BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

HUMANIKA Vol. 23 No.1 (2016) ISSN Apa dan Mana Dalam Kalimat Deklaratif Sri Puji Astuti

BAB I PENDAHULUAN. peristiwa berkomunikasi. Di dalam berkomunikasi dan berinteraksi, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Realisasi sebuah bahasa dinyatakan dengan ujaran-ujaran yang bermakna.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

STRUKTUR FUNGSIONAL DAN RAGAM KALIMAT PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AL QALAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. (Wirjosoedarmono dalam Husain Junus dan Arifin Banasuru, 1996: 14).

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah bahasa. Bahasa adalah sitem lambang bunyi yang bersifat arbiter

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RAGAM DAN STRUKTUR FUNGSIONAL KALIMAT PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAH LUQMAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis dan bahasa lisan. Variasi bahasa tulis tidak sedinamis variasi bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi bersifat universal. Artinya, hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum

BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN LEVEL KEMAHIRAN MENULIS BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN MAHASISWA JURUSAN ASEAN STUDIES WALAILAK UNIVERSITY THAILAND

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

BAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Alquran merupakan wahyu Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

JURNAL. Javanese Language Interferance in Language Essay of Fifth Grader in MI Yaa Bunayya Dandong Srengat Blitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi untuk dapat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan adanya sarana agar komunikasi tersebut dapat berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembaca atau penulis harus menggunakan kalimat secara baik pula. Kalimat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow

INTERFERENSI PADA LIRIK LAGU DEMAM UNYU-UNYU GRUP VOKAL COBOY JUNIOR INTERFERENCE IN SONG DEMAM UNYU-UNYU COBOY JUNIOR VOKAL GROUP

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

INTERFERENSI BAHASA BATAK MANDAILING PADA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI KELAS DI KELAS VII MADRASYAH TSANAWIYAH SWASTA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas

ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM

BAB I PENDAHULUAN. Begitu pula melalui bahasa, menurut Poerwadarmita (1985; 5), bahasa adalah alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kuantitatif serta bertambahnya aspek psikis yang lebih bersifat kaulitatif. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Itulah gunanya tertib berbahasa yang sehari-hari disebut tata bahasa. Tata

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah terlepas dari peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. (2009:10) bahwa bahasa merupakan ucapan pikiran, perasaan dan kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas komunikasi tidak lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

PENGGUNAAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA PENYAMPAIAN CERITA PRIBADI ANAK KELAS V DI SD KUNTI ANDONG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Gorontalo (selanjutnya disingkat BG) adalah bahasa yang

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bagian dari ilmu linguistik. Cabang-cabang ilmu linguistik tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. keinginan dan sebagainya melalui bahasa, sehingga bahasa merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau amanat yang lengkap (Chaer, 2011:327). Lengkap menurut Chaer

BAB V PENUTUP. bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada karangan siswa kelas VII SMPN 2

BAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin

Oleh Septia Sugiarsih

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.

I. PENDAHULUAN. tulis (Alwi, 2003:7). Ragam bahasa lisan memiliki beberapa perbedaan dengan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

Modul ke: BAHASA INDONESIA. Ragam Bahasa. Sudrajat, S.Pd. M.Pd. Fakultas FEB. Program Studi Manajemen.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan. Komunikasi dalam bentuk ujaran mungkin wujudnya berupa kalimat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti

INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung,

BAB I PENDAHULUAN. individu lain yang berasal dari daerah atau wilayah lain. Oleh karena itu, bahasa. Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prakteknya penggunaan bahasa dalam menulis tidaklah sama dengan komunikasi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang interferensi ini telah banyak dilakukan. Namun penelitian tentang Interferensi Struktur Kalimat Bahasa Jawa dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Lisan oleh Peserta Didik Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Desa Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo baru pertamakali dilakukan. Berikut ini beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti. Nursyamsia Rukka (2011) melakukan penelitian tentang Interferensi Bahasa Bugis dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Tulis pada Peserta Didik Kelas V SDN Padangon Kecamatan Masama Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah bentuk interferensi bahasa Bugis terhadap bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interferensi bahasa Bugis ke dalam penggunaan bahasa Indonesia tulis pada peserta didik SDN Padagon kelas V terjadi pada bentuk Morfologi dan sintaksis. Windra Lahabu (2010), melakukan penelitian yang berjudul Interferensi Bahasa Mongondow terhadap Bahasa Indonesia di Lingkungan Pegawai Kantor Walikota Kotamubagu. Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah bentuk interferensi sintaksis bahasa Mongondow terhadap bahasa Indonesia yang terjadi di lingkungan pegawai kantor walikota Kotamubagu.Melalui hasil penelitian ditemukan adanya proses interferensi sintaksis bahasa Mongondow terhadap bahasa Indonesia yang terjadi di lingkungan pegawai kantor walikota Kotamubagu, yang tampak dalam: kalimat pertanyaan, kalimat perintah dan kalimat panggilan. Linci Pakaya (2007) melakukan penelitian yang berjudul Interferensi Bahasa Gorontalo dalam Penggunaan Bahasa Indonesia oleh Peserta Didik Kelas III SMA Negeri 3 Gorontalo. Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah interferensi bahasa Gorontalo terhadap bahasa Indonesia lisan oleh peserta didik kelas III SMA Negeri 3 Gorontalo tahun pelajaran 2006/2007. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan adanya proses interferensi kalimat bahasa Gorontalo dalam penggunaan bahasa Indonesia yang tampak dalam struktur kalimat panggilan, kalimat pertanyaan, kalimat permohonan, dan kalimat pernyataan. Dari hasil kajian penelitian yang sama sebelumnya di atas, dapat disimpulkan bahwa

terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, baik ditinjau dari objek dan masalah penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti masalah interferensi. sedangkan perbedaannya pada objek penelitian, yaitu bahasa. Penelitian sebelumnya meneliti bahasa Bugis, bahasa Mongondow, dan bahasa Gorontalo, sedangkan pada penelitian ini meneliti bahasa Jawa. Perbedaan masalah penelitian sebelumnya yaitu (Nursyamsia Rukka) masalah penelitiannya adalah bagaimanakah bentuk interferensi bahasa Bugis terhadap bahasa Indonesia, penelitian dilakukan pada peserta didik SDN Padangon kelas V yang terjadi pada bentuk Morfologi dan sintaksis, (Windra Lahabu) masalah penelitiannya adalah bagaimanakah bentuk interferensi sintaksis bahasa Mongondow terhadap bahasa Indonesia yang terjadi di lingkungan pegawai kantor walikota Kotamubagu, (Linci Pakaya) masalah penelitiannya adalah bagaimanakah interferensi bahasa Gorontalo terhadap bahasa Indonesia lisan oleh peserta didik kelas III SMA Negeri 3 Gorontalo tahun pelajaran 2006/2007. Sedangkan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk interferensi struktur kalimat bahasa Jawa pada bahasa Indonesia lisan oleh siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah desa Sidomulyo. Oleh karena itu, penelitian tentang Interferensi Struktur Kalimat Bahasa Jawa dalam Penggunaan Bahasa Indonesia lisan oleh Peserta Didik Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Desa Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo dianggap baru dan perlu dilakukan. 2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Interferensi 2.2.1.1 Hakikat Interferensi Interferensi merupakan masalah yang penting dalam bidang sosiolinguistik. Dalam kaitannya dengan hakikat interferensi, para ahli bidang sosiolinguistik memberikan pendapat yang dapat dijadikan pijakan dalam penelitian ini. Adapun pendapat para ahli tentang interferensi adalah sebagai berikut. Weinreich (dalam Mustakim, 1994:1) memberikan pendapat bahwa interferensi adalah penyimpangan dari norma bahasa yang terjadi dalam tuturan dwibahasan sebagai akibat pengenalan lebih dari satu bahasa. Hal yang serupa dikemukakan oleh Aslinda dan Syafyahya (2007:66) bahwa pengertian interferensi meliputi penggunaan unsur yang termasuk ke dalam suatu bahasa waktu berbicara dalam bahasa lain dan penerapan dua buah sistem bahasa secara

serentak terhadap suatu unsur bahasa serta akibatnya berupa penyimpangan dari norma tiap-tiap bahasa yang terjadi dalam tuturan dwibahasawan. Sejalan dengan pendapat di atas Hartman dan Stork (dalam Alwasilah, 1985:131) juga memiliki pendapat yang sama, bahwa interferensi adalahkekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek kedua. Hanya saja pendapat Hartman dan Stork lebih mengarah pada interferensi bahasa ibu ke dalam bahasa kedua. Berkaitan dengan peristiwa interferensi ini, Suwito (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007:67) menjelaskan, bahwa interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasan, yaitu bidang tata bunyi, tata kalimat, tata kata, dan tata makna. Hal yang sama dikatakan dalam Pateda dan Pulubuhu (2008:117) bahwa interferensi adalah pengaruh bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain, yang dapat saja berlaku dalam tataran bunyi atau tata bunyi, tata kata, tata kalimat, dan juga dalam tata makna. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Alwasilah (1985:131) bahwa Interferensi bisa pada pengucapan, tata bahasa, kosa kata dan makna bahkan budaya, baik dalam ucapan maupun tulisan, terutama kalau seorang sedang mempelajari bahasa kedua. Bertolak dari pendapat para pakar tentang interferensi di atas, maka penulis berpendapat bahwa interferensi adalah suatu pengaruh bahasa pertama terhadap penggunaan bahasa kedua yang menyebabkan terjadinya kekeliruan atau penyimpangan pada penggunaan bahasa kedua. Interferensi ini dapat terjadi dalam semua komponen kebahasan, yaitu bidang tata bunyi fonologi, tata kata morfologi, tata kalimat sintaksis dan tata makna semantik. Interferensi terjadi pada dwibahasawan, karena dwibahasawan adalah orang yang memiliki kemampuan atau kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seperti pada peserta didik madrasah Ibtidaiyah di desa Sidomulyo yang menguasai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. 2.2.1.2 Jenis-jenis Interferensi Interferensi dapat terjadi pada semua tuturan bahasa dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Menurut Mustakim (1994:28), berdasarkan aspek bahasanya interferensi dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (1) interferensi fonologis, (2) interferensi morfologis, (3) interferensi leksikal, dan (4) interferensi sintaksis.

Sedangkan Weinreich (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007:67) membagi bentuk-bentuk interferensi atas tiga bagian, yaitu interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi gramatikal. Gramatikal disini adalah morfologi dan sintaksis. Interferensi fonologi terjadi dalam bidang bunyi bahasa yang di ujarkan. Interferensi leksikal terjadi pada peristiwa tutur yang memasukkan leksikal bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya. Interferensi morfologi terjadi pada penggunaan unsur-unsur pembentukan kata, afiksasi, dan proses morfologi. Sedangkan interferensi sintaksis terjadi pada pola konstruksi frase, klausa, dan bentuk kalimat bahasa yang satu pada bahasa yang lain. Dari berbagai jenis interferensi, maka yang menjadi fokus penelitian adalah interferensi sintaksis. Interferensi dalam bidang sintaksis misalnya kalimat dalam bahasa Indonesia dari seorang bilingual Jawa - Indonesia dalam berbahasa Indonesia. Bunyi kalimat tersebut Di sini toko Laris yang mahal sendiri diangkat dari Djoko Kentjono 1982 (dalam Chaer dan Agustina, 2010:123). Kalimat bahasa Indonesia itu terstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa bunyinya adalah Ning kene toko Laris sing larang dhewe. Kata sendiri dalam kalimat bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata Jawa dhewe. Kata dhewe dalam bahasa Jawa, antara lain, memang berarti sendiri seperti terdapat dalam kalimat Aku dhewe sing teko (saya sendiri yang dating). Tetapi kata dhewe yang terdapat di antara kata sing dan adjektif adalah berarti paling, seperti sing dhuwur dhewe yang paling tinggi. Dengan demikian dalam bahasa Indonesia baku kalimat tersebut seharusnya berbunyi Toko laris adalah toko yang paling mahal di sini. Penggunaan serpihan kata frase, dan klausa di dalam sebuah kalimat dianggap juga sebagai interferensi pada tingkat kalimat. misalnya Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya tanda tangan saja (Nah karena saya sudah benar-benar baik dengan dia, maka saya tanda tangani saja) (Chaer dan Agustina, 2010:124) 2.2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Inteferensi Terjadinya interferensi dalam suatu bahasa bukan hanya terjadi begitu saja, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Weinreich (dalam Mustakim, 1994:15) terjadinya interferensi dalam suatu bahasa antara lain disebabkan oleh faktor sebagai berikut. a. Kedwibahasaan para peserta tutur; b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima;

c. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima dalam menghadapi kemajuan dan pembaruan; d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan; e. Kebutuhan akan sinonim; f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa. Selanjutnya menurut Hartman dan stork (dalam Mustakim, 1994:15) bahwa interferensi terjadi karena terbawanya kebiasaan dari bahasa pertama atau bahasa ibu. Berdasarkan pendapat pakar yang telah diuraikan di atas, maka penulis berpendapat bahwa faktor yang menyebabkan interferensi terjadi karena adanya penutur dwibahasawan yang terbiasa menggunakan bahasa pertama atau bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.2 Kalimat 2.2.2.1 Hakikat Kalimat Satuan bahasa yang menjadi inti dalam pembicaraan sintaksis adalah kalimat yang merupakan satuan di atas klausa dan di bawah wacana (Chaer, 2009:44). Ramlan (1996:4) mengemukakan bahwa kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya Ah!; Kemarin.; ada yang terdiri dari dua kata, misalnya Itu toko.; Ia mahasiswa.; ada yang terdiri dari tiga kata, misalnya Ia sedang membaca.; Mereka akan berangkat.; dan ada yang terdiri dari empat, lima, enam kata dan seterusnya. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukannya banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Hal senada dikemukakan oleh Chaer (2009:44) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Intonasi final yang merupakan syarat penting dalam pembentukan sebuah kalimat dapat berupa intonasi deklaratif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tangda titik), intonasi interogatif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tanda tanya), intonasi imperatif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tanda seru), dan intonasi interjektif (yang dalam bahasa ragam tulis diberi tanda seru). Tanpa adanya intonasi final ini sebuah klausa tidak akan menjadi sebuah kalimat. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Finoza (2009:149) bahwa kalimat adalah bagian ujaran/tulisan yang mempunyai struktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasi finalnya menunjukkan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makna (bernada berita, Tanya, atau perintah). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur,

yakni S dan P. unsur yang lain (O, Pel, dan Ket) dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir dalam kalimat. Sehubungan dengan pendapat di atas, dapat dilihat bahwa dalam setiap kalimat terdiri dari dua unsur, yaitu unsur intonasi, dan klausa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ramlan (1996:7) bahwa setiap kalimat terdiri dari dua unsur. Unsur yang pertama intonasi dan yang kedua, sebagian besar berupa klausa, tetapi ada juga yang berupa bukan klausa. Misalnya kalimat Tadi pagi pegawai itu terlambat. Di samping unsur intonasi, terdiri dari satu klausa, berbeda dengan kalimat Selamat malam! yang di samping unsur intonasi, terdiri dari satuan yang bukan klausa. Demikianlah, berdasarkan unsurnya, kalimat dapat digolongkan menjadi dua golongan, ialah kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Kalimat berklausa ialah kalimat yang di samping unsur intonasi, terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa sebagai satuan gramatik terdiri dari P, disertai S, O, Pel, dan Ket atau tidak. Misalnya Lembaga itu menerbitkan majalah sastra. Di samping unsur intonasi, kalimat tersebut terdiri dari S, ialah lembaga itu, P ialah menerbitkan, dan O ialah majalah sastra.sedangkan kalimat yang tak berklausa ialah kalimat yang di samping unsur intonasi tidak terdiri dari klausa, misalnya Astaga!; selamat malam!; selamat belajar! (dalam Ramlan,1996:6-7). 2.2.2.2 Struktur Kalimat Berkaitan dengan hakikat kalimat yang telah dijelaskan di atas, sebuah kalimat harus memiliki struktur yang membentuk sebuah kesatuan arti, agar dapat diketahui dengan jelas maksud kalimat tersebut. Struktur kalimat disini adalah urutan sebuah kalimat yang terdiri dari unsur-unsur yang telah di uraikan di atas yaitu S, P, O, Pel, dan Ket. Urutan unsur-unsur tersebut amat memegang peranan penting dalam bahasa Indonesia. Perubahan urutan unsur kalimat akan mengubah makna kalimat. Kesatuan bentuk yang benar ini dapat dikatakan sebuah struktur kalimat efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Razak (1986:7) bahwa struktur kalimat efektif haruslah benar. Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk, dan itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti. Misalnya kita menyatakan saya memukul kucing tetangga. Akan sangat berbeda arti kalimat tersebut jika diubah strukturnya menjadi kucing memukul tetangga saya. Jadi jelas dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa meskipun kata yang digunakan dalam kalimat tersebut sama, akan tetapi artinya berbeda, karena unsur kalimat tersebut tidak jelas fungsinya. Sehingga

kalimat kedua tersebut tidak memiliki arti yang jelas dan tidak dapat diterima dalam masyarakat maupun dalam kaidah bahasa Indonesia. Berdasarkan urutan unsur kalimat di atas, Sugono (1994:93) mengemukakan bahwa pada umumnya urutan yang dasar itu mendahulukan subjek, lalu predikat, objek, dan pelengkap kemudian keterangan. Kalimat yang mempunyai urutan seperti itu adalah sebagai berikut. Rika mandi S-P Lia masak nasi S-P-O Kalungnya bertahtakan mutiara S-P-Pel Indah berlibur di pulau Bali S-P-K Nina menamai kucingnya pussy S-P-O-Pel Setiap pagi pak Ahmad membuatkan semua karyawan kopi susu (S-P-O-Pel-K) Andi minum susu coklat setiap pagi S-P-O-K Semua orangtua sedih ketika anaknya jatuh sakit S-P-Pel-K. Sehubungan dengan struktur kalimat yang telah diuraikan di atas, dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak lepas dari menggunakan kalimat berdasarkan fungsinya. Entah itu kalimat berdasarkan urutan unsur-unsur seperti di atas, maupun berupa kalimat berita, tanya, dan kalimat perintah atau suruh, yang ketiganya adalah kalimat yang memiliki unsur intonasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramlan (1996:10) yang menyebutkan tiga golongan kalimat berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, yakni kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh. Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain. Contohnya, Jalan itu sangat gelap. Kalimat tanya pada umumnya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Contohnya, Berapa harga buku ini? Kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Contohnya, pergilah! Sehubungan dengan pendapat di atas, Cook (dalam Tarigan, 1986:19) mengklasifikasikan kalimat berdasarkan jenis response yang diharapkan, yaitu terdiri dari kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan dan kalimat perintah. Hal serupa juga dikemukakan oleh Arifin dan Tasai (2009:94) bahwa kalimat menurut fungsinya terperinci menjadi kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan.

Kalimat pernyataan adalah kalimat yang dibentuk untuk menyiarkan informasi tanpa mengharapkan responsi tertentu. Contoh Deden mencuci mobil. Kalimat pertanyaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa jawaban. Contohnya siapa namamu? Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa tindakan atau perbuatan. Contohnya duduk, Fries! (hal ini merupakan pendapat Cook yang terangkum dalam Tarigan 1986:20-24) Dari pendapat para pakar tentang struktur kalimat di atas, penulis berpendapat bahwa struktur kalimat adalah satuan kalimat yang berupa ujaran/tulisan yang dibentuk dari unsur-unsur yang terstruktur minimal mempunyai subjek (S) dan predikat (P) dan diakhiri dengan intonasi final yang mempunyai makna. Struktur kalimat dalam bahasa Indonesia baku sekurangkurangnya terdiri atas dua unsur, yakni (S) dan (P), serta dapat di tambah dengan unsur yang lain yaitu (O, Pel, dan Ket). Unsur ini dapat wajib hadir, tidak wajib hadir, atau wajib tidak hadir dalam kalimat. Berdasarkan fungsi dalam hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi tiga yaitu kalimat pernyataan atau berita, kalimat tanya, dan kalimat suruh atau perintah.