BAB 1 PENDAHULUAN. biskuit, bubur susu, bubur nasi ataupun nasi tim. Pemberian ASI eksklusif pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menyusu dalam 1 jam pertama kelahirannya (Roesli, 2008). Peran Millenium

BAB I PENDAHULUAN Millennium Develepment Goals (MDG s) Indonesia menargetkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian (ASI) masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Survei Demografi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

BAB 1 PENDAHULUAN. keberlangsungan bangsa, sebagai generasi penerus bangsa anak harus dipersiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). Air susu ibu sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Angka Kematian Bayi tidak berdiri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan zat gizi bagi bayi usia sampai 2 tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan

BAB I PENDAHULUAN. satu-satunya makanan yang terbaik untuk bayi, karena memiliki. komposisi gizi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksklusif dan praktik menyusui selama 2 tahun. Pemberian ASI Eksklusif merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. biskuit, bubur nasi dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru dimulai diberikan. berusia 2 tahun atau lebih. ( Weni, 2009 : 23 )

BAB 1 PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) Di negara

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

protein, natrium, klorida, dan besi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang prematur.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air susu Ibu (ASI) merupakan pemberian air susu kepada bayi yang langsung

BAB I PENDAHULUAN. obstetri di Indonesia adalah sebesar 23 per Kelahiran Hidup (KH)

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan 2010 bahwa kejadian diare pada bayi terus meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita. jangkauan maupun kualitas pelayanan (Novia ika, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah air susu yang diberikan kepada bayi sejak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) padabayi

Hubungan Pengetahuan, Pendidikan, Paritas dengan Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) (Kementrian Kesehatan RI, juga mengacu kepada Resolusi World Health Assembly (WHA),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengelolaan progam kesehatan. Pada saat ini AKI dan AKB di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan zat gizi bagi bayi sampai usia dua tahun merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. otak dimulai dalam kandungan sampai dengan usia 7 tahun (Menteri Negara

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut yaitu dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sampai bayi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan anak. Proses menyusui secara alami

BAB 1 PENDAHULUAN. ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat sebagai makanan bayi (Maryunani, 2012). diberikan sampai usia bayi 2 tahun atau lebih (Wiji, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi

BAB l PENDAHULUAN. pada angka 26 kematian per kelahiran hidup (WHO, 2014). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pada tujuan ke 5 adalah mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di mana salah satu indikator tingkat kesehatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Melahirkan merupakan pengalaman menegangkan, akan tetapi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. kelahiran hidup, sesuai dengan target pencapaian Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. satupun produk formula yang dapat menyamai keunggulan ASI. ASI. ASI mengikuti pola pertumbuhan dan kebutuhan bayi untuk proses

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

2015 GAMBARAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI POSYANDU PADASUKA RW 06 DAN RW 12 KELURAHAN PADASUKA KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. makanan bayi yang ideal dan alami serta merupakan basis biologis dan

BAB I PENDAHULUAN. suplemen,vitamin, mineral, dan atau obat obatan untuk keperluan medis

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan kehidupan seorang anak, tetapi kurang dari setengah anak di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara global angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan masih

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun


I. PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. pada saat janin masih dalam kandungan dan awal masa pertumbuhannya. menghadapi tantangan globalisasi (Depkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Makanan utama bayi adalah air susu ibu (ASI) sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kebutuhan gizi secara kuantitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB I PENDAHULUAN. penuh perjuangan bagi ibu yang menyusui dan bayinya (Roesli, 2003).

mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk anak, remaja, ibu hamil dan ibu menyusui dengan kegiatan pokok

GASTER Vol. 11 No. 2 Februari Wahyuningsih Akademi Giri Husada Wonogiri. Abstrak

HUBUNGAN ANTARA SIKAP IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDAWUNG II SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan otak bayi yaitu sesuatu yang tidak dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan WHO, 2009). Pemberian ASI Ekslusif harus terinisiasi dini ASI saja dengan 1

BAB I PENDAHULUAN. Air Susu Ibu (ASI) sangat bermanfaat untuk imunitas, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan

Kata Kunci: Sikap Ibu, Dukungan Suami, Pemberian ASI Eksklusif

BAB I PENDAHULUAN. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat. Data. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan, sikap..., Rindiarni Inten Putri, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 98 kematian per kelahiran hidup. Tingginya angka kematian bayi

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi yang diberikan pada bayi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. individu, dimulai sejak janin masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting diperhatikan oleh ibu. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. pertama. Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi penting untuk. meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas bayi.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa terdapat perbedaan yang mencolok Angka Kematian Balita (AKB)

BAB I PENDAHULUAN. obstetrik dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka

KEBIJAKAN DEPARTEMEN KESEHATAN TENTANG PENINGKATAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) PEKERJA WANITA

BAB I PENDAHULUAN. The World Health Report Tahun 2005 dilaporkan Angka Kematian Bayi Baru

BAB I PENDAHULUAN. kandungan zat gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

serta suami sangat dibutuhkan. Karena pikiran pikiran negatif atau rasa kurang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG MANAJEMEN LAKTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari delapan target Millenium Development Goals (MDGs). yang mesti

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASI eksklusif merupakan pemberian air susu ibu saja kepada bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya tanpa memberikan makanan tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, madu, air putih, serta makanan padat seperti pisang, biskuit, bubur susu, bubur nasi ataupun nasi tim. Pemberian ASI eksklusif pada dasarnya merupakan kewajiban seorang ibu yang bertujuan untuk kelangsungan hidup dan tumbuh kembang bayinya secara optimal. Dalam ASI terkandung zat kekebalan tubuh sehingga bila semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kesehatan bayi semakin buruk dan dapat mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian bayi meningkat. Salah satu sasaran Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 adalah untuk mengurangi angka kematian anak balita. Target MDGs untuk menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian balita hingga dua per tiga dalam kurun waktu tahun 1990 sampai tahun 2013 yaitu sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. AKB di Indonesia masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan Human Development Report tahun 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran hidup. Survey Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menunjukkan bahwa AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan target RPJM Kementerian 1

Kesehatan 2014 adalah sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup. Sekitar 40 % kematian balita berada pada usia bayi baru lahir atau dibawah satu bulan ( Kemenkes RI, 2010). Hasil penelitian di Ghana yang diterbitkan oleh jurnal pediatriks menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada bayi sejak hari pertama kelahirannya. Angka ini naik menjadi 22% jika pemberian ASI dimulai dalam 1 jam pertama setelah kelahirannya. ASI adalah asupan gizi yang terbaik untuk melindungi bayi dari infeksi pernafasan, diare, alergi, sakit kulit, asma, obesitas juga membentuk perkembangan intelegensia, rohani, perkembangan emosional. Hasil telaah dari 42 negara menunjukkan bahwa ASI eksklusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan an gka kematian balita, yaitu 13% dibanding intervensi kesehatan masyarakat lainnya (Roesli, 2010). Saat ini usaha untuk meningkatkan pemberian ASI telah menjadi tujuan global. Setiap tahun pada tanggal 1-7 Agustus adalah pekan ASI sedunia dan saat itu jugalah kegiatan penggunaan ASI di evaluasi. Di Indonesia walaupun sejak tahun 1992 telah dilakukan kegiatan Rumah Sakit Sayang Bayi kemudian ditambah lagi dengan kegiatan Rumah Sakit Sayang Ibu tahun 1999, situasi menyusuipun belum seperti yang diharapkan. Secara nasional, cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia berfluktuasi yaitu pada tahun 2007 turun dari 28,6% menjadi 24,3% pada tahun 2008 dan naik lagi menjadi 34,3% pada tahun 2009. Cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan dalam Program Pembangunan Nasional dan strategi Nasional saat ini adalah 80%

(Kemenkes RI, 2010). Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) di Indonesia pemberian ASI baru mencapai 15,3% dan pemberian susu formula meningkat tiga kali lipat dari 10,3% menjadi 32,5%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Tapanuli Utara tahun 2012 sebesar 7,64% sangat rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 70,62%, tahun 2010 sebesar 83,55%, tahun 2009 sebesar 70,66% dan tahun 2008 sebesar 75,35%. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Tapanuli Utara tahun 2012 tertinggi di Kecamatan Pahae Jae sebesar 24,60% dan terendah di Kecamatan Siatas Barita sebesar 3,54%. Hal ini ternyata masih jauh di bawah target standar pelayanan minimum yang ditetapkan secara nasional. Cakupan pemberian ASI eksklusif dipengaruhi beberapa hal terutama kurangnya ketersediaan sarana prasarana KIE ASI dan belum optimalnya kelompok pendukung ASI (Profil Kesehatan Taput, 2012). Rendahnya cakupan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh perilaku ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Menurut teori Green bahwa perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yang terwujud dalam pengetahuan, keyakinan dan nilai yang di anut ibu tentang pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Sedangkan menurut Roesli (2010), fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan ibu yang kurang, beredarnya mitos yang kurang baik tentang ASI eksklusif, dan kesibukan ibu bekerja serta singkatnya cuti melahirkan. Bagi ibu yang aktif bekerja, upaya pemberian ASI eksklusif sering menjadi hambatan karena singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan. Ibu bekerja seharusnya

tetap memberikan ASI kepada bayinya. Jika memungkinkan bayi di bawa ke tempat ibu bekerja. Namun hal tersebut sulit dilaksanakan apabila di tempat bekerja atau sekitarnya tidak tersedia sarana penitipan bayi atau pojok laktasi. Ibu bekerja bisa menyusui bayinya sebelum berangkat bekerja dan setelah kembali pulang kerumahnya ataupun memeras atau memompa ASI dan menyimpannya di lemari es (Maryunani, 2012). Banyak ibu mengatakan bahwa bekerja akan mengganggu proses menyusui. Hal ini tidaklah benar karena ibu dapat mengambil cuti paling kurang selama enam minggu sesudah melahirkan. Masa itu diperlakukan untuk menciptakan suasana menyusui yang tenang dan hubungan yang dekat antara ibu dan anak. Bila ibu sudah kembali bekerja, ASI dapat di tampung dan di simpan dalam botol dan diberikan kepada bayi oleh anggota keluarga ketika ibu bekerja. Penampungan ASI dapat dilakukan di rumah atau di tempat bekerja (Almatsier, 2011). Pekerjaan ataupun kegiatan ibu sehari-hari sering dijadikan sebagai alasan untuk memberikan bayinya susu formula. Penggunaan susu formula meningkat tiga kali lipat. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif dipengaruhi oleh produk-produk makanan tambahan dan formula. Kemajuan teknologi dan canggihnya komunikasi serta gencarnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI membuat masyarakat kurang mempercayai keunggulan ASI sehingga akhirnya memilih susu formula (Prasetyono, 2012). Hikmawati, dkk (2008) memaparkan bahwa status pekerjaan ibu dan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko kegagalan pemberian ASI. Hasil

penelitian Fitria, dkk (2013) mengatakan umur <20 tahun masih belum matang secara fisik, mental, maupun psikologi dalam pemberian ASI eksklusif pada bayinya. Penelitian Hafni, dkk (2013) memaparkan bahwa pengetahuan dan paritas, memberikan kontribusi terhadap pemberian ASI eksklusif. Sedangkan Penelitian Rohani (2007) menunjukkan bahwa faktor pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif, hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan pemberian ASI eksklusif jika disertai dengan peningkatan pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Subur, dkk (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan, maka semakin rendah kemampuan dasar seseorang dalam berfikir untuk pengambilan keputusan khususnya dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi umur 0-6 bulan. Untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan dukungan keluarga dan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang baik. Dukungan keluarga seperti suami, orang tua, dan mertua merupakan faktor eksternal yang paling besar pengaruhnya terhadap pemberian ASI eksklusif karena berhubungan dengan rasa percaya diri ibu. Peran petugas kesehatan terhadap pemberian ASI eksklusif ini juga sangat penting tidak hanya bagi bayi tetapi juga bagi ibu yang menyusui. Petugas kesehatan yang terlibat pada perawatan selama kehamilan sampai bayi lahir biasanya adalah seorang dokter dan bidan. Bidan merupakan ujung tombak kesehatan masyarakat. Peran petugas kesehatan adalah promosi melalui pendidikan kesehatan. Petugas kesehatan harus dapat menginformasikan kepada ibu agar memberikan ASI eksklusif

kepada bayinya dengan menjelaskan manfaat dan komposisi ASI dibandingkan dengan susu formula dan tidak memfasilitasi bayi baru lahir dengan susu formula. Pemberian ASI diharapkan bisa membantu perekonomian Indonesia yang sedang mengalami krisis ekonomi, sedangkan bagi perusahaan tempat ibu bekerja, pemberian ASI dapat menghemat biaya pengobatan, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan citra perusahaan sekaligus dapat meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. Hasil penelitian Isroni (2010) terdapat hubungan yang signifikan antara peranan petugas kesehatan terhadap pemberian ASI eksklusif. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR=9,450 artinya ibu yang mendapat peran dari petugas kesehatan berpeluang memberikan ASI eksklusif sebanyak 9,45 kali dibandingkan ibu yang tidak mendapat peran dari petugas kesehatan. Menurut hasil penelitian Suryaningsih (2013), ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif dengan p value 0,000. Namun, di Indonesia masih banyak petugas kesehatan maupun pelayanan kesehatan (termasuk Rumah Sakit) yang belum mendukung pemberian ASI eksklusif. Faktor lain dari petugas kesehatan yang mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI eksklusif dan lama menyusui adalah pelaksanaan inisiasi menyusu dini oleh penolong persalinan. Inisiasi menyusu dini merupakan permulaan kegiatan menyusui dalam satu jam pertama setelah bayi lahir yang akan membantu keberhasilan menyusui selanjutnya. Penelitian di Jakarta menunjukkan bayi yang diberi kesempatan menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil dalam pemberian ASI eksklusif (Roesli, 2010).

Tanggal 1 Maret 2012 dikeluarkanlah PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan ini melaksanakan ketentuan pasal 129 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Dalam rangka melindungi, mendukung, dan mempromosikan pemberian ASI eksklusif perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, masyarakat serta keluarga agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya (Kemenkes RI, 2012). Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Bayi yang tidak diberi ASI setidaknya hingga usia 6 bulan, lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi. Berdasarkan data riset kesehatan dasar 2010 menunjukkan bahwa pemberian ASI di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 %. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah dan kurangnya pengetahuan. Banyak ibu yang tidak mendapat informasi atau tidak tahu apa yang dilakukan saat pertama bayi lahir. Apalagi pihak rumah sakit tidak mendukung dalam melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam pertama kelahiran sebagai langkah awal dalam keberhasilan pemberian ASI Eksklusif (Maryunani, 2012). Hasil penelitian Siswanto, dkk (2010) tentang hubungan inisiasi menyusu dini dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang Kota Malang didapatkan hasil bahwa bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif 90 % mendapat IMD, sedangkan yang tidak mendapat ASI eksklusif 70 % tidak mendapat IMD (p= <0,001; OR= 21). Peneliti melakukan survei awal dengan mewawancarai 6 informan yang memiliki bayi berumur kurang dari 12 bulan dan diperoleh jawaban bahwa saat bayi baru lahir langsung diberi susu botol karena air susu ibu belum keluar; bayi sudah lapar, maka harus cepat diberi susu formula agar bayi kenyang dan tidak rewel. Informan juga mengatakan bahwa susu formula biasanya sudah dipersiapkan oleh keluarga setelah bayi lahir ataupun bidan selaku penolong persalinan langsung menganjurkan keluarga untuk membelinya. Berdasarkan fenomena di atas, perlu dilakukan penelitian tentang Hubungan Karakteristik Ibu (Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Paritas, Pengetahuan), Dukungan Keluarga, dan Peran Petugas Kesehatan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2014. 1.2 Permasalahan Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran ibu tentang manfaat pentingnya pemberian ASI eksklusif di dalam pertumbuhan dan perkembangan bayinya secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan penelitian, bagaimana hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan), dukungan keluarga, dan peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan), dukungan keluarga, dan peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2014. 1.4 Hipotesis Ada hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, pengetahuan), dukungan keluarga, dan peran petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Siatas Barita Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2014. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menyukseskan pemberian ASI Eksklusif. 2. Bagi Ibu yang memiliki bayi sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan tentang pentingnya manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 0 sampai 6 bulan.