BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

BAB II GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II GEOLOGI REGIONAL

termineralisasi dan tanah, akan tetapi tidak semua unsur dibahas dalam makalah ini karena tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

BAB V SINTESIS GEOLOGI

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN. dengan metode peninjauan U-Pb SHRIMP. Smyth dkk., (2005) menyatakan dari

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR. Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto. Sari

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Morfologi Daerah penelitian memiliki elevasi ketinggian antara 180 sampai 300 meter diatas permukaan air laut terletak di Desa Sumberboto, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa timur. Geomorfologi daerah penelitian secara umum tersusun atas perbukitan vulkanik dicirikan oleh pola kontur yang rapat dan terjal, tersusun oleh litologi yang resisten. Pola aliran sungai di daerah penelitian adalah rektangular yang dikontrol oleh pengaruh struktur dan jenis litologi yang relatif resisten ditunjukkan dengan percabangan sungai pada Kali Kuning dan Kali Putih yang hampir membentuk sudut 90 o (Gambar 3.1). PETA TOPOGRAFI Kontur Sungai Titik pengukran Jalan Aspal Jalan Setapak BWS H01 MJEI-S1 Gambar 3.1 Peta topografi daerah penelitian (PSDG, 2010). 3.2 Struktur Daerah Penelitian Daerah penelitian berada di Jawa timur yang erat kaitan dengan zona akresi yang dibentuk oleh lempeng Indo-Australia dan diyakini bidang kompresi berarah utara-selatan secara regional (JICA, 2004). Berdasarkan data kelurusan yang ditarik menggunakan SRTM (Shuttle Radar Topography Mission), pada daerah penelitian disimpulkan pola kelurusan 14

yang dominan yaitu kelurusan yang berarah barat laut-tenggara (Gambar 3.2). Pola kelurusan dominan memiliki arah yang sama dengan arah struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian, sehingga pola kelurusan dominan ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi struktur sesar-sesar geser sepanjang Kali Putih dan Kali Kuning. Sesar juga memotong batugamping Formasi Wonosari. Sesar ini kemungkinan hadir sebagai reaktivasi. (a) (b) Gambar 3.2 (a) Pola kelurusan (merah) di daerah penelitian. (b) Arah dominan kelurusan pada diagram bunga. Sesar tersebut diduga mengontrol penyebaran pemineralan logam mulia dan logam dasar. Salah satu buktinya adalah zona patahan di Kali Putih (Gambar 3.3). Fragmen tuf berwarna berwarna abu-abu kehijauan berukuran kerikil sampai bongkah dengan matriks tuf. Pada zona ini tuf mengalami kaolinisasi yang kuat. Gambar 3.3 Zona patahan pada Kali Putih. (PSDG, 2010). 15

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian Berdasarkan peta geologi Sumberboto (PSDG, 2010), daerah penelitian dilingkupi oleh satuan batuan yaitu Satuan Tuf dan Satuan Batugamping (Gambar 3.6). Satuan Tuf merupakan satuan tertua yang dapat disetarakan dengan Formasi Mandalika yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Berdasarkan analisis inti bor sumur BWS-H1, pada satuan ini terdapat adanya sisipan batugamping wackestone foraminifera planktonik (LAMPIRAN F dan LAMPIRAN G). (a) Gambar 3.4 (a) Singkapan tuf pada Kali Putih (b) Singkapan tuf pada Kali Kuning (PSDG, 2010). (b) Satuan Tuf (Gambar 3.4) dicirikan dengan litologi berwarna abu-abu, abu-abu kehijauan sampai coklat, berukuran pasir sangat halus, komposisi dominan andesitik dengan sedikit singkapan dasitik (PSDG, 2010). Sebagian besar tuf mengandung mineral ubahan klorit dan kaolin serta mengalami silisifikasi lemah pada bagian tengah dan utara daerah penelitian sepanjang singkapan pada Kali Putih dan Kali Kuning. Gambar 3.5 Singkapan batugamping (PSDG, 2010). 16

Gambar 3.6 Peta Geologi dan Alterasi Daerah Sweden Utara-Sumberboto, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa timur ( dimodifikasi dari PSDG, 2010). 17

Satuan Batugamping melingkupi bagian selatan dari daerah penelitian (Gambar 3.5). Satuan batugamping ini disetarakan dengan Formasi Wonosari yang berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Satuan batugamping diendapkan tidak selaras diatas Satuan Tuf. Satuan ini memiliki ciri-ciri litologi dengan warna putih kecoklatan, mengandung fragmen fosil (Gambar 3.5). Satuan Batugamping tidak mengalami alterasi hidrotermal. 3.4 Sejarah Geologi Pada cekungan di dalam gunungapi (Gambar 3.7) dapat terjadi berbagai proses geologi berupa proses sedimentasi, aktivitas tektonik, magmatisme, dan volkanisme aktif, dan melibatkan berbagai kondisi lingkungan pengendapan, terutama mulai dari laut dangkal sampai darat. Proses perulangan ini erat kaitan dengan mekanisme proses erupsi letusan dan lelehan suatu gunungapi. Secara volkanologis, Formasi Mandalika menunjukan ciri-ciri fase pembangunan suatu tubuh gunungapi komposit yang dicirikan oleh adanya perulangan pengendapan produk erupsi lelehan dan letusan gunungapi (Abdisalam dkk., 2009). Gambar 3.7 Sedimentasi dalam cekungan di dalam busur gunungapi (Bronto, 2006). Dalam pengamatan sumur BWS-H01, batuan piroklastik tuf dan andesit diendapkan secara berselang-seling. Andesit hadir sebagai lava, dikarenakan adanya efek bakar salah satu sisi dengan batas batugamping yang teramati pada sumur BWS-H01. Batugamping wackestone foraminifera planktonik hadir menyisip pada lava andesit dengan tebal 3-10 m (Lampiran F). Kemungkinan sisipan batugamping wackestone foraminifera planktonik muncul akibat adanya aktivitas gunungapi yang terhenti,sehingga terdapat kondisi tektonik yang stabil untuk tumbuhnya batugamping. Pertumbuhan batugamping terhenti akibat adanya kegiatan volkanisme. Penyebaran batugamping, pada Formasi Mandalika tidak tersingkap pada peta regional lembar Blitar, tetapi secara luas pada Daerah Ponorogo (Sampurno dan Samodra, 1997). Batuan vulkaniklastik disetarakan dengan Formasi Mandalika yang berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal dengan lingkungan pengendapan laut-darat. 18

Pada kala Miosen Awal terjadi proses tektonik di daerah penelitian yang menyebabkan terjadinya perlipatan, pengangkatan dan sesar berarah timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara yang diikuti dengan terbentuknya terobosan intrusi diorit serta terjadinya proses ubahan hidrotermal. Kemudian daerah penelitian mengalami erosi. Pada Miosen Awal- Miosen Tengah terjadi genang laut, sehingga diendapkan batugamping klastik Formasi Wonosari secara tidak selaras. 3.5 Mineralisasi Pada daerah penelitian terdapat urat-urat halus kuarsa dengan arah utara selatan dan baratlaut - tenggara disertai dengan mineral krisokola (Gambar 3.8), malakit pada batuan terubah dalam zona argilik (kaolinit). Conto batuan tersilisifikasi lemah yang diambil dari Kali Putih memiliki kadar Cu 2,767 %, Hg 2,081-2,555 ppm, dan Au 4,950 ppb (PSDG, 2010). Konsentrat dulang dari hilir Kali Putih ditemukan adanya butiran kalkopirit. Daerah Kali Putih dan sekitarnya mengalami ubahan argilik-serisit yang dipotong sesar dengan arah timurlaut -baratdaya (JICA, 2004). Penelitian sebelumnya menduga tipe mineralisasi daerah penelitian berupa endapan epitemal dengan indikasi Porfiri tembaga dengan ditemukannya molybdenit dan magnetit pada sumur MJEI-S1 (JICA, 2004). krisokola Gambar 3.8 Krisokola yang teramati didalam batuan tuf di Kali Kuning dengan kandungan Cu 6,27 ppm (PSDG, 2010). 19