ANALISIS TATANIAGA JENGKOL DI KOTA MEDAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III KERANGKA PEMIKIRAN

KARYA ILMIAH MAHASISWA AGRIBISNIS

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data


Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

IV. METODE PENELITIAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di subdistrito Ainaro Vila dan Suco Nugufu, distrito

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT B. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PANDANWANGI DI DESA BUNIKASIH KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. ke konsumen membentuk suatu jalur yang disebut saluran pemasaran. Distribusi

ANALISIS TATANIAGA UBI JALAR DI DESA PURWASARI KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR. JAWA BARAT

ANALISIS TATANIAGA BUAH NAGA ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BANYUWANGI

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHATANI UBI KAYU (Manihot esculenta) ABSTRAK

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi opersional ini mencakup pengertian yang digunakan

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian terdiri dari peternak dan pelaku pemasaran itik lokal

BAB III MATERI DAN METODE

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DI KOTA PEKANBARU

4. METODOLOGIPENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Jenis dan Sumber Data. Metode Penentuan Responden

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

ANALISIS PEMASARAN LADA PERDU (Studi Kasus di Desa Marga Mulya Kecamatan Kawali Kabupaten Ciamis) Abstrak

ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOPRA (Studi Kasus di Desa Sindangsari Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS TATANIAGA BERAS

EFISIENSI PEMASARAN UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DI DESA KANDANGSEMANGKON KECAMATAN PACIRAN, KABUPATEN LAMONGAN, PROVINSI JAWA TIMUR

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS PEMASARAN KARET POLA SWADAYA DI KECAMATAN PANGKALAN KURAS KABUPATEN PELALAWAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA

FARMER SHARE DAN EFISIENSI SALURAN PEMASARAN KACANG HIJAU

Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung, Jawa bawah bimbingan ARIF IMAM SUROSO).

7. KINERJA RANTAI PASOK

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalis data sesuai dengan tujuan penelitian.

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Penentuan Daerah Penelitian dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

ANALISIS KELAYAKAN USAHA GULA AREN STUDI KASUS: DESA MANCANG, KEC. SELESAI, KAB. LANGKAT ABSTRAK

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

Efisiensi Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera Indica L) di Kabupaten Majalengka

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

Transkripsi:

ANALISIS TATANIAGA JENGKOL DI KOTA MEDAN (Kasus : Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan) Adelbert Raja Arif Hutajulu*), M. Jufri **), Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan E-mail : adelbertrajaarif@gmail.com **) Staf pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tataniaga jengkol (archidendron pauciflorum) di Kota Medan, Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yang menggunakan data populasi 34 lembaga tataniaga yang terdapat pada Pasar Induk, Kelurahan Lau Cih. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus dan semua anggota populasi diselidiki satu per satu sebagai sampel sebanyak 34. Kata Kunci : tataniaga, lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, rasio keuntungan terhadap biaya ABSTRACT The aim of this research is for analyzing the dog-fruit s trading in Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan City. The kind of this research is descriptive qualitative, used 34 trading institutions population data which is found from Central Market, Kelurahan Lau Cih. The method of sampling used in this research is cencus and all the members of the population are investigated one by one as a sample of 34. Keywords : trading, trading institution, function of trading, profit to cost ratio 1

PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari pertanian memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Hutan dapat memberikan manfaat apabila dikelola dengan baik. Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan hutan diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 622/Kpts-II/1995 mengenai Kegiatan Hutan Kemasyarakatan. Kegiatan hutan kemasyarakatan merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujudkan pembangunan kehutanan yang berwawasan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam kegiatan hutan kemasyarakatan terdiri dari kelompok pangan, kelompok buah, kelompok getah dan kelompok daun atau bunga. Jengkol yang tergolong dalam kelompok buah selama ini tidak dibudidayakan secara optimal. Perlu adanya pengolahan distribusi yang baik agar masyarakat dapat mudah memperoleh tanaman jengkol dengan harga yang terjangkau. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Sumut, harga jengkol di pasar induk Sumatera Utara relatif tinggi, Rp 60.000/kg (2016). Upaya mengurangi tingginya harga jual jengkol di pasar, dapat dilakukan dengan menggunakan tataniaga yang tepat dan efisien dengan melihat peluang-peluang pengurangan biaya dalam pendistribusiannya Identifikasi Masalah 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas jengkol? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat? 3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga jengkol berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya? 2

Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas jengkol. 2. Untuk menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. 3. Untuk menganalisis efisiensi saluran tataniaga jengkol berdasarkan marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Menurut Limbong dan Sitorus (2006), tataniaga pertanian adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan - kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Kegiatan pemasaran dapat dikatakan efisien apabila telah tercipta keadaan di mana pihak produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut. METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu), yaitu pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representatif (Sugiarto,dkk., 2001). 3

Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer jengkol di Pasar Induk Kelurahan Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan sebanyak 34 populasi. Penarikan sampel dilakukan secara sensus. Sensus merupakan teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi diselidiki satu per satu sebagai sampel. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada para pedagang besar yang menjual jengkol menjadi sampel dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dibuat. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait seperti, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultural, studi kepustakaan, internet dan literatur-literatur atau sumber-sumber lain yang terkait dengan judul penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga metode utama, yaitu wawancara, identifikasi langsung dan studi kepustakaan. Metode Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan pengamatan terhadap karakteristik saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan untuk analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk melihat efisiensi tataniaga dengan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer share s, dan rasio keuntungan biaya Analisis Marjin Tataniaga Analisis marjin tataniaga digunakan untuk melihat efisiensi operasional tataniaga jengkol. Marjin tataniaga terdiri dari biaya tataniaga, keuntungan dan biaya. Oleh sebab itu, besarnya marjin tataniaga sangat dipengaruhi oleh jalur tataniaga 4

komoditas yang bersangkutan. Analisis ini dihitung dengan pengurangan harga penjualan dan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga mulai dari petani, pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen. Berikut merupakan perhitungan dalam bentuk rumus marjin tataniaga secara sistematis : Mi = Hji Hbi Mi = Ci + πi Hji Hbi = Ci + πi Berdasarkan marjin tataniaga tersebut, maka keuntungan pemasaran pada tingkat kei adalah : πi = Hji Hbi Ci Marjin tataniaganya yaitu : Mi = Dimana : Mi Hji Hbi Ci Πi I Mi : Harga tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Biaya pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : 1,2,3,... n : Total marjin tataniaga Analisis Farmer s Share Nilai Farmer s Share ditentukan berdasarkan rasio harga yang di terima petani (Pf) dengan harga yang diterima konsumen akhir (Pr) dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Farmer s share (Fs) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr, di mana Pf adalah harga di tingkat petani, dan Pr adalah harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Berikut merupakan rumus untuk menghitung Farmer s share : 5

Dimana : fs : Farmer s share pf : Harga di tingkat petani pr : Harga yang dibayar oleh konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Berdasarkan nilai marjin yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 2006). Berikut merupakan rumus Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C) : Defenisi Operasional 1. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian jengkol dari petani dan menyalurkannya kepada pedagang besar. 2. Pedagang besar adalah pedagang yang melakukan pembelian jengkol dari pedagang pengumpul dan menyalurkannya kepada pengecer atau langsung kepada konsumen akhir. 3. Pengecer adalah pedagang yang melakukan pembelian jengkol dari pedagang besar dan menyalurkannya kepada konsumen akhir. 4. Marjin tataniaga adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani yang dinyatakan dalam Rp/Kg ataupun persentase. 5. Farmer s Share adalah bagian harga yang diterima petani jengkol terhadap 6

harga yang dibayarkan konsumen akhir dimana besarnya dinyatakan dalam persentase atau Rp/ Kg. 6. Rasio keuntungan dan biaya adalah keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga dengan melihat penyebaran marjin tataniaga. 7. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan dalam mendistribusikan produk dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam Rp/Kg. 8. Keuntungan tataniaga adalah selisih antara harga jual dengan harga beli dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan produk. 9. Tataniaga adalah suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan kepemilikan barang maupun jasa. 10. Lembaga tataniaga adalah lembaga yang akan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. 11. Saluran tataniaga adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen yang di dalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menjalankan fungsi-fungsi tataniaga. 12. Struktur pasar adalah karakteristik organisasional yang berdasarkan hubungan antara penjual dengan penjual lainnya, antara pembeli dengan pembeli lainnya, antara penjual dengan pembeli, dan antara pedagang dengan suplier yang potensial bisa masuk pasar. 13. Perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya. 14. Keragaan pasar adalah hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu, didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan pelaku pasar. 15. Efisiensi tataniaga adalah suatu kondisi dimana teciptanya kepuasan dan kesejahteraan pada setiap lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. 7

HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Saluran Tataniaga Jengkol Hasil penelitian mengenai saluran tataniaga jengkol yang dilakukan di Pasar Induk Lau Cih, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan. Memperlihatkan bahwa terdapat 3 pola saluran tataniaga jengkol, yaitu : Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran II : Petani Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Saluran II : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Konsumen Akhir Fungsi-Fungsi Tataniaga Jengkol Dalam melaksanakan kegiatan tataniaga, lembaga tataniaga melakukan fungsinya masing-masing. Fungsi-fungsi ini dilakukan untuk memperlancar penyampaian jengkol ke tangan konsumen akhir. Diketahui bahwa pada saluran tataniaga I petani sebagai produsen jengkol tidak melakukan fungsi transportasi dan fungsi pendistribusian terhadap jengkol, dikarenakan para pedagang pengumpul yang menjemput langsung hasil panen jengkol dari lahan atau rumah petani. Petani sebagai produsen memperoleh informasi pasar mengenai harga jengkol melalui pedagang pengumpul langganannya dan dari petani lain, hal ini dikarenakan lokasi yang cukup jauh dan menyulitkan petani untuk memperoleh informasi mengenai harga jengkol di Kota Medan. Padam Saluran II diketahui bahwa petani sebagai produsen jengkol tidak melakukan fungsi transportasi dan fungsi pendistribusian terhadap jengkol, dikarenakan 8

pedagang besar yang menjemput langsung hasil panen jengkol dari rumah petani. Umumnya petani sebelum melakukan pemanen, telah terlebih dahulu menghubungi pedagang besar sehingga setelah jengkol di panen, pedagang besar dapat datang ke rumah petani pada hari itu untuk membeli jengkol dari petani tersebut. Diketahui bahwa pada saluran tataniaga III petani sebagai produsen jengkol tidak melakukan fungsi transportasi dan fungsi pendistribusian terhadap jengkol, dikarenakan para pedagang pengumpul yang menjemput langsung hasil panen jengkol dari lahan atau rumah petani. Struktur Pasar Hasil penelitian mengenai struktur pasar memperlihatkan bahwa petani, lembaga tataniaga dan konsumen yang terlibat dalam proses tataniaga jengkol menghadapi struktur pasar yang berbeda-beda dan mempengaruhi perilaku masing-masing lembaga dalam melakukan transaksi pembelian dan penjualan. Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar yang dihadapi oleh para petani komoditi jengkol di daerah penelitian cenderung mendekati pasar monopsoni. Hal ini berdasarkan jumlah petani yang banyak sedangkan jumlah pedagang pengumpul sedikit, serta petani tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Struktur Pasar di Tingkat Pengumpul Pedagang pengumpul di daerah penelitian menghadapi struktur pasar persaingan sempurna. Hal ini disebabkan oleh jumlah pedagang pengumpul jumlahnya sama dengan pedagang besar Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar, selain itu juga pedagang pengumpul bebas menentukan pasar tujuannya. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar adalah mendekati pasar oligopoli. Hal ini berdasarkan jumlah penjual lebih sedikit dibandingkan pedagang 9

pengecer dan konsumen akhir. Pedagang besar memilki ikatan yang erat antara sesama pedagang besar, saling melakukan kerjasama. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Pedagang pengecer menghadapi struktur pasar yang lebih cenderung bersifat pasar oligopoli, karena berdasarkan pada jumlah pedagang pengecer yang lebih sedikit dibandingkan jumlah konsumen yang banyak sehingga pedagang pengecer mampu mempengaruhi harga yang berlaku. Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga suatu komoditas agribisnis dan lembaga-lembaga tataniaga tersebut menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan aktivitas jual beli termasuk bentuk keputusan-keputusan yang diambil dalam menghadapi struktur pasar tesebut. Perilaku pasar dapat diamati pada sistem penentuan harga, sistem atau cara pembayaran serta praktik jual beli antar lembaga tataniaga jengkol. Keragaan Pasar Pada saluran tataniaga I, saluran tataniaga II dan saluran tataniaga III terdapat marjin yang hampir sama. Hal ini dikarenakan pasar yang dihadapi oleh ketiga saluran tataniaga adalah pasar oligopoli yang dicirikan dengan jumlah pembeli yang banyak, jumlah penjual sedikit, barang yang dijual relatif homogen, dan masingmasing penjual bersaing sangat ketat dengan penjual lainnya. Marjin Tataniaga Pada saluran tataniaga I, jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu sebesar Rp 654.20/kg jengkollembaga lain yang terlibat dalam saluaran tataniaga I yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer, dimana total biaya yang dikeluarkan masing- masing sebesar Rp 73.17/kg dan Rp 1418.18/kg jengkol. Lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar yaitu 10

pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 6395.22/kg jengkol dengan harga jual Rp 24886.56/kg.Pada saluran tataniaga II, yang terlibat antara lain petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Dalam saluran ini, sama halnya dengan saluran tataniaga I dimana petani tidak mengeluarkan biaya tataniga. Total biaya -biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer tersebut masingmasing sebesar Rp 682.93/kg dan Rp 1293.25/kg jengkol. Pada saluran ini keuntungan yang diperoleh pedagang besar dan pedagang pengecer masing- masing sebesar Rp 4682.93/kg dan Rp 6709.37/kg jengkol dengan harga jual Rp 25075.79/ kg. Pada saluran tataniga III yang terlibat antara lain pedagang pengumpul dan pedagang besar. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang besar masing-masing sebesar Rp 654.20/kg dan Rp 848.17/kg jengkol. Keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul dan pedagang besar Rp 2338.21/kg dan Rp 7303.14/kg jengkol dari harga jual jengkol Rp 22494.80/kg. Pedagang besar selaku lembaga yang menerima jengkol dari pedagang pengumpul sekaligus mendistribusikan kembali jengkol ke konsumen akhir. Farmer s Share Bagian harga terbesar dalam saluran tataniaga jengkol terdapat pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 52.04 persen karena jengkol yang dijual pada saluran ini hanya melewati dua lemaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul dan pedagang besar yang kemudian dijual ke konsumen akhir.. Sedangkan farmer s share terkecil terjadi pada saluran tataniaga II yakni sebesar 46.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa padi saluran tataniaga tersebut kurang menguntungkan karena terdapat marjin yang cukup besar antara harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada saluran tataniaga I farmer s share sebesar 47.04 atas penjualan jengkol. Rasio Keuntungan dan Biaya 11

Pada saluran I, tiga lembaga tataniaga yang dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya yaitu pedagang pengumpul sebesar 3.47, pedagang besar sebesar 32.33 dan pedagang pengecer sebesar 4.50. Total rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga I yaitu sebesar 40.3 yang berarti bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 40.3. Pada saluran II lembaga tataniaga yang dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya adalah pedagang besar sebesar 6.85 dan pedagang pengecer sebesar 5.18. Total rasio keuntungan dan biaya pada saluran II yaitu sebesar 12.03 yang berarti bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 12.03/kg. Pada saluran tataniaga III lembaga tataniaga yang dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya adalah pedagang pengumpul sebesar 3.57 dan pedagang besar sebesar 8.61. Total rasio keuntungan dan biayanya adalah 12.18 yang berarti bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan akan menghasilkan Rp 12.18/kg. Analisis Efisiensi Tataniaga Pada saluran I dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan yang tidak merata yang dapat dilihat dari Rasio Li/Ci dimana nilai rasio pedagang besar jauh lebih tinggi dibanding dengan lembaga tataniaga lainnya. Rasio Li/Ci yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat (pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer) pada saluran tataniaga I yaitu 3.47, 32.33 dan 4.50. Namun jika dilihat dari rasio Li/Ci secara keseluruhan, saluran tataniaga I yaitu sebesar 5.14. Saluran tataniaga II secara teknis lebih melibatkan sedikit lembaga tataniaga dibanding saluran tataniaga I. Saluran tataniaga II mampu memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen. Hal ini ditunjukkan pada Rasio Li/Ci antara pedagang besar dan pedagang pengecer yaitu masing-masing sebesar 6.85 dan 5.18, jika dilihat secara keseluruhan rasio Li/Ci 12

yang dihasilkan pada saluran tataniaga ini yaitu sebesar 5.76. Saluran tataniaga III melibatkan lembaga tataniaga pedagang pengumpul dan pedang besar. Masing-masing memperoleh Li/Ci sebesar 3.57 dan 8.61. Pada saluran ini dapat dikatakan paling baik karena pembagian keuntungan yang cukup merata yang dapat dilihat dari Rasio Li/Ci. Pedagang pengecer umumnya mendapatkan rasio keuntungan yang lebih besar karena secara kuantitas yang dijual lebih sedikit dibanding dengan pedagang besar dan pedagang pengumpul. Pada saluran ini pedagang besar mengambil peran pedagang pengecer sebagai pendistribusi jengkol ke konsumen akhir. Secara keseluruhan saluran tataniaga III memberikan Li/Ci yang paling besar yaitu sebesar 6.41 Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga di Pasar Induk Lau Cih untuk komoditas jengkol dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga yang paling efisisen yaitu saluran III dimana dari saluran tersebut mengeluarkan biaya terendah, pembagian kesejahteraan yang merata, marjin yang paling kecil serta Farmer;s Share yang paling besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Secara keseluruhan juga saluran tataniaga III mampu memberi keuntungan yang cukup besar sesuai dengan Li/ Ci (Tabel 1) sebesar 6,41 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 6,41. Dengan demikian tataniaga jengkol sebaiknya menggunakan saluran tataniaga III karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar untuk keseluruhan lembaga tataniaga dan biaya yang dikeluarkannya lebih kecil. Akan tetapi untuk menjalankan sistem saluran tataniaga III pedagang besar harus mempunyai kekuatan dari sisi modal dan pasar, karena pada saluran ini dimana pedagang besar merangkap sebagai pedagang pengecer mengambil peran tataniaga lainnya yaitu pedagang pengecer. 13

Tabel 1. Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jengkol di Pasar Induk Lau Cih Saluran Keuntungan Total biaya Marjin (Rp) Farmer Li/Ci Pemasaran (Rp/kg) (Rp/kg) Share (%) I 11033.70 2145.55 13179.25 47.04 5.14 II 11392.30 1976.18 13368.47 46.68 5.76 III 9641.35 1502.37 11143.72 52.04 6.41 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Saluran tataniaga jengkol di Pasar Induk Lau Cih melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar sampai pedagang pengecer. Dari masing- masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniga jengkol sampai ke konsumen terdapat tiga saluran tataniaga. Masingmasing lembaga tataniaga menghadapi proses tataniaga yang berbeda dan dapat dilihat berdasarkan fungsi- fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik oleh lembaga tataniaga yang terlibat pada penelitian ini, namun fungsi-fungsi tataniaga tersebut belum dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, pedagang pengumpul mengarah ke pasar persaingan sempurna dan pedagang pengecer maupun pedagang besar cenderung mengarah ke pasar persaingan oligopoli. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktik penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga tataniaga. 2. Analisis terhadap sistem tataniaga jengkol di Pasar Induk Lau Cih menunjukkan bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh 14

masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda sesuai dengan fungsi tataniaga yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Marjin terbesar terdapat pada saluran II dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari tiga pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga III lebih efisien jika dilihat dari nilai marjin yang merata di setiap lembaga tataniaga yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) yang paling besar. Saran Berdasarkan hasil penelitian tataniaga jengkol di Pasar Induk Lau Cih, yang perlu menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan pendapatan petani serta lembaga-lembaga tataniaga lainnya yaitu meningkatkan saluran tataniaga III dimana peran pedagang besar yang mengambil peran pedagang pengecer. Sehingga dalam hal ini pedagang besar akan menjadi lebih mandiri. Selain itu, untuk mewujudkan hal ini maka sebaiknya lembaga tataniaga lebih meningkatkan akses pasar, modal serta akses informasi terhadap pasar. Bagi pemerintah daerah, sebaiknya membantu memberikan akses bagi petani untuk menjual hasil panen langsung kepada konsumen dalam segi fasilitas, seperti membuat aplikasi online agar petani dapat langsung memasarkan produknya ke konsumen. DAFTAR PUSTAKA Dinas Pertanian Sumut. 2016. Hutauruk, J. E., 2010. Isolasi Senyawa Flavonoida dari Kulit Buah Tumbuhan Jengkol (Pithecollobium lobatum Benth.). [Skripsi]. FMIPA, USU. Limbong, W.H & P. Sitorus. 2006. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jakarta : Penebar Swadaya. Sugiarto, dkk. 2001. Teknik Sampling. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 622/Kpts-II/1995. 15