BAB I PENDAHULUAN. non-perbankan yang bersifat informal. Disebut bersifat informal karena lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (fala>h{). Fala>h{

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

Materi 4 Perkembangan Lembaga Bisnis Syariah. by HJ. NILA NUROCHANI, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dipelopori oleh Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di Indonesia lembaga keuangan berkembang dengan begitu pesatnya.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sistem ekonomi syariah semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perbankan syariah berawal pada tahun 1950an.

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. prinsip syariah sebagai dasar hukumnya berupa fatwa yang dikeluarkan oleh

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisis terhadap penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm.91. 2

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara signifikan pada akhir-akhir ini, baik itu lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. debitur. Namun dalam sistem bagi hasil pembayaran tetap selain pokok pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi Islam menghendaki terjadinya transaksi-transaksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Keberadaan perbankan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, (diakses pada 15 November 2015). 3

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era modern ini perbankan syariah telah menjadi fenomena global,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. melalui aktivitas ekonomi, dan ekonomi yang dikenal dalam Islam adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. syari ah riba dilarang sedangkan jual beli (al bay) dihalalkan. Dengan

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

BAB I PENDAHULUAN. unsur riba diharapkan mampu menjadi alternatif terbaik dalam mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syariah atau yang dikenal dengan Islamic Banking, pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang universal dan komprehensif. Universal berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. Diterbitkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahunn 2003 yang

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. syariah di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB I PENDAHULUAN

Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

REGULASI ENTITAS SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar Dollar AS,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjalankan bisnis dengan izin operasional sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul mall dan Baitul Tamwil. Pengertian BMT

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB 1 PENDAHULUAN. dibidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana, atau menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

Analisis Akuntansi Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah, Tbk KCI Citarum

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan menerapkan prionsip syariah semakin berkembang pesat. Pelopor

PERANAN BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) AHMAD DAHLAN CAWAS DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KECAMATAN CAWAS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh UU No.10 tahun 1998 dan undang-undang terbaru mengenai perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Baitul Maal wat-tanwil (BMT) adalah Lembaga Keuangan mikro Syariah non-perbankan yang bersifat informal. Disebut bersifat informal karena lembaga keuangan ini didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. 1 Sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syariah BMT memiliki perkembangan cukup pesat saat ini. Secara harfiah Baitul Maal berarti rumah dana. Baitul Maal pada masa Nabi Muhammad dahulu berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus menyalurkan dana sosisal. Sedangkan Baitul Tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba. 2 BMT diharapkan disamping sebagai unit bisnis, juga mampu memainkan peran-peran sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya pada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan. Namun demikian BMT, karena bukan institusi perbankan, diperbolehkan mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sektor keuangan lain, yang notabennya dilarang dilakukan oleh instansi perbankan.karena BMT bukan bank, BMT tidak tunduk pada peraturan perbankan. 3 Adanya usaha komersil yang dilakukan oleh BMT dengan menghimpun dan mengelola dana masyarakat, maka seperti halnya perbankan syariah, kegiatan menghimpun dana, BMT menggunakan prinsip wadiah, mudhorabah, dan musyarakah. 1 M. Nur Rianto al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah Teori Dan Praktik (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2015), hlm. 398. 2 Ibid, hlm. 391-392 3 Siti Huriah, Pembiayaan Akad Jual Beli Dengan System Murabahah Di BMT Al-Ikhlas Yogyakarta, tesis (Yogyakarta: UGM), hlm. 7 1

Sedangkan dalam kegiatan penyaluran dana BMT menggunakan prinsip bagi hasil, jual beli (Murābahah, Bai Bistaman Ajil, Salam Istisna) dan sewa (ijarah kepada masyarakat). 4 Lembaga keuangan yang berbasis syariah sangat dibutuhkan disebuah negara yang penduduknya mayoritas Islam. Karena tujuan pokok dalam prinsip syariah adalah sesuai dengan aturan dalam hukum islam yang melarang riba, maisir, gharar, haram dan zalim, dalam kegiatan usaha perbankan syariah. Adanya nilai-nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan merupakan asas demokrasi ekonomi. Sedangkan prinsip kehati-hatian mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya. 5 Berbagai macam produk dan jasa yang ditawarkan oleh BMT maupun bank syariah di Indonesia, produk murābahah yang paling banyak dipraktekkan dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah. Ada sekitar 60% dari produk perbankan syariah menggunakan transaksi akad murābahah. Sisanya sebanyak 40% menggunakan skema akad mudharabah. 6 Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murābahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki resiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder. 7 Murābahah dalam dunia perbankan biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan seperti pembiayaan konsumtif, investasi maupun produktif. Dan untuk kegiatan murābahah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji 4 Ibid, hlm. 9. 5 Habib Ismail, Analisis Perbandingan Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Terhadap Peningkatan Laba DiBMTSetya Dana Nguter Sukhoharjo DanBMTNurul Ummah Bayat Klaten Jawa Tengah, Tesis(Surakarta: IAIN Surakarta: 2016), hlm. 16-17. 6 Siti Huriah, Pembiayaan, hlm. 9. 7 ibid 2

atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito sepesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu. 8 Mengingat fungsi lembaga keuangan adalah sebagai mediasi yang terkadang tidak memungkinkan untuk melakukan pembelian langsung dalam setiap transaksi pembiayaan karena keterbatasan pihak lembaga keuangan mikro syariah untuk membeli barang tersebut, keterbatasan tersebut baik dari segi waktu maupun tenaga yang ada, atau tidak mau direpotkan dengan pembelian barang yang di murābahahkan, maka lembaga keuangan keuangan menerapkan sistem wakalah (mewakilkan) kepada nasabah atau pihak lain untuk melakukan pembelian. 9 Pada penyertaan wakalah dalam pembiayaan murābahah, lembaga keuangan syariah hanya memberi uang, dan nasabah menerima uang untuk melakukan pembelian (pengadaan) barang sesuai dengan akad. Konsep ini bersifat praktis dan efisien karena tidak mungkin lembaga keuangan syariah melakukan pembelian sendiri setiap ada pembiayaan jual beli. Segala sesuatunya dipercayakan pada nasabah karena dengan mengandalkan akad berarti sudah mengikat. 10 Dalam prakteknya, pemberian wakalah kepada nasabah yang dilakukan lembaga keuangan syariah menurut penulis terkadang kurang bijak dan tidak berhatihati sehingga menimbulkan persepsi masyarakat bahwa sistem jual beli yang di implementasikan lembaga keuangan syariah menjadi meragukan aspek syar iannya. Karena seolah lembaga keuangan syariah telah melakukan beberapa transaksi sekaligus ketika terjadi akad. Diantaranya penyerahan dana, pembelian barang, dan penjualan barang kepada nasabah. Akad pejualan seolah-olah telah dilakukan oleh lembaga keuangan syariah kepada nasabah meskipun barang tersebut belum dimiliki oleh lembaga keuangan syariah. Padahal, secara syariah menjual barang yang belum dimiliki 8 Ibid, hlm. 9-10. 9 Muhammad Nizarul Alim, Muhasabah keuangan syariah (Surakarta: AQWAM: 2011), hlm. 79-80. 10 Ibid, hlm. 80-81. 3

tidak diperbolehkan. 11 Karna dalam fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000. Telah ditetapkan bahwa; Jika LKS hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murābahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip manjadi milik LKS. Bukan sebelum pemberian barang. 12 Dengan kata lain, pemberian kuasa (wakalah) dari bank syariah kepada nasabah atau pihak ketiga, harus dilakukan sebelum akad jual beli murābahah ditandatangani. Namun dalam kenyataannya, kadang kala disebagian lembaga keuangan syariah (BMT) akad murābahah sering mendahului pemberian wakalah dan dana pembelian barang. Bagaimana dikatakan barang telah menjadi milik BMT, jika pemberian dana pembelian barang saja dilakukan setelah akad murābahah ditandatangani. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005, 14 Nopember 2005 tentang standarisasi akad, menegaskan kembali bahwa penggunaan media wakalah dalam murābahah terutama pada pasal 9 ayat 1 butir d yaitu dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang, maka aka dmurābahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 13 Oleh karena itu, apabila menggunakan akad wakalah sebaiknya sekuensi (urutan atau tahapan) proses transaksi tetap harus nampak mulai dari proses akad, penyerahan dana, pembelian, penyerahan barang yang dibeli atau bukti pembelian (barang atau dokumen pembelian yang sah dan andal) dari wakil (nasabah) kepada muwakil (LKS), konfirmasi pembelian oleh LKS dan kemudian penjualan serta serah terima barang (dokumen pembelian) sehingga kita tahu barang, jenis, bahkan merek. 11 Ibid. 12 Habib Ismail, Analisis, hlm. 18. 13 Ibid, hlm. 18-19. 4

Sekuensi ini menunjukan bahwa barang yang dijual telah sah dimiliki dan sah untuk dijual. 14 Tujuan dari BI dan DSN-MUI sesungguhnya hendak menempatkan kembali posisi BMT sebagai penjual barang.bukan hanya sekedar lembaga keuangan saja. Prisip dasar inilah yang sangat membedakan antara pembiayaan murābahah di BMT dengan kredit pembelian barang biasa di bank umum yang menerapkan sistem bunga. 15 Penulis dalam penelitian ini tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan pemberian wakalah pada pembiayaan murābahah di KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera, apakah dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan apa yang telah di fatwakan oleh DSN-MUI apakan belum. Karena persoalan dalam murābahah muncul ketika akad jual beli murābahah mendahulaui pembelian barang dan jual beli hanya dilakukan secara tunggal antara BMT dengan nasabah saja, bukan antara BMT dengan supplier. Dengan dalih bahwa BMT sudah memberikan kuasa pembelian pada nasabah untuk membeli barangnya secara mandiri. 16 Akibat BMT cenderung mengaburkan esensi pelaksanaan akad murābahah yang sesuai dengan ketentuan syariah, atau menghilangkan tujuan utamanya. Lembaga yang seharusnya menyediakan barang untuk dijual pada nasabah, menjadi lembaga yang hanya sekedar meminjamkan uang untuk pembelian barang, sehingga masalah yang muncul adalah terjadinya gharar dan riba, karena BMT tidak melaksanakan murābahah sebagaimana mestinya. Sehingga yang berlaku bukan jual beli tapi riba. Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan di atas, dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk meneliti tentang Analisis Penerapan Wakalah Pada Pembiayaan Murābahahdi KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera 14 Muhammad Nizarul Alim, Muhasabah, hlm. 81-82. 15 Ibid,hlm. 19-20. 16 5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana implementasi penyertaan akad wakalah pada pembiayaan murābahah di KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera? 2. Bagaimana kesesuan penerapan wakalah pada pembiayaan murābahah di KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera dengan fatwa DSN-MUI? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui implementasi penyertaan akad wakalah pada pembiayaan murābahah di KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera. b. Untuk mengetahui kesesuaian antara teori dan praktik dalam penerapan wakalah pada pembiayaan murābahah di KSPPS BMT Kube Colomadu Sejahtera. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, yaitu memberikan sumbangan pemikiran dan keilmuan bagi lembaga keuangan syariah khususnya BMT. b. Manfaat praktis bagi BMT, yaitu memberikan bahan masukan supaya dalam penerapan wakalah pada pembiayaan murābahah lebih menerapkan prinsip kehati-hatian agar tetap sesuai dengan ketentuan syariah dan regulasi yang berlaku. c. Bagi dunia akademik akan menambah wawasan dan hazanah keilmuan mengenai penerapan wakalah pada pembiayaan murābahah 6

d. Bagi peneliti berikutnya akan menjadikan sumber referensi dalam mengenali transaksi dalam penerapan wakalah pada pembiayaan murābahah. 7