I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agrowisata Agrowisata merupakan terjemahan dari istilah bahasa inggris, Agrotourism. Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/ kepariwisataan. Agrowisata adalah berwisata ke daerah pertanian. Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat, perkebunan, peternakan, dan perikanan ( Sudiasa, 2005). Dikatakan oleh Yoeti (2000) bahwa agrowisata merupakan salah satu alternatif potensial untuk dikembangkan di desa. Kemudian batasan mengenai agrowisata dinyatakan bahwa agrowisata adalah suatu jenis pariwisata yang khusus menjadikan hasil pertanian, peternakan, perkebunan sebagai daya tarik bagi wisatawan. Sesungguhnya, agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya mengembangkan sumberdaya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Potensi yang terkandung tersebut harus dilihat dari segi lingkungan alam, letak geografis, jenis produk atau komoditas pertanian yang dihasilkan, serta sarana dan prasarananya ( Sumarwoto, 1990). Pengembangan agrowisata pada hakekatnya merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan surat keputusan (SK) bersama para antara Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan Menteri Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No.204/KPTS/HK050/4/1989 agrowisata sebagai objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha pertanian sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang memanfaatkan objek-objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996). 2.2 Ruang Lingkup Pengembangan Agrowisata
Menurut Maradnyana (2007). dalam skripsinya yang berjudul Model Pengembangan Agrowisata Perkebunan Pulukan Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana, menjelaskan secara umum, wisata peranian yang dapat dikembangkan menjadi berbagai jenis agrowisata adalah sebagai berikut. 1. Kebun Raya (Agrowisata Kebun Raya) Objek wisata kebun raya memiliki kekayaan berupa tanaman yang terdiri atas berbagai spesies. Daya tarik yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mencakup kekayaan flora yang ada, keindahan pemandangan di dalamnya dan kesegaran udara yang memberikan rasa nyaman. 2. Perkebunan (Agrowisata Perkebunan) Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata sebagai berikut. a. Daya tarik historis perkebunan yang sudah diusahakan sejak lama. b. Lokasi beberapa wilayah perkebunan yang terletak di pegunungan yang memberikan pemandangan indah serta berhawa segar. c. Cara-cara tradisional dalam pola tanam, pemeliharaan pengelolaan dan prosesnya. d. Perkembangan teknik pola tanam yang ada. 3. Tanaman Pangan dan Hortikultura (Agrowisata tanaman Pangan dan Hortikultural) Ruang lingkup wisata tanaman pangan yang meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultura yakni bunga, buah, sayuran, dan jamu-jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai prapanen, pascapanen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan objek agrowisata. 4. Perikanan (Agrowisata Perikanan) Ruang lingkup keegiatan wisata perikanan dapat berupa kegiatan budidaya perikanan sampai proses pascapanen. Daya tarik perikanan sebagai sumber daya wisata
diantaranya pola tradisional dalam perikanan serta kegiatan lain, misalnya memancing ikan. 5. Peternakan (Agrowisata Peternakan) Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain pola berternak, cara tradisional dalam peternakan serta budidaya hewan ternak (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996). 6. Hutan (Agrowisata Hutan) Hutan sebagai objek wisata dapat dibagi berdasarkan fungsi hutan misalnya hutan produksi dan hutan konservasi yang dapat dikemas menjadi objek agrowisata yang secara umum dapat dikelompokan ke dalam wisata Hutan (Wana Wisata). 7. Bogawisata (Agrowisata Boga) Suatu wisata untuk menikmati hidangan dari produksi-produksi pertanian seperti berbagai jenis sate, lawar bali, seromotan dsn lain-lain. Alat-alat untuk menyajikan makanan tersebut terbuat dari hasil kerajinan dengan bahan pokok dari produksi pertanian seperti tempurung kelapa, lidi dari daun kelapa, bambu dari bahan yang lainnya ( Fandeli, 1995; Ardana, 1995). 2.3 Potensi Pengembangan Agrowisata di Bali Pengembangan agrowisatan di Bali harus mempertimbangkan daya dukung lingkungan setempat dan konsep pemerataan pembangunan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap konsep RUTR ( Rencana Umum Tata Ruang) Bali. Pengembangan sektor pariwisata tidak hanya berupa pembangunanhotel, restoran ataupun industri pariwisata lainnya. Namun juga ditujukan untuk pembangunan dan pembinaan terhadap berbagai atraksi objek, serta daya tarik wisata termasuk pembinaan dan penataan terhadap lingkungan (Suparta dkk,1995).
PANJATAP (Panitia Kerja Tetap) Komisi Agrowisata menyebutkan, ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan agrowisata, sebagai berikut, (Gunawan, 2016). 1. Unsur atraksi wisata a. Pesona agrowisata Daerah agrowisata memiliki kekhasan tersendiri yang mungkin tidak ditemui di daerah lainnya yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke kawasan tersebut. Pesona agrowisata tersebut dapat dilihat dari kondisi lingkungan, spesies/varietas tanaman atau hewan ternak tertentu yang dibudidayakan atau dimanfaatkan, nilai historis yang berhubungan dengan keberadaan spesies/varietas tersebut. Wisatawan juga dapat mencoba cara-cara atau teknik yang disiapkan petani dalam usaha taninya wisatawan juga dapat menikmati rasa produk pertanian yang segar maupun hasil olahnnya di kawasan agrowisata. b. Kegiatan wisata lain di objek wisata Kegiatan lain yang dapat dilakukan di objek agrowisata, selain kegiatan dalam agrowisata antara lain: kegiatan petik buah, sayuran dan lain-lain. Kegiatan budidaya seperi, membajak sawah, menanam padi, panen. Mereka juga dapat melakukan aktivitas seperti: jalan-jalan melewati jalan setapak, kegiatan olahraga sepeda gunung, arum jeram, acara berkemah, menyaksikan panorama alam seperti matahari terbit, matahari tenggelam, dan berenang di kolam renang, dan juga menikmati kebudayaan masyarakat setempat. 2. Pelayanan agrowisata
Unsur pelayanan agrowisata ini bertujuan memudahkan dan memberikan rasa nyaman kepada wisatawan selama berkunjung ke kawasan agrowisata. Adapun pelayanan agrowisata yang dimaksud sebagai berikut: a. Sistem pelayanan informasi Pelayanan informasi yang dimaksud yaitu pemberian informasi secara lisan tentang objek agrowisata, dan objek yang dapat dikunjungi tentang atau tata cara berkunjung ke objek wisata yang termuat dalam buku panduan. Buku panduan yang berisi informasi lengkap dan detail tentang objek agrowisata serta tata cara berkunjung yaitu, tata krama selama berkunjung dan setekah meninggalkan objek agrowisata. Buku panduan tersebut berfungsi untuk mengatur pengunjung (wisatawan), menghindari kerusakan objek agrowisata dan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung ( wisatawan) dalam menikmati objek agrowisata. b. Sarana dan prasarana Memberikan kemudahan kepada wisatawan selama berkunjung ke suatu objek agrowisata. Prasarana seperti jalan raya, jalan setapak (di kawasan kebun) dan transportasi mutlak perlu mendapat perhatian. Demikian juga sarana seperti penginapan, toilet, sarana komunikasi, rumah makan dan fasilitas lain yang sangat membantu kenyamanan wisatawan di kawasan wisata. 3. Pengelolaan agrowisata Pengembangan atau penataan suatu kawasan agrowisata membutuhkan koordinasi mulai dari tingkat perencanaan, pengembangan pengelolaan, sampai dengan pengawasan dan pengendalian. Unsur pengelolaan ini dapat dilihat dari sistem pengelolaan objek agrowisata secara keseluruhan, teknologi yang dipergunakan dalam pengelolaan objek agrowisata, tata laksana budidaya, sistem promosi dan pemasaran objek agrowisata.
Keterkaitan dengan lembaga lain khususnya dalam pengembangan agrowisata yang berhubungan dengan tugas dan wewenang dari berbagai instansi seperti: Departemen Pertanian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Pemda, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Kalangan Usaha (ASITA, PHRI), serta masyarakat. 4. Peranan masyarakat Keikutsertaan peran masyarakat setempat dalam berbagai kegiatan yang menunjang usaha agrowisata sangat diperlukan. Peran serta tersebut dapat diwujudkan berupa: sebagai tenaga kerja (pemandu, pelayanan atau yang lainnya) sebagai pemasok fasilitas dn tempat berjualan cendremata dari kerajinan masyarakat setempat. Masyarakat juga dapat menyajikan atraksi seni budaya setempat seperti tari tradisional, serta menyajikan makanan, minuman tradisional dan musik khas daerah setempat. 5. Prasarana pendukung Untuk meningkatkan daya tarik agrowisata yang dikembangkan, selain memerlukan sarana jalan juga transportasi yang memudahkan pencapaian objek wisata, kebutuhan lainnya yang diperlukan adalah prasarana pendukung seperti air bersih, tenaga listrik, sarana komunikasi, akomodasi, rumah makan, pos keamanan untuk menambah rasa aman bagi pengunjung, sehingga pihak wisatawan betah berlama-lama di kawasan agrowisata tersebut. 2.4 Model Pengembangan Agrowisata Segala sesuatu yang membahas tentang sektor pertanian dalam konteks apapun (termasuk dalam konteks pariwisata, dalam rangka pengembangan agrowisata) haruslah masih dipandang bahwa pertanian itu sebagai bagian dari budaya masyarakat. Selanjutnya, jika membicarakan tentang budaya/kebudayaan sebagai suatu sistem, maka bahasan itu haruslah meliputi aspek konsep/pola pikir, aspek sosial dan aspek artefak (Koentjaraningrat, 1993).
2.4.1 Aspek konsep/pola pikir agrowisata Elemen-elemen aspek pola pikir yang dapat dikelompokan dalam pengembangan agrowisata sebagai berikut. 1. Ada kesadaran dari masyarakat setempat tentang potensi yang dimiliki dalam rangka pengembangan agrowisata. Ada sesuatu yang khas, yang diperkirakan dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ketempat tersebut. 2. Ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk menerima uluran tangan dari luar (lembaga independent) dalam kerangka pengembangan potensi itu. 3. Ada inisiatif dari pihak luar (lembaga independent) untuk mendorong masyarakat setempat mengembangkan potensinya, dalam rangka konsep berkelanjutan. 4. Ada kesepakatan dengan masyarakat setempat dengan komponen kepariwisataan (biro perjalan), bahwa potensi agrowisata itu memang relevan untuk dikembangkan. 5. Ada kesepakatan dengan pemerintah setempat untuk membantu pengembangan potensi agrowisata tersebut. 6. Secara tradisonal, kawasan itu memang sudah menarik bagi masyarakat setempat, dan kalangan wisatawan nusantara. 2.4.2 Aspek sosial agrowisata Elemen-elemen aspek sosial yang dapat dikelompokan dalam pengembangan agrowisata sebagai berikut. 1. Ada kesepakatan dari masyarakat untuk memberi pengorbanan terhadap lahan yang dimiliki dalam rangka penataan kawasan agrowisata tersebut. 2. Ada kesepakatan tentang siapa pengelola kegiatan agrowisata itu dan bagaimana strukturnya. 3. Ada kesepakatan tentang pembagian penerimaan antara pihak biro perjalanan dengan pihak pengelola wisata.
4. Mempersiapkan berbagai paket kegiatan di kawasan agrowisata itu dan menyepakati biaya yang harus di bayar oleh wisatawan. 5. Mempersiapkan awig-awig (aturan tertulis) tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh di lakukan di kawasan tersebut. 6. Mempersiapkan masyarakat setempat untuk mampu menjadi pemandu wisata di kawasan agrowisata tersebut. 2.4.3 Aspek artefak/kebendaan agrowisata Elemen aspek artefak yang dapat dikelompokan dalam pengembangan agrowisata sebagai berikut. 1. Menyiapkan lokasi/kawasan parkir 2. Mempersiapkan peta/sketsa untuk setiap paket perjalanan di kawasan agrowisata 3. Mempersiapkan prasana umum di lokasi agrowisata 2.5 Pengertian Partisipasi Partisipasi adalah keikutsertaan, peran, serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaan lahiriahnya, pengertian ini menjelaskan peran masyarakat dalam mengambil bagian, atau turut serta menyumbangkan tenaga dan pikiran ke dalam suatu kegiatan, (Sastropoetro, 1995). Ada beberapa jenis partisipasi sebagai berikut. 1. Manipulasi yaitu partisipasi yang terendah, dalam tingkat ini partisipasi sebagai kesempatan untuk memaksakan kehendak pihak yang lebih berkuasa. 2. Penyebarluasan informasi adalah dimana berbagai pelaku telah diinformasikan mengenai hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka. 3. Pengambilan keputusan yaitu dimana konsensus dihasilkan berdasarkan kesepakatan bersama dan terjadi pembagian tanggung jawab antara berbagai pelaku yang terlibat.
4. Membangun kesepakatan yaitu dimana berbagai pelaku hubungan untuk dapat saling memahami antara satu sama lainnya. 2.6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan kemampuan olah pikir atau nalar dari peneliti untuk menyusun model teoritis dalam upaya pemecahan masalah penelitian yang telah dirumuskan. Maka secara skematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 Pengembangan Agrowisata Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar Model Pengembangan Agrowisata 1. Pola Pikir 2. Sosial 3. Artefak 2 Partisipasi Petani 1. Manipulasi 2. Penyebar luasan informasi 3. Mengambil keputusan 4. Membangun kesepakatan Analisis Deskriptif Kualitatif Simpulan Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Model Partisipasi Petani dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Kerta Payangan, Kabupaten Gianyar. Gambar 2.1 menjelaskan bahwa agrowisata adalah suatu kegiatan yang berupaya mengembangkan sumberdaya alam di suatu daerah yang mempunyai potensi di bidang pertanian untuk dijadikan kawasan wisata. Potensi tersebut harus dilihat dari segi lingkungan
alam, letak geografis, jenis produk atau komoditas pertanian yang dihasilkan, serta sarana dan prasarananya. Dilihat dalam kerangka pemikiran dapat dikaji bagaimana model partisipasi petani dalam pengembangan agrowisata di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Dengan meneliti model partisipasi petani dan tingkat partisipasi petani. Setelah mendapatkan data yang diperlukan di lapangan, dilakukan analisis data. Data dari lapangan berupa data kualitatif yang didapatkan dari pihak yang berkaitan dalam model partisipasi petani dalam pengembangan agrowisata, dilakukan analisis data kembali menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil dari analisis data dari penelitian ini yang nantinya menghasilkan kesimpulan dan dapat digunakan sebagai rekomendasi pada pihak terkait.