V. TINJAUAN UMUM USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. nasional sehingga usaha ternak ini berpotensi untuk dikembangkan. Sapi potong telah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

KARYA ILMIAH PELUANG USAHA PETERNAKAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. Daging sapi merupakan salah satu komoditas pangan yang selama ini

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

MODEL PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TERNAK DOMBA

REVITALISASI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

INTEGRASI BISNIS PERUNGGASAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

MTH Sri Budiastutik, Pengembangan Sistem Insentif Teknologi Industri Produksi Benih dan Bibit. JKB. Nomor 6 Th. IV Januari

Kebijakan Pemerintah terkait Logistik Peternakan

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56,

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BAB I PENDAHULUAN. Sapi merupakan hewan ternak yang sangat banyak manfaatnya bagi manusia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERJANJIAN KINERJA PERUBAHAN TAHUN 2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Peternakan sapi potong merupakan salah satu sektor penyedia bahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAN. Oleh: Nyak Ilham Edi Basuno. Tjetjep Nurasa

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

KESIAPAN DAN PERAN ASOSIASI INDUSTRI TERNAK MENUJU SWASEMBADA DAGING SAPI ) Oleh : Teguh Boediyana 2)

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu usaha peternakan yang banyak dilakukan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

87 V. TINJAUAN UMUM USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG DI INDONESIA Pada periode 2005-2008, Departemen Pertanian melaksanakan tiga program utama pembangunan pertanian, yaitu: (1) peningkatan ketahanan pangan, (2) pengembangan agribisnis, dan (3) peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan peternakan merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan untuk mengembangkan kemampuan masyarakat petani khususnya masyarakat petani peternak, agar mampu melaksanakan usaha produktif dibidang peternakan secara mandiri. Usaha tersebut dilaksanakan bersama oleh petani peternak, pelaku usaha dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi petani peternak. Pembangunan peternakan di Indonesia ditujukan kepada upaya peningkatan produksi peternakan yang sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, menciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, mendorong pengembangan agroindustri dan agribisnis dan mengembangkan sumber daya peternakan. Program pengembangan agribisnis diarahkan untuk memfasilitasi kegiatan yang berorientasi agribisnis dan memperluas kegiatan ekonomi produktif petani, serta meningkatkan efisiensi dan daya saing. Upaya peningkatan daya saing usaha ternak sapi potong rakyat secara teknis dapat dilakukan dengan meningkatkan produktivitas sehingga produknya dapat dijual pada tingkat harga yang cukup murah tanpa mengurangi keuntungan peternak.

88 Konsep agribisnis memandang suatu usaha pertanian termasuk peternakan secara menyeluruh (holistik), mulai dari subsistem penyediaan sarana produksi, produksi, pengolahan hingga pemasaran. Menurut Syafa at (2003), konsep agribisnis atau strategi pembangunan sistem agribisnis mempunyai ciri antara lain: (1) berbasis pada pendayagunaan keragaman sumber daya yang ada di masingmasing daerah (domestic resource based), (2) akomodatif terhadap kualitas sumber daya manusia yang beragam dan tidak terlalu mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar, (3) berorientasi ekspor selain memanfaatkan pasar domestik, dan (4) bersifat multifungsi, yaitu mampu memberikan dampak ganda yang besar dan luas. Pembangunan pertanian dan peternakan berdasarkan konsep agribisnis perlu memperhatikan dua hal penting : pertama, berupaya memperkuat subsistem dalam satu sistem yang terintegrasi secara vertikal dalam satu kesatuan manajemen, dan kedua menciptakan perusahaan-perusahaan agribisnis yang efisien pada setiap subsistem. Jika hal ini dapat terwujud maka daya saing produk peternakan (daging, susu, dan telur) akan meningkat, terutama dalam menghadapi pasar global. Agribisnis sapi potong diartikan sebagai suatu kegiatan usaha yang menangani berbagai aspek siklus produksi secara seimbang dalam suatu paket kebijakan yang utuh melalui pengelolaan, pengadaan, penyediaan, dan penyaluran sarana produksi, kegiatan budidaya, pengelolaan pemasaran dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders), dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang seimbang dan proporsional bagi kedua belah pihak (petani peternak dan perusahaan swasta). Sistem agribisnis sapi potong merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan sektor pertanian secara simultan

89 dengan pembangunan sektor industri dan jasa yang terkait dalam suatu kluster industri sapi potong. Kegiatan tersebut mencakup empat subsistem, yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang (Suwandi, 2005). Menurut Siregar dan Ilham (2003), agar pengembangan sistem usaha agribisnis tersebut dapat mengakomodasi tujuan untuk meningkatkan daya saing produk dan sekaligus melibatkan peternak skala menengah ke bawah, ada tiga alternatif kegiatan yang dapat dilakukan, yaitu: (1) integrasi vertikal yang dikelola secara profesional oleh suatu perusahaan swasta, (2) integrasi vertikal yang dilakukan peternak secara bersama-sama yang tergabung dalam wadah koperasi atau organisasi lainnya, dan (3) kombinasi keduanya atau dikenal dengan sistem usaha kemitraan. Tulang punggung penyediaan daging sapi di Indonesia adalah peternak berskala kecil, karena hanya sedikit peternak yang berskala menengah atau besar. Peternakan rakyat berskala kecil biasanya merupakan usaha sambilan atau cabang usaha, dan ternak tersebar secara luas mengikuti persebaran penduduk. Berdasarkan data yang ada, dalam periode tahun 2003-2007 pangsa daging sapi asal impor mengalami peningkatan dari 10 671.4 ton (2003) meningkat menjadi 39 400 ton (2007) atau meningkat rata-rata 41.36 persen pertahun. Pangsa daging sapi asal impor tersebut saat ini sudah mencapai lebih dari 30 persen dibandingkan dengan produksi daging domestik. Relatif cepatnya pertumbuhan impor daging dan sapi bakalan menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi daging sapi domestik seolah tidak mampu mengikuti pertumbuhan konsumsi daging sapi nasional. Impor daging atau sapi bakalan saat ini justru dapat

90 mengganggu perkembangan agribisnis sapi potong lokal yang saat ini dikembangkan masyarakat. Populasi ternak sapi selama kurun waktu 2005 hingga 2009 mengalami kenaikan yaitu rata-rata sebesar 4.4 persen. Kenaikan populasi sapi meningkat tajam pada tahun 2007 dan 2008 yakni masing-masing 5.5 persen dan 6.9 persen. Kenaikan populasi ternak sapi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Populasi Sapi Potong Indonesia Tahun 2005-2009 (juta ekor) Tahun Populasi Trend (%) 2005 10.6-2006 10.9 2.8 2007 11.5 5.5 2008 12.3 6.9 2009 12.6 2.4 Rata-rata 11.6 4.4 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2009b Populasi sapi potong per bangsa tahun 2009 disajikan pada Tabel 9. Komposisi sapi potong tiga terbesar adalah sapi Bali, sapi PO (Peranakan Ongole), dan sapi persilangan hasil IB dengan sapi Limousin, atau sering disebut sapi Liomusin. Sapi lokal lainnya terdiri atas sapi Aceh, sapi Madura, dan sapi SO (Sumba Ongole). Populasi Sapi Potong per Bangsa Tahun 2009 dan Proyeksi sampai Tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Populasi Sapi Potong per Bangsa Tahun 2009 dan Proyeksi sampai Tahun 2014 Bangsa Sapi 2009 2010 2011 2012 2014 Sapi Bali 4 185 016 4 313 415 4 482 041 4 652 146 4 837 140 Sapi PO 2 469 807 2 541 829 2 615 950 2 692 234 2 770 741 Sapi Brahman 699 838 717 546 877 041 1 025 426 1 204 525 Sapi Lokal lainnya 1 961 253 2 029 709 2 100 555 2 173 873 2 249 751 Sapi Simmental 1 217 133 1 257 380 1 298 958 1 341 911 1 386 284 Sapi Limousine 2 131 750 2 210 948 2 293 089 2 378 282 2 466 639 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2009b

91 Data yang ada menunjukkan bahwa populasi sapi potong diproyeksikan akan meningkat dengan adanya berbagai program yang sudah dilaksanakan dan yang akan dilaksanakan. Pada periode tiga tahun terakhir, sejak 2007 sampai dengan 2009, laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal lebih rendah dibandingkan konsumsi. Impor ternak sapi dan daging yang semakin besar dan melebihi kebutuhan konsumsi dalam negeri akan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain dan dapat mengancam kedaulatan pangan sumber protein hewani. Penyediaan dan konsumsi daging dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penyediaan Daging Sapi Lokal, Ex-Bakalan dan Impor Tahun 2005-2009. No Uraian Tahun (000 ton) 2005 2006 2007 2008 2009 1 Produksi Lokal 217.4 259.5 210.8 233.6 250.8 2 Impor Bakalan 55.1 57.1 60.8 80.4 72.8 3 Impor Daging 56.2 62.0 64.0 70.0 70.0 4 Total Produksi Lokal dan 328.6 378.7 335.6 384.1 393.6 Impor 5 Konsumsi Daging Sapi - - 314.0 313.3 325.9 6 Selisih Produksi Lokal dan Konsumsi - - (103.3) (79.7) (75.0) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan, 2009b Berdasarkan tren penyediaan daging seperti pada Tabel 9, terlihat bahwa sejak tahun 2007-2009 terjadi kelebihan impor (bakalan dan daging), sehingga diperlukan kebijakan untuk pengaturan volume impor. Pemasukan dan pengeluaran daging sapi dapat dilakukan dengan mengacu pada Permentan No. 20/Permentan/OT.140/4/2009 tentang Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan/atau Jeroan Dari Luar Negeri, tanggal 8 April 2009. Peraturan ini mencakup tujuh ruang lingkup pengaturan yang meliputi: (1) jenis

92 karkas, daging dan/atau jeroan yang dapat dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, (2) persyaratan pemasukan yang mengatur tentang pelaku pemasukan, (3) kriteria negara dan/atau zona asal, (4) persyaratan unit usaha di negara asal dan persyaratan kemasan/label dan pengangkutan, (5) tatacara pemasukan, (6) tindakan karantina hewan, serta (7) pengaturan tentang pengawasan peredarannya dan sanksi bagi pelanggaran peraturan. Untuk pengeluaran ternak dari wilayah RI, Undang-Undang No. 18/2009 tentang PKH menyatakan bahwa pengeluaran benih, bibit dan atau bakalan dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah dapat dicukupi dan kelestarian ternak lokal dapat terjamin. Dalam operasionalisasinya sesungguhnya hal ini telah diatur dengan Permentan No. 07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang Syarat dan Tatacara Pemasukan dan Pengeluaran Benih, Bibit Ternak dan Ternak Potong, tanggal 30 Januari 2008. Peraturan ini mengatur tentang: (1) syarat dan tatacara pemasukan serta pengeluaran benih, bibit ternak dan sapi potong, (2) mengenai pengemasan dan pengangkutan, (3) pengawasan dan ketentuan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi. Sedangkan kebijakan pengeluaran untuk ternak bibit dapat dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri telah dapat dipenuhi berdasarkan kajian teknis yang dilakukan oleh Dirjen Peternakan setelah mendapat saran dan pertimbangan dari Komisi Bibit Ternak Nasional (Kombitnak) dan Komisi Nasional Sumber Daya Genetik (Komnas SDG). Pemasukan dan pengeluaran daging dan sapi hidup dari dan ke wilayah NKRI telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan dan kebijakan.