BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan masalah kesehatan yang masih membebani dunia. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 470.000 kasus baru dan 5.000 kematian akibat glomerulonefritis pada anak, dimana 97% kasus terjadi di negara yang berkembang (Carapetis et al, 2005). Glomerulonefritis akut juga menjadi etiologi dari 25% semua kasus end stage renal disease (ESRD), dimana ESRD menyebabkan penurunan kualitas hidup yang dramatis serta peningkatan mortalitas yang signifikan (Tonelli et al., 2006). Selain itu, masih sangat sedikit yang diketahui tentang agen etiologi atau faktor pencetus yang menyebabkan penyakit, sehingga pengobatan dan prevensi masih menjadi hal yang sulit (Vehaskari, 2011). Manifestasi klinis yang sering muncul, sekaligus merupakan prediktor luaran terpenting pada glomerulonefritis adalah proteinuria (Reich et al, 2010). Sepahi et al. (2011) melaporkan bahwa 68,08% anak dengan glomerulonefritis akut mengalami proteinuria. Studi lain yang dilakukan oleh Albar dan 1
2 Rauf (2005) menunjukkan bahwa diantara semua pasien dengan glomerulonefritis akut, 98,5% menunjukkan gejala proteinuria. Dari semua hasil pemeriksaan penunjang, proteinuria positif merupakan hasil yang paling sering ditemukan pada pasien (Albar dan Rauf, 2005). Salah satu komplikasi dari glomerulonefritis adalah berkembangnya penyakit ginjal kronis, yang ditandai dengan adanya proteinuria persisten (Reich et al., 2010). Marshall et al. (2011) melaporkan bahwa sekitar 2% pasien penderita glomerulonefritis akut akan berkembang menjadi penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis dibuktikan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat penyakit kardiovaskuler (Foley et al., 1998). Risiko kematian akibat penyakit ginjal kronis secara signifikan lebih tinggi pada populasi anak (Tonelli et al., 2006). Dalam usaha mengurangi mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup pasien anak akibat glomerulonefritis akut perlu diketahui terlebih dahulu kemungkinan suatu gagal ginjal akut berkembang menjadi penyakit ginjal kronis. Hal ini penting untuk diketahui karena akan menjadi dasar pembuatan keputusan untuk memberi pengobatan kepada pasien dengan glomerulonefritis. Pengobatan secara adekuat dari penyakit serta
3 komplikasi yang timbul akan memperbaiki prognosis bagi pasien glomerulonefritis (Park & Shin, 2011). Penelitian yang saat ini ada di dunia sangat sedikit, dan di Indonesia bahkan tidak ditemukan. Selain itu, dikarenakan komplikasi penyakit ginjal kronis yang dapat muncul dari glomerulonefritis, sangatlah penting untuk diteliti hubungan derajat gagal ginjal akut dengan proteinuria persisten pada pasien anak penderita glomerulonefiritis akut untuk membantu pembuatan keputusan serta pencegahan komplikasi. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Apakah hubungan antara derajat gagal ginjal akut dan proteinuria persisten pada anak penderta glomerulonefritis akut? I.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan antara derajat gagal ginjal akut dan proteinuria persisten pada anak penderita glomerulonefritis akut.
4 I.4. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai glomerulonefritis, derajat gagal ginjal akut, dan proteinuria persisten. Penelitian yang dilakukan oleh Turkmen et al. (2013) meneliti faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit ginjal kronis akibat glomerulonefritis pasca streptokokus. Penelitian tersebut menggunakan metode kohort retrospektif dengan subjek anak dan ditemukan pasien dengan sejarah penyakit glomerulonefritis akut pasca streptokokus memiliki kecenderungan berkembang menjadi penyakit ginjal kronis dengan odds ratio sebesar 4,6 pada lakilaki dan 3,1 pada perempuan. Terdapat penelitian lain yang dilakukan oleh Sepahi M.A., et al. (2011) yang meneliti karakteristik perkembangan pasien anak penderita glomerulonefritis akut selama 7 tahun. Pada akhir studi ditemukan semua pasien tidak memiliki hipertensi, 3.1% memiliki proteinuria persisten dan 6.3% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik. Biopsi ginjal dilakukan pada pasien dengan proteinuria persisten dan ditemukan 2% memiliki membranoproliferative glomerulonefritis dan 1% memilki lupus nefritis.
5 Penelitian Turkmen et al. (2013) maupun Sepahi et al. (2011) tidak mengukur hubungan antara derajat gagal ginjal akut dan proteinuria persisten pada anak penderita glomerulonefritis akut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memenuhi kaidah keaslian penelitian. Di Indonesia sendiri, penelitian yang terkait prognosis gagal ginjal akut pada anak penderita glomerulonefritis akut tidak ada atau sangat jarang.
6 No Judul Metode Hasil 1. Acute glomerulonephritis: a 7 years follow up of children in center of Iran.(Sepahi M.A, et al., 2011) Merupakan studi analitik deskriptif menggunakan rekam medis pasien anak dibawah 15 tahun yang masuk rawat inap atau rawat jalan rumah sakit Qon dan Yad z, Iran, pada tahun 2000-2006. Saat f bulan) memili memili persis menunj mikros dilaku protei ditemu membra glomer memilk 2. Risk factors that can affect the progression of chronic kidney disease in patients with poststreptecoccal glomerulonephritis history (Turkmen K., et al., 2013) Merupakan penelitian kohort retrospektif. Pasien penyak akut p memili berkem ginjal ratio laki d Tabel 1. Keaslian penelitian
7 I.5. Manfaat Penelitian Terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini, antara lain: 1) Bagi penulis Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai hubungan derajat gagal ginjal akut dan luaran proteinuria persisten. 2) Bagi dunia akademis Mengetahui pengaruh derajat gagal ginjal akut dan luaran proteinuria persisten. 3) Bagi tenaga medis Menjadi dasar untuk pengembangan prognosis serta penatalaksanaan glomerulonefritis anak. 4) Bagi masyarakat luas Sebagai bahan edukasi untuk memberi edukasi kepada masyarakat bahwa derajat gagal ginjal akut pada pasien GNA dapat mempengaruhi luaran proteinuria persisten.