BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah dalam istilah kedokteran disebut low back pain merupakan gangguan muskuloskeletal yang paling sering ditemukan. Nyeri pinggang non spesifik (bukan karena neurogik atau penyakit lain seperti infeksi, osteoporosis, tumor dll) menjadi salah satu masalah terbesar untuk sistem kesehatan masyarakat di dunia barat namun sekarang meluas di seluruh dunia. ( Louw et al, 2007 ). Nyeri punggung bawah merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat, prevalensinya kedua terbanyak setelah penyakit saluran pernafasan. Lebih dari 84 % individu pernah menderita nyeri pinggang selama hidupnya, prevalensi low back pain kronik sebesar 23% dengan 11-12% populasi mengalami kecacatan ( Balague, et al, 2012). Hasil estimasi risiko relatif sebuah studi pada 21 wilayah dunia dan 187 negara menyatakan bahwa low back pain karena pekerjaan akibat risiko ergonomi menyebabkan 21,7 juta kecacatan pada tahun 2010. Prevalensi low back pain banyak terjadi di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Low back pain berdasarkan hasil studi sebesar 62% terjadi pada pria, dan mayoritas dialami usia 35-55 tahun. Peningkatan kasus low back pain karena pekerjaan antara 1990 dan 2010 sebesar 22%. Hasil studi menyimpulkan bahwa low back pain muncul akibat paparan ergonomi di tempat kerja adalah penyebab utama dari kecacatan sehingga perlu peningkatan pemberian informasi tentang distribusi paparan dan risikonya terutama di negara berkembang (Driscoll et al., 2014). Hasil penelitian pada republik Czech dan 22 negara Eropa menyatakan bahwa di 13 negara dari 23 negara yang diteliti terdapat low back pain disorders yang disebabkan paparan pekerjaan dan durasi kerja, sisanya karena getaran dan kecelakaan kerja ( Lastovkova et al., 2015). Penelitian Akinpelu et al. ( 2011) menyebutkan bahwa dari 159 pengemudi 89,3% mempunyai pengalaman muskuloskeletal pain dan 64,8% nya mengalami low back pain, sementara hanya 11,9% yang melakukan pengobatan ke praktisi kesehatan untuk mengurangi nyerinya. Di Indonesia 1
2 penelitian di rawat jalan unit saraf RSUP Dr. Sardjito, pasien nyeri punggung bawah kurang lebih 5,5% dari jumlah pengunjung, sementara proporsi pasien yang di rawat inap antara 8-9%. Persentase itu kecil namun di praktek dokter sehari hari keluhan nyeri punggung bawah seringkali dijumpai dan mereka yang minta pertolongan ke rumah sakit pada umumnya sudah menahun tidak kunjung sembuh atau rasa nyerinya sudah tidak tertahankan lagi. (Ngoerah, 1991). Hasil penelitian yang dilakukan secara retrospektif deskriptif terhadap pasien nyeri punggung bawah yang pernah menjalani rawat inap / rawat jalan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama rentang waktu 3 tahun sejak 1 Januari 2005 31 Desember 2007. Hal yang dicatat adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan & faktor penyebab nyeri punggung bawah. Data diperoleh dengan melihat rekam medis pasien di Bagian Rekam Medis bahwa selama 3 tahun terdapat 52 kasus nyeri punggung bawah yang terdiri dari pasien laki-laki berjumlah 19 orang (36,5%) dan pasien wanita 33 orang (63,5%). Insidensi nyeri punggung bawah terbanyak pada kelompok usia 41 50 tahun dan tidak didapatkan pada kelompok umur 0 10 tahun dan kelompok umur 11-20 tahun. Pekerjaan pasien nyeri punggung bawah terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 16 orang (30,8%) dan petani sebanyak 12 orang (23,1%). Penyebab nyeri punggung bawah terdiri dari causa non-trauma sebanyak 25 kasus (48,1%) dan causa trauma sebanyak 27 kasus (51,9%). (Akbar, 2015). Nyeri puggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan di punggung bawah dan penyebabnya yaitu tulang belakang daerah punggung bawah (spinal ), otot, syaraf, atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut (Suma mur, 2009). Nyeri punggung bawah merupakan suatu sindrom yang mempunyai dampak yang luas tidak hanya bagi penderitanya saja melainkan juga berdampak pada lingkungan kerja serta lingkungan sosial sehingga dapat mengakibatkan terganggunya pekerjaan dan penurunan produktifitas kerja. Nyeri punggung bawah atau pinggang merupakan keluhan rasa nyeri, ketegangan otot, atau rasa kaku didaerah pinggang yaitu dipinggir bawah iga sampai lipatan bawah bokong( plica glutea inferior ). Penyakit ini dapat terjadi akibat stres fisik yang berlebihan pada sumsum tulang belakang yang normal.
3 Kecamatan Kotagede merupakan wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta yang terdapat sentra industri kerajinan perak yaitu kampung Basen. Industri kerajinan perak dilakukan dengan mandiri dan bersifat industri rumah tangga. Berdasarkan studi pendahuluan bahwa proses produksi kerajinan perak diawali dengan peleburan perak murni berbentuk kristal, dicampur dengan tembaga. Poses kedua yaitu perak yang sudah dilebur dan berbentuk cair dicetak untuk mendapatkan bentuk yang mendekati bentuk yang diinginkan, misalnya bentuk cincin. Proses ketiganya yaitu dengan memukul-mukul hasil cetakan untuk mendapatkan bentuk yang sesuai. Setelah terbentuk kemudian diukir untuk mendapatkan motif yang diinginkan. Proses terakhir adalah finishing, yaitu membuat barang menjadi mengkilap. Semua proses pekerjaan dalam kerajinan perak membutuhkan ketelitian sehingga sebagian besar sikap kerja perajin perak adalah sikap kerja statis yaitu sikap duduk di kursi menghadap meja dan punggung membungkuk, lama kerja perajin ini rata-rata 10 jam/hari dan ada yang bekerja dari pagi sampai malam. Beban kerja statis ini menyebabkan kelelahan otot rangka disamping otot-otot mata karena harus selalu melihat benda kerja yang relatif kecil dan ini tergantung pada model perhiasaan yang diproduksi Hasil wawancara dengan 10 orang perajin didapatkan bahwa keluhan yang dirasakan dari 10 perajin mengatakan 8 orang mengeluhkan nyeri punggung bawah, dan 2 orang merasakan keluhan sakit leher, gatal-gatal dan batuk. Berdasarkan wawancara mereka bila merasakan nyeri punggung bawah maka didiamkan saja dan ada yang mengatasi keluhan nyeri punggungnya dengan minum air putih, hal ini menggambarkan bahwa masyarakat masih beranggapan sakit pinggang identik dengan keluhan pada ginjal. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitiannya adalah 1. Berapa prevalensi nyeri punggung bawah pada perajin perak Kampung Basen Kota Yogyakarta?
4 2. Apakah faktor sikap kerja,beban kerja fisik, lama kerja, Indeks Massa Tubuh dan kebiasaan merokok mempengaruhi nyeri punggung bawah ( Low Back Pain ) pada perajin perak Kampung Basen Kota Yogyakarta? 3. Bagaimana persepsi nyeri dan perilaku pencarian pengobatan perajin bila nyeri punggung bawah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui prevalensi nyeri punggung bawah ( Low Back Pain ) dan faktor yang mempengaruhi serta perilaku pencarian pengobatannya pada perajin perak Kampung Basen Kota Yogyakarta 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh sikap kerja terhadap risiko nyeri punggung bawah pada perajin perak kampung Basen Kota Yogyakarta b. Untuk mengetahui pengaruh beban kerja fisik terhadap risiko nyeri punggung bawah pada perajin perak Kampung Basen Kota Yogyakarta c. Untuk mengetahui pengaruh lama kerja terhadap risiko nyeri punggung bawah pada perajin perak Kampung Basen Kota Yogyakarta d. Untuk mengetahui pengaruh Indeks Massa Tubuh terhadap risiko nyeri punggung bawah pada perajin perak kampung Basen Kota Yogyakarta e. Untuk mengetahui pengaruh kebiasaan merokok terhadap risiko nyeri punggung bawah pada perajin perak kampung Basen Kota Yogyakarta D. Manfaat Penelitian 1. Puskesmas Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah bagi Puskesmas mengenai prevalensi nyeri punggung bawah dan perilaku pencarian pengobatannya pada perajin perak sehingga dapat dijadikan dasar penentuan strategi pencegahan penyakit akibat kerja khususnya nyeri punggung bawah sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perajin perak
5 2. Bagi peneliti dan dunia pendidikan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah bagi para peneliti dan dunia pendidikan mengenai prevalensi nyeri punggung bawah dan perilaku pencarian pengobatannya pada perajin perak 3. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi prevalensi nyeri punggung bawah dan perilaku pencarian pengobatannya sehingga masyarakat bisa melakukan tindakan pencegahan 4. Bagi Pekerja Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kondisi tentang nyeri punggung bawah dan faktor faktor yang mempengaruhinya sehingga perajin bisa melakukan tindakan pencegahan E. Keaslian Penelitian 1. Akinpelu A (2011) dengan judul Prevalence of Musculoskeletal Pain and Health Seeking Behaviour among Occupational Drivers in Ibadan, Nigeria. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 159 responden mayoritas (89 % ) mempunyai pengalaman keluhan muskuloskeletal dalam setahun rentang penelitian. Dan keluhan Low Back Pain sebesar 64,8 % dari 159 responden, nyeri leher 17 %, punggung atas 2,6%, nyeri lutut 27%. Sedangkan perilaku pengobatannya dari 159 responden hanya 3,1 % yang berobat ke Rumah Sakit sisanya dengan pengobatan herbal 32%, pengobatan tradisional 2,5%, minum obat sendiri 35,8%, pijat 12,6%, dan yang tidak merespon nyerinya 9%. 2. Susetyo (2008) dengan judul Prevalensi Keluhan Subyektif atau Kelelahan karena Sikap Kerja yang Tidak Ergonomis pada Perajin Perak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelelahan yang dinilai dengan keluhan subyektif yang terjadi pada perajin perak wanita dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu : a. Pelemahan kegiatan dengan presentasi yang tinggi pada lelah seluruh tubuh (66,7%); kaki berat (40%); mata berair (60%) dan mau
6 berbaring (66,7%) b. Pelemahan motivasi dengan presentasi tinggi pada tak dapat konsentrasi (66,8%) c. Kelelahan fisik, dengan presntasi tinggi pada kekakuan di bahu ( 66,7%); merasa nyeri di belakang kepala (46,7%) ; spasme kelopak mata (56,7%) dan nyeri di punggung (66,7%). Penyebab dari keluhan subyektif ini adalah sikap kerja yang kurang alamiah dan intensitas lingkungan kerja yang kurang memadai. Keluhan subyektif tadi karena adanya baik kelelahan umum maupun kelelahan lokal. 3. Hidayat (2002) dengan judul Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dan Posisi Kerja dengan Ketajaman Penglihatan Perajin Perak di Kota Gede Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pencahayaan yang diterima oleh perajin perak belum memenuhi syarat tingkat pencahayaan minimal di tempat kerja (rerata = 88,84 lux). Tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan dan posisi kerja dengan ketajaman penglihatan (r = - 0,067 dan r = 0,070 pada p = 0,553 dan 0,535). Diduga adanya kecenderungan terjadi miopia tingkat yang rendah pada perajin yang bekerja di tempat yang tingkat pencahayaan di bawah standar tingkat pencahayaan minimal di tempat kerja. 4. Helmy(2012), dengan judul Hubungan Paparan Debu Perak dengan Penyakit Akibat Kerja Pneumoconiosis pada Pekerja Bagian Produksi Di Kerajinan Perak Kotagede Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan langsung signifikan antara responden terpapar debu Ag dengan gangguan fungsi paru responden sebesar 3,2 kali dari yang tidak terpapar debu Ag. Tidak ada hubungan responden yang terpapar kadar debu total dengan gangguan fungsi paru responden. Nilai debu total dibawah ambang batas namun, tidak menggunakan APD masker dan bersama faktor resiko umur akan mengganggu fungsi paru responden. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya secara spesifik terletak pada permasalahan, tujuan khusus, subyek penelitian dan variabel penelitian.