BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah kabupaten kota memiliki otonomi untuk mengatur daerahnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia kini telah menerapkan otonomi daerah dengan tujuan demi

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Dokumen anggaran daerah disebut juga

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. pembagiaan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah sebagai organisasi tertinggi dalam sebuah negara bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Rebulik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa efisiensi dan efektivitas

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan perubahan peraturan perundangan yang mendasari pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggunggjawaban. Salah satu tujuan dari laporan pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi. daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah kabupaten kota memiliki otonomi untuk mengatur daerahnya termasuk juga didalam mengatur keuangan daerah, hal ini diatur dalam Undang- Undang Otonomi Daerah No 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan baik pusat maupun daerah. Kemandirian keuangan daerah sangat berperan aktif didalam laju perekonomian sehingga menuntut pemerintah daerah melakukan tindakan yang bijaksana agar perencanaan terhadap pembangunan didaerah tidak menjadi buruk. Adanya kemandirian keuangan daerah berhubungan dengan kinerja organisasi pemerintah. Meyers et all (2006) menyatakan untuk mencapai kinerja organisasi pemerintah yang baik, diperlukan berbagai instrumen manajemen. Instrumen manajemen tersebut meliputi aspek manajemen keuangan, manajemen kinerja, manajemen sumber daya manusia dan manajemen kualitas. Menurut Meyers et all bahwa instrumen manajemen keuangan di organisasi pemerintah meliputi berbagai instrumen terkait dengan (1) adanya alokasi internal atas sumber daya kepada unit-unit organisasi berbasiskan hasil yang telah dan hendak dicapai (2) adanya otonomi manajemen internal yang diberikan pada unit organisasi yang lebih rendah (3) adanya pengembangan terhadap system perhitungan biaya. Instrumen manajemen kinerja meliputi (1) adanya pengendalian internal terhadap proses pencapaian hasil dan sasaran unit organisasi (2) adanya pengembangan sistem evaluasi dan pelaporan internal yang

2 memungkinkan manajemen yang bertanggung jawab dan atasannya dapat menilai hasil yang dicapai (3) adanya perencanaan jangka panjang yang bersifat multi tahun. Adapun instrumen manajemen sumber daya manusia meliputi adanya upaya pengembangan sumber daya manusia yang berdasarkan pencapaian hasil. Instrumen manajemen kualitas meliputi (1) penggunaan standar kualitas atas pelayanan yang diberikan oleh organisasi (2) penggunaan survei kepuasan pelanggan atau pengguna jasa organisasi (3) penggunaan sistem manajemen kualitas (seperti balanced scorecard atau ISO) (4) penggunaan unit internal yang memonitor kualitas dalam organisasi. Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang kemudian terakhir diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah mewujudkan kesejahteraan melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih merata dan memperpendek jarak antara penyedia layanan publik dan masyarakat lokal. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah berlaku efektif mulai 1 Januari

3 2001 mempunyai tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berpengaruh terhadap kemajuan suatu daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengelolaan keuangan daerah yang baik tidak hanya membutuhkan sumberdaya manusia yang handal tetapi juga harus didukung oleh kemampuan keuangan daerah yang memadai. Tingkat kemampuan keuangan daerah salah satunya dapat diukur dari besarnya penerimaan daerah khususnya pendapatan asli daerah. Upaya pemerintah daerah dalam menggali kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari kinerja keuangan daerah yang diukur menggunakan analisis rasio keuangan pemerintah daerah. Pengukuran kemandirian keuangan pada pemerintah daerah juga digunakan untuk menilai akuntabilitas dan kemampuan keuangan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Dengan demikian maka suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari

4 apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim dalam Sularso dan Restianto 2011 analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat desentralisasi, ketergantungan keuangan, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio keserasian, dan pertumbuhan. Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik, dengan adanya peningkatan dalam layanan di sektor publik dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya di daerah. Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan Pemda dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik yang dapat dilakukan dengan peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya (Maharani, 2011). Meningkatnya pengeluaran modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik karena hasil dari pengeluaran belanja modal adalah meningkatnya aset tetap daerah yang merupakan prasyarat dalam

5 memberikan pelayanan publik oleh Pemerintah daerah. Alokasi belanja modal dibentuk melalui proses penyusunan anggaran. Tentunya dalam pengalokasian belanja modal sebagai pendukung proses pembangunan, peran proses penganggaran sangatlah signifikan. Penggunaan pendekatan penganggaran berbasis kinerja tentunya akan semakin berpengaruh dalam penetapan tujuan dan outcome sehingga diejawantahkan kedalam angka-angka pada pos belanja modal APBD (Annisa, 2010). Anggaran belanja modal didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Dalam penjelasan Undang-Undang nomor 33 tahun 2004, salah satu variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana adalah luas wilayah. Daerah dengan wilayah yang lebih luas tentulah membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak sebagai syarat untuk pelayanan kepada publik bila dibandingkan dengan daerah dengan wilayah yang tidak begitu luas. Belanja modal sangat berperan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan fasilitas- fasilitas umum seperti adanya jalan yang merupakan penghubung transportasi antar daerah. Belanja modal akan dapat terpenuhi apabila kemandirian keuangan daerah mengalami peningkatan, terutama yang berasal dari pendapatan asli daerah, dan juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengaruh belanja modal terhadap kemandirian keuangan sesuai dengan penelitian Sularso et all 2011 bahwa adanya pengaruh belanja modal dan pertumbuhan ekonomi

6 Kemandirian keuangan juga berpengaruh terhadap investasi, peningkatan nilai investasi daerah berpengaruh besar terhadap peningkatan perumbuhan ekonomi. Adanya peningkatan perumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap kemandirian suatu daerah. Pencapaian kemandirian suatu daerah akan dapat meningkatkan kesejahteran masyarakat. Adanya investasi dapat membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat terutama bagi kabupaten kota yang ada di daerah. Investasi yang meningkat akan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dan pertumbuhan ekonomi. Ayu Mita Utami 2011 menemukan bahwa investasi berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah sedangkan investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap investasi, peningkatan PAD sangat berperan dalam kemandirian keuangan suatu daerah. Peningkatan pendapatan yang diperoleh dari investasi berguna dalam pembangunan suatu daerah. Investasi merupakan pengeluaran pemerintah untuk mendapatkan manfaat ekonomis, baik dari segi sosial maupun masyarakat daerah pada umumnya, yang memang pada dasarnya membutuhkan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah. Investasi dan belanja modal tentunya berasal dari APBD, nilai anggaran yang didapat berasal dari penerimaan daerah yang berupa PAD dan bantuan anggaran dari pemerintah pusat. Adanya perbedaan pendapatan asli daerah yang diterima sehingga berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Untuk mengurangi kesenjangan dan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan, lahirlah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang terakhir diubah dengan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah.

7 Dana Perimbangan menurut Undang-Undang nomor 33 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2005 terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus. Laporan keuangan setelah otonomi daerah yang memiliki kewenangan adalah pemerintah daerah. Konsekuensi dari otonomi daerah yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah maka Pemerintah Daerah dituntut untuk menyajikan informasi keuangan yang sesuai dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan agar bermanfaat untuk pengambilan keputusan yaitu andal, relevan, dapat dibandingkan dan dapat dipahami (PP Nomor 24 Tahun 2005: 32). Menurut Halim (2005), salah satu tujuan laporan keuangan pemerintah yaitu, pertanggungjawaban (accountability and stewardship) yang memiliki arti memberikan informasi keuangan yang lengkap dan cermat dalam bentuk dan waktu yang tepat, yang berguna bagi pihak yang bertanggungjawab yang berkaitan dengan operasi unit-unit pemerintah. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Pasal 31 yang mengatur bahwa Kepala Daerah harus memberikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah (Nordiawan, 2006: 34). Pemaparan diatas menunjukkan pemerintah daerah wajib menyampaikan laporan keuangan yang sesuai PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, juga perlu dilakukan penilaian apakah Pemerintah Daerah yang

8 bersangkutan berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak. Keberhasilan Pemerintah Daerah didalam menyusun Laporan Keuangan yang baik adalah opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini merupakan pernyataan atau pendapat profesional yang merupakan kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini ini didasarkan pada kriteria (1) kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, (2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (3) kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dan (4) efektivitas Sistem Pengendalian Interen (www.bpk.go.id). Jalan keluar dari permasalahan tersebut adalah Pemerintah Daerah mampu untuk mengidentifikasi perkembangan kemandirian keuangan dari tahun ke tahun. Salah satu alat untuk menganalisis kemandirian keuangan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2005: 148). Penggunaan analisis rasio keuangan secara luas telah digunakan oleh private sector, sedangkan pada lembaga publik penggunaannya masih terbatas. Padahal dari hasil analisis dapat diketahui tingkat kemandirian keuangan Pemerintah Daerah diharapkan dapat dijadikan suatu acuan untuk meningkatkan kinerjanya dari tahun ke tahun. Untuk itu penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh belanja modal, Investasi daerah terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten kota se-sumatera

9 1.2. Perumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang, penelitian yang penulis kemukakan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian : 1. Apakah belanja modal berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten kota se-sumatera 2. Apakah Investasi berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten kota se-sumatera 1.3. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis : 1. Pengaruh belanja modal terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten kota se-sumatera 2. Pengaruh investasi terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten kota se-sumatera 1.4. Manfaat penelitian Adapun manfaat pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi daerah agar dapat membuat suatu keputusan yang tepat untuk menentukan pengelolan keuangan daerah agar dapat berdaya guna untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik dimana hal ini akan berpengaruh besar terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan ini dapat menjadi suatu tantanan untuk manajemen didalam organisasi ke pemeritahan khususnya disetiap daerah kabupaten kota. 2. Manfaat Teoritis

10 Sebagai bahan referensi dan sumbangan yang nyata dalam mengisi pemikiran untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam literature yang berguna untuk pengetahuan khususnya dalam ilmu di bidang sektor publik.