BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan pengetahuan dan penting untuk jenjang karier, pendidikan juga dapat

dokumen-dokumen yang mirip
Bab I PENDAHULUAN. belajar selama 12 tahun dimanapun mereka berada, baik di desa maupun di kota

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menengah Pertama individu diberikan pengetahuan secara umum, sedangkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam perkembangan remaja dalam pendidikan formal seperti di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

Studi Deskriptif Mengenai Kegigihan (Grit) dan Dukungan Sosial pada Siswa Gifted Kelas X IA di SMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. universitas, institut atau akademi. Sejalan dengan yang tercantum pasal 13 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada teori Grit / Kegigihan dari

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. program untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Salah satu dari anak berkebutuhan khusus adalah anak gifted.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut ke perguruan tinggi ( Perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. untuk siap menjadi tenaga terampil dan pandai matematika melalui penerapan

BAB I PENDAHULUAN. inteligensi adalah faktor utama yang menentukan academic performance. Para

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan potensi siswa secara optimal. Pada jenjang SMA, upaya

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. studi, kerja, hobi atau aktivitas apapun adalah minat. Dengan tumbuhnya minat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self Directed Learning. Menurut Gibbons (2002; ) self-directed learning adalah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, pertumbuhan di bidang pendidikan kian

I. PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah, agar memperoleh prestasi harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

Draft 2010 PANDUAN PELAKSANAAN SKS SMA NEGERI 78 JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menyiasati persaingan global, Indonesia berusaha membenahi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah diharapkan mampu. memfasilitasi proses pembelajaran yang efektif kepada para siswa guna

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, persaingan global semakin ketat, sejalan dengan telah berlangsungnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan ekonomi suatu Negara tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting, yang dapat dialami

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Akselerasi (Studi kasus di SMP Islam Pekalongan), maka dapat. 1. Desain pembelajaran PAI dalam program akselerasi.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah melalui sekolah menengah kejuruan (SMK). Pendidikan kejuruan adalah bagian sistem pendidikan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

KONTRIBUSI SELF CONCEPT MATEMATIS TERHADAP KEMAMPUAN AKADEMIK MAHASISWA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

PERBEDAAN KREATIVITAS SISWA SMP PADA SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI) DAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) DI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Belajar merupakan proses dari sesuatu yang belum bisa menjadi bisa, dari

USAHA PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM QUIZ

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

KURIKULUM PRODI DIII KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG. A. Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap masyarakat. Selain untuk memberikan pengetahuan dan penting untuk jenjang karier, pendidikan juga dapat menjadi wadah untuk mengembangkan diri dan membangun karakter. Dalam pendidikan, siswa tidak hanya diharapkan untuk mampu mengikuti proses pembelajaran, tetapi juga diharapkan dapat memiliki prestasi belajar yang baik. Menurut Winkel (2005), prestasi belajar merupakan suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya. Pada dasarnya, setiap sekolah memiliki sistem untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun untuk dapat mencapai keberhasilan, sekolah perlu menjamin agar lulusannya dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan memenuhi tuntutan dalam dunia kerja. Sekolah pun berusaha untuk selalu dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas sesuai kurikulum pembelajaran. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kurikulum adalah sebuah program yang disusun dan dilaksanakan untuk meingkatkan mutu pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012) melakukan pembaharuan atau revisi terhadap kurikulum SD, SMP, maupun SMA. Dalam kurikulum SMA, dikembangkan kelompok mata pelajaran yang terdiri atas mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Kurikulum ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki kebebasan untuk memilih sesuai dengan minatnya melalui mata pelajaran pilihan. Beban belajar di SMA untuk kelas X, XII, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 69 Tahun 2013). 1

2 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu guru di SMA Santa Maria 1, sekolah telah menerapkan kurikulum yang telah ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta meningkatkan standar nilai untuk setiap mata pelajaran agar dapat meningkatkan kualitas siswanya. SMA Santa Maria 1 memiliki standar nilai 80 untuk semua mata pelajaran. Jika siswa tidak berhasil mencapai nilai 80, maka siswa harus mengikuti remedial berupa pemberian tugas atau ulangan kembali. Siswa di SMA Santa Maria 1 diwajibkan untuk mengikuti kegiatan belajar selama 5 hari dalam 1 minggu, yang terdiri dari kegiatan belajar dengan mata pelajaran wajib dan kegiatan belajar dengan mata pelajaran pilihan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu guru wali kelas, SMA Santa Maria 1 merupakan sekolah yang menerapkan prinsip Student-Centered Learning. Dengan metode Student-Centered Learning, siswa dituntut untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar di sekolah, mampu memanfaatkan banyak media untuk mencari sumber referensi, fungsi guru sebagai fasilitator, dan siswa dapat belajar menggunakan berbagai cara dan kegiatan. Untuk itu, SMA Santa Maria 1 menetapkan pola pembelajaran 5M, yaitu melihat, membaca, mengamati, menanya, dan mencari informasi sendiri. Kemampuan siswa SMA Santa Maria 1 dinilai baik hard skill maupun soft skill. Siswa diminta untuk membuat laporan, membuat produk, proyek, penelitian, dan wawancara. Setelah itu, siswa diminta mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. SMA Santa Maria 1 tidak hanya menilai siswa dari aspek pengetahuan saja, tetapi juga menilai dari aspek sikap dan keterampilan. Nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian selama satu semester. Penilaian harian dapat dilakukan melalui tes tertulis dan/atau penugasan, maupun lisan. Nilai sikap diperoleh dari hasil observasi para guru mengenai sikap positif dan negatif siswa, penilaian diri dari kuesioner/angket, dan penilaian antar teman. Nilai keterampilan

3 diperoleh dari hasil penilaian unjuk kerja/kinerja praktik, proyek, produk, dan portofolio. Nilai dari ketiga aspek tersebut akan diakumulasi menjadi nilai rapor di setiap semesternya. Dalam rapor, nilai disajikan dalam dua bentuk, yaitu berupa angka dan kategori. Nilai dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu A untuk nilai 90-100, B untuk nilai 83-89, C untuk nilai 80-82, dan D untuk nilai < 80. Siswa dikatakan lulus dalam suatu mata pelajaran apabila siswa mendapatkan nilai minimal C. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan peneliti kepada 25 orang siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1, 68% merasa kesulitan untuk memenuhi standar nilai yang ditetapkan oleh pihak sekolah, terutama pada mata pelajaran hitungan, seperti Fisika, Kimia, dan Matematika. Sebanyak 38,1% siswa mengalami kesulitan pada mata pelajaran Kimia, 52,4% siswa mengalami kesulitan pada mata pelajaran Matematika, dan sebanyak 71,4% siswa mengalami kesulitan pada mata pelajaran Fisika. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan pada ketiga pelajaran tersebut karena banyaknya rumus yang harus mereka pelajari dan kesulitan untuk memahami rumus mana yang harus diterapkan pada suatu persoalan. Oleh karena itu, siswa perlu tekun belajar dan latihan mengerjakan berbagai soal agar siswa mampu memahami konsep dari suatu rumus. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi beberapa ujian, seperti ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian nasional, dan yang lebih penting lagi adalah ujian masuk perguruan tinggi, di mana siswa SMA Santa Maria 1 akan bersaing dengan ribuan siswa dari sekolah lainnya untuk masuk ke perguruan tinggi. Untuk mampu memeroleh nilai yang memenuhi standar nilai pada setiap ujian diperlukan ketekunan dalam belajar. Ketekunan dibutuhkan agar siswa tidak mudah bosan dan cepat menyerah saat menghadapi tuntutan dan kesulitan. Selain ketekunan, siswa diharapkan untuk dapat tetap konsisten dan fokus pada tujuan dan pilihan mereka, yaitu agar dapat lulus dari SMA dengan hasil terbaik dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di bidang IPA, bersemangat dalam menjalani rutinitas belajar, serta mampu memeroleh hasil terbaik yang tercermin dari nilai

4 rapor siswa. Ketekunan dan konsisten terhadap minat, diistilahkan oleh Angela Lee Duckworth sebagai Grit. Menurut Angela Lee Duckworth (2007), Grit merupakan kecenderungan untuk mempertahankan ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang yang menantang, di mana orang-orang bertahan dengan hal-hal yang menjadi tujuan mereka dalam jangka waktu yang sangat panjang sampai mereka menguasai hal-hal tersebut. Grit dapat diukur melalui konsistensi minat dan ketekunan usaha. Konsistensi minat diartikan sebagai seberapa konsisten usaha seseorang untuk menuju suatu arah. Konsistensi minat dapat terlihat dari minat dan tujuan seseorang yang tidak mudah berubah, tidak mudah teralihkan dengan ide/minat/tujuan lain dan tetap fokus pada tujuan awalnya. Misalnya, siswa dengan jurusan IPA belajar setiap hari agar mampu lulus dengan nilai yang baik dan dapat masuk ke fakultas kedokteran. Ketekunan usaha adalah seberapa keras seseorang berusaha untuk mencapai tujuan meskipun mengalami hambatan. Misalnya, menambah jam belajar untuk memelajari pelajaran yang tidak dipahami, belajar bersama teman, mengikuti bimbingan belajar, dan lainlain. Grit dihubungkan dengan pencapaian prestasi belajar yang tinggi. Di dalam Journal of Personality and Social Psychology, Duckworth et al. (2007), melakukan beberapa penelitian mengenai grit pada sampel yang berbeda. Penelitian dilakukan pada 139 mahasiswa jurusan psikologi di Universitas Pennsylvania. Mahasiswa yang memiliki grit lebih tinggi mengungguli rekan-rekan mereka yang rendah dalam grit, di mana skor grit dikaitkan dengan IPK yang tinggi. Mereka yang kurang cerdas daripada rekan-rekan mereka mengkompensasi dengan bekerja lebih keras dan dengan tekad yang kuat. Selanjutnya, studi yang melibatkan 273 finalis Scripps National Spelling Bee (Lomba Mengeja Nasional) tahun 2005. Studi ini menunjukan bahwa anak-anak yang memiliki skor grit lebih tinggi, bekerja lebih keras dan lebih lama dari rekan-rekan mereka yang memiliki skor grit rendah. Sebagai akibatnya, anak yang gritty tampil lebih baik. Setidaknya sebagian

5 karena mereka terus belajar, bukan karena mereka lebih pintar. Hasil penelitian-penelitian di atas menunjukan bahwa pencapaian tujuan yang sulit tidak hanya memerlukan bakat, tetapi juga tindakan dan usaha, serta memfokuskan aplikasi yang berkelanjutan dari waktu ke waktu. Selain penelitian yang dilakukan Duckworth, penelitian yang dilakukan oleh Brad Hodge, Brad Wright, dan Pauleen Bennett (2017) terhadap 395 mahasiswa di Australia juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara grit dan prestasi akademik mahasiswa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa hubungan antara grit dan prestasi akademik dimediasi oleh engagement. Mahasiswa dengan grit yang lebih tinggi akan lebih engage dalam kegiatan belajar daripada mahasiswa dengan grit yang lebih rendah, di mana engagement mengarahkan pada prestasi akademik yang lebih tinggi. Penelitian yang telah dilakukan Duckworth serta penelitian Brad Hodge, dan kawankawan menunjukan bahwa terdapat hubungan antara grit dan prestasi belajar pada mahasiswa. Namun, mengingat sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang berusia 17-18 tahun, di mana menurut Santrock (2011) usia tersebut tergolong dalam tahap perkembangan remaja akhir akan memiliki karakteristik yang berbeda dengan mahasiswa. Salah satu karakteristik remaja akhir adalah remaja cenderung ingin mengetahui hal-hal baru sehingga memunculkan perilaku ingin mencoba-coba dan minat yang berubah-ubah (Santrock, 2011), sedangkan konsistensi minat merupakan salah satu aspek dari grit dan karakteristik remaja akhir di atas mungkin saja dapat mempengaruhi derajat grit yang dimiliki siswa dan berdampak pada korelasi antara grit dan prestasi belajar. Banyak faktor yang dapat memengaruhi prestasi belajar siswa, seperti taraf inteligensi, keadaan fisik, motivasi belajar, lingkungan keluarga,.dan lingkungan sekolah (Winkel, 2005). Meskipun siswa memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi, keadaan fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah yang mendukung siswa dalam belajar,

6 tanpa adanya grit maka siswa tidak dapat mencapai prestasi belajar secara maksimal. Grit lah yang menyebabkan siswa mau mendedikasikan waktunya untuk belajar/berlatih dengan sengaja secara terus-menerus, serta tetap fokus pada tujuan awalnya meskipun mengalami hambatan. Semakin tinggi grit yang dimiliki siswa, maka semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk belajar/berlatih sehingga siswa mampu memeroleh nilai yang tinggi. Selain itu, siswa dengan grit yang tinggi tidak mudah keluar jalur dari minat yang satu menuju minat lainnya, mereka tetap fokus dan konsisten menjalani hal yang menjadi minat awalnya. Jadi, penting bagi siswa untuk memiliki grit yang tinggi apabila ingin memeroleh prestasi belajar yang tinggi pula. Duckworth berpendapat usaha lebih menentukan kesuksesan seseorang daripada talenta. Tanpa grit, talenta dan kemampuan siswa tidak lebih dari potensi yang belum terpenuhi. Namun, dengan grit, talenta yang dimiliki siswa berubah menjadi kemampuan, dan siswa menjadi produktif dengan kemampuan tersebut. Prestasi belajar siswa SMA Santa Maria 1 dapat diukur melalui nilai rapor yang mereka dapatkan di setiap semesternya. Dalam penelitian ini, prestasi belajar siswa SMA Santa Maria 1 diukur melalui rata-rata nilai rapor mata pelajaran IPA, yaitu Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Siswa yang lebih tekun belajar dan memiliki minat dalam bidang IPA tentunya diharapkan memeroleh nilai yang lebih tinggi daripada siswa yang kurang tekun belajar dan kurang memiliki minat dalam bidang IPA. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan peneliti kepada 25 orang siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1, sebanyak 14,3% (4 siswa) dengan rata-rata nilai rapor antara 83-89 tidak mengalami perubahan minat terhadap bidang IPA, di mana siswa akan memilih Fakultas/Jurusan yang berkaitan dengan bidang IPA setelah lulus nanti, serta belajar setiap hari, baik secara mandiri maupun mengikuti kursus/bimbingan belajar. Sebanyak 38,1% (9 siswa) dengan rata-rata nilai rapor antara 80-82 meskipun tidak mengalami perubahan minat terhadap bidang IPA, di mana siswa akan

7 memilih Fakultas/Jurusan yang berkaitan dengan bidang IPA setelah lulus nanti, mereka hanya belajar ketika ada ulangan saja atau ketika hanya ada niat untuk belajar saja. Dari hasil survey diketahui juga bahwa sebanyak 19% (5 siswa) dengan rata-rata nilai rapor antara 80-82 tidak mengalami perubahan minat terhadap bidang IPA, di mana siswa akan memilih Fakultas/Jurusan yang berkaitan dengan bidang IPA setelah lulus nanti, serta belajar setiap hari, baik secara mandiri maupun mengikuti kursus/bimbingan belajar. Sebanyak 4,8% (1 siswa) dengan rata-rata nilai rapor antara 80-82 mengalami perubahan minat terhadap bidang IPA, di mana siswa tidak akan memilih Fakultas/Jurusan yang berkaitan dengan bidang IPA setelah lulus nanti, serta belajar setiap hari, baik secara mandiri maupun mengikuti kursus/bimbingan belajar. Selain itu, sebanyak 23,8% (6 siswa) dengan rata-rata nilai rapor antara 83-89 tidak mengalami perubahan minat terhadap bidang IPA, di mana siswa akan memilih Fakultas/Jurusan yang berkaitan dengan bidang IPA setelah lulus nanti, serta hanya belajar ketika ada ulangan saja atau ketika hanya ada niat untuk belajar saja. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari hasil survey awal didapatkan hasil bahwa siswa yang memeroleh nilai yang tinggi maupun rendah bisa saja terdiri dari siswa yang tidak mengalami perubahan minat setelah belajar di jurusan IPA ± 2,5 tahun, maupun siswa yang mengalami perubahan minat setelah belajar di jurusan IPA ± 2,5 tahun. Selain itu, dilihat dari usaha yang siswa kerahkan, tidak semua siswa yang bekerja keras memiliki nilai yang tinggi dan tidak semua siswa yang tidak bekerja keras memiliki nilai yang rendah. Dengan adanya keadaan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai Korelasi antara Grit dan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XII IPA di SMA Santa Maria 1 Kota Cirebon.

8 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara Grit dan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XII IPA di SMA Santa Maria 1 Kota Cirebon. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Untuk memperoleh data dan gambaran mengenai hubungan Grit dan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XII IPA di SMA Santa Maria 1 Kota Cirebon. 1.3.2. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara Grit dan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XII IPA di SMA Santa Maria 1 Kota Cirebon. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis - Memberikan informasi bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Positif dan Psikologi Pendidikan mengenai hubungan antara Grit dengan prestasi belajar. - Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai Grit. 1.4.2. Kegunaan Praktis - Memberikan informasi kepada guru bimbingan dan konseling serta guru wali kelas SMA Santa Maria 1 di Kota Cirebon mengenai grit dan pentingnya grit dalam mencapai prestasi belajar yang dapat digunakan untuk memberikan konseling kepada siswa.

9 - Memberikan informasi kepada siswa SMA Santa Maria 1 di Kota Cirebon mengenai gambaran Grit yang dimiliki untuk evaluasi diri. 1.5. Kerangka Pikir Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria rata-rata berusia 17-19 tahun. Menurut Santrock (2011), usia tersebut tergolong pada tahap perkembangan remaja akhir. Masa remaja akhir adalah masa untuk mencapai prestasi dan munculnya minat pada karier, namun remaja cenderung ingin mengetahui hal-hal baru sehingga memunculkan perilaku ingin mencobacoba dan minat yang berubah-ubah (Santrock, 2011). SMA Santa Maria 1 merupakan sekolah yang menerapkan prinsip Student-Centered Learning sehingga siswa tidak hanya dinilai berdasarkan hard skill, tetapi juga soft skill. Dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah, siswa kelas XII IPA di SMA Santa Maria 1 Cirebon dituntut untuk dapat memenuhi standar nilai yang telah ditetapkan untuk setiap mata pelajaran yaitu 80. Selain itu, siswa kelas XII juga perlu mempersiapkan diri untuk mengikuti berbagai macam ujian, seperti ujian harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian nasional, dan yang lebih penting lagi adalah ujian masuk perguruan tinggi, di mana siswa SMA Santa Maria 1 akan bersaing dengan ribuan siswa dari sekolah lainnya untuk masuk ke perguruan tinggi. Dengan melihat adanya tuntutan dan kompetensi yang harus dicapai siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1, maka siswa diharapkan memiliki ketekunan untuk berusaha dalam menjalani pembelajaran agar tidak mudah bosan, tidak mudah menyerah saat menghadapi kesulitan, dan memenuhi tuntutan. Siswa juga diharapkan untuk dapat tetap konsisten dan fokus pada tujuan dan pilihan mereka saat ini, agar dapat membuahkan hasil yang terbaik dan mencapai puncak prestasi. Ketekunan dalam berusaha dan konsisten pada tujuan mereka diistilahkan oleh Angela Lee Duckworth (2007) sebagai grit. Grit memampukan siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 untuk dapat bekerja keras dalam menghadapi tuntutan belajar di

10 SMA Santa Maria 1 dan mencapai prestasi belajar. Grit menurut Angela Lee Duckworth (2007) adalah kecenderungan untuk memertahankan ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang yang menantang. Oleh karena itu, seseorang ynag memiliki grit dalam berinteraksi dengan lingkungannya akan berpikir, merasa, dan bertindak dengan tekun dalam berusaha dan konsisten terhadap tujuan mereka. Terdapat dua aspek dalam grit, yaitu konsistensi minat dan ketekunan usaha. Konsistensi minat diartikan sebagai seberapa konsisten usaha seseorang untuk menuju suatu arah. Konsistensi minat dapat terlihat dari minat dan tujuan seseorang yang tidak mudah berubah, tidak mudah teralihkan dengan ide/minat/tujuan lain dan tetap fokus pada tujuan. Siswa SMA Santa Maria 1 yang konsisten terhadap minat mereka akan terlihat dari minat dan tujuan siswa tidak mudah berubah. Misalnya, siswa memilih jurusan IPA karena ingin melanjutkan ke fakultas kedokteran. Untuk itu, siswa akan belajar setiap hari agar mampu lulus dengan nilai yang baik sehingga dapat masuk ke fakultas kedokteran. Aspek yang kedua adalah ketekunan usaha yang diartikan sebagai seberapa keras seseorang berusaha untuk mencapai tujuan meskipun menghadapi hambatan. Ketekunan usaha dapat terlihat dari perilaku seseorang yang rajin/pekerja keras, bertahan dalam menghadapi tantangan dan rintangan, serta tetap menekuni apa yang telah dimulainya meskipun menghadapi hambatan. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang memiliki ketekunan usaha akan memerlihatkan perilaku yang rajin dan mau berusaha dengan keras untuk memahami pelajaran yang tidak dikuasai dengan menambah jam belajar, mengikuti bimbingan belajar, mengerjakan berbagai soal latihan, bertanya kepada guru dan teman, serta mencari berbagai sumber referensi. Siswa yang memiliki grit yang tinggi diprediksi akan dapat memeroleh prestasi belajar yang tinggi pula yang tergambar dari nilai yang diperoleh. Keunggulan siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang memiliki grit tinggi adalah dalam hal stamina, apabila orang lain

11 mengubah haluan saat jemu/bosan dan menghadapi kesulitan, siswa tersebut akan terus menjalaninya apapun yang terjadi. Sebaliknya, apabila siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 memiliki grit yang rendah akan lebih mudah patah semangat dan menyerah ketika mengalami hambatan atau kesulitan dan mengubah haluan kepada minat yang baru. Individu yang gritty cenderung bekerja lebih keras daripada rekan-rekan mereka dengan tingkat kemampuan yang sama dan tetap berkomitmen untuk memilih mengejar tujuan mereka lebih lama (Duckworth et al., 2007). Apabila siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 memiliki grit yang tinggi, maka akan terlihat dari cara siswa tersebut belajar. Siswa akan bekerja keras untuk memenuhi tuntutan kompetensi yang diberikan, bahkan berusaha melampauinya. Rajin dan disiplin dalam belajar dan mengerjakan tugas serta pantang menyerah saat menghadapi kesulitan atau kegagalan dalam proses belajar. Siswa tetap bertahan apapun yang terjadi, menjaga komitmen agar tetap fokus selama menjalani proses belajar dan menjalaninya dengan penuh semangat, sehingga dapat berhubungan juga pada hasil belajar siswa yang terlihat dari nilai yang tinggi. Grit bukanlah satu-satunya faktor penentu prestasi belajar siswa. Menurut Winkel (2005) terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi prestasi belajar siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor dari dalam diri individu (internal) yang terdiri dari taraf inteligensi, motivasi belajar, dan keadaan fisik. Minat dalam teori grit yang dikemukakan Duckworth memiliki peran yang mirip seperti faktor internal, yaitu motivasi belajar dalam teori yang dikemukakan Winkel. Baik minat maupun motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 dengan motivasi yang tinggi akan memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar sehingga memiliki peluang untuk mencapai nilai yang tinggi, sedangkan siswa dengan

12 motivasi yang rendah kurang memiliki energi untuk melakukan kegiatan belajar sehingga memiliki peluang yang lebih kecil untuk memeroleh nilai yang tinggi. Faktor internal berikutnya adalah taraf inteligensi. Taraf inteligensi merupakan kemampuan untuk mencapai prestasi, dengan inteligensi individu dapat memahami dan memroses informasi yang diperoleh. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 dengan taraf inteligensi yang lebih tinggi dapat lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari dibandingkan siswa dengan taraf inteligensi yang lebih rendah. Oleh karena itu, siswa yang memiliki inteligensi tinggi memiliki peluang untuk memeroleh nilai yang tinggi, sedangkan siswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah memiliki peluang yang lebih kecil untuk memeroleh nilai yang tinggi. Keadaan fisik dapat menunjang siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 dalam proses belajar sehingga siswa memiliki peluang yang lebih besar untuk memeroleh nilai yang tinggi dibandingkan siswa yang kesehatan fisiknya terganggu. Ketika siswa memiliki masalah dalam kesehatan fisik, mudah sakit-sakitan, hal tersebut dapat menganggu siswa dalam memenuhi tuntutan belajar. Misalnya, siswa yang mengidap penyakit tertentu harus mengurangi jam belajarnya karena harus banyak istirahat sehingga siswa tidak dapat memenuhi standar nilai yang ditetapkan sekolah, yaitu 80. Selain itu, siswa juga tidak dapat menyelesaikan tugastugasnya, yang mana hal tersebut dapat memengaruhi penilaian. Kesehatan fisik dapat memengaruhi performance siswa dalam proses pembelajaran. Jadi, siswa yang memiliki kesehatan fisik yang baik akan memiliki peluang lebih besar untuk memeroleh nilai yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan kesehatan fisik yang kurang baik. Kedua, faktor yang berada di luar diri individu (eksternal) yang terdiri dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga yang dapat memengaruhi prestasi belajar siswa mencakup keadaan sosio-ekonomi dan keadaan sosio-kultural. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 dengan kondisi ekonomi keluarga yang mampu memfasilitasi

13 kebutuhan dalam proses belajar dapat memiliki peluang yang lebih besar untuk memeroleh nilai yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu memfasilitasi kebutuhan proses belajar. Misalnya, siswa dengan kondisi ekonomi yang rendah tidak mampu membeli semua buku-buku pelajaran yang diperlukan sehingga menghambat siswa dalam belajar dan mencapai nilai yang tinggi. Sebaliknya, siswa dengan kondisi ekonomi yang lebih tinggi dapat membeli buku-buku pelajaran, laptop, modem dan kebutuhan lainnya agar siswa dapat belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan maksimal sehingga mendapatkan nilai yang tinggi. Selain itu, siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 dengan orang tua yang memiliki pandangan mengenai pentingnya pendidikan dapat memiliki peluang yang lebih besar untuk memeroleh nilai yang tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki orang tua yang kurang mementingkan pendidikan. Misalnya, siswa dengan orang tua yang memandang pentingnya pendidikan akan mendorong anaknya untuk berprestasi di sekolah sehingga siswa akan belajar dengan rajin untuk memeroleh nilai yang tinggi pada setiap mata pelajaran. Lingkungan sekolah berkaitan dengan fasilitas belajar yang memadai dan efektivitas guru dalam mengajar. Guru yang mengajar dengan fleksibel, memimpin, dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan kelas maka siswa akan termotivasi dan berpeluang untuk mencapai nilai yang tinggi. Misalnya, guru mampu mengajar dengan metode yang sesuai dengan gaya belajar siswa dan tidak monoton dapat memotivasi siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Taraf kecerdasan yang dimiliki dapat memengaruhi siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 untuk menemukan jalan ketika mengalami kesulitan dalam memahami suatu pelajaran dan memeroleh nilai yang tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 perlu memiliki motivasi untuk dapat memulai dan melanjutkan jalan yang telah dipilih sehingga siswa dapat berhasil mengatasi kesulitan dalam belajar dan memeroleh nilai yang tinggi. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang

14 memiliki ketertarikan yang besar pada bidang IPA akan memiliki motivasi yang lebih besar untuk dapat mengatasi hambatan dan memeroleh nilai yang tinggi. Selain itu, lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah dapat memengaruhi siswa untuk menemukan jalan serta memiliki persepsi bahwa mereka mampu mengatasi hambatan dan memeroleh nilai yang tinggi. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang mendapatkan dukungan dari lingkungannya, seperti dukungan dari orang tua, guru, dan teman, akan lebih termotivasi untuk dapat menemukan jalan dalam mengatasi hambatan dan memeroleh nilai yang tinggi. Taraf inteligensi, motivasi belajar, keadaan fisik, lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah merupakan faktor yang dapat memengaruhi prestasi belajar siswa. Namun, kualitas personal yang harus dimiliki siswa untuk dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi adalah grit. Meskipun siswa memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi, memiliki talenta, serta keadaan fisik dan lingkungan keluarga yang mendukung siswa dalam belajar, tanpa adanya konsistensi minat dan ketekunan usaha, maka siswa tidak dapat mencapai prestasi belajar secara maksimal. Tanpa grit, siswa tidak dapat menggunakan potensinya dengan maksimal dan mencapai prestasi. Grit lah yang menyebabkan siswa mau mendedikasikan waktunya untuk belajar/berlatih dengan sengaja secara terus-menerus, serta tetap fokus pada tujuan awalnya. Semakin tinggi grit yang dimiliki siswa, maka semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk belajar/berlatih sehingga siswa mampu memeroleh nilai yang tinggi.

15 Faktor internal: - Taraf inteligensi - Motivasi belajar - Keadaan fisik Siswa Kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 di Kota Cirebon Grit Prestasi Belajar Aspek: 1. Konsistensi minat 2. Ketekunan usaha Faktor eksternal: - Lingkungan keluarga - Lingkungan sekolah Skema 1.5 Kerangka Pikir 1.6. Asumsi Penelitian 1. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang memiliki grit yang tinggi akan belajar dengan tekun dan terus berusaha ketika menghadapi kesulitan dan konsisten terhadap pilihan/minat mereka. 2. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang memiliki grit yang rendah lebih cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan dan memiliki minat/tujuan yang berubah-ubah. 3. Siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 yang memiliki derajat grit yang tinggi akan memeroleh prestasi belajar yang tinggi. 1.7. Hipotesis Terdapat hubungan antara grit dan prestasi belajar pada siswa kelas XII IPA SMA Santa Maria 1 di Kota Cirebon.