BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, serta semakin meningkatnya wawasan dan kesejahteraan rakyat akan meningkatkan harapan hidup masyarakat sehingga menyebabkan jumlah penduduk pada lanjut usia setiap tahunnya semakin meningkat. Lanjut usia merupakan proses tumbuh kembang yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan (Azizah, 2011). Menurut World Health Organization (WHO) (Efendi, 2009), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria yaitu, usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) lebih dari 90 tahun. WHO (2014) memprediksi bahwa jumlah lansia diseluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar pada tahun 2025 dan akan terus mengalami peningkatan hingga 2 miliar orang pada tahun 2050. Peningkatan jumlah lansia ini terjadi karena adanya keberhasilan dalam pembangunan dibidang kesehatan. Keberhasilan ini sangat berdampak dalam perbaikan taraf 1
2 hidup dan memperpanjang Umur Harapan Hidup (UHH)/Angka Harapan Hidup (AHH) yang ditandai dengan angka kematian serta jumlah kelahiran yang menurun. WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia tahun 2050 tersebar di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan presentase lansianya yang cukup tinggi. Persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai lebih dari 7% jumlah keseluruhan penduduk, dengan sebaran penduduk lansia di provinsi D.I.Yogyakarta memiliki proporsi lansia paling tinggi (13,20%) yang disusul oleh Jawa Tengah (11,11%) kemudian Jawa Timur (10,96%) dan Bali (10,79%), sedangkan jumlah lansia paling rendah berada di Provinsi Papua (2,56%) dan Kepulauan Riau (3,76%). Penduduk lansia yang terbesar di Yogyakarta berasal dari Kabupaten Sleman, yaitu berkisar 135.644 orang atau 12,95% dari jumlah penduduk Sleman (Pemerintah KabupatenSleman, 2015). Jumlah lansia di Jawa Tengah juga terus mengalami peningkatan.menurut BPS Kabupaten Semarang (2015) di Kabupaten Semarang penduduknya pada akhir tahun 2010 sebanyak 933.764 jiwa dan pada akhir tahun 2014 mencapai 955.481 jiwa. Dibandingkan dengan kondisi akhir tahun 2010
3 terdapat penambahan jumlah penduduk sebanyak 21.717 jiwa atau rata-rata pertahunnya bertambah 5.429 jiwa. Berdasarkan pernyataan diatas tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Indonesia menjadi salah satu negara berkembang dengan proporsi jumlah lansia yang cukup besar di setiap daerahnya termasuk juga Kabupaten Semarang. Pada lansia sendiri banyak perubahan yang terjadi tidak hanya perubahan mental, psikososial, spiritual namun juga perubahan fisik. Perubahan fisik pada lansia sendiri akan menghadapkan lansia pada beberapa masalah fisik seperti risiko cedera dan risiko jatuh. Menurut Nugroho (2008) jatuh merupakan salah satu masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan bertambahnya usia akan berpengaruh pada kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik di mana terjadinya gangguan gaya berjalan, kelemahan pada otot ekstremitas bawah, langkah yang memendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam bergerak. Sedangkan faktor ekstrinsik di antaranya lantai yang licin dan tidak merata, tersandung oleh benda-benda, kursi roda yang tidak terkunci, kurangnya penglihatan, dan penerangan cahaya yang kurang terang cenderung mudahterpeleset atau
4 tersandung sehingga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Stockslager & Schaeffer (2008), mengatakan bahwa jatuh dapat mengakibatkan trauma yang serius, seperti adanya rasa nyeri, kelumpuhan ekstermitas atau bagian lainnya bahkan kematian. Hal yang sama juga dikemukakan oleh The American Medical Association Direksi(AMDA), (2005) bahwa jatuh merupakan penyebab signifikan dari cedera hingga kematian pada lansia. Hal ini dapat menimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri sehingga lansia membatasi aktivitasnya sehari-hari yang mengakibatkan menurunnya kualitas hidup pada lansia yang mengalaminya. Angka kejadian jatuh dalam penelitian Smulders, dkk (2012), adalah sebesar 45% dengan rata-rata jumlah jatuh satu kali selama setahun. Nadzam (2009), melaporkan survei yang dilakukan oleh Morse pada tahun 2008 tentang kejadian pasien jatuh di Amerika Serikat yang menunjukan 2,3-7% per 1000 lansia jatuh dari tempat tidur setiap hari. Survey tersebut menunjukan bahwa 29-48% pasien mengalami luka dan 7,5% dengan luka-luka serius. Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30lansia atau sekitar 43,47% mengalami jatuh
5 (Darmojo, 2009).Kejadian jatuh juga merupakan salah satu masalah yang sering terjadi di panti. Idealnya frekuensi jatuh lansia dalam 1 tahun terjadi 1-2 kali namun faktanya frekuensi kejadian jatuh yang terjadi pada lansia di rumah perawatan seperti panti wredha rata rata 3 kali lebih banyak terjadi (Darmojo, 2009). Adapun penelitian yang mencatat adanya kejadian jatuh di Panti Wredha ini dilakukan oleh Aristo (2007), didapatkan dari 54 subjek penelitian 55,5% atau 30 pasien mengalami jatuh dalam setahun terakhir. Sebuah penelitian juga dilakukan oleh Tuti pada tahun 2011 tentang proporsi dan faktorrisiko kejadian jatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna Wredha UnitAbiyoso, Pakem, Sleman, Yogyakarta menyimpulkan bahwa lansia yang mengalamikejadian jatuh sebanyak 24 orang (52,2%). Tidak jauh berbeda dari studi kasus yang dilakukan oleh Af idah, dkk (2012) di Panti Werdha Hargodelali Surabaya didapatkan sekitar 60% lansia dari 39 penghuni panti pernah mengalami jatuh pada tahun 2011. Hal ini dikarenakan para lansia memiliki masalah kesehatan yang serius dengan kualitas hidup yang mulai menurun. Oleh karena itu, hal yang paling penting adalah memberikan tindakan pencegahan yang adekuat untuk mencegah risiko jatuh pada lansia.
6 Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti risiko jatuh pada lansia juga terlihat terjadi di Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius (PSYMP). Diketahui di Panti Wredha ini dihuni oleh lima orang lanjut usia yang berumur diatas 60 tahun dan memiliki permasalahan keterbatasan fisik, tiga diantaranya tidak bisa melihat karena penyakit katarak dan hanya salah satu saja yang dapat berjalan. Dua lainnya menggunakan kursi roda karena seorang lansiasudah tidak dapat berjalan dan seorang lainnya dapat berjalan namun masih membutuhkan bantuan perawat. Salah satu upaya pencegahan jatuh pada lansiaadalah peran perawat. Perawat sebagai care provider utama memiliki peranan penting dalam mengatasi pencegahan jatuh di institusi dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kato, dkk (2008) dalam penelitiannya di Jepang yang membuktikan bahwa meningkatkan perawatan dengan memberikan keterampilan dan motivasi pada care giver dapat mengembangkan program pencegahan jatuh untuk pasien lanjut usia yang memiliki risiko untuk jatuh. Panti ini memiliki lima tenaga kesehatandimana tiga diantaranya yang tercatat sebagai perawat lulusan SMK jurusan keperawatan dan dua orang lainnya perawat lulusan SMA.
7 Berdasarkan pemaparan yang sudah disampaikan sebelumnya, terlihat bahwa risiko jatuh pada lansia mengalami peningkatan setiap tahunnya di Indonesia dan tergolong cukup tinggi terjadi termasuk di Panti Wredha. Maka salah satu upaya pencegahan jatuh pada lansia tersebut dibutuhkan peran perawat sebagai care provider utama yang menurut peneliti masalah ini penting dan layak untuk diteliti. 1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan oleh peneliti di atas, maka fokus penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah Peran Perawat Dalam Meminimalisir Risiko Jatuh pada Lansia Yang Memiliki Keterbatasan Fisik di Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menggambarkan peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia yang memiliki keterbatasan fisik di Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius Getasan.
8 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui jenis-jenis peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam meminimalisir risiko jatuh 1.3.2.2 Mengetahui gambaran intervensiperawat dalam meminimalisir risiko jatuh 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dalam penelitian ini sebagai pengembangan studi keperawatan tentang peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia yang memiliki keterbatasan fisik serta dapat memberikan kontribusi yang positif dalam bidang keperawatan gerontik. 1.4.2. Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan Bagi Program Studi Ilmu Keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai data pendukung dalam upaya meningkatkan pengetahuan mengenai keperawatan
9 gerontik khususnyaperan perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia yang memiliki keterbatasan fisik. 1.4.2.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelayanan keperawatan khususnya gerontikdalam merencanakan perawatan pada lansia yang memiliki risiko jatuh. 1.4.2.3 Bagi Peneliti Manfaat bagi peneliti sebagai sebuah media pembelajaran dan pengetahuan dalam melakukan penelitian untuk mengetahui peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia dengan keterbatasan fisik. 1.4.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya Bisa dijadikan data dasar bagi peneliti selanjutnya untuk lebih melengkapi skripsi ini dengan meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko jatuh pada lansia.