PENEGASAN HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

dokumen-dokumen yang mirip
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L P E N A T A A N R U A N G

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (DALAM RANGKA WORKSHOP DAN STUDI KASUS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG)

PENANGANAN KASUS PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG (Dalam Rangka Workshop dan Studi Kasus Pengendalian Pemanfaatan Ruang)

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. perlunya mendorong daya saing perekonomian khususnya dalam rangka pertumbuhan ekonomi wilayah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 TERHADAP PERAN PERENCANA DAN ASOSIASI PROFESI PERENCANA

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

Buku Saku Pengetahuan Tentang Tata ruang

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG TANDA DAFTAR GUDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA [LN 2010/130, TLN 5168]

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

1 of 6 3/17/2011 3:59 PM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

Penyusunan Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun ;

WALIKOTA PALANGKA RAYA

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

Disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KAWASAN PARIWISATA PANTAI WIDURI

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Aspek-aspek minimal yang harus tercantum dalam Perda Kumuh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PER

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN, KETERTIBAN UMUM DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

LAMPIRAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HALMAHERA TIMUR,

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Pengendalian pemanfaatan ruang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 03 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

Peraturan Daerah Provinsi Bali. Nomor 7 Tahun Tentang. Usaha Penyediaan Sarana Wisata Tirta DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

Transkripsi:

PENEGASAN HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT H A K KEWAJIBAN PERAN a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sbg akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan di wilayahnya yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. mematuhi larangan: memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang. melanggar kekentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang. menghalangi akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasan-kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundangundangan sebagai milik umum: a. Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang: c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang 33

DIPERKENALKANNYA PERANGKAT INSENTIF DAN DISINSENTIF 1. Pengertian A. Perangkat Insentif adalah: Pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. Contoh Perangkat Insentif : a. pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang dan urun saham; pengurangan pajak atau b. pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya. B. Perangkat Disinsentif adalah: Pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang Contoh Perangkat Disinsentif : a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; kewajiban memberikan kompensasi baik pada kawasan yang dibatasi perkembangannya maupun akibat externalitas negatif atau b. ketidaktersediaan sarana dan prasarana. 37

DIPERKENALKANNYA PERANGKAT INSENTIF DAN DISINSENTIF Contoh Perangkat Insentif : Pemerintah (mendapat manfaat dr penyelenggaraan penataan ruang ) Pemda 1 (mendapat manfaat dr penyelenggaraan penataan ruang ) Pemerintah Subsidi Dukungan Perwujudan RTR Kompensasi Dukungan Perwujudan RTR Dispensasi, Pemerintah daerah (dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang) Pemda 2 (dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang) Swasta/masyarakat Dukungan Perwujudan RTR Diperkenalkannya perangkat insentif dan disinsentif diharapkan : 1) Mendorong agar perencanaan dan produk rencana tata ruang bisa berjalan sesuai situasi dan kondisi Indonesia. 2) Pemanfaatan ruang yang sudah terlanjur tidak sesuai dengan RTRW, dengan mekanisme insentif dan disinsentif dapat dikurangi tekanannya terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan 38

1. Sanksi Administratif peringatan tertulis; PENGATURAN SANKSI penghentian kegiatan sementara; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; dan/atau pemulihan fungsi ruang. 39

PENGATURAN SANKSI lanjutan 2. Sanksi Pidana a. Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). b. Jika tindak pidana seperti disampaikan di atas mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau rusaknya barang, pelaku dipidana dengan penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah). c. Apabila tindak pidana tersebut mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). 40

PENGATURAN SANKSI lanjutan d. Setiap orang yang memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) e. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) f. Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau rusaknya barang, pelaku dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah). g. Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan matinya orang, pelaku dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). 41

PENGATURAN SANKSI lanjutan h. Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). i. Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). j. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (limaratus juta rupiah). Selain sanksi pidana, pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. 42

PENGATURAN SANKSI lanjutan k. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud butir d, e, f, g, h, i dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam butir-butir tersebut. l. Selain pidana denda, korporasi dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha atau pencabutan status badan hukum. m. Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud butir d, e, f, g, h, i dapat menuntut ganti kerugian kepada pelaku tindak pidana n. Tuntutan ganti rugi tersebut dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku. 43

PENYELESAIAN SENGKETA PENATAAN RUANG Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Dalam hal penyelesaian sengketa tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan. 44

PENGATURAN JANGKA WAKTU PENYELESAIAAN ATURAN- ATURAN PELAKSANAAN SEBAGAI TINDAK LANJUT DARI TERBITNYA UU PENATAAN RUANG INI a) Peraturan Pemerintah (PP) yang diamanatkan Undang-undang ini diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. b) Peraturan Presiden yang diamanatkan Undang-undang ini diselesaikan paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. c) Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-undang ini diselesaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. d) PP RTRWN disesuaikan paling lambat 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. e) Semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. f) Semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 3 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang ini diberlakukan. 45

PENGATURAN TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) (Pasal 68) 1. Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. 2. PPNS sebagaimana dimaksud berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang; d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang. 3. Menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia. 4. Pengangkatan PPNS dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 46

KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG 1. Penyelenggaraan Penataan Ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri (Pasal 9 ayat 1). 2. Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup (Pasal 9 ayat 2 ): a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang; b. pelaksanaan penataan ruang nasional; dan c. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. 3. Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi (Pasal 10 ayat 1) : a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan d. kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan memfasilitasi kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. 4. Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi (Pasal 11 ayat 1) : a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan d. kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota. 47

IV. PENUTUP 1. PENATAAN RUANG dibutuhkan untuk mewujudkan ruang Nusantara yang AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF dan BERKELANJUTAN. 2. Perwujudan Tujuan Penataan Ruang dilakukan dengan STRATEGI UMUM seperti Penyiapan Kerangka Strategis Pengembangan Penataan Ruang Nasional dan STRATEGI KHUSUS berupa Penyiapan Peraturan Zonasi, Pemberian Insentif dan Disinsentif, Pengenaan Sanksi, dan lainlain. 3. Produk perencanaan tata ruang tidak hanya bersifat ADMINISTRATIF akan tetapi juga mengatur perencanaan tata ruang yang bersifat FUNGSIONAL dan di klasifikasikan ke dalam RENCANA UMUM dan RENCANA RINCI TATA RUANG. 4. Penataan Ruang Wilayah Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dilakukan secara BERJENJANG dan KOMPLEMENTER sehingga saling melengkapi satu dengan yang lain, bersinergi, dan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dalam penyelenggaraannya. 5. Undang-undang Penataan Ruang telah mengakomodasi perkembangan lingkungan strategis seperti pengaturan RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) di Perkotaan dan Daerah Aliran Sungai (DAS), STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM), integrasi penataan ruang DARAT, LAUT, dan UDARA, PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG, Penataan Ruang Kawasan PERKOTAAN dan PERDESAAN, dan Aspek Pelestarial LINGKUNGAN HIDUP. 6. Untuk menjamin pelaksanaan UU Penataan Ruang yang tertib dan konsisten telah diatur KETENTUAN PERALIHAN, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS), dan KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG. 7. Dengan telah diakomodasikannya berbagai issue strategis penataan ruang di dalam UU Penataan Ruang, diharapkan nantinya penyelenggaraan penataan ruang dapat lebih berdayaguna dan berhasilguna. 48