PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39%, dan 2% dari seluruh rakyat Indonesia memperoleh sumber kalori dari kedelai. Kedelai juga telah menjadi bagian makanan sehari hari bangsa Indonesia selama lebih dari 200 tahun dengan berbagai teknik pengolahan yang semakin meningkat dan diakui bernilai gizi tinggi oleh dunia internasional. Kedelai dapat sebagai sumber makanan ternak dan bahan baku suatu industri yang dapat diolah menjadi minyak makan, dan susu kedelai (Lamina, 1989). Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam (Andrianto, 2004). Produksi kedelai Sumatera Utara tahun 2010 (Angka sementara) sebesar 9.439 ton, turun sebesar 4.767 ton atau 33,55 % dibandingkan produksi pada tahun 2009 sebesar 14.206 ton. Penurunan produksi kedelai disebabkan penurunan luas panen dari 11.494 hektar menjadi 7.803 hektar atau sebesar 32,11 %. Untuk produksi mengalami kenaikan sebesar 3,94 % (http://sumut.bps.go.id, 2011).
Selain itu, di lapangan juga sering didapati polong yang tidak sempurna. Banyaknya polong dan biji/polong terbentuk ditentukan oleh faktor pembungaan dan lingkungan yang mendukung pada saat pengisian polong. Gangguan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong (Soemaatmadja, 1993). Salah satu upaya yang dilakukan agar produksi kedelai tetap tinggi adalah melakukan rekayasa pada tanaman kedelai hingga menghasilkan varietas kedelai unggul. Di Indonesia misalnya, upaya pemulian tanaman dilakukan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) hingga melahirkan varietas baru yang dapat dikembangkan menjadi tanaman unggul (http://warintek.ristek go.id,2010). Penggunaan benih bermutu merupakan kunci sukses pertama dalam usaha tani kedelai. Syarat benih bermutu adalah murni dan diketahui nama varietasnya, memiliki daya tumbuh yang tinggi (>85%) dan vigor baik (Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian Malang, 2007). Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi terjadi pada frekwensi yang rendah di alam, biasanya lebih rendah dari 1: 10.000 individu. (Rici,2009). Teknik mutasi dalam bidang pemuliaan tanaman dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memungkinkan pemulia melakukan seleksi karakter tanaman sesuai dengan tujuan perlakuan bahan mutagen tertentu terhadap organ reproduksi tanaman. Apabila proses mutasi alami terjadi secara sangat lambat maka percepatan frekuensi dan spektrum mutasi tanaman dapat diinduksi denganperlakuan bahan mutagen tertentu. Pada umumnya bahan mutagen bersifat
radioakktif dan memiliki energi tinggi yang berasal dari hasil reaksi nuklir (http://www.infonuklir.com,2008). Tujuan mutasi adalah untuk memperbesar variasi suatu tanaman yang di mutasi. Hal ini ditunjukkan misalnya oleh variasi kandungan gizi atau morfologi dan penampilan tanaman. Semakin besar variasi, seorang pemulia atau orang yang bekerja merakit kultifar unggul, semakin besar peluang untuk memilih tanaman yang di kehendaki. Melalui tehnik peyinaran (radiasi) dapat menghasilkan mutan atau tanaman yang mengalami mutasi dengan sifat-sifat yang diharapkan setelah melakukan serangkaian pengujian, seleksi dan sertifikasi benih pada tanaman (Mugiono, 2001). Dari hasil pengamatan tinggi tanaman populasi M 1 (30,47 cm 37,88 cm) dan populasi M 2 (34,69 cm 36,79 cm), berbeda nyata dengan hasil pengamatan populasi M 3 (42,83 cm 46,50 cm) dan populasi M4 (45,57 cm 49,11cm). Dari hasil pengamatan jumlah polong berisi populasi M 1 (27,65 polong 38,05 polong) dan populasi M 3 (31,40 polong 35,37 polong), berbeda dengan hasil pengamatan populasi M 2 (51,75 polong 57,75 polong) dan populasi M4 (53,80 polong 60,73 polong). Dari hasil pengamatan umur berbunga populasi M 2 (32,33 hari 33,33 hari) tidak berbeda dengan hasil pengamatan populasi M 4 (31 hari ) tetapi berbeda dengan hasil pengamatan M 3 35 hari 42 hari ). Dari hasil pengamatan umur panen populasi M 2 (113,5 hari 116 hari) sangat berbeda dengan hasil pengamatan populasi M 3 (92 hari 96 hari) dan populasi M 4 (88 hari). Dari hasil pengamatan berat 100 biji populasi M 2 (12,47 g 13,15 g) tidak berbeda dengan hasil pengamatan populasi M 3 (13,38 g 14,69 g) tetapi sangat berbeda dengan hasil pengamatan populasi M 4 (15, 70 g 16,72 g) (Eka, 2010).
Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan yang mengakibatkan timbulnya perbedaan fenotipik pada setiap tanaman, dan dari penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung nilai yang dapat menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya. Berasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui kelanjutan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tanaman kedelai yang diradiasi. Tujuan Jangka Panjang Untuk mendapatkan varietas kedelai yang berproduksi tinggi. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui karakter morfologis, produksi dan kandungan lemak mutan kedelai pada generasi M 6 hasil radiasi sinar gamma. Hipotesis Penelitian Adanya perubahan karakter morfologis, produksi dan kandungan lemak mutan kedelai pada generasi M 6 hasil radiasi sinar gamma dibandingkan kedelai normal ( tanpa radiasi ).
Kegunaan Penelitian Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak yang memerlukan.