KAJIAN ASTRONOMI BOLA TERHADAP HISAB AWAL WAKTU MAGHRIB DAN ISYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR

: Jarak titik pusat benda langit, sampai dengan Equator langit, di ukur sepanjang lingkaran waktu, dinamakan Deklinasi. Jika benda langit itu

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

BAB IV ANALISIS. A. Landasan Penyusunan Konversi Kalender Waktu Shalat Antar Wilayah. Dalam Kalender Nahdlatul Ulama Tahun 2016

BAB IV ANALISIS FORMULA PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAT 2013

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Ahmad Ghozali dalam

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHAZALI DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH DAN NOOR AHMAD DALAM KITAB SYAWÂRIQ AL-ANWÂR

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DAN AKURASI BENCET DI PONDOK PESANTREN AL-MAHFUDZ SEBLAK DIWEK JOMBANG SEBAGAI PENUNJUK WAKTU SALAT

PERHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT DATA EPHEMERIS HISAB RUKYAT Sriyatin Shadiq Al Falaky

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB

MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG

BAB IV ANALISIS ASTRONOMI HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB SYAWĀRIQ AL-ANWĀR

JADWAL WAKTU SALAT PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB IV ANALISIS METODE HISAB WAKTU SALAT DALAM PROGRAM SHOLLU VERSI 3.10

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK METHODA AL-QOTRU KARYA QOTRUN NADA

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SLAMET HAMBALI TENTANG PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT. A. Analisis Konsep Pemikiran Slamet Hambali dalam Penentuan Awal

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

BAB IV ANALISIS METODE PENGUKURAN ARAH KIBLAT SLAMET HAMBALI. A. Analisis Konsep Pemikiran Slamet Hambali tentang Metode

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN KAMARIAH QOTRUN NADA DALAM KITAB METHODA AL-QOTRU

BAB IV ANALISIS TERHADAP HISAB RUKYAT WAKTU SALAT ASAR. A. Analisis Kedudukan Bayang-Bayang Matahari Awal Waktu Salat

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN HISAB ARAH KIBLAT KH. NOOR AHMAD SS DALAM KITAB SYAWAARIQUL ANWAAR

BAB III PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT DALAM BUKU EPHEMERIS HISAB RUKYAH 2013

BAB IV ANALISIS UJI VERIFIKASI PERHITUNGAN AWAL WAKTU SALAT ZUBAIR UMAR AL-JAILANI DALAM KITAB AL-KHULASAH AL-WAFIYAH

BAB II HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN ARAH KIBLAT

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ISTIWAAINI KARYA SLAMET HAMBALI SEBAGAI PENENTU ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT

A. Analisis Fungsi dan Kedudukan Deklinasi Bulan dan Lintang Tempat dalam menghitung Ketinggian Hilal menurut Kitab Sullam an-nayyirain

METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN TEODOLIT

BAB IV ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM PROGRAM JAM WAKTU SALAT LED. A. Algoritma penentuan awal waktu Salat dalam Program Jam Waktu

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM ISTIWA DALAM KITAB SYAWARIQ AL-ANWAR

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

APLIKASI SEGITIGA BOLA DALAM RUMUS-RUMUS HISAB RUKYAT

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH, IRSYÂD AL-MURÎD, DAN ṠAMARÂT AL-FIKAR KARYA AHMAD GHOZALI

MENGENAL EQUATION OF TIME, MEAN TIME, UNIVERSAL TIME/ GREENWICH MEAN TIME DAN LOCAL MEAN TIME UNTUK KEPENTINGAN IBADAH

METODE PENGUKURAN ARAH KIBLAT DENGAN SEGITIGA SIKU-SIKU DARI BAYANGAN MATAHARI SETIAP SAAT

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung

BAB IV ANALISIS HISAB WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.)

BAB IV ANALISIS TERHADAP URGENSI KETINGGIAN TEMPAT DALAM FORMULASI PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT

BAB III PENENTUAN WAKTU SHALAT PADA KALENDER NAHDATUL ULAMA TAHUN Sejarah singkat tentang NAHDATUL ULAMA

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DENGAN LINGKARAN JAM TANGAN ANALOG. A. Prinsip Penentuan Arah Kiblat dengan Menggunakan Lingkaran Jam

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Pantai Kartini Jepara

Hisab Awal Bulan Syawwal 1434 H

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOE DDIN DJAMBEK TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan masalah karena Rasulullah saw. ada bersama-sama sahabat dan

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hadits-hadits Nabi saw. waktu Shalat Isya dimulai pada

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

JADWAL SHALAT WAKTU SHALAT DALAM PERSPEKTIF SYAR I DAN ASTRONOMI 21/05/2011 HISAB DAN DASAR PENENTUAN. Mempersembahkan : Oleh : Mutoha Arkanuddin

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

BAB IV ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH. A. Analisis Konsep Fajar Shadiq dalam Perspektif Fiqh dan Ketinggian. Matahari dalam Perspektif Astronomi

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF METODE HISAB ARAH KIBLAT AHMAD GHAZALI DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH DAN IRSYÂD AL- MURÎD

BAB III SISTEM HISAB ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB. Pada bab ini kajian yang akan penulis kemukakan adalah penjelasan

ANALISIS KOMPARASI PERHITUNGAN WAKTU SALAT DALAM TEORI GEOSENTRIK DAN GEODETIK

BAB III METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT ISTIWAAINI DAN THEODOLITE. 5 Agustus 1954 di sebuah desa kecil bernama Bajangan, kecamatan

BAB III DALAM PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA. Radjo adalah salah seeorang ahli falak kelahiran Bukittinggi (29 Rabi ul Awal

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH DENGAN fx-7400g PLUS

PENENTUAN AWAL AKHIR WAKTU SHOLAT

Meridian Greenwich. Bujur

BAB III METODE PENGUKURAN ARAH KIBLAT SLAMET HAMBALI. A. Sejarah Intelektual Slamet Hambali

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA

BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai waktu pelaksanaannya Allah hanya memberikan Isyarat saja, seperti

Ṡamarᾱt al-fikar Karya Ahmad Ghozali Muhammad Fathullah

BAB III PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM ISTIWA DALAM. pada hari Kamis Kliwon, tanggal 14 Desember 1932 M/ 19 Rajab 1351 H.

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

BAB III SISTEM HISAB ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS. Astronomical Algortihms karya Jean Meeus. Pembahasan lebih memfokuskan

BAB IV ANALISIS FUNGSI DAN AKURASI JAM MATAHARI PERUMAHAN KOTABARU PARAHYANGAN PADALARANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sebagai a little mosque on the tundra oleh media Kanada, menjadi

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

BAB II HISAB AWAL BULAN QAMARIYAH

JADWAL WAKTU SALAT ABADI

BAB IV ANALISIS TERHADAP ARAH KIBLAT MASJID AGUNG BANTEN. A. Analisis terhadap Akurasi Arah Kiblat Masjid Agung Banten

MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat

PROGRAM APLIKASI FALAKIYAH Bagian IV : APLIKASI PERHITUNGAN UNTUK PENGGUNAAN SUNDIAL MIZWALA dengan Casio Power Graphic Fx-7400g Plus

BAB III RANCANGAN PEMBUATAN QIBLA LASER. A. Deskripsi Umum Tentang Qibla Laser Sebagai Penentu Arah Kiblat

BAB IV UJI KOMPARASI DAN EVALUASI QIBLA LASER SEBAGAI ALAT PENENTU ARAH KIBLAT. A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Qibla Laser Setiap Saat Dengan

SISTEM KOORDINAT GEOGRAFIK

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

PERHITUNGAN POSISI SEJATI KAPAL DENGAN PENGAMATAN TERHADAP BENDA-BENDA ANGKASA

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB

)فتح الباري البن حجر - ج / 2 ص 311(

BAB IV ALGORITMA PEMROGRAMAN WAKTU SALAT SHALATQ MENGGUNAKAN SOFTWARE MICROSOFT VISUAL BASIC 2010 DAN PENGUJIAN PROGRAM SHALATQ

Telaah Matematis pada Penentuan Awal Bulan Qomariyah Berdasarkan Metode Ephemeris Hisab Rukyat

BAB III PEMIKIRAN SAADOE DDIN DJAMBEK TENTANG PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH. Saadoe ddin yang dikenal dengan datuk Sampono Radjo, ia memiliki

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEDOMAN PRAKTIS PENENTUAN ARAH KIBLAT KARYA M. MUSLIH HUSEIN

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

SAINS BUMI DAN ANTARIKSA

MEMBUAT PROGRAM APLIKASI FALAK DENGAN CASIO POWER GRAPHIC fx-7400g PLUS Bagian II : Aplikasi Perhitungan untuk Penggunaan Teodolit

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY

Transkripsi:

KAJIAN ASTRONOMI BOLA TERHADAP HISAB AWAL WAKTU MAGHRIB DAN ISYA Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Atronomi Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag Oleh: RIZA AFRIAN MUSTAQIM N I M : 1 6 0 0 0 2 8 0 1 4 PROGRAM STUDI S2 ILMU FALAK FAKULTAS SYARI AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017

A. PENDAHULUAN Membahas tentang perhitungan awal waktu salat pada dasarnya merupakan perhitungan untuk menentukan nilai tinggi matahari dan nilai sudut waktu matahari dalam perjalanan semu dari arah Timur ke Barat. Dalam penerapannya yaitu menghitung berapa jarak busur tinggi matahari sepanjang lingkaran vertikal mulai dari ufuk sampai ke matahari dan berapa nilai sudut waktu matahari yang dihitung mulai dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. 1 Dalam perhitungan penentuan waktu shalat tidak lepas dari peran peredaran gerak semu matahari. Waktu shalat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif terhadap bumi yang pada dasarnya untuk menetukan waktu shalat diperlukan letak geografis, waktu, dan ketinggian. Sementar itu berdasarkan observasi yang dilakukan para astronom diketahui bahwa perjalanan matahari relatif tetap, maka terbit, tergelincir dan terbenamnya dengan mudah dapat diperhitungkan termasuk kapan matahari itu akan membentuk bayangan suatu benda sama panjang dengan bendanya juga dapat diperhitungkan untuk setiap hari sepanjang tahun. Maka disinilah peran astronomi juga sangat diperlukan dalam penentuan waktu shalat. Dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana kajian astronomi bola terhadap awal waktu maghrib dan isya. 1 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. II, Yogyakarta: Buana Pustaka, t.th, h. 80-82.

B. DATA-DATA DALAM PERHITUNGAN WAKTU SHALAT Menghitung waktu salat pada hakekatnya adalah menghitung kapan Matahari menempati posisi tertentu sesuai dengan kedudukannya pada awal-awal waktu salat. 2 Maka untuk melakukan perhitungan tersebut dibutuhkan beberapa data-data sebagai berikut : a. Lintang Tempat dan Bujur Tempat Lintang tempat ( Urdlul Balad) adalah lingkaran pada bola bumi yang sejajar dengan khatulistiwa bumi dan diukur dari khatulistiwa sampai tempat yang dicari, 3 atau bisa juga dikatakan sebagai jarak antara equator sampai garis lintang diukur sepanjang garis meridian. Nilai lintang tempat antara 0-90 dan bernilai positif untuk yang berada di belahan Bumi utara dan negatif untuk yang di selatan. Dalam perhitungan lintang tempat dilambangkan dengan ϕ (phi). Data ini dapat diperoleh dari almanak astronomi 4 atau mengukur langsung dengan GPS (Global Position System). Sedangkan garis bujur adalah lingkaran yang terdapat pada bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan bumi. 5 Garis bujur merupakan lingkaran besar yang ada di bola bumi yang melalui kutub utara dan kutub selatan. Bujur tempat dihitung dari garis bujur 2 Muhyidin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab Rukyat, Yogyakarta: Ramadhan Press, 2009, Cet.ke- I, h. 43. 3 Slamet Hambali, Ilmu Falak 1; Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia, Semarang: Pasca Sarjana IAIN walisongo, 2011, h 94. 4 Seperti Winhisab Departemen Agama. 5 Slamet Hambali, Ilmu Falak 1..., h. 95.

0 o yang berada di Greenwich ditarik melalui garis lintang sampai ketempat yang dicari garis bujurnya. Sebagaimana garis lintang, garis bujur juga terbagi menjadi dua bagian yakni bujur barat dan bujur timur. Dalam perhitungan dilambangkan dengan λ (lamdha). Besar bujur dan lintang tempat sangat mempengaruhi perbedaan waktu salat pada daerah yang berdekatan. Sebagaimana yang dikatakan Muntoha bahwa Perbedaan 1 bujur berarti perbedaan 4 menit waktu, perbedaan bujur sebesar 0,1 atau jarak tepat ke timur atau tepat ke barat sejauh 11 km berarti perbedaan waktu sebanyak 0,4 menit atau 24 detik. Jarak 27 ½ km tepat ke barat atau ke timur berarti perbedaan waktu sebanyak satu menit. b. Timezone Timezone adalah perbedaan waktu yang berlaku setempat dengan waktu umum (universal time) yang dipakai sebagai patokan. 6 Fungsinya adalah untuk mengatasi kesulitan waktu karena adanya perbedaan waktu di setiap wilayah di dunia, maka dibentuklah sistem waktu daerah yang diberlakukan untuk satu wilayah bujur tempat (meridian) tertentu, sehingga dalam satu wilayah tersebut hanya berlaku satu waktu daerah. III, h. 217. 6 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2012, Cetakan

Berdasakan Keputusan Presiden RI (Soeharto) no 41 Th. 1987 tanggal 26 Nopember 1987, 7 wilayah Indonesia terbagi atas tiga daerah waktu, yaitu : 1. Waktu Indonesia Barat (WIB) : 105 BT dengan zona waktu GMT + 7j. 2. Waktu Indonesia Tengah (WITA) : 120 BT dengan zona waktu GMT + 8j. 3. Waktu Indonesia Timur (WIT) : 135 BT dengan zona waktu GMT + 9j. Selanjutnya sebagai penyesuaian dengan daerah yang dihitung maka diperlukan koreksi waktu daerah, yaitu memindahkan waktu istiwa atau waktu hakiki menjadi waktu daerah. Rumus untuk koreksi waktu daerah adalah : 8 WD = WH - e + ( λ d λ x : 15 ) Keterangan : e = Equation of Time λ d = Bujur Daerah λ x = Bujur Tempat 7 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 70. 8 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 143.

c. Deklinasi Matahari Deklinasi adalah busur pada lingkaran waktu yang diukur mulai dari titik perpotongan antara lingkaran waktu dengan lingkaran equator ke arah utara atau selatan sampai ke titik pusat benda langit. 9 Deklinasi di belahan langit bagian utara adalah positif (+), sedang di bagian selatan adalah negatif (-). Ketika Matahari melintasi khatulistiwa deklinasinya 0 o. Hal ini terjadi sekitar tanggal 21 Maret dan tanggal 23 September. 10 Deklinasi yang digunakan berupa tabel rata-rata harian deklinasi sebagaimana dicantumkan pada buku Ilmu Falak dalam Teori dan Praktis karangan Muhyiddin Khazin atau tabel data Matahari perjam yang terdapat dalam program winhisab, serta rumus deklinasi dalam buku Mekanika Benda Langit karangan Rinto Anugraha untuk melakukan perhitungan baik awal waktu salat maupun perhitungan yang lain menggunakan rumus tersendiri. Dengan begini lebih mempermudah para penggiat ilmu falak untuk mempelajari ilmu falak terlebih jika para penggiat membuat program dengan menggunakan rumus deklinasi dalam buku Mekanika Benda Langit sebagi acuan. Rumus yang dicantumkan pada buku Mekanika Benda Langit memiliki kemiripan dengan perhitungan yang terdapat 9 Susiknan Azhari, Ilmu Falak..., h. 53. 10 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 55.

pada buku Astronomical Algorithm karangan Jean Meeus tetapi dari segi perhitungan relatif lebih singkat. d. Equation of Time atau Perata Waktu Sebagaimana diketahui bahwa lintasan Bumi dalam mengelilingi Matahari tidaklah berbentuk bulat melainkan berbentuk ellips (bulat telur), sedangkan Matahari berada pada salah satu titik apinya. Keadaan ini menyebabkan jarak antara Bumi dan Matahari ada kalanya dekat dan adakalanya jauh. Sehingga perputaran Bumi dalam sehari semalam tidak tentu 24 jam, bisa kurang atau lebih. 11 Akibatnya ketika Matahari berkulminasi terkadang tepat pukul 12.00, namun kadang lebih ataupun kurang dari pukul 12.00. Selisih antara kulminasi Matahari hakiki dengan kulminasi Matahari pertengahan ( jam12.00 ) disebut dengan equation of time. Dalam ilmu falak dilambangkan dengan e (e kecil). e. Sudut Waktu Matahari Setiap lingkaran waktu membuat sudut dengan lingkaran meridian. Ketika lingkaran meridian dan lingkaran waktu yang melalui suatu objek tertentu berpotongan maka akan membentuk suatu sudut yang disebut sudut waktu. Disebut sudut waktu karena bendabenda langit yang terletak di lingkaran waktu yang sama maka akan 11 Muchtar Salimi, Ilmu Falak Penetapan Awal Waktu Salat dan Arah Kiblat, Surakarta : Universitas Muhammdiyah, 1997, h. 20.

berkulminasi pada waktu yang sama. Sehingga berlaku kaidah : bahwa jarak waktu yang memisahkan mereka dari kedudukan mereka sewaktu berkulminasi adalah sama. 12 Nilai sudut waktu adalah antara 0-180. Jika benda langit sedang berkulminasi, maka harga t-nya = 0. Besar t diukur dengan derajat sudut dari 0-180 dan selalu berubah ± 15 /jam, karena gerak harian benda-benda langit. Sudut waktu akan bernilai positif (+) ketika Matahari berada di sebelah barat meridian atau ketika telah melewati titik kulminasinya dari 0-180, sebaliknya ketika berada di sebelah timur maka akan bernilai negatif (-) dan karena belum melewati titik kulminasinya dari 0-180. 13 Rumus sudut waktu Matahari pada awal waktu salat ( t ) : 14 Cos t = sin h cos ϕ cos δ tan ϕ x tan δ Keterangan : t = Sudut Waktu Matahari h = Tinggi Matahari ϕ = Lintang Tempat δ = Deklinasi Matahari 12 Abdurrachim, Ilmu Falak, Yogyakarta: Liberty, 1983, Cet. ke- I, h. 7. 13 Susikhnan Azhari, Ilmu Falak..., h. 195-196. 14 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 142.

f. Tinggi Matahari Awal waktu salat sangat terpengaruh oleh posisi Matahari terutama ketinggian Matahari. Tinggi Matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran vertikal dihitung dari ufuk sampai Matahari. Dalam ilmu falak biasa diberi notasi h o (high of sun ). Tinggi Matahari bertanda positif (+) apabila Matahari berada di atas ufuk, sebaliknya bertanda negatif (-) ketika berada di bawah ufuk. 15 Meridian Pass (MP) Meridian pass adalah waktu ketika Matahari tepat berada di meridian langit atau di titik kulminasi atas menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu tepat menunjukkan pukul 12.00. Meridian pass merupakan pangkal dari perhitungan untuk waktu-waktu salat lainnya karena digunakan untuk mendapatkan nilai sudut waktu. Mencari nilai MP dapat dihitung dengan rumus MP = 12 e (e = equation of time). 16 g. Koreksi Waktu Daerah Berdasakan keputusan Keputusan Presiden RI (Soeharto) no 41 Th. 1987 tanggal 26 Nopember 1987,82 wilayah Indonesia terbagi atas tiga daerah waktu, yaitu : 1. Waktu Indonesia Barat (WIB) : 105 BT dengan zona waktu GMT + 7j. 15 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 80. 16 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 68-69.

2. Waktu Indonesia Tengah (WITA) : 120 BT dengan zona waktu GMT + 8j. 3. Waktu Indonesia Timur (WIT) : 135 BT dengan zona waktu GMT + 9j. Selanjutnya sebagai penyesuaian dengan daerah yang dihitung maka diperlukan koreksi waktu daerah, yaitu memindahkan waktu istiwa atau waktu hakiki menjadi waktu daerah. Rumus untuk koreksi waktu daerah adalah : 17 WD = WH e + (λ d λ x ) : 15 Keterangan : λ d = Bujur Daerah λ x = Bujur Tempat h. Refraksi Perbedaan antara tinggi suatu benda langit dengan tinggi sebenarnya diakibatkan adanya pembiasaan sinar. 18 Refraksi terjadi karena sinar datar yang sampai ke mata kita terlebih dahulu melewati lapisan-lapisan atmosfer. Sehingga sinar yang datang mengalami 17 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 143. 18 Susikhnan Azhari, Ilmu Falak..., h. 180.

pembengkokan, padahal yang kita lihat adalah arah lurus pada sinar yang ditangkap mata kita. 19 Pada saat ketinggian Matahari 1 o refraksi berjumlah 25, tinggi 30 derajat refraksi berjumlah 29. Kemudian apabila benda langit (Matahari) sedang di ufuk (tinggi 0 o ) refraksi menjadi 34. 20 i. Kerendahan Ufuk Biasa disebut dengan DIP yaitu perbedaan kedudukan antara kaki langit (horizon) sebenarnya (ufuq hakiki) dengan kaki langit yang terlihat (ufuq mar i) seorang pengamat. 21 DIP dibutuhkan karena lokasi yang dihitung bukanlah daerah yang datar. Adakalanya daerah pegunungan atau daerah dataran rendah. DIP digunakan untuk menentukan tinggi Matahari pada waktu maghrib dan subuh disandingkan dengan semidiameter dan refraksi. Rumus yang digunakan adalah (KU = 0 o 1, 76 x Tt ) 22 atau Dip = 0,0293 Tt. j. Semi Diameter Matahari Semi diameter atau Jari-Jari, Nisfu al-qutr atau Radius yaitu jarak titik pusat Matahari dengan piringan luarnya. 23 Semi diameter adalah salah satu data yang dibutuhkan untuk menentukan tinggi Matahari pada waktu maghrib yang digunakan pada buku Ilmu Falak 1 dan Mekanika 19 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak..., h. 141. 20 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 75. 21 Susikhnan Azhari, Ilmu Falak..., h. 58. 22 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 77. 23 Susikhnan Azhari, Ilmu Falak..., h. 191.

Benda Langit serta beberapa literatur falak yang lain. panjang rata-rata garis tengah atau diameter Matahari adalah 32. 24 Dengan demikian jarak titik pusat Matahari dengan piringan luarnya rata-rata adalah ½ x 32 = 16. Semi diameter dapat diperoleh dari data Win Hisab. C. KEDUDUKAN DAN TINGGI MATAHARI DALAM PENENTUAN WAKTU SHALAT a. Waktu Salat Magrib Secara astronomis waktu Magrib dimulai saat terbenam Matahari (ghurub) saat Matahari berada pada ketinggian -1. Ketika garis ufuk bersinggungan dengan tepi piringan Matahari, titik pusat Matahari sudah agak jauh di bawah ufuk. Jarak dari garis ufuk ke titik pusat Matahari besarnya adalah ½ diameter Matahari, yaitu 32 x ½ = 16. Selain itu dikarenakan di dekat horizon terdapat refraksi (Inkisar al- Jawwi). 25 yang menyebabkan kedudukan Matahari lebih tinggi dari kenyataan sebenarnya. Oleh karena itu, dalam penentuan waktu Magrib diformulasikan dengan menambah jarak titik pusat Matahari tersebut, atau yang biasa disebut dengan semi diameter Matahari dengan koreksi refraksi yang menggunakan data refraksi rata-rata pada saat Magrib senilai 0 34, serta kerendahan ufuk. Sehingga diperoleh rumus untuk mencari tinggi Matahari (h o ) pada saat Magrib adalah sebagai berikut: h o = - (ku + ref + sd). 26 Data-data yang diperlukan sebelum menentukan awal waktu magrib: 1. Menetukan h o (tinggi matahari) saat terbit/terbenam. 24 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 73. 25 Susiknan Azhari, Ilmu Falak perjumpaan Khazanah dan Sains Modern, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, 2007, h. 180. 26 Slamet Hambali, Ilmu Falak..., h. 143.

Untuk menentukan h o maka perlu mengetahui Kerendahan Ufuk (ku) dengan rumus 0 o 1.76 Tinggi Tempat. Dengan h o (tinggi matahari) saat terbit/terbenam = Refraksi (0 34 ) + Semi Diameter (0 16 ) + Kerendahan Ufuk (ku). 2. Menentukan T o (Sudut Waktu Awal Maghrib) Cos t o = sin h o cos ф x cos δ m tan ф x. tan δ m 3. Awal Waktu Maghrib b. Waktu Salat Isya 12 + t : 15 e + (BD-BT) : 15 Mengenai waktu salat Isya ditandai dengan mulai memudarnya mega merah (Syafaq al-ahmar) dibagian langit sebelah barat. 27 Sedangkan Untuk akhir daripada batasan mengerjakannya ada 3 pendapat yang masing-masing mempunyai landasan yang kuat, diantaranya pada pertengahan malam, pertiga malam, dan pendapat yang ketiga waktu terbit fajar shadiq. 28 Ketika Matahari terbenam di ufuk barat, permukaan Bumi tidak serta merta gelap. Namun cahaya senja berubah kuning kemerahmerahan, kemudian berangsur menjadi merah kehitaman hingga Matahari terus terbenam dan gelap sempurna. Keadaan ini terjadi karena adanya partikel-partikel yang berada di luar angkasa yang membiaskan cahaya Matahari, sehingga meskipun Matahari sudah tidak mengenai Bumi namun bias partikelnya masih ada. Kondisi seperti ini disebut dengan cahaya senja atau twilight. 29 Kemudian ketika Matahari berada pada 0 sampai -6 di bawah horizon, keadaan benda-benda di lapangan terbuka masih dapat terlihat meskipun hanya batas-batasnya saja. Keadaan seperti ini di sebut civil 27 Slamet Hambali, Ilmu Falak 1..., h. 132. 28 Fajar shadiq adalah cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk timur yang muncul beberapa saat sebelum Matahari terbit. Cahaya ini muncul pada saat Matahari berada sekitar 18 di bawah ufuk. Lih. Ibid, Slamet Hambali, h. 124. 29 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak..., h. 91.

twilight. 30 Selanjutnya pada posisi -6 sampai -12 benda-benda tersebut hanya terlihat samar-samar, dan keadaan seperti ini disebut nautical twilight. Dan ketika posisi Matahari berada diantara -12 dan -18 keadaan di atas ufuk telah gelap sempurna. Peristiwa ini di dalam ilmu falak dikenal sebagai akhir senja astronomi (astronomical twilight), 31 pada posisi inilah secara astronomis merupakan awal waktu Isya. Sedangkan data-data yang diperlukan sebelum menentukan awal waktu isya sama dengan awal waktu magrib, hanya saja dalam penentuan tinggi matahari (h o ) = -17 - hasil tinggi matahari (h o ) waktu magrib. D. PENERAPAN ASTRONOMI BOLA TERHADAP AWAL WAKTU MAGHRIB DAN ISYA a. Tinggi matahari (h) saat terbit/terbenam h magrib = - (sd - refraksi - DIP) Ufuk Hissi DIP Ufuk Mar i sd b. Sudut Waktu Tata koordinat yang digunakan dalam sudut waktu adalah tata koordinat jam bintang. Seperti gambar di bawah ini: 30 Abdurrachim, Ilmu Falak..., h. 39. 31 Slamet Hambali, Ilmu Falak 1..., h. 132.

Sehingga ditemukan sudut waktu dari perpotongan linggkaran waktu dengan lingkarang meridian. Seperti gambar di bawah ini: 90 - ф matahari 90 - h 90 - δ Sudut Waktu Berdasarkan gambar di atas maka di dapatkan sebuah turunan rumus sebagai berikut: cos a = cos b x cos c + sin b x sin c x cos A cos (90-h) = cos (90-ф) x cos (90-δ) + sin (90-ф) x sin (90-δ) cos t sin h = sin ф x sin δ + cos ф x cos δ x cos t cos t = sin h sin ф x sin δ cos ф x sin δ cos t = sin h : cos ф : cos δ - tan ф x tan δ cos t = - tan x tan δ + sin h : cos ф : cos δ Dari hasil akhir turunan di atas diperoleh sudut waktu yang mempunyai satuan derajat, kemudian harus dipindahkan kesatuan waktu dengan dibagi 15, dan karena waktu magrib tersebut setelah kulminasi maka harus ditambahkan 12. Setelah itu dibutuhkan juga koreksi

equation of time dan koreksi waktu daerah (KWD) sehingga rumus berikutnya dalah sebagai berikut: 12 + t : 15 e + (BD-BT) : 15 E. Penutup Demikian makalah tentang Ayat-ayat Hisab Rukyah ini. Semoga dapat bermanfaat sebagai pengembangan keilmuan Islam. Dalam penulisan makalah ini, tentunya terdapat banyak kekurangan, baik dari segi substansi, maupun dari segi penulisan. Terhadap kesalahan tersebut penyusun meminta maaf karena hal tersebut terjadi karena kekurangan wawasan penulis.

DAFTAR PUSTAKA Azhari, Susiknan, Ensiklopedi Hisab Rukyah, 2012, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cetakan III., Susiknan, Ilmu Falak perjumpaan Khazanah dan Sains Modern, 2007, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah. Hambali, Slamet, Ilmu Falak 1; Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia, 2011, Semarang: Pasca Sarjana IAIN walisongo. Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Cet. II, Yogyakarta: Buana Pustaka, t.th., Muhyidin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab Rukyat,, 2009, Yogyakarta: Ramadhan Press, Cet.ke- I. Salimi, Muchtar, Ilmu Falak Penetapan Awal Waktu Salat dan Arah Kiblat, 1997, Surakarta: Universitas Muhammdiyah.