BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Tuntutan akan efisiensi waktu dewasa ini menjadi utama dalam segala bidang. Suatu pekerjaan yang seharusnya mampu diselesaikan dalam hitungan tahun, bulan, atau hari semakin mungkin untuk dilakukan dalam ukuran waktu yang relatif lebih singkat. Ironisnya, penghambur-hamburan waktu dalam hal menunda-nunda pekerjaan tugas terjadi dikalangan mahasiswa yang merupakan calon-calon pemimpin di masa mendatang. Iswandani (Lestari, 2010) mengungkapkan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa adalah ketidakdisiplinan dalam mengelola waktu yang ditunjukkan dengan lamanya kelulusan, karena kebiasaan menunda pekerjaan. Selain berdasarkan pengalaman pribadi peneliti, juga dapat dilihat dari fakta di lapangan misalnya banyak yang lebih memilih mengerjakan hal-hal yang menurut mereka menyenangkan daripada mengerjakan tugas, seperti tidur-tiduran, main game, jalan-jalan ke luar kota, nongkrong di kedai kopi, main ke pantai dan pergi mendaki gunung. Ada juga beberapa mahasiswa yang sudah menikah dan memiliki anak, tidak melanjutkan pendidikan kuliah dengan alasan sudah repot dan mengikuti suami ke luar kota. Salah satu kriteria mahasiswa yang berhasil adalah mahasiswa yang memiliki kemampuan mengatur waktu yang baik dan memiliki batas waktu untuk 1
2 setiap pengerjaannya. Namun, salah satu kesulitan mahasiswa di bidang akademik adalah mahasiswa kurang mampu mengatur waktu dengan baik sehingga banyak tugas-tugas yang sulit diselesaikan (Winkel, 1997). Godfrey (Rumiani, 2006) mengemukakan bahwa studi yang semestinya dapat diselesaikan dalam waktu 4 tahun, terpaksa diperpanjang menjadi 7-10 tahun. Solomon dan Rothblum (1984) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penundaan menjadi masalah yang serius bagi tugas menulis pada mahasiswa. Dalam studinya kepada 342 mahasiswa di Amerika diketahui bahwa perilaku seseorang yang mempunyai kecenderungan untuk menunda pekerjaan, disebut dengan prokrastinasi. Gufron (2003) mengidentifikasikan prokrastinasi sebagai suatu penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, dengan melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas. Menurut Ferrari (1995) prokrastinasi banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang sia-sia. Selain itu tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila dikerjakan hasil yang didapat tidak maksimal. Penundaan juga mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang akan datang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Birner (Rizvi, 1997) dikenali bahwa pelaku prokrastinasi memiliki keraguan dan ketidakpastian dalam menentukan sikap dan perilaku. Pada umumnya prokrastinator mengalami perkembangan kepribadian yang kurang matang atau memiliki kesadaran diri yang tidak merata. Menurut Ferrari dan Morales (Ursia, Siaputra dan Sutanto, 2013) prokrastinasi akademik memberikan dampak yang negatif bagi para mahasiswa,
3 yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa menghasilkan sesuatu yang berguna. Prokrastinasi juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas individu menjadi rendah (Ursia, Siaputra dan Sutanto, 2013). Selain itu Tice dan Baumeister (Ursia, Siaputra dan Sutanto, 2013) mengatakan bahwa prokrastinasi dapat menyebabkan stres dan memberi pengaruh pada disfungsi psikologis individu. Individu yang melakukan prokrastinasi akan menghadapi deadline dan hal ini dapat menjadi tekanan bagi mereka sehingga menimbulkan stres. Kerugian lain yang dihasilkan dari perilaku prokrastinasi menurut Solomon dan Rothblum (Ursia, Siaputra dan Sutanto, 2013) adalah tugas tidak terselesaikan, atau terselesaikan namun hasilnya tidak maksimal, karena dikejar deadline. Menimbulkan kecemasan sepanjang waktu pengerjaan tugas, sehingga jumlah kesalahan tinggi karena individu mengerjakan dalam waktu yang sempit. Di samping itu, sulit berkonsentrasi karena ada perasaan cemas, sehingga motivasi belajar dan kepercayaan diri menjadi rendah. Surijah (Ursia, Siaputra dan Sutanto, 2013) juga menambahkan bahwa mahasiswa yang melakukan prokrastinasi akan lebih lama untuk menyelesaikan masa studinya dibandingkan mahasiswa yang tidak melakukan prokrastinasi. Pernyataan oleh Knaus (Hartosujono, 2012) untuk pelaku prokrastinasi adalah penundaan hasil yang dilakukan secara negatif. Seseorang akan banyak menghamburkan waktu dalam perencanaan dan menunggu pengambilan keputusan yang tepat. Meskipun informasi yang dianggap sebagai unsur pengambilan keputusan yang tepat akhirnya tidak datang, individu menganggap
4 penantian itu sebagai hal yang penting. Menurut Prohaska, Iraida, dan Perez (Hartosujono, 2012) bahwa para prokrastinasi memulai pekerjaan mereka saat menit-menit akhir. Individu dapat menyelesaikan pada waktunya dan mereka cenderung bekerja dengan lebih baik dan cepat. Tidak jarang mereka menganggap lebih memiliki ide yang kreatif dalam kondisi tekanan waktu. Ide-ide mereka kadang terlalu baik dibanding waktu yang tersedia. Tidak jarang mereka menyatakan dapat berbuat lebih baik lagi, bila mereka diberi cukup waktu atau ada tambahan waktu lagi. Tugas-tugas yang tidak menyenangkan dibiarkan begitu saja, saat waktu penyelesaian tugas tidak memungkinkan lagi untuk dihindari. Menurut Matthews, dkk. (Hartosujono, 2012) bahwa penundaan kronis dapat dihubungkan dengan gaya hidup yang maladaptive, pribadi yang terlalu stres dan konsekuensi pada kemasyarakatan. Pertama, individu mengalami gaya hidup yang seringkali tidak sesuai dengan lingkungannya. Individu ini merasa harus menyibukkan diri dengan pekerjaan lain, saat pekerjaan utama belum menjadi prioritasnya. Individu dapat mengalami beberapa benturan, karena menganggap dirinya terlalu sibuk. Kedua, individu merasa stres; stres yang dialami karena penundaan waktu untuk hal-hal yang kurang perlu. Ketiga, adaptasi saat individu bekerja dengan kelompok. Ia dapat kerjasama dengan kelompok, karena pola kerjanya yang kurang sesuai, tuntutan yang berlebihan tapi hasilnya justru seadanya. Hartosujono (2012) mengatakan mengapa seseorang suka melakukan perilaku prokrastinasi: pertama, kurangnya manajemen waktu atau kurang dapat memprioritaskan waktu. Kedua, Bahan pekerjaan yang tinggi pada waktu yang
5 sedikit. Tingginya atau banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, tapi waktu yang tersedia tidak banyak. Prioritas pekerjaan yang harus segera dikerjakan muncul secara tidak terduga-duga, mengakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi tidak tercapai. Ketiga, Kecemasan menyelesaikan tugas. Waktu untuk menyelesaikan tugas, justru dihabiskan untuk menghadapi kecemasan atau ketakutan; namun individu justru tidak memulai pekerjaannya. Keempat, Tidak tahu cara memulai atau apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kelima, terlalu fokus pada kegagalan atau tidak menemui standar yang harus dicapai. Keenam, kesempurnaan untuk mencapai standar yang tidak realistik. Ketujuh, bosan oleh tugas. Kebosanan terhadap rutinitas suatu tugas atau anggapan, bahwa kegagalan tugas yang harus dikerjakan menjadi suatu bencana. Delapan, terbiasa menghindari pekerjaan yang sulit. Burka dan Yuen (Putri, 2011) menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prokrastinasi dikelompokkan menjadi internal dan eksternal. Faktor internal meliputi takut gagal, takut sukses, takut kehilangan kontrol, takut terpisah dan takut keintiman. Faktor eksternal meliputi pemberontakan terhadap figur otoritas dan model kesuksesan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa adanya kecemasan yang dialami oleh pelaku prokrastinasi. Kecemasan ini yang pada akhirnya mempengaruhi prokrastinasi pada individu. Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dialami oleh mahasiswa/mahasiswi Universitas Islam Indonesia sehingga mereka cenderung untuk melakukan prokrastinasti.
6 Gejala yang muncul pada mahasiswa ketika mengalami kecemasan dalam menghadapi tugas akademik adalah adanya perasaan takut dan khawatir terhadap apa yang terjadi. Di dalam mengerjakan tugasnya, mahasiswa sudah merasa takut dan khawatir terlebih dahulu terhadap tugasnya sehingga mahasiswa tidak berani untuk segera melaksanakan tugasnya, melainkan lebih memikirkan ketakutan dan kekhawatirannya daripada mengerjakannya. Perasaan takut juga akan mempengaruhi kepercayaan diri pada mahasiswa di dalam mengerjakan tugasnya. Berdasarkan fenomena tersebut muncul pertanyaan dari peneliti yaitu apakah kecemasan dapat memicu prokrastinasi pada mahasiswa, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan antara Kecemasan dengan Prokrastinasi pada Mahasiswa Tugas Akhir. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan prokrastinasi pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan dalam bidang psikologi, pada khususnya psikologi pendidikan. 2. Manfaat Praktis
7 Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi para mahasiswa dan dosen tentang dampak dan solusi yang bisa diterapkan dari prokrastinasi. 1) Bagi mahasiswa Memberikan tambahan pengetahuan kepada mahasiswa mengenai pentingnya mengurangi prokrastinasi, serta memberikan gambaran bagaimana dampak yang akan dirasakan dikemudian hari. 2) Bagi dosen Memberikan referensi dosen dengan memberikan perlakuan dalam hal penanggulangan perilaku prokrastinasi pada mahasiswa. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang prokrastinasi telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian mengenai prokrastinasi yang pernah diteliti antara lain : a. Wardani (2012) dengan judul Hubungan antara kepemimpinan diri dengan prokrastinasi mahasiswa. Prokrastinasi dalam penelitian ini menjadi variabel tergantung, untuk variable bebasnya adalah kepemimpinan diri. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi S1 fakultas psikologi dan ilmu sosial budaya Universitas Islam Indonesia yang berumur antara 18 sampai 22 tahun. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk prokrastinasi menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur PASS (procrastination
8 assessment scale for student) dari teori Solomon dan Rothblum (1984). Hasil dari penelitian ini tidak ada korelasi antara kepemimpinan diri dengan prokrastinasi. b. Qodri (2014) dengan judul Hubungan antara persepsi terhadap tugas dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Prokrastinasi dalam penelitian ini sebagai variabel tergantung, untuk variabel bebasnya adalah persepsi terhadap tugas. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia dengan jumlah subjek 90 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk prokrastinasi adalah skala yang disusun sendiri berdasarkan empat indikator perilaku prokrastinasi akademik oleh Ferrari dkk (1995). Hasil dari penelitian ini adalah ada korelasi antara persepsi terhadap tugas dengan prokrastinasi akademik. c. Novianti (2012) dengan judul Hubungan antara manajemen waktu dengan prokrastinasi mahasiswa yang menikah, prokrastinasi dalam penelitian ini adalah variabel tergantung, untuk variabel bebasnya adalah manajeman waktu. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah menikah berusia 20 sampai 25 tahun berjumlah 50 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk prokrastinasi menggunakan teori Ferrari (1995). Hasil dari penelitian ada korelasi negative antara manajemen waktu dengan prokrastinasi. 1. Keaslian Topik Topik yang digunakan dalam penelitian Wardani (2012) dengan tema hubungan antara kepemimpinan diri dengan prokrastinasi mahasiswa. Topik yang digunakan Qodri (2014) dengan tema hubungan antara persepsi terhadap tugas dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Novianti (2012) juga
9 mengangkat topik prokrastinasi dengan tema hubungan antara manajemen waktu dengan prokrastinasi mahasiswa yang menikah. Topik yang digunakan dalam peneliti adalah hubungan antara kecemasan dengan prokrastinasi pada mahasiswa. 2. Keaslian Teori Teori prokrastinasi yang digunakan dalam penelitian Wardani (2012) adalah teori Solomon dan Rothblum (1984). Teori prokrastinasi yang digunakan dalam penelitian Qodri (2014) dan Novianti (2012) adalah teori Ferrari (1995). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori prokrastinasi yang sama dengan penelitian Qudri (2014) dan Novianti (2012) yaitu teori yang disusun oleh Ferrari (1995), sedangkan untuk kecemasan peneliti menggunakan teori dari Nevid dkk (1997). 3. Keaslian Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian Wardani (2012) adalah alat ukur prokrastinasi yang diadaptasi dari alat ukur bernama PASS (Procrastination Assessment Scale For Student) yang dikembangkan oleh Solomon dan Rothblum (1984). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian Qodri (2014) dan Novianti (2012) adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori Ferrari (1995). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan alat ukur berdasarkan aspek dari Schouwenberg (Ferrari, Johnson dan McCown, 1995) yang digunakan oleh Samudra (2014) dan teori dari Blackburn dan Davidson (1994) yang digunakan oleh Gonzo (2014) untuk variabel kecemasan.
10 4. Keaslian Subjek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian Wardani (2012) adalah mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dengan rentang usia 18 sampai 22 tahun. Subjek penelitian Qodri (2014) adalah mahasiswa jurusan Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia dengan jumlah subjek 90 orang. Untuk penelitian Novianti (2012) menggunakan subjek mahasiswa yang telah menikah dengan rentang usia 20 sampai 25 tahun dengan jumlah 50 orang. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan subjek mahasiswa Universitas Islam Indonesia yang sedang mengerjakan skripsi dan telah melewati batas waktu untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu dengan jumlah 40 orang.