BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk bidang hukum, mengingat urgensi yang tidak bisa dilepaskan. melegalkan perubahan-perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Upaya notaris..., Tammy Angelina Wenas-Kumontoy, FH UI, Baru van Hoeve,2007),hal.449. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan tersebut diatur

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu kedudukan notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. akan disebut dengan UUJNP, sedangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang. Pejabat Umum merupakan terjemaah dari istilah Openbare

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. negara tidak dapat dipisahkan dari peran para tenaga kerja itu sendiri. Pekerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. notaris merupakan pejabat umum yang mendapatkan delegasi kewenangan. yang tidak memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Peraturan Jabatan Notaris berisi

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

BAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan meengenai..., Dini Dwiyana, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya melakukan kegiatan sehari-hari

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS PROFESINYA. Oleh : Elviana Sagala, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

PERANAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. (Studi di Kantor Notaris Sukoharjo) S K R I P S I


BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ada dua aturan yang wajib dipatuhi oleh seorang Notaris yaitu Undang-

BAB III SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB 2 PEMBAHASAN. untuk membuat alat bukti tertulis yang mempunyai. kekuatan otentik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyalahgunaan perizinan..., Mumtazah, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. hukum menjamin adanya kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sekarang ini peran Notaris sangat penting. Hampir disetiap perbuatan hukum diperlukan jasa seorang Notaris, mulai waarmerken (pendaftaran), mengesahkan akta dibawah tangan (legalisasi) sampai membuat sebuah perjanjian sebagai alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan bukti sempurna yang dituangkan dalam akta Notaris. Dengan berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya masyarakat, kebutuhan Notaris makin dirasakan perlu dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu kedudukan Notaris dianggap sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat, sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Bukan hanya itu, Undang-undang pun memberi sebuah kewenangan yang besar atau penuh kepada seorang Notaris, maksudnya, sebuah perbuatan hukum hanya dapat lahir dengan menggunakan jasa seorang Notaris, salah satunya adalah pembuatan Perseroan Terbatas. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) memberikan kewenangan kepada Notaris, dengan diharuskannya pembuatan pendirian akta Perseroan dengan akta Notaris, sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT yang berbunyi Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta Notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 1 Salah satu latar belakang yang melandasi diberikannya kewenangan besar kepada profesi Notaris ini adalah dikarenakan Negara Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, Ps. 7 ayat (1).

2 Indonesia tahun 1945 bertujuan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan. Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Kebijakan pemerintah di atas, merupakan politik hukum terhadap peningkatan tugas, wewenang, dan tanggung jawab seorang notaris, di dalam pembuatan alat bukti tertulis, yang bersifat otentik mengenai sesuatu peristiwa, atau perbuatan hukum, yang berguna bagi penyelenggaraan negara, maupun kegiatan masyarakat. 2 Atas pemikiran tersebut juga diberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat dan menjamin kebenaran sebuah akta yang menjadi alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan yang sempurna. Kesempurnaan tersebut dapat diyakini oleh Pengadilan karena dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum yang dipercayai oleh Negara. Begitu besarnya kewenangan yang diberikan Negara kepada profesi Notaris, dengan itu pemerintah membuat suatu Undang-undang untuk mengatur segala perilaku Notaris, dari kewenangan, kewajiban hingga larangan yang mempunyai sanksi dari tindakan tersebut. Undang-undang tersebut dibuat untuk memberikan batasan dan merinci segala kewajiban-kewajiban yang pemerintah berikan kepada profesi ini agar tujuan terbentuknya suatu profesi yang independent dan melayani masyarakat tercapai. Pada awalnya peraturan tersebut adalah peninggalan jaman Belanda, yaitu Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie, yang tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in Nerderlands Indie (Stbl. 1860:3). Yang tetap berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan (AP) Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yaitu Segala peraturan perundangundangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru 2 Sonny Tobelo, Mengefektifkan Pengawasan oleh Majelis Pengawas Untuk Mencegah Terjadinya Penyalahgunaan Jabatan Notaris http://sonnytobelo.blogspot.com/2009/02/mengefektifkan-pengawasan-oleh-majelis.html, diunduh 23 Oktober 2009.

3 menurut Undang-undang Dasar ini. Dengan dasar Pasal II AP tersebut tetap diberlakukan Reglement op het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl. 1860:3). Hingga Pada tahun 2004 diundangkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris atau disebut UUJN pada tanggal 6 Oktober 2004. Pasal 92 UUJN telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi 3 : 1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860: 3) sebagaimana telah diubah terkahir dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 101; 2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris; 3. Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara; 4. Pasal 54 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Oerubahan Undangundang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949, tentang Sumpah/janji Jabatan Notaris. Dengan di berlakukannya UUJN, kewenangan, kewajiban, larangan Notaris lebih diatur secara mendalam dan menjadi dasar bagi Notaris untuk melangsungkan tugas dan tanggung jawabanya. Setiap profesi yang ada, mempunyai peraturan internal masing-masing profesi, yang mana peraturan tersebut harus dipatuhi oleh setiap profesi yang menjadi bagian didalamnya. Peraturan tersebutpun di buat oleh organisasi yang telah diakui oleh pemerintah, dan selayaknya sebuah peraturan ada larangan, hak serta kewajiban didalamnya. Demikian halnya dengan profesi Notaris, mempunyai Kode Etik Notaris, dimana setiap profesi Notaris harus tunduk kepada Kode Etik tersebut karena dibuat oleh organisasi Notaris sendiri yaitu Ikatan Notaris Indonesia yang telah diakui keberadaannya oleh Negara. Untuk lebih mengontrol dan mengawasi setiap kinerja profesi Notaris, maka pemerintah membentuk Majelis Pengawas Notaris yaitu, suatu badan 3 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, cet. 1, (Bandung: PT. Refika Aditama), hlm. 6

4 independent yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris. Hal tersebut diatur dalam Pasal 67 UUJN 4, yang berbunyi : (1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas. (3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah sembilan orang, terdiri atas unsur : a. Pemerintah sebanyak tiga orang; b. Organisasi Notaris sebanyak tiga orang; c. Ahli/akademisi sebanyak tiga orang. (4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri. (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. (6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. Dengan ini, Negara telah membentuk secara khusus Majelis Pengawas Notaris untuk mengawasi perilaku Notaris terhadap hubungannya dengan klien atau pihak yang terkait dalam akta yang dibuatnya agar setiap Notaris melakukan pekerjaannya sesuai dengan undang-undang dan Kode Etik. Perlu diketahui, selain Majelis Pengawas yang kewenangannya bersifat eksternal dan telah diatur dalam UUJN, terdapat pula Dewan Pengawas Notaris 4 Indonesia, Undang-undang Jabatan Notaris, UU No. 30 tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432, Ps. 67.

5 yang kewenangannya bersifat internal. Dewan Pengawas ini mengawasi tingkah laku seorang Notaris dalam hubungannya dengan rekan sesama Notaris lainnya dan pengaturan ini terdapat dalam Kode Etik yang dibuat oleh Ikatan Notaris Indonesia tersebut. Dalam permasalahan ini hanya akan dibahas yang berkaitan dengan Majelis Pengawas sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Secara singkat dijelaskan bahwa Majelis Pengawas sebagai suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Badan ini dibentuk oleh Menteri guna mendelegasikan kewajibannya untuk mengawasi (sekaligus membina) Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris (lihat pasal 67 UUJN juncto pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 02.PR.08.10 Tahun 2004). Berbagai peraturan secara internal dan eksternal telah dibuat untuk tidak adanya penyalahgunaan kewenangan, yang mungkin dapat dilakukan oleh Notaris. Akan tetapi, dengan diundangkannya UUJN dan dibuatnya Kode Etik untuk mengatur tindak tanduk Notaris, tidak sedikit Notaris yang melakukan pelanggaran sebagaimana yang dilarang dalam UUJN dan Kode Etik di dalam prakteknya. Sebagai orang awam yang tidak mengetahui hukum, masyarakat tidak mengetahui kewajiban seorang Notaris, yang mereka tahu adalah segala urusannya yang dimintakan kepada Notaris selesai, sedangkan mereka tidak tahu akibat hukumnya apabila Notaris tidak melaksakan kewajibannya dengan benar sebagaimana yang telah diatur dalam UUJN. Seperti kewajiban Notaris membacakan akta yang dibuatnya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i UUJN yang berbunyi Notaris berkewajiban membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris, 5 dan akan berakibat menjadi akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan 5 Ibid., Ps. 16 ayat (1) huruf i.

6 pembuktian yang sempurna apabila hal tersebut dilanggar. Tetapi, apakah masyarakat mengetahui hal tersebut? Tidak tentunya, mereka berpenafsiran, bahwa seorang pejabat umum yaitu Notaris pasti melakukan kewajibannya dengan seksama dan tidak merugikan kliennya. Dan ditambah pelanggaran tersebut akan terkuak apabila hal tersebutpun diketahui oleh pihak dirugikan, bila tidak ada yang dirugikan, berarti Notaris tidak akan disalahkan, dan akan terus melakukan pelanggaran tersebut karena Notaris berfikir, tidak ada kerugian dengan tidak membacakan sebuah akta. Lalu, apa gunanya hal tersebut diatur didalam Undang-undang? Itu hanya salah satu contoh kecil pelanggaran yang terjadi di dalam praktek, kecil tapi sering terjadi dan berdampak kerugian yang besar bagi Para Penghadap dalam akta tersebut, khususnya kerugian dalam hal finansial. Pelanggaran lain yang dapat ditemukan adalah seperti melegalisasi akta dibawah tangan, sebagaimana diketahui, bahwa Notaris melegalisasi sebuah akta dibawah tangan adalah dengan cara, pihak-pihak dalam perjanjian menandatangani perjanjian tersebut dihadapan Notaris, lalu Notaris mengesahkan tandatangan tersebut bahwa benar mereka yang menandatangani sesuai identitas yang berlaku, sedangkan isi perjanjian, semua para pihak yang bertanggung jawab. Pada praktek, legalisasi hanya berupa cap dan tandatangan pengesahan oleh Notaris, tanpa Notaris menyaksikan langsung penandatangan oleh para pihak tersebut. Mengenai pelanggaran yang sering terjadi tersebut, tidak ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini yaitu Majelis Pengawas Notaris dalam memberikan hukuman terhadap Notaris tersebut. Mungkin dikarenakan tidak adanya pihak yang melaporkan hal tersebut atau karena Majelis Pengawas menutup telinganya. Padahal, sangat jelas, pelanggaran tersebut sering terjadi dalam praktek kenotariatan. Hal tersebut baru akan ditindaklanjuti, jika ada pihak yang dirugikan mengajukan ke pengadilan dan akhirnya ditemukan bahwa, Notaris yang membuat akta telah membuat pelanggaran dalam praktek kenotariatan.

7 Diketahui bahwa Majelis Pengawas Notaris tidak bisa bertindak tanpa ada laporan dari masyarakat, menurut Pasal 70 huruf g UUJN, hanya memberi wewenang kepada Majelis Pengawas Notaris Daerah untuk menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik. Meskipun demikian anggota Majelis Pengawas Notaris Daerah wajib menindaklanjuti laporan masyarakat tadi dengan cara memeriksa notaris yang dilaporkan, lalu menyampaikan hasil pemeriksaan itu ke Majelis Pengawas Notaris Wilayah paling lambat 30 hari kemudian, jika menemukan pelanggaran saat melakukan pemeriksaan. Dalam praktek, mengapa masih banyak terjadi pelanggaran tersebut? Sedangkan aturannya sudah cukup jelas, bahwa dibentuknya Notaris Pengawas Notaris oleh Menteri, untuk mengawasi prilaku Notaris dalam praktek sesuai UUJN. Hal ini mempertanyakan kembali kinerja dari Majelis Pengawas Notaris. Dan mungkin pelanggaran yang sering dilakukan oleh Notaris tersebut salah satunya dikarenakan tidak adanya sanksi yang cukup tegas yang dapat membuat Notaris jera. Majelis Pengawas Notaris harus lebih proaktif tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tapi jika ada indikasi notaris melakukan pelanggaran langsung melakukan penyelidikan dan Kode Etik yang dirumuskan oleh organisasi Notaris itu sendiri, harusnya ditaati oleh mereka, para profesi yang membuatnya. Abdul Bari Azed, Sekertaris Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mengatakan, independensi kelembagaan Majelis Pengawas Notaris tercermin dari kolektifitas keanggotaannya yang terdiri dari unsur pemerintah, notaris dan akademisi/ahli, sehingga tidak ada dominasi oleh satu unsur kepada unsur lain dalam membawa kepentingannya. "Dengan keanggotaan seperti ini tidak ada keberpihakan. Oleh sebab itu Majelis Pengawas Notaris jangan sampai berubah fungsi sebagai pihak yang melindungi notaris nakal," kata Abdul Bari Azed. Dia juga mengatakan, Majelis Pengawas berperan strategis dalam mendorong terciptanya penegakan hukum bagi setiap hubungan lalu lintas

8 hukum masyarakat yang menggunakan jasa notaris. Karena itu apakah keberadaan Majelis Pengawas bermanfaat bagi masyarakat, hal itu terpulang kepada anggotanya dalam melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap notaris. Bari menyebut empat faktor penyebab Majelis Pengawas belum melaksanakan kinerjanya yang optimal, yaitu : Pertama, sosialisasi pelaksanaan tugas dan fungsi Majelis Pengawas belum maksimal dan perlu ditingkatkan baik kelembagaan majelis, instansi penegak hukum terkait, notaris maupun kepada masyarakat luas. Kedua, kelembagaan Majelis Pengawas masih lemah, karena itu penguatan kelembagaan menjadi penting. Majelis Pengawas sebagai lembaga pengawas, merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang turut berperan mendukung pelaksanaan tugas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang pelayanan publik dalam rangka menghasilkan kinerja yang optimal. Ketiga, dukungan sarana dan prasarana serta anggaran yang belum memadai. Keempat, kualitas putusan hasil pemeriksaan majelis pemeriksa. Bari minta agar dalam melakukan pemeriksaan terhadap laporan masyarakat tentang adanya dugaan pelanggaran jabatan dan perilaku notaris, harus dilakukan secara cermat dan proporsional sesuai prinsip hukum. Untuk itu perlu diperhatikan agar putusan Majelis terhadap notaris yang terbukti bersalah harus memiliki nilai-nilai yang mendidik dan memberikan efek jera. 6 Dengan permasalahan yang telah dijabarkan diatas, maka dengan ini Penulis bermaksud untuk mengangkat masalah ini dalam suatu penulisan yang diberi judul OPTIMALISASI KINERJA MAJELIS PENGAWAS NOTARIS SEBAGAI UPAYA MENGURANGI PELANGGARAN-PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS (Studi Kasus di Majelis Pengawas Wilayah Notaris Daerah Khusus Ibukota Jakarta). 6 Lerman Sipayung, Majelis Pengawas Notaris, Bari: Jangan Lindungi Notaris Nakal http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=225815, diunduh 21 Oktober 2009.

9 1.2 POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa pokok bahasan yang akan dibahas dalam tulisan ini, antara lain adalah : 1. Jenis-jenis pelanggaran apa saja yang sering dilakukan oleh Notaris? 2. Bagaimana mengoptimalisasi tugas dari Majelis Pengawas Notaris, tindakan apa yang dapat dilakukan? 3. Apa dampak apabila optimalisasi tersebut tidak dilaksanakan? 1.3 METODE PENELITIAN Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis dan konsisten dengan mengandalkan analisa dan konstruksi. 7 Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian teoritis yang menarik asas hukum dan melihat sistematika hukum yang terkait dengan jabatan notaris. 8 Dalam penelitian ini, antara lain melihat asas hukum dan peraturan apa saja yang menjadi dasar tugas dan tanggungjawab Notaris, dan juga melihat wewenang dari Majelis Pengawas Notaris. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan melalui studi dokumen, meliputi : 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan berlaku umum. Dalam hal ini peraturan yang berkaitan langsung dengan Jabatan Notaris dan hak dan wewenang Majelis Pengawas Notaris. 2. Bahan hukum sekunder, mencakup buku-buku cetak, artikel, tesis, disertasi, makalah dan dokumen lainnya yang terkait, termasuk artikel yang terdapat 7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, Cet. VI, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1 8 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum,. Cet.I, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum, 2005), hlm.10.

10 dalam internet yang memiliki kaitan dengan kenotariatan. Bahan hukum sekunder ini akan digunakan sebagai landasan teori peran dan tanggung jawab notaris sampai wewenang atas pengawasan dari Majelis Pengawas. 3. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah kamus dan ensiklopedia, yang digunakan dalam istilah-istilah dalam dunia kenotariatan. Data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka tersebut, diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu metode analisis data yang mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode memaparkan data yang dipergunakan adalah metode analistis deskriptif, yaitu menggambarkan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahannya. 9 Undang- Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris. Dalam hal ini untuk menggambarkan peran dan tanggung jawab notaris serta kinerja Majelis Pengawas atas Notaris. Dengan demikian hasil penelitian ini juga memberikan problem solution atas tindakan Notaris dan kinerja Majelis Pengawas sebagaimana terkait dengan kasus yang dianalisis. Disamping itu, untuk memperkuat hasil penelitian, juga dilakukan penelitian lapangan (Field Research) untuk mendapatkan data primer, melalui wawancara terhadap responden terpilih. 1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Sebuah sistematika penulisan sangat diperlukan di dalam suatu penulisan tesis, agar penulisan tesis ini menjadi teratur dan terarah. Sitematika penulisan tesis ini yang keseluruhannya terdiri dari 3 (tiga) bab, adalah sebagai berikut : 9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, (Jakarta: UI Press, 1986) hlm. 10.

11 BAB 1 : Pendahuluan Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang penulisan yang mendasari tesis ini, permasalahan yang akan dibahas, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini, serta pada akhir bab diuraikan mengenai sistematika penulisan. BAB 2 : Pembahasan Menjelaskan pengertian, kewenangan dan larangan dari Notaris, serta tugas dari lembaga yang mengawasi yaitu Majelis Pengawas Notaris, yang melihat pelanggaran yang dilakukan Notaris serta tindakan dari Majelis Pengawas atas dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Juga bagaimana cara untuk mengoptimalkan kinerja dari Majelis Pengawas Notaris dengan mengacu kepada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Peraturan lainnya yang terkait. BAB 3 : Penutup Merupakan bab terakhir dalam tesis ini, di dalamnya terdapat simpulan dan saran yang diuraikan secara singkat, padat dan jelas yang berkaitan dengan masalah