BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pegadaian dimulai ketika pemerintahan (VOC) mendirikan Bank Van Leenig, lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan system gadai, lembaga ini didirikan di Batavia pada tanggal 20/8/1746, ketika Inggris mengambil alih pemerintah (1811-1816) Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari pemerintah daerah setempat. Ketika Belanda berkuasa kembali, dikeluarkan Staatblad No. 131 tanggal 12/3/1-01 yang mengatur bahwa usaha pegadaian merupakan monopoli pemerintah dan tanggal 1/4/1901 didirikan pegadaian Negara pertama di Sukabumi (Jawa Barat), dan selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari Ulang Tahun Pegadaian. Dengan demikian, usaha pegadaian di Indonesia di mulai dari zaman penjajahan Belanda (VOC), di mana ketika itu tugas pegadaian adalah membantu masyarakat untuk meminjamkan uang dengan jaminan gadai. Pada mulanya usaha ini dijalankan oleh pihak swasta, namun dalam perkembangan selanjutnya usaha pegadaian ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda. Kemudian dijadikan perusahaan Negara, menuntut undang-undang pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu dengan status Dinas Pegadaian. Selanjutnya sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia, pegadaian dikelola oleh pemerintah Indonesia dan telah beberapa kali berubah statusnya, 1
2 yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1Januari 1961 kemudian berdasarkan PP No. 7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) dan berdasarkan PP No. 10/1990 (yang diperbarui dengan PP No. 103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM). Hinga saat ini lembaga yang melakukan usaha berdasarkan atas hukum gadai hanyalah Perum Pegadaian. 1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berhutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo dapat berupa kendaraan, emas atau barang bergerak lainnya. 2. Gadai dalam fiqh Islam disebut Ar-rahn yaitu pembiayaan berupa pinjaman dana tunai dengan jaminan barang bergerak yang relatif nilainya tetap seperti perhiasan emas, perak, intan, berlian, batu mulia, dan lain-lain untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Nasabah diwajibkan kembali membayar kembali utangnya pada saat jatuh tempo dan membayar sewa tempat penyimpanan barang jaminannya. Bank memperoleh pendapatan berupa sewa tempat penyimpanan barang jaminan. Ar rahn sebenarnya adalah 1 Vethzal Rivai dkk, Bank and Financial Institution Management, (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2007), hal. 1317 2 Sudarsono, 2003: hal. 141
3 sarana penting bagi masyarakat untuk dicairkan kembali harta beku (dishoarding) sehingga menjadi lebih produktif. 3 Salah satu benda yang dapat digadaikan adalah emas. Dewan Syariah Nasional membuat fatwa tersendiri mengenai rahn emas ini, yaitu dalam fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002. Secara prinsip, ketentuan rahn emas juga berlaku ketentuan rahn yang diatur dalam fatwa DSN No. 25/DSN- MUI/III/2002. 4 Dalam Fatwa No. 25/DSN-MUI/III/2002 menjelaskan tentang Gadai emas yaitu : 1. Bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang. 2. Bahwa masyarakat pada umumnya telah lazim menjadikan emas sebagai barang beharga yang disimpan dan menjadikannya objek rahn sebagai jaminan utang untuk mendapatkan pinjaman uang 3. Bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hal itu untuk menjadikan pedoman. 5 Kemudian dalam Fatwa DSN No. 26/DSN/MUI/III/2002 tentang Ar-rahn emas menjelaskan : 1. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Ar-rahn (lihat fatwa DSN Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Ar-rahn. 3 Karnaen Perwaatmadja dkk, Bank dan Asuransi Islam Indonesia, ( Jakarta: Kencana, 2005), hal.168 4 Ibid, hal. 170 5 Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta: Erlangga, 2008), hal. 21
4 2. Ongkos dan pembiayaan penyimpanan barang (Marhun) ditanggung oleh penggadai (Rahin). 3. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. 4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad ijarah 6. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku. Bank Indonesia dalam menerapkan kewenangan dan tanggung jawab dimaksud, antara lain tetap mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan bank, prinsip kehati-hatian operasional bank, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja bank, serta kemampuan dan/atau kepatutan pemilik, pengurus, dan pejabat bank.dalam pelaksanaan pemberian kredit bank tetap meminta agunan dari pemohon kredit bank tetap meminta agunan dari pemohon kredit. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 1 ayat 26 yang mengartikan agunan adalah jaminan tambahan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah atau Unit Usaha 6 Ibid, hal. 365-366
5 Syariah guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas jaminan tambahan ini merupakan jaminan materil (berwujud) yang berupa barang-barang bergerak atau benda tetap atau jaminan in-materil (tidak berwujud). Bank syariah atau yang biasa disebut juga dengan istilah Islamic Banking adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam, yakni dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar). 7 Semenjak tanggal 4 Mei 2007 berdirinya Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang, bank ini menerapakan produk Ar-rahn (gadai emas). Produk Ar-rahn adalah salah satu akad kerja sama antara dua pihak yang mana pihak pertama rahin (orang yang mengadaikan) dengan pihak kedua yaitu murtahin (orang yang mengutangkan) sedangkan barang yang digadaikan disebut Arrahn. 8 Produk Ar-rahn hanya sebagai pelengkap di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang tentu kurangnya promosi terhadap produk Ar-rahn tersebut ke masyarakat Padang. Hal tersebut dikarenakan sebagai produk pelengkap namun apabila pihak bank tidak melayani sepenuhnya maka nasabah akan bisa pindah kepada PT. Pegadaian, oleh karena itu pihak bank harus meningkatkan lagi pelayanan yang diberikan kepada nasabah agar kepuasan nasabah merasa 7 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 1 8 File Bank Nagari Syariah Cabang Padang
6 lebih baik. Pelaksanaan Ar-rahn (gadai emas) pada Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang sangatlah mudah dilakukan dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh pegawai bank, dengan proses yang sangat mudah dan cepat dan biaya yang dikenakan untuk 1 gr emasnya sebesar Rp 4500. Penerapan pada bank memicu pada bank Fatwa Dewan Syariah Nasional No:25/DSN-MUI/II/2002 dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:26/DSN- MUI/II/2002 agar tidak keselempengan pada proses maupun pemakaian untuk akad Ar-rahn pada Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang. Berdasarkan latar belakang masalah di atas masalah di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dan menuangkan nya ke dalam suatu karya ilmiah berupa tugas akhir berupa judul Pelaksanaan Pinjaman Gadai ib Emas pada Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang. B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah a) Bagaimana Pelaksanaan pinjaman Gadai Emas Syariah di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang b) Apa yang menjadi kendala-kendala dalam Pelaksanaan Pinjaman ib Gadai Emas Syariah di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang. c) Apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam Pelaksanaan Pinjaman Gadai ib Emas Syariah di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang.
7 2. Batasan Masalah Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian terarah, terfokus dan tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu penulis memfokuskan kepada pembahasan atau masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalahan. a) Pelaksanaan pinjaman gadai ib emas di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang b) Mekanisme pelaksanaan gadai ib emas di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang Padang C. Tujuan Penulisan Tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pinjaman gadai emas syariah di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang 2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pinjaman gadai ib emas syariah di Kantor Bank Nagari syariah Cabang Padang 3. Untuk mengetahui cara yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pinjaman gadai ib emas Syariah di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang D. Kegunaan Penulisan 1. Untuk menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai pelaksanaan pinjaman gadai ib emas pada Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang.
8 2. Untuk melengkapi persyaratan guna menyelesaikan perkuliahan pada program D III Manajemen Perbankan Syariah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Imam Bonjol Padang agar memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md). E. Penjelasan Judul Dari judul permasalahan yang penulis teliti terdapat beberapa kata-kata yang memiliki istilah yang jarang dipakai dalam masyarakat umum. Untuk menghindari kesalahan pahaman mengenai kata-kata yang ada pada judul, maka penulis memberikan penjelasan kata dan istilah yang terdapat dalam judul sebagai berikut: Pelaksanaan : Proses cara, perbuatan melaksanakan (rancangan, keutusan dan lain sebagainya) Pinjaman Gadai : Yang dipinjam atau dipinjamkan : Meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus barang itu menjadi hak yang member pinjaman Emas : Logam mulia berwarna kuning yang ditempa dan di bentuk biasa disuat sebagai perhiasan. 9 9 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) versi offline denggan mengggacu pada data dari KBBI/ (edisi III)
9 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian ini penulis lakukan di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang. 2. Teknik Pengumpulan Data a) Interview (wawancara) Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara langsung dengan karyawan Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang yakni dengan pelaksanaan gadai ib emas b) Dokumentasi Mengumpulkan data-data tertulis yang berhubungan dengan Pelaksanaan Pinjaman Gadai ib Emas dan data-data lain yang diperlukan dari Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang serta data pendukung lainnya dari buku-buku referensi yang terdapat di perpustakaan. 3. Sumber Data a) Data Primer Data primer merupakan data pokok yang berasal dari nara sumber. Diperoleh dengan wawancara langsung kepada bagian pembiayaan yang bekerja di Kantor Bank Nagari Syariah Cabang Padang. b) Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari buku-buku referensi yang berkaitan dengan pembiayaan bank syariah dan penilaian pinjaman.
10 4. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis yaitu dengan cara mendeskripsikan, mencatat, menafsirkan kondisi yang terjadi secara tepat dan membandingkannya dengan landasan teori tentang masalah yang dibahas.jadi bentuk analisis ini dilakukan merupakan penjelasan-penjelasan, bukan berarti angka-angka statistik atau bentuk angka lainnya. Data yang diperoleh akan di analisa melalui pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu cara mengelola data yang dirumuskan dalam bentuk kalimat. Analisis ini didasarkan pada hasil wawancara serta data-data penunjang lainnya untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif mengenai topik permasalahan yang diteliti, kemudian disusun menjadiu kalimat yang bermakana untuk memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. 10 10 Rasadi Ruslan, metode penelitian (publicrelations dann komunikas) jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 29