pantai Glagah, Kulonprogo. 2. Menyimpulkan konsistensi komponen utama pasang surut dan nilai chart datum dari hasil transfer datum dibandingkan dengan data stasiun pengamatan Pantai Glagah yang sudah ada. I.6. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini untuk masyarakat dan peneliti adalah diperolehnya nilai chart datum sebagai referensi kedalaman Pantai Glagah, Kulonprogo. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pembuatan peta batimetri, penentuan alur masuk

4 kapal, kepentingan navigasi, dan aktivitas seputar pelabuhan serta pantai yang membutuhkan nilai muka surutan peta. I.7. Tinjauan Pustaka Chang (2004) menjelaskan bahwa pengamatan pasang surut diperlukan untuk keperluan pengukuran batimetri dan hasil dari pengamatan harus dikoreksi terhadap datum pasang surut. Jika tidak terdapat alat perekam pasang surut yang sudah pasti terpasang, maka pengamatan dapat dilakukan dengan memasang alat dan biasanya dioperasikan selama 30 hari untuk menentukan datum pasang surutnya. Terdapat metode perhitungan untuk melakukan transfer datum dari stasiun yang sudah fix ke area survei. Kesalahan penentuan nilai datum diperkirakan mencapai 10 cm pada daerah Taiwan. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu pengamatan. Hasil dari nilai transfer datum dibandingkan dengan nilai dari pengukuran menggunakan GPS dengan metode interpolasi geometris. Hasil dari GPS memberikan nilai yang lebih baik dengan rata-rata akurasi 3 cm, hasil ini memenuhi persyaratan nilai kesalahan sebesar 5 cm untuk keperluan survei hidrografi. Aulia (2011) membandingkan nilai muka surutan peta dengan data pasang surut 15 piantan dan 29 piantan di stasiun pasang surut Cilacap. Perhitungan nilai muka surutan peta dilakukan dengan metode interpolasi linier, interpolasi kuadrat terkecil, dan transfer datum. Hasilnya diketahui bahwa dari data pengamatan 29 piantan akan diperoleh nilai amplitudo dan fase tertinggi sedangkan dengan data pengamatan 15 piantan akan diperoleh nilai amplitudo dan fase terkecil. Diketahui juga hitungan muka surutan peta dengan cara interpolasi linier dan cara interpolasi kuadrat terkecil mempunyai perbedaan yang cukup signifikan terhadap hasil hitungan muka surutan peta dengan metode admiralty. Perbedaan tersebut disebabkan oleh MSL (Mean Sea Level) dan Zo (jarak surutan peta) yang berbeda. Kemudian disimpulkan bahwa hitungan muka surutan peta dengan metode transfer datum lebih baik dibanding dua metode sebelumnya karena metode transfer datum melibatkan nilai tinggi muka air pada masing-masing stasiun pengamat pasut secara langsung. Samuel (2012) menggunakan data sekunder dalam penelitian penentuan chart datum. Data sekunder terdiri dari pengamatan pasang surut selama 15 hari pada daerah muara sungai dan data kedalaman dari survey batimetri. Dapat disimpulkan dari hasil

5 bahwa terdapat perbedaan nilai chart datum yang didapat antara muara sungai dan daerah belakang muara. Kesimpulan ini terdapat dua factor penting untuk menentukan besarnya nilai chart datum pada sungai pasang surut yaitu factor pasang yang naik dari laut dan factor debit pada aliran sungai. Yuli (2013) melakukan penelitian perbandingan cara perolehan nilai muka surutan peta menggunakan metode interpolasi linier, interpolasi kuadrat terkecil, dan transfer datum dengan nilai muka surutan peta yang dihasilkan dari metode admiralty. Penelitian menggunakan data pengamatan pasang surut selama lima belas hari dengan interval pengamatan satu jam di Pulau Pabelokan, Pulau Damar Besar, Pondok Dayung, Muara Tawar, dan Ancol Bende. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu perhitungan dengan metode interpolasi kuadrat terkecil memiliki nilai muka surutan peta yang mendekati nilai muka surutan peta metode admiralty. Disimpulkan bahwa metode interpolasi kuadrat terkecil dapat digunakan dalam perhitungan nilai muka surutan peta di lokasi yang belum diketahui nilai muka surutan petanya. Adinda (2016) melakukan penelitian penentuan datum pasang surut karena belum adanya penentuan datum pasang surut pada daerah tersebut. Penentuan pasang surut pada penelitian Adinda dilakukan dengan menggunakan data pengamaan pasang surut yang diolah dengan menggunakan aplikasi t_tide pada Matlab. Hasil keluaran berupa hasil nilai datum pasang surut berupa elevasi MSL, MHWS, MLWS, MHLW, MLHW, MHWN, MLWN, MHHW, MLLW, HAT dan LAT. Dapat disipulkan nilai datum pasang surut yang paling aman adalah LAT karena memiliki nilai terendah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas yaitu lokasi pengamatan yang berbeda dan metode pengamatan yang juga berbeda. Penelitian ini dilakukan di stasiun Pantai Glagah dan Pantai Sadeng dengan metode transfer datum serta perolehan data pasang surut menggunakan metode pengamatan dengan menggunakan palem pasut.

6 I.8. Landasan Teori I.8.1. Pasang Surut Laut Pasang surut laut (ocean tide) adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Pengaruh gravitasi benda-benda langit terhadap bumi tidak hanya menyebabkan pasang surut laut, tetapi juga mengakibatkan perubahan bentuk bumi (bodily tides) dan atmosfer (atmospheric tides) (Poerbandono 2005). Sir Isaac Newton, seorang ahli fisika, menjelaskan teori pasang surut setimbang. Teori ini menjelaskan bentuk bumi adalah bola sempurna yang diliputi oleh air dengan distribusi massa yang seragam. Pembangkitan pasang surut dijelaskan melalui teori gravitasi universal, yaitu pada sistem dua benda dengan massa m1 dan m2 akan terjadi gaya tarik menarik sebesar F di antara keduanya dengan besar sebanding perkalian massaya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya. (Hadi, 2016) Fungsi matematisnya dijelaskan pada persamaan I.1. F = G m 1.m 2 r 2... (I.1) Keterangan: F : gaya tarik menarik antar benda. G : konstanta gaya tarik = 6,67 x 10-11 N kg -2 m -2 m1 : massa benda 1. m2 : massa benda 2. r 2 : kuadrat jarak antara pusat benda (1) dan pusat benda (2). I.8.2. Gaya Pembangkit Pasang Surut Faktor-faktor utama yang mempengaruhi gerakan pasut ada tiga, yaitu rotasi bumi pada sumbunya, orbit bulan mengitari bumi dan orbit bumi mengitari matahari. Sehingga gaya pembangkit pasut dihasilkan oleh gaya tarik antara bulan dan matahari dengan bumi serta gaya sentrifugal yang mempertahankan kesetimbangan dinamik pada seluruh sistem yang ada (Soeprapto, 2001). Gaya sentrifugal ini timbul akibat gerakan bumi berputar mengelilingi matahari dan gerakan bulan mengelilingi bumi. Mekanisme pembentukan pasang surut laut dapat dilihat pada Gambar I.1.

7 Gambar I. 1. Mekanisme pembentukan pasang surut (Soeprapto, 2001) Gaya pembangkit pasut terjadi pada kondisi bumi ideal dengan asumsi kondisi bumi sebagai berikut: 1. Bumi berbentuk bola. 2. Permukaan bumi diliputi air yang homogen dengan kedalaman yang sama (tanpa variasi topografi). 3. Bumi mengitari benda angkasa dengan kecepatan tetap dan orbit berbentuk lingkaran. 4. Bidang orbit terletak pada bidang ekuator atau bidang orbit sebidang dengan bidang ekuator bumi (Bilad, 2014). I.8.3. Pengamatan Pasang Surut Soeprapto (2001) menjelaskan pengamatan pasang surut dilakukan untuk mengetahui informasi perairan diantaranya mengetahui kondisi pasang surut dan sifat pasang surut. Tempat melakukan pengamatan muka air laut disebut stasiun pasut. Agar

8 didapat data pasut yang mendekati benar, maka terdapat persyaratan yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi stasiun pasut yaitu di antaranya: 1. Hasil pengamatan di stasiun itu harus dapat menggambarkan keadaan pasut perairan di sekitarnya. 2. Dasar lautnya harus tetap (stabil) dan kuat. 3. Daerah laut terbuka, tetapi cukup terlindung dari hempasan gelombang. 4. Tidak berada di muara sungai yang banyak terjadi endapan, tidak terpengaruh aliran sungai. 5. Menghindari proses pendangkalan. 6. Dekat dengan titik tetap yang ada. Selain faktor di atas juga mempertimbangkan faktor keamanan dan kemudahan untuk pengamatan. Terdapat berbagai macam metode untuk pengamatan pasut yang secara garis besar dibagi menjadi tiga metode, yaitu: 1. Metode pengamatan menggunakan palem pasut (tide pole). Metode pemasangan palem pasut ditunjukkan pada Gambar I.2. Rambu pasut dipasang menempel atau diikatkan kencang pada dinding dermaga agar diperoleh posisi stabil. Rambu pasut dipastikan tidak mudah terhempas gelombang pasang surut. Pemasangan dilakukan untuk memudahkan pengamatan dan pembacaan nilainya. Gambar I. 2. Pemasangan palem pasut (Soeprapto, 2001) 2. Metode pengamatan dengan pressure type automatic tide gauge. 3. Metode pengamatan dengan float tide gauge.

9 I.8.4. Analisis Harmonik Pasang Surut Analisis harmonik pasang surut bertujuan untuk menghitung amplitudo dan beda fase dari gelombang tiap komponen pasang surut. Nilai perubahan amplitudo dan keterlambatan fase yang dihitung dinyatakan dalam konstanta harmonik. Tinggi muka laut pada waktu (t) dapat dituliskan dalam persamaan: m h(t) = So + j=1 Ri f cos(ωjtj + vj gj) (I.2) Penjelasan rumus (I.2): h So a ω g = tinggi permukaan air laut = tinggi rata-rata permukaan air = konstanta amplitudo = kecepatan sudut komponen harmonik = fase v, f = argument astronomis (faktor nodal) Analisis harmonik pasang surut bertujuan untuk menghitung nilai amplitudo dan fase yang diperoleh dari data pengamatan pasang surut. Parameter v dan f pada persamaan I.2. dapat diabaikan karena merupakan faktor nodal yang kecil pengaruhnya. Untuk memperoleh parameter yang dicari maka hitungan dilakukan menggunakan metode kuadrat terkecil. Persamaan I.3. berikut merupakan penjabaran dari persamaan I.2. y(t) = So + Ri cos ωi t cos Pi + Ri sin ωi t sin Pi... (I.3) Bila elevasi pasut pengamatan pada y (t) untuk periode 2τ+1, dengan mengganti nilai Ri cos Pi = Ai dan Ri sin Pi = Bi, maka: v(t) = y (t) N+1 i=1 (Ai cos ωi ti + Bi sin ωi ti)... (I.4) Selanjutnya mengikuti metode least square atau hitungan kuadrat terkecil, maka: N+1 t=τ v 2 (t) = minimum...... (I.5) Kemudian memasukkan komponen ke-j pada persamaan I.3. sebagai berikut: N+1 i=1 τ t=τ (Ai cos ωi t cos ωj t + Bi sin ωi t cos ωj t) = τ t=τ yi(t) cosωj t.. (I.6) dan N+1 i=1 τ t=τ (Ai cos ωi t sin ωj t + Bi sin ωi t sin ωj t) = τ t=τ yi(t) sinωj t... (I.7)

10 Rumus gabungan I.6. dan I.7. dapat dijabarkan menjadi nilai trigonometri perkalian sin dan cos yang kemudian diubah ke-empatnya dalam bentuk τ t=τ cosxt. Hasil pembentukan dituliskan dalam bentuk polinim yang kemudian diambil bagian suku kanan dalam bentuk trigonometri. Hasil akhir diterjemahkan menjadi: N+1 Ai(aii + bii) = τ i=1 t=τ y (t) cosωt... (I.8) N+1 Bi( aii + bii) = τ i=1 t=τ y (t) sin ωt... (I.9) Rumus terjemahan diatas dapat dibentuk dalam matriks sebagai berikut: [aii] {A} = {C} [bii] {B} = {S}.... (I.10) Dengan keterangan: [bii] = Matris bujur sangkar simetris {B} = Matriks kolom variabel {S} = Matriks kolom data I.8.5. Komponen Harmonik Pasang Surut Nilai amplitudo dan beda fase yang disebabkan oleh gaya tarik benda angkasa terhadap kondisi bumi setimbang sehingga menyebabkan pasang surut laut dinyatakan dalam konstanta. Konstanta ini disebut komponen harmonik pasut. Komponen tersebut dijelaskan pada Tabel I.1. Tipe Pasut Tabel I. 1. Komponen harmonik pasang surut (Jacub Rais, 1996 dalam Soeprapto, 2001) Komponen Harmonik Simbol Kec. Sudut ( /jam) Periode (jam) Gaya yang Ditimbulkan (N) Ganda Bulan utama M2 28,9841 12,42 100 Matahari utama S2 30,0000 12,00 46 Elips Bulan Besar N2 28,4397 12,66 19 Bulan-Matahari K2 30,0821 11,97 13 Tunggal Bulan-Matahari K1 12,42 23,93 58 Bulan Utama O1 12,00 26,87 41 Matahari Utama P1 14,9589 24,07 19 Periode Panjang Bulan 2 Mingguan Mf 1,0980 327,86 16 Bulan-Matahari mingguan Msf 1,0159 354,36 9 Bulan 4 mingguan Mm 0,5444 661,30 8 Matahari Semesteran Ssa 0,0821 4384,90 8

11 I.8.6. Tipe Pasang Surut Tipe pasang surut ditentukan berdasarkan perbandingan Formzahl yaitu perhitungan perbandingan antara jumlah amplitudo konstanta-konstanta harian tunggal (K1, dan O1) dengan jumlah amplitudo konstanta-konstanta harian ganda (M2 dan S2), dengan persamaan sebagai berikut: F = K1+O1 M2+S2. (I.11) Dari nilai F tersebut akan diperoleh nilai yang menentukan klasifikasi jenis pasang surut seperti dijelaskan pada tabel I.2. Tabel I. 2 Tipe pasang surut Bilangan Formzahl Tipe Pasang Surut Keterangan F 0,25 Harian ganda (semi diurnal) Perairan dengan tipe pasut ini mengalami dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama. Periode pasang surutnya adalah 12 jam 24 menit. 0,25 F 0,50 0,50 F 3,00 F 3,00 campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevalling semidiurnal) campuran condong ke harian tunggal (mixed prevailing diurnal) harian tunggal (diurnal) Perairan mengalami dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang berbeda. Perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi untuk waktu-waktu tertentu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang signifikan. Perairan dengan tipe pasut ini mengalami satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surutnya adalah 24 jam 50 menit.. I.8.7. Muka Surutan Peta Muka surutan peta (chart datum / CD) adalah suatu bidang permukaan pada suatu daerah perairan yang didefinisikan terletak di permukaan air laut terendah yang

12 mungkin terjadi di daerah yang bersangkutan. Muka surutan peta disebut sebagai bidang nol pada peta batimetri (Soeprapto 2001). Pada Gambar I.3., kedudukan muka surutan peta ditunjukkan oleh jarak Z0 yang dihitung dari duduk tengah (S0) sampai bidang tertentu. Sounding datum atau Z0 merupakan surutan peta terendah selama dilakukan pekerjaan sounding atau pemeruman. Gambar I. 3. Kedudukan muka surutan peta (Soeprapto, 2001) Terdapat beberapa model hitungan penentuan muka surutan peta. Model secara umum ditentukan dengan persamaan (Soeprapto, 2004 dalam Purwaningsih, 2013): Cd = S0 Z0. (I.12) Perbedaan perhitungan terletak pada penentuan besarnya Z0 tergantung negaranegaranya, yaitu: 1. Negara Perancis: Z0 = 1,2 (M2 + S2 + K2). (I.13) 2. Air rendah pada peta Admiraly Inggris: Z0 = 1,1 (M1 + S2).. (I.14) 3. Air rendah pada peta Amerika Serikat Z0 = M2... (I.15) 4. Menurut definisi Hidrografi Internasional N Z0 = i=i Ai. (I.16) 5. Indian Spring Low Water Z0 = (K1 + O1 + M2 + S2).. (I.17) 6. Menurut Dinas Hidro-oseanografi TNI-AL Z0 = kombinasi sembilan konstanta harmonik utama. (I.18) (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4, dan MS4)

13 Banyaknya model untuk penentuan dan perhitungan muka surutan peta disebabkan karena setiap daerah atau negara mempunyai tipe dan karakteristik pasang surut yang berbeda. Karakteristiknya dapat dipengaruhi oleh posisi geografis wilayah. Penggunaan model perhitungan menyesuaikan dengan sifat daerah tersebut dan kepentingan terkait keselamatan pelayaran. I.8.8. Jenis Datum Pasang Surut Terdapat sebelas jenis datum pasang surut yang dijelaskan pada Tabel I.3. Kedudukan masing-masing datum ini dijelaskan pada gambar I.4. Nilai HAT ditentukan berdasarkan nilai elevasi muka air tertinggi pada data prediksi pasang surut selama 18,6 tahun. Nilai LAT ditentukan berdasarkan nilai elevasi muka air terendah pada data prediksi pasang surut selama 18,6 tahun. Sedangkan nilai datum pasang surut lainnya ditentukan dengan menggunakan rumus (ICSM PCTMSL, 2011). MHWS = Zo + ( M2 +S2 ). (I.19) MHWN = Zo + M2 S2.. (I.20) MLWN = Zo - M2 S2.. (I.21) MLWS = Zo ( M2 + S2 )... (I.22) Tabel I. 3 Jenis datum pasang surut Jenis Datum Pasang Surut HAT (High Astronomical Tide) MHWS (Mean High Water Springs) MHHW (Mean Higher High Water) MLHW (Mean Lower High Water) MHWN (Mean High Water Neaps) MSL (Mean Sea Level) Definisi Permukaan laut tertinggi yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi Tinggi rata-rata pasang tertinggi yang dapat diramalkan pada saat purnama (semi diurnal) Tinggi rata-rata pasang tertinggi, yang dapat diramalkan pada saat purnama (diurnal) Tinggi rata-rata pasang tertinggi, yang dapat diramalkan pada saat perbani (diurnal) Tinggi rata-rata pasang tertinggi, yang dapat diramalkan pada saat perbani (semi diurnal) Tinggi rata-rata muka air laut selama pengamatan

14 Lanjutan Tabel I.3. MLWN (Mean Low Water Neaps) MHLW (Mean Higher Low Water) MLLW (Mean Lower Low Water) MLWS (Mean Low Water Springs) LAT (Lowest Astronomical Tide) Tinggi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada saat perbani (semi diurnal) Tinggi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada saat perbani (diurnal) Tinggi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada saat purnama (diurnal) Tingi rata-rata surut terendah, yang dapat diramalkan pada saat purnama (semi diurnal) Permukaan laut terendah, yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi Gambar I. 4. Kedudukan datum pasang surut (Herdia R., 2016) I.8.9. Transfer Datum Transfer datum adalah salah satu cara untuk mendapatkan nilai muka surutan peta secara tidak langsung dengan melakukan pemindahan datum dari stasiun yang sudah ada ke stasiun yang akan dicari nilai muka surutan peta. Hitungan cara transfer datum dibedakan untuk tipe pasang surut harian ganda (semi diurnal) dan tipe pasang surut harian tunggal (diurnal).

15 I.8.7.1. Transfer datum untuk tipe pasut harian ganda Metode ini menggunakan anggapan bahwa duduk tengah dan perbandingan range pada masing-masing stasiun adalah sama. Untuk hitungannya dibutuhkan data pengamatan empat air rendah atau surut dan tiga air tinggi atau pasang secara berurutan pada stasiun yang akan dicari seperti pada Gambar I.5. Gambar I. 5 Kedudukan tiga air tinggi (b,d,f) dan empat air rendah (a,c,e,g) (Soeprapto, 2001) Gambaran pelaksanaan pengukuran untuk metode transfer datum tipe pasut harian ganda ditunjukkan pada gambar I.6. Untuk mendapatkan nilai muka surutan peta pada stasiun baru maka membutuhkan beberapa nilai dari stasiun lama yaitu tinggi duduk tengah atau MSL selama pengamatan dan MSL sebenarnya, serta nilai range rata-rata hasil pengamatan. Pada stasiun baru juga dicari nilai MSL pengamatan dan range rata-rata hasil pengamatannya. Dari nilai range rata-rata dapat diketahui nilai MHW dan MLW pengamatan. Gambar I. 6 Transfer datum untuk tipe pasut harian ganda (Soeprapto, 2001)

16 Keterangan gambar I.6 : R = range rata-rata (hasil pengamatan) pada stasiun lama r = range rata-rata (hasil pengamatan) pada stasiun baru M = tinggi duduk tengah (hasil pengamatan) di atas muka surutan peta pada stasiun lama m = tinggi duduk tengah (hasil pengamatan) di atas muka surutan peta pada stasiun baru M = tinggi duduk tengah di atas muka surutan peta pada stasiun lama Sd = tinggi sounding datum di atas nol palem pada stasiun baru Dari gambar transfer datum (I.6) terlihat bahwa untuk menghitung sounding datum persamaan yang digunakan adalah: Sd = m (M M) M ( r )... (I.23) R Nilai muka air rendah rata-rata hasil pengamatan (MLW): MLW = (a+3c+3e+g) 8... (I.24) a, c, e, g merupakan pengamatan tinggi dari muka air rendah secara berurutan Nilai muka air tinggi rata-rata (hasil pengamatan) (MHW): MHW = (b+ad+f) 4... (I.25) b, d, f merupakan pengamatan tinggi muka air tinggi secara berurutan nilai range rata-rata (hasil pengamatan): Dengan R untuk stasiun lama dan r untuk stasiun baru R = MHW MLW... (I.26) Nilai permukaan rata-rata hasil pengamatan: M = ½(MHW + MLW).... (I.27) Dari persamaan di atas dapat diketahui nilai sounding datum yang didapat adalah perbandingan selisih harga muka air tinggi rata-rata dengan muka air rendah rata-rata pada kedua stasiun (Soeprapto 2001).

17 I.8.10. Uji Siginfikansi Data Pasang Surut Uji signifikansi menggunakan uji distribusi t-student untuk membandingkan hubungan antara rata-rata populasi data dengan rata-rata sampel berdasarkan jumlah pengukuran lebih dari sampel. Uji ini digunakan untuk membandingkan hasil hitungan dan menjawab hipotesis ( Widjajanti, 2011). Hipotesis diterima jika nilai t hitung lebih kecil dari t tabel. Sebaliknya jika t hitung lebih besar dari t tabel maka hipotesis ditolak. signifikansinya adalah sebagai berikut: Rumus uji t = D δ... (I.28) S D / n Keterangan rumus: t : t hitung D : rata-rata nilai selisih parameter dari kedua data δ : nilai populasi = 0 SD n : nilai simpangan baku selisih parameter dari kedua data : jumlah data I.9. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan oleh Herdia R (2016), diperoleh hipotesis bahwa nilai muka surutan peta Pantai Glagah, Kulonprogo akan mendekati 0,691 meter yang merupakan nilai MLWS (Mean Low Water Spring) dari stasiun acuan yaitu Pantai Sadeng. 2. Konsistensi komponen pasang surut dan nilai chart datum untuk Pantai Glagah dari hasil perhitungan transfer datum tidak berbeda secara signifikan dengan data dari stasiun pengamatan BIG karena data diperoleh dari lokasi yang sama. Faktor yang membedakan nilainya adalah pengukuran transfer datum menggunakan alat palem pasut sedangkan stasiun pengamatan BIG menggunakan sensor. Faktor lainnya adalah rentang waktu pengamatannya berbeda.