23 BAB 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Kandang Hewan Percobaan dan Laboratorium Histopatologi, Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mencit (Mus musculus) sebanyak 36 ekor mencit betina umur 4 minggu, pakan mencit (pellet), air mineral, obat cacing (Albendazole 5%) 10 mg/kg BB, antibiotik (Clavamox ) yang mengandung amoxicillin 25 mg/kg BB, anti protozoa (Flagyl ) yang mengandung metronidazole 30 mg/kg BB, jintan hitam dan kombinasi jintan hitam dengan madu komersial siap pakai. Sedangkan bahan-bahan lainnya yang digunakan untuk pemeliharaan mencit diantaranya detergen dan desinfektan. Bahan-bahan yang digunakan ketika nekropsi adalah larutan BNF (Buffer Neutral Formaline) 10% dan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi adalah parafin, xylol, alkohol absolut, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, Mayer s Haematoxylin, lithium karbonat, dan Eosin, larutan albumin, air hangat dengan suhu 45 º C, asam asetat 1%, aquadest, periodic acid, Schiff reagent, air sulfit, dan air kran mengalir. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandang mencit berupa box plastik beserta penutupnya (kawat yang tepi-tepinya diberi list kayu) hasil modifikasi sebanyak 8 buah, kain perca yang digunakan sebagai alas mencit di dalam kandangnya (Gambar 9), sonde lambung beserta spoit yang digunakan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh mencit, dispenser, botol minuman, sikat yang digunakan untuk membersihkan kain perca dan kandang setiap harinya, sikat botol, penjepit pakaian bayi, tisu, sarung tangan, gunting, pinset, syringe, styrofoam, alummunium foil, pot plastik, tissue cassete, tissue basket, automatic tissue processor, gelas objek, gelas penutup, mikroskop, jarum pentul, inkubator, mikrotom, parafin embedding consale, pulpen, spidol, label, dan buku.
24 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : a. Persiapan Hewan Percobaan Mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah mencit yang berumur 4 minggu sebanyak 36 ekor mencit betina yang dikelompokkan menjadi empat kelompok masing-masing terdiri dari 9 ekor. Kelompok I adalah kelompok mencit sebagai kontrol, kelompok II adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda preventif, kelompok III adalah mencit yang akan diberikan perlakuan habbatussauda kuratif, dan kelompok IV adalah mencit yang akan diberikan perlakuan kombinasi habbatussauda dengan madu siap pakai yang dijual secara komersial. Masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor mencit betina yang dibagi menjadi 2 kandang. Mencit tersebut dimasukkan ke dalam kandang dengan ukuran panjang 34,5 cm, lebar 28 cm, tinggi 12 cm dengan menggunakan alas kain perca dan tutup kandang terbuat dari kawat yang tepi-tepinya diberi list kayu lalu dibentuk menjadi persegi panjang sesuai dengan ukuran kandang mencit (Gambar 9). Mencit diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungan laboratorium dan kandang yang baru selama dua hari. Gambar 9 Kandang mencit untuk pemeliharaan. Setelah dua hari diadaptasikan di dalam kandang, mencit diberi pretreatment yaitu: obat cacing (Albendazole 5%) sebanyak 0,1 ml/ekor dosis tunggal yang diulang tiap 2 minggu dan tiga hari berikutnya mencit tidak diberikan perlakuan apapun kecuali makan dan minum. Perlakuan selanjutnya adalah pemberian
25 antibiotik (Clavamox ) dengan dosis 25 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Antibiotik diberikan pada mencit selama lima hari, dan setelah hari ke-5 mencit mendapatkan perlakuan selanjutnya yaitu pemberian anti protozoa (Flagyl ) dengan dosis 10 mg/kg BB sebanyak 0,1 ml/ekor. Sama seperti antibiotik, penggunaan anti protozoa pun diberikan selama lima hari. Pemberian obat tersebut adalah per-oral (PO). Setelah pemberian anti protozoa selesai, mencit dipelihara seperti biasa sampai mencit diberi perlakuan jintan hitam. Selama pemeliharaan, mencit diberikan pakan sebanyak 5 gram/ekor/hari dan diberi minum ad-libitum pada sore hari. b. Pemberian Jintan Hitam Kelompok mencit yang diberikan perlakuan jintan hitam dibedakan berdasarkan dosisnya. Dosis yang diberikan merupakan dosis yang telah dikonversi dari dosis pemakaian pada manusia. Dalam hal ini mencit bertindak sebagai hewan model. Dosis preventif dan kuratif juga ditentukan menurut jumlah penggunaan yang tertera di dalam etiket produk. Jintan hitam yang digunakan adalah murni hasil ekstraksi dalam bentuk minyak. Sedangkan madu yang digunakan merupakan campuran madu dengan jintan hitam dengan perbandingan 20:1. Pemberian jintan hitam dilakukan per-oral satu hari sekali selama dua bulan pada sore hari. Kelompok I yang merupakan kelompok kontrol yang tidak diberikan jintan hitam, namun kelompok ini diberikan aqua per-oral sebanyak 0,1 ml untuk mengetahui efek handling hewan, sehingga semua mencit mengalami handling yang sama. Kelompok II yang merupakan kelompok perlakuan habbatussauda preventif diberikan jintan hitam dengan dosis 0,1 ml/ekor, kelompok III yang merupakan kelompok perlakuan habbatussauda kuratif diberikan jintan hitam dengan dosis 0,2 ml/ekor, dan kelompok IV yang merupakan kelompok perlakuan yang diberikan kombinasi jintan hitam dengan madu dengan dosis 0,3 ml/ekor.
26 Gambar 10 Cara mencekok mencit dengan menggunakan sonde lambung. c. Nekropsi Nekropsi dilakukan setelah semua perlakuan selesai dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan nekropsi adalah menarik ekor dan menekan leher serta menariknya ke arah anterior (dislokasio atlanto-oksipitalis). Hal ini bertujuan untuk menghentikan jalan nafas mencit (Mus musculus) secara mendadak. Setelah itu mencit diletakkan di atas styrofoam yang telah dilapisi alummunium foil dengan posisi ventro-dorsal dan keempat kakinya difiksasi menggunakan jarum pentul. Mencit mulai dinekropsi dengan melakukan pengguntingan kulit secara vertikal pada linea alba, mulai dari posterior tubuh ke arah anterior tubuh sampai Processus xypoideus. Setelah organ-organ tubuh terlihat, maka dilakukan eksplorasi dan pengambilan organ-organ yang dibutuhkan seperti ovarium dan uterus. Bagian uterus yang diambil yaitu cornua beserta corpus uteri. Selanjutnya bagian tersebut dimasukkan ke dalam pot plastik yang telah berisi larutan BNF 10% serta didiamkan selama 2 hari. d. Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Histopatologi Proses selanjutnya dari penelitian ini adalah pembuatan preparat histopatologi. Uterus yang telah difiksasi dengan larutan BNF 10% dipotong setebal 0,5 cm, dimasukkan ke dalam tissue cassete, dan direndam ke dalam
27 larutan BNF 10% sampai proses selanjutnya. Ovarium diberi perlakuan yang sama dengan uterus, namun ovarium tidak dipotong setebal 0,5 cm karena ukuran ovarium yang terlalu kecil. Proses pemilihan bagian organ yang akan dijadikan preparat histopatologi disebut sebagai trimming. Setelah potongan organ yang telah ditrimming dan direndam kembali di dalam larutan BNF 10%, proses selanjutnya yang dilakukan yaitu dehidrasi dengan cara merendamnya berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I, xylol II, infiltrasi dengan parafin I, dan parafin II. Proses dehidrasi dan infiltrasi berjalan secara otomatis dalam alat Automatic tissue processor. Proses selanjutnya yaitu potongan organ dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair (embedding). Potongan organ harus diatur terlebih dahulu letaknya agar tetap berada di tengah blok parafin. Proses berikutnya setelah terbentuk blok parafin yaitu pemotongan jaringan setebal 5 µm dengan menggunakan mikrotom. Hasil pemotongan yang berbentuk pita (ribbon), diletakkan di atas permukaan air hangat dengan suhu 45 ºC, tujuannya untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulas dengan larutan albumin. Larutan ini berfungsi sebagai perekat. Selanjutnya sediaan dikeringkan di dalam inkubator dengan suhu 60 ºC selama satu malam. Sediaan yang telah dikeringkan selama satu malam dimasukkan ke dalam xylol untuk dideparafinisasi sebanyak dua kali, lalu dilanjutkan dengan proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 70%, masing-masing selama 2 menit. Sediaan yang telah direhidrasi selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Sediaan yang telah kering diwarnai dengan pewarnaan Mayer s Hematoksilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15 sampai 30 detik, dibilas dengan air, dan diwarnai dengan pewarnaan Eosin selama 2 menit. Sediaan selanjutnya dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebihan, lalu dikeringkan. Sediaan dicelupkan ke dalam alkohol berturut-turut mulai dari alkohol 90% sebanyak sepuluh kali, alkohol absolut I sebanyak sepuluh kali, alkohol
28 absolut II selama 2 menit, xylol I selama 1 menit, xylol II selama 2 menit. Sediaan ditetesi perekat permount, ditutup dengan cover glass, dan dibiarkan kering. Preparat dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin siap untuk diamati setelah perekat kering. Pembuatan preparat dengan pewarnaan Periodic-Acid-Schiff (PAS), setelah mengalami proses deparafinisasi, sediaan dicelupkan ke dalam asam asetat 1% selama 5 menit, aquadest selama 5 menit, dioksidasi ke dalam periodic acid 1% selama 5 menit, dan dibilas dengan aquadest sebanyak tiga kali. Sediaan kemudian dimasukkan ke dalam Schiff reagent kira-kira 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak tiga kali masing-masing pembilasan dilakukan selama 2 menit, dibilas dengan air kran mengalir selama 10-15 menit, dan dibilas dengan aquadest. Selanjutnya sediaan didehidrasi sampai dengan xylol dan ditutup dengan menggunakan gelas penutup serta telah ditetesi perekat permount. Setelah kering, preparat dengan pewarnaan PAS siap untuk diamati di bawah mikroskop. e. Pengamatan Preparat Histopatologi Pembacaan preparat histopatologi (HP) diawali dengan pemotretan menggunakan digital electronic eyepiece camera dengan pembesaran objektif 20x untuk mengamati jumlah kelenjar uterus. Pembesaran objektif 40x untuk mengamati re-epitelisasi permukaan uterus, jumlah sel Goblet, jenis-jenis folikel ovarium dan luas folikel tersier yang berasal dari salah satu ovarium. Regenerasi epitel uterus dihitung dengan mengukur panjang mukosa yang mengalami proliferasi dibandingkan dengan panjang mukosa uterus dalam satu lapang pandang, lalu hasilnya disajikan dalam bentuk persentase. Pembesaran objektif yang digunakan untuk mengamati luas ovarium serta jumlah korpus luteum yaitu sebesar 4x. Seluruh paramater yang diamati dihitung dengan menggunakan program Image J versi 1.4.3.67 produksi Broken Symmetry Software dan penghitungan jumlah-jumlah folikel dikonversikan pada luasan lapang pandang 0,6 mm 2. Pengukuran terhadap luas ovarium dan folikel tersier dilakukan dengan menggunakan salah satu tools yang terdapat dalam program Image J.
29 f. Analisis Data Data pengamatan histopatologi terhadap regenerasi epitel permukaan uterus, jumlah kelenjar uterus, jumlah sel Goblet, jenis-jenis folikel ovarium, dan luas permukaan ovarium dicari rataan serta simpangan bakunya secara statistik dengan menggunakan Uji Sidik Ragam (ANOVA) dalam program SPSS versi 16 produksi SPSS Inc. yang dilanjutkan dengan Uji Wilayah Duncan untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol negatif.