9 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri, untuk merealisasikan ibadah kepada Allah Swt, yang menimbulkan akibat hukum keperdataan diantara keduanya. Karena tujuan perkawinan begitu mulia, membina keluarga bahagia, kekal dan abadi berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Akibat dari perkawinan akan menimbulkan tanggung jawab dalam sebuah keluarga. Untuk merealisasikan tanggungjawab yang ada dalam ranah keluarga tersebut maka perlu adanya hak dan kewajiban antara suami-istri untuk membina bahtera rumah tangga yang baik. Apabila hak dan kewajiban masing-masing suami istri terpenuhi, maka dambaan suami-istri dalam bahtera rumah tangganya akan dapat terwujud, didasari dengan rasa cinta dan kasih sayang. Sesuai dengan kodratnya manusia mempunyai naluri untuk tetap mempertahankan generasi atau keturunannya. Dalam hal ini tentunya yang tepat untuk mewujudkannya adalah dengan melangsungkan perkawinan. Perkawinan merupakan satu-satunya cara untuk membentuk keluarga, karena perkawinan ini mutlak diperlukan sebagai syarat terbentuknya sebuah keluarga. 1 Sebuah perkawinan dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih mengasihi antara kedua belah pihak suami dan istri, yang senantiasa diharapkan berjalan dengan baik, kekal dan abadi yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang 1982, hal. 3. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 9
10 Maha Esa, hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri. Menurut Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keluarga yang baik, bahagia lahir dan batin adalah dambaan setiap insan, namun demikian tidaklah mudah untuk mewujudkan sebuah keluarga yang bahagia, langgeng, aman dan tentram sepanjang hayatnya. Perkawianan yang demikian itu tidaklah mungkin terwujud apabila diantara para pihak yang mendukung pelaksanaan perkawinan tidak saling menjaga dan berusaha bersamasama dalam pembinaan rumah tangga yang kekal dan abadi. 2 Perkawinan juga ditujukan untuk waktu yang lama, dimana pada prinsipnya perkawinan itu akan dilaksanakan hanya satu kali dalam kehidupan seseorang. Dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan modern telah mempengaruhi cara berpikir manusia menjadi kritis sehingga perkawinan yang sakral dan suci dapat ternoda dengan adanya suatu perjanjian perkawinan. Perjanjian perkawinan sebenarnya berguna untuk acuan jika suatu saat timbul konflik. Meski semua pasangan tentu tidak mengharapkan konflik itu akan datang. Ketika pasangan harus bercerai, perjanjian itu juga bias dijadikan rujukan sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya. Perjanjian kawin atau pernikahan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 139, sebenarnya merupakan persetujuan antara calon suami dan hal. 7. 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2007,
11 istri, untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Jadi, perjanjian kawin dapat diadakan baik dalam hal suami-istri akan kawin campur harta secara bulat, maupun dalam hal mereka memperjanjikan adanya harta yang terpisah, artinya adanya harta di luar persatuan. Perkawinan dengan persatuan harta secara bulat, maka yang diperjanjikan adalah pengelolaannya. Perjanjian kawin adalah perjanjian yang diadakan oleh bakal/calon suami/istri dalam mengatur (keadaan) harta benda atau kekayaan sebagai akibat dari perjanjian mereka. 3 Dengan demikian, perjanjian kawin perlu kalau calon suami istri pada saat akan menikah memang telah mempunyai harta atau selama perkawinan diharapkan didapatnya harta. Perjanjian kawin di Indonesia tidak begitu populer, karena mengadakan suatu perjanjian mengenai harta antara calon suami dan isteri, mungkin dirasakan banyak orang merupakan hal yang tidak pantas, bahkan dapat menyinggung perasaan. Perjanjian pernikahan sebenarnya berguna untuk acuan jika suatu saat timbul konflik. Meski semua pasangan tentu tidak mengharapkan konflik itu akan datang. Ketika pasangan harus bercerai, perjanjian itu juga bisa dijadikan rujukan sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya. Dalam masyarakat modern saat ini, sebelum melakukan sebuah perkawinan itu sendiri, para muda mudi biasanya menjalin kisah dalam suatu hubungan, yang pengikatan hubungan tersebut, mereka sebut dengan berpacaran atau teman dekat, yang dimana hal tersebut dapat terjadi hal yang tidak diinginkan 3 Komar Andasasmita, Hukum Harta Perkawinan Dan Waris, Menurut Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Teori dan Praktek), Ikatan Notaris Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Barat, Sumur, Bandung, 1987, hal. 53.
12 oleh keduanya, seperti terjadi kehamilan sebelum perkawinan. Hal ini berarti tujuan dan syarat perkawinan yang seharusnya menjadi dasar sebuah keluarga bagi manusia yang hidup secara berkelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam hubungan tersebut, mereka biasanya saling mengikatkan diri dengan janji-janji. Dalam perjanjian tersebut, yang mengucapkan atau membuat suatu perjanjian biasanya adalah seorang lelaki. Dalam janji yang dibuat biasanya hanya dilakukan secara lisan saja dan tanpa adanya bukti tertulis. Jika salah satu pihak mengingkarinya sulit untuk meminta pertanggungjawabannya. Ingkar janji yang diucapkan oleh pihak laki-laki kepada perempuan ini tentunya sangat merugikan bagi perempuan. Apalagi dari beberapa kasus yang terjadi dalam masyarakat bahwa janji kawin ini dapat diindikasikan sebagai penyebab dari dilakukannya hubungan seks pra nikah, tetapi kabanyakan kasus ingkar janji kawin ini tidak mendapatkan penyelesaian melalui jalur hukum. Penyelesaian dengan cara tersebut dianggap dapat membuat hubungan seseorang dengan orang lain menjadi tidak lebih baik, ataupun proses yang melalui jalur hukum dianggap berjalan sangat lama. Ingkar janji yang dilakukan oleh laki-laki biasanya dilakukan karena ketidaksiapan seorang pria untuk menjalin sebuah keluarga, hal ini biasanya dikarenakan usia yang belum matang atau pekerjaan yang belum mapan. 4 Tetapi, hubungan yang dilakukan sebelum menikah membuat mereka harus melakukan 1978, hal. 9. 4 Abdurrahman, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, Alumni, Bandung,
13 sebuah perkawinan, biasanya karena hubungan suami istri yang dilakukan sebelum menikah, ataupun janji yang sudah diucapkan didepan khalayak umum. B. Permasalahan Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan harta perkawinan dalam sistem hukum indonesia? 2. Bagaimanakah keberadaan harta pemberian oleh pihak laki-laki sebelum di langsungkan pernikahan? 3. Bagaimanakah status hukum harta pemberian yang dikuasai perempuan karena perkawinan tidak jadi dilaksanakan? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan harta perkawinan dalam sistem hukum indonesia. 2. Untuk mengetahui keberadaan harta pemberian oleh pihak laki-laki sebelum di langsungkan pernikahan. 3. Untuk mengetahui status hukum harta pemberian yang dikuasai perempuan karena perkawinan tidak jadi dilaksanakan.
14 D. Manfaat Penulisan Sedangkan yang menjadi manfaat penelitian dalam hal ini adalah: a. Secara teoretis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum perdata dalam kaitannya dengan perjanjian perkawinan dan pemberian sebelum pernikahan. b. Secara praktis ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil manfaatnya terutama dalam hal mengetahui tentang pelaksanaan pertanggungjawaban perjanjian dalam perkawinan khususnya yang berkaitan dengan pemberian sebelum pernikahan. E. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipergunakan dalam skripsi ini terdiri dari: 1. Jenis dan Sifat penelitian Jenis metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan khususnya yang terdapat di dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 5 2. Sumber data Sumber data penelitian ini diambil berdasarkan data sekunder. Data sekunder didapatkan melalui: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni seperti KUH Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 2003. hal. 32. 5 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta,
15 tentang Perkawinan. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya. c. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang mencakup: 1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. 2) Bahan-bahan primer, sekunder dan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedei, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan. 3. Alat pengumpulan data Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi putusan pengadilan dan penelusuran kepustakaan. 4. Analisis data Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif yakni memilih dan menentukan asas-asas, prinsip-prinsip, norma-norma dan kaidah-kaidah dalam Pasal-Pasal terpenting yang berkaitan dengan perkawinan dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
16 F. Keaslian Penulisan Adapun penulisan skripsi yang berjudul Akibat Hukum Ingkar Janji Disebabkan Atas Harta Pemberian Sebelum Pernikahan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 01/Pdt.G/2013/PN.Mdn) ini merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dimana dalam bab terdiri dari sub bab. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan Dalam bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, serta Sistematika Penulisan. Bab II. Tinjauan Umum Tentang Pekawinan Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan judul sub bab yaitu: hal-hal yang secara umum dibahas mengenai perkawinan yaitu: pengertian perkawinan, syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974, akibat perkawinan serta perjanjian kawin.
17 Bab III. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Perkawinan dan Akibat Hukumnya Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang hal-hal yang secara umum dibahas mengenai tata cara perkawinan, perjanjian kawin dan akibatnya, status perjanjian perkawinan dan akibat hukumnya serta akibat hukum terhadap pelanggaran perjanjian kawin. Bab IV. ANALISA PUTUSAN ATAS KASUS NOMOR 01/PDT.G/2013/PN. MDN. Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap: pengaturan harta perkawinan dalam sistem hukum Indonesia, keberadaan harta pemberian oleh laki-laki sebelum dilangsungkan pernikahan, status hukum harta pemberian yang dikuasai perempuan karena perkawinan tidak jadi dilaksanakan serta analisa kasus. Bab V. Kesimpulan dan Saran Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.