HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TUMBUH KEMBANG DENGAN PERKEMBANGAN BALITA USIA 0-3 ABSTRAK Anton Surya Prasetya Akedemi Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung Email : anton@pancabhakti.ac.id Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain di selenggarakan upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin. Perkembangan pada anak dapat diperiksa dengan cara melakukan DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang) untuk melihat adanya kelambatan perkembangan anak secara dini. Cakupan DDTK di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2012 hanya mencapai 40.211 balita (61,4%) yang masih jauh dari target standar pelayanan minimal bidang kesehatan anak yaitu 90%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita usia 0-3 tahun. Penelitian ini bersifat deskriptif korelasi dengan pendekatan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu dan balitanya berjumlah 50 responden dan di ambil dengan tehnik total sampling. Analisis data di lakukan dengan uji chi square pada taraf kepercayaan 95% dan di dapatkan ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita (p value = 0,01< 0.05 dengan OR= 8,67). Rekomendasi bagi petugas kesehatan di Puskesmas diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai tumbuh kembang karena berdampak kepada kesehatan mental. Kata Kunci : Pengetahuan, Pertumbuhan, Perkembangan Balita ABSTRACT Development of health as part of the effort to build a whole person, among others, in carrying out child health efforts made as early as possible. Child development can be examined by performing DDTK (Early Detection of Growth Flower) to see early child development slowness. DDTK coverage in Tanggamus District in 2012 only reached 40,211 under five (61,4%) which is still far from target of minimum service standard of child health sector that is 90%. This study aims to determine the relationship of mother's nowledgeabout growth with development of toddlers aged 0-3 years.this research is descriptive correlation with cross sectional research approach. The population of this research is all mother and balitanya amounted to 50 respondents and taken with total sampling technique. Data analysis was done by chi square test at 95% confidence level and in getting there is relation between mother knowledge about growth with development of toddler (p value = 0,01 <0.05 with OR = 8,67). Recommendations for health workers at the Puskesmas are expected to provide counseling about growth and development because it affects mental health. Keywords:Knowledge,Growth,Toddler,Development 41
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakannya upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu dilakukan sebelum dan semasa hamil hingga melahirkan, ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir dengan selamat. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih dalam kandungan sampai 5 tahun pertama kehidupannya ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun social serta memiliki inteligensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi. Oleh karena masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini berlangsung sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa balita disebut sebagai masa keemasan (golden period), jendela kesempatan (window of opportunity) dan masa kritis (critical Period). (Kemenkes RI, 2012). Menurut UNICEF hampir 200 juta anak di negara-negara miskin memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat karena gizi kurang. Selain itu laporan dari WHO kematian pada anak di bawah umur lima tahun tercatat sebanyak 49%, akibat gizi buruk yang terjadi di negara berkembang. Kasus kekurangan gizi sebanyak 50% di Asia, di Afrika sebanyak 30% dan 20% terjadi pada anak-anak di Amerika latin. Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu 10% dari jumlah penduduk, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh 42
kembang. Selain hal-hal tersebut berbagai faktor lingkungan yang dapat mengganggu tumbuh kembang anak juga perlu dieliminasi.(kemenkes RI, 2012). Salah satu gangguan pada perkembangan adalah gangguan motorik, contohnya, gangguan perkembangan koordinasi motorik (development coordination disorder/dcd). DCD diketahui diderita 1 dari 20 anak usia sekolah. Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya gangguan ini mengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang sangat berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya. Manifestasinya berupa perkembangan motorik anak sejak bayi hingga usia tertentu terlambat, misalnya duduk, tengkurap, merangkak, berlari. Kemampuan olahraga anak juga kurang. Anak lebih sulit mengatur keseimbangan setelah melakukan gerakan dan keseimbangan saat berdiri (Kompas online, 2013). Gangguan perkembangan pada anak dapat disebabkan oleh perilaku gizi yang kurang baik. Provinsi Lampung memiliki karakteristik masalah status gizi balita meliputi gizi buruk sebesar 3,5%, gizi kurang sebesar 10,0%, gizi baik sebesar 79,8 %, dan gizi lebih sebesar 6,8% (Riskesdas, 2010). Anak yang mengalami kekurangan gizi kemungkinan akan mengalami penyakit infeksi dan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak. Apabila deteksi tumbuh kembang anak terlambat dilakukan, maka gangguan atau penyimpangan tumbuh kembang anak akan terlambat diketahui sehingga sulit dilakukan intervensi. Petugas kesehatan pun akan sulit melakukan penanganan dan rencana yang tepat. Hal ini akan mengakibatkan kecacatan yang menetap atau tumbuh kembang yang kurang optimal. Posyandu merupakan tempat kegiatan terpadu KB-kesehatan dalam tingkat desa. Program ini di laksanakan sejak tahun 1984, pada saat ini telah tercatat sebanyak 343.783 posyandu dengan jumlah kader aktif sebanyak 1.078.208 orang yang tersebar di 52.000 desa di Indonesia (Depkes Jakarta, 2009). Meskipun 90% Desa tersedia Posyandu, hanya 40% balita Indonesia menyatakan di bawa ke posyandu. (ITB 2008) Melakukan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita artinya melakukan tindakan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak untuk memperbaiki penyimpangan tumbuh kembang pada 43
seorang anak agar tumbuh kembangnya kembali normal atau penyimpangannya tidak semakin berat. Apabila balita perlu di rujuk, maka rujukan juga harus di lakukan sedini mungkin sesuai dengan indikasi. (Kemenkes RI, 2012) 2009 meningkat kembali menjadi 36,91%. Untuk kota Bandar Lampung, jumlah anak balita yang telah dideteksi tumbuh kembangnya adalah 21.931 dari 143.811 (15,25%) (Profil Kesehatan Provinsi Lampung) Pengetahuan ibu mengenai tumbuh kembang sangat penting bagi proses perkembangan anak secara keseluruhan karena ibu dapat segera mengenali kelebihan proses perkembangan anaknya dan sedini mungkin memberikan stimulasi pada tumbuh kembang anak yang menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial. Seorang ibu harus memahami tahap-tahap perkembangan anak agar anak bisa tumbuh kembang secara optimal yaitu dengan memberi anak stimulasi, berperan penting untuk mengetahui perkembangan anak sehingga dengan cepat dilakukan intervensi dan rujukan dini perkembangan tumbuh kembang anak bila ditemukan penyimpangan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita di Provinsi Lampung pada tahun 2009 cenderung naik turun dan belum mencapai target, tahun 2007 sebesar 41,99%, tahun 2008 menurun menjadi 26,83% dan tahun Kabupaten Tanggamus merupakan daerah yang kondisi geografinya bervariasi. Sebagian daerahnya terletak di pesisir pantai dan pegunungan. Sasaran balita di Kabupaten Tanggamus sebanyak 65.480 anak. Pada tahun 2011 cakupan DDTK di Kabupaten Tanggamus mencapai 35.729 balita (54,5%), kemudian pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 40.211 anak (61,4%). Meskipun cakupan DDTK di Kabupaten Tanggamus mengalami kenaikan, namun cakupan ini masih kurang dari target standar pelayanan minimal bidang kesehatan anak yaitu 90% (Profil Kesehatan Tanggamus, 2011). Di Kecamatan Kotaagung sendiri, sasaran balita mencapai 3.724 balita dan hanya 1.369 balita yang dilakukan pemeriksaan deteksi dini tumbuh kembang. Berdasarkan hasil evaluasi seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, rendahnya cakupan DDTK ini salah satunya disebabkan karena kurangnya 44
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pendeteksian dini tumbuh kembang anak balita, sedangkan dalam bidang pendidikan kemampuan baca tulis penduduk tercermin dari angka melek huruf yakni persentase pada umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin. Berdasarkan data provinsi Lampung angka melek huruf Tanggamus adalah 90,6%. dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010, hal.37). Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita usia 0-3 tahun. Cakupan DDTK di wilayah kerja Puskesmas Kotaagung pada tahun 2011 sebanyak 42% dan mengalami penurunan pada tahun 2012 yaitu hanya mencapai 28,6% (Laporan Puskesmas Kotaagung). Dari hasil deteksi dini yang meragukan dan tidak normal di temukan pada usia balita 0-3 tahun. Adanya kejadian gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak di kelurahan Baros diduga karena pengetahuan ibu yang kurang mengenai Tumbuh Kembang anak, sehingga ibu tidak dapat menemukan adanya penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan pada anak. METODOLOGI Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif korelasi dengan rangcangan Cross Sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes dan observasi dengan kuesioner dan KPSP. Kuesioner peneliti gunakan untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan ibu tentang Tumbuh Kembang. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) merupakan salah satu alat pemeriksaan perkembangan anak untuk melihat ada tidaknya penyimpangan pada perkembangan anak. KPSP yang digunakan yaitu KPSP menurut umur. HASIL 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Balita Di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang tumbuh kembang balita dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : 45
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Balita Di Posyandu Anggrek Kel. Baros Tahun 2012 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 50 responden terdapat 28 orang (56,00%) dengan pengetahuan kurang. Distribusi frekuensi perkembangan balita dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Perkembangan Balita Usia 0 3 Tahun Di Posyandu Pengetahuan Frekuensi Presentase (%) Kurang Baik 28 22 56,00 44,00 Jumlah 50 100 Pengetahuan Perkembangan Balita Ada Penyimpangan Tidak Ada Penyimpangan Jumlah Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 Kurang Baik 2. Distribusi Frekuensi Perkembangan Balita Usia 0 3 Tahun Di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 Perkembangan Balita Ada Penyimpangan TidakAda Penyimpangan 13 (46,43%) 2 (9,09%) Frekuensi 15 35 15 (53,57%) 20 (90,01%) Jumlah 15 (30,00%) 35 (70,00) p value = 0,01 OR = 8,67 Presentase 30,00 70,00 Jumlah 50 100 (%) 28 (100) 22 (100) 50 (100) α = 0,05 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 50 balita terdapat 35 balita (70,00%) dengan perkembangan yang Tidak ada penyimpangan. 3. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Perkembangan Balita Usia 0 3 Tahun Di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 Tabel 5.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Perkembangan Balita Usia 0 3 Tahun Di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa pengetahuan ibu yang kurang lebih banyak pada perkembangan balita yang tidak ada penyimpangan daripada yang ada penyimpangan. Kategori pengetahuan kurang dengan perkembangan balita yang tidak ada penyimpangan sebanyak 15 orang 46
(53,57%) dan kategori pengetahuan kurang dengan perkembangan balita yang ada penyimpangan sebanyak 13 orang (46,43%). Sedangkan kategori pengetahuan baik dengan perkembangan balita yang tidak ada penyimpangan sebanyak 20 orang (90,01%) dan responden kategori pengetahuan baik dengan perkembangan balita yang ada penyimpangan sebanyak 2 orang (9,09%). Keadaan ini menunjukan bahwa responden dengan kategori pengetahuan baik lebih banyak pada perkembangan balita yang tidak ada penyimpangan daripada perkembangan balita yang ada penyimpangan. Diperoleh nilai p value sebesar 0,01 dan kurang dari nilai alfa α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita dalam penelitian ini atau terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sementara itu nilai Odds Ratio (OR) diperoleh hasil OR = 8,67 Confidence Interval (CI) 95% = 1,69 44,34. Keadaan ini dapat diinterpretasikan bahwa ibu dengan pengetahuan yang kurang tentang pertumbuhan dan perkembangan balita mempunyai resiko 8,67 kali lebih besar untuk mengalami perkembangan balita yang ada penyimpangan dibandingkan ibu dengan pengetahuan baik. PEMBAHASAN 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 didapatkan bahwa pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan kategori pengetahuan kurang sebanyak 28 orang (56,00%) lebih banyak bila dibandingkan dengan responden pengetahuan baik yaitu sebanyak 22 orang (44,00%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2009), pada penelitiannya menyatakan bahwa distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang perkembangan motorik kasar lebih banyak pada pengetahuan kurang daripada pengetahuan baik. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012), pada penelitiannya menyatakan bahwa distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang pertumbuhan dan perkembangan motorik halus lebih banyak pada kategori pengetahuan kurang. 47
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami suatu gejala dan memecahkan masalah. Pengetahuan dapat diperoleh melaui pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Demikian juga pengetahuan kesehatan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Menurut peneliti banyaknya responden dengan pengetahuan yang kurang dalam penelitian ini dimungkinkan karena kurangnya keingintahuan dan informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan balita pada masyarakat. Informasi tentang tumbuh kembang 90% didapatkan hanya pada saat posyandu, fakta yang di dapatkan hasil cakupan kegiatan deteksi dini tumbuh kembang pada balita di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros cakupannya masih rendah yaitu dari 50 sasaran balita pada tahun 2010 hanya 32 % dan tahun 2011 hanya 40 % yang mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu Pendidikan penduduk sebagian besar penduduknya hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) atau sederajat sebesar 53,5%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat sebesar 24,2%, Sekolah Menengah Umum (SMU) atau sederajat sebesar 14,9% dan sisanya berpendidikan perguruan tinggi sebesar 7,4%. Sehingga cenderung membuat masyarakat atau individu tersebut susah dalam mendapatkan informasi tentang tumbuh kembang, baik dari orang lain maupun media masa. Oleh karena itu di harapkan setiap individu atau masyarakat harus lebih meningkatkan hubungan sosial, manusia akan saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lain dan terpapar informasi, sehingga informasi tersebut dapat dipahami dan dimengerti oleh masyarakat. Pengetahuan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman, faktor-faktor luar orang tersebut atau faktor lingkungan, baik fisik maupun non fisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini oleh seseorang sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan pada akhirnya terjadi perwujudan niat berupa perilaku. 48
2.Distribusi Frekuensi Tentang Perkembangan Balita Berdasarkan hasil penelitian pada distribusi frekuensi perkembangan balita usia 0-3 tahun di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Tahun 2012 di dapatkan dari 50 balita terdapat perkembangan balita usia 0 3 tahun yang tidak ada penyimpangan sebanyak 35 balita (70,00%) lebih banyak dibandingkan dengan perkembangan balita yang ada penyimpangan yaitu sebanyak 15 balita (30,00%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rini (2009), pada analisa univariatnya menyatakan bahwa distribusi frekuensi perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 4 sampai 5 tahun lebih banyak pada katagori normal daripada yang tidak normal. Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Rohmilia Kusuma (2012), menyatakan bahwa distribusi frekuensi pertumbuhan dan perkembangan motorik halus lebih banyak pada katagori normal. Menurut Kemenkes RI (2012), Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan fungsi saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi. Semua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Jumlah balita dengan perkembangan yang tidak ada penyimpangan lebih banyak daripada yang ada penyimpangan, namun hasil ini secara cakupan program menunjukkan angka yang cukup berarti dan merupakan suatu masalah yang harus mendapatkan perhatian. Fakta yang di dapatkan setelah di lakukan penelitian pada perkembangan balita yang ada penyimpangan disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu yaitu dari 50 responden sebanyak 28 orang 56% yang berpengetahuan kurang lebih banyak dari pengetahuan ibu yang baik sebanyak 22 orang 44% sehingga ini menyebabkan perilaku gizi yang kurang baik, karena anak yang mengalami kekurangan gizi kemungkinan akan mengalami penyakit infeksi dan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak. Selain itu rendahnya informasi yang didapatkan oleh ibu tentang tumbuh kembang membuat ibu tidak memahami tentang tahap-tahap perkembangan anak secara optimal 49
akibatnya ibu tidak memberikan stimulasi sedini mungkin pada tumbuh kembang anak yang menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial. Apabila deteksi tumbuh kembang anak terlambat dilakukan, gangguan atau penyimpangan tumbuh kembang anak akan terlambat diketahui sehingga sulit dilakukan intervensi. Intervensi berupa stimulasi tumbuh kembang harus segera dilakukan jika anak mengalami kelainan. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga memiliki waktu dalam membuat intervensi dan rencana yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu atau keluarga. Untuk menjamin ketepatan dan keakuratan penilaian harus dilakukan dengan diteliti dan rinci. 3. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang dengan Perkembangan Balita Usia 0 3 Tahun 2012 Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita usia 0-3 tahun di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Kecamatan Kotaagung. Berdasarkan analisa bivariat didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang dengan perkembangan balita, dengan uji statistik diperoleh nilai p value 0,01. Sementara hasil perhitungan Odds Ratio didapat hasil OR = 8,67 pada Confidence Interval (CI) 95% = 1,69 44,34. Keadaan ini dapat diinterpretasikan bahwa ibu dengan pengetahuan yang kurang berpeluang 8,67 kali lebih besar untuk mengalami perkembangan balita yang ada penyimpangan dibandingkan ibu dengan pengetahuan yang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2009), dengan judul Hubungan pengetahuan ibu tentang perkembangan anak dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Pada kesimpulannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 4 sampai 5 tahun dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,03. Disamping itu penelitian itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohmilia Kusuma (2011), dengan judul penelitian Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang anak dengan 50
perkembangan motorik halus balita. Pada analisanya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang pertumbuhan dan perkembangan anak dengan perkembangan motorik halus pada balita di wilayah kerja Puskesmas Penumping Surakarta. Menurut Sunaryo (2004), pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai kontruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah suatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya. Menurut Kania (2009), pada umumnya setiap anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Disamping kedua faktor tersebut, faktor lain yang ikut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor pralahir, faktor pada saat lahir dan faktor pascalahir. Menurut peneliti pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita erat kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat, dimana mayoritas tingkat pendidikan masyarakat masih reletif rendah. Sesuai dengan pendapat Sunaryo (2004), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian didalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media masa. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan 51
dimana seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Menurut peneliti pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita erat kaitannya dengan minimnya penerimaan informasi pada masyarakat tentang pertumbuhan dan perkembangan balita tersebut. Informasi merupakan bagian dari media komunikasi dan berperan sebagai media pengetahuan publik. Media komunikasi mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan, mendefinisikan isu-isu, memberi referensi umum dan dapat mengalokasikan perhatian masyarakat mengenai suatu hal. Biasanya media komunikasi akan membuat suatu iklan sebagai penyampai sumber informasi. Selain itu mereka juga membawa pesan yang berisikan sugesti sehingga nantinya akan mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap seseorang. Pesan-pesan afektif yang cukup kuat akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu sehingga akan terbentuknya arah sikap tertentu. Menurut peneliti adanya pertumbuhan dan perkembangan balita yang ada penyimpangan di Posyandu Anggrek Kelurahan Baros Kecamatan Kota Agung Pusat disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengertian masyarakat terutama ibu-ibu tentang pertumbuhan dan perkembangan balita. Banyak orang tua yang tidak perduli dan kurang memperhatikan status perkembangan balitanya. pertumbuhan dan Keadaan ini tentunya akan berdampak pada keterlambatan pendeteksian kelainan yang dialami oleh balita tersebut, sehingga intervensi untuk mengatasi kelainankelainan tumbuh kembang balita akan sulit diatasi KEPUSTAKAAN Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Baliwati, dkk. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Cahyani. (2009). Hubungan pengetahuan ibu dengan tentang simulasi dengan perkembangan motorik kasar anak usia 3-5 tahun di Boyolali. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Chamidah. (2009). Deteksi dini gangguan dan pertumbuhan dan kesehatan anak. Jurnal Kesehatan. Kemenkes RI. (2012). Pedoman Pelaksanaan Simulasi, Deteksi, dan 52
Intervensi Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta. Kania. (2009). Upaya peningkatan kualitas tumbuh kembang anak. Jurnal Kesehatan, Bandung. Kompas online. (2012). Gangguan Motorik pada Anak. diakses di http/.kompas.com pada tanggal 8 Maret 2012. Laporan Puskesmas Kotaagung tahun (2012) Lestraningtyas. (2004). Kesesuaian pemeriksaan refleks-refleks primitif dan tes munchen untuk penilaian perkembangan motorik bayi. Tesis. FK Universitas Diponegoro Semarang. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Pertama. Jakarta : Rineka Cipta. Suhardjo. (2003). Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara 53