BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial.

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

Bab 1 PENDAHULUAN. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia yang hampir tidak

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembentukan kepribadian akan sangat ditentukan pada masa

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN STIKOM DINAMIKA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

PERENCANAAN PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia lainnya, untuk itu manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II TINJAUAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu dengan yang lain. Realitanya di zaman sekarang banyak terlihat konflikkonflik

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama dalam. terhadap pembentukan kepribadian dan perkembangan tingkah laku anak

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

I. PENDAHULUAN. Kenakalan remaja merupakan salah satu masalah dalam bidang pendidikan yang

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. serta ketat untuk menghasilkan penerus-penerus yang bermoral baik, berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

Bab 5. Ringkasan. suka berkelompok, dan sebagainya. Kehidupan berkelompok dalam masyarakat Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. lain atau disebut manusia sebagai makhuk sosial. Semua itu didapatkan melalui

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

PENDAHULUAN. disebut sebagai periode pubertas, pubertas (puberty) adalah perubahan cepat pada. terjadi selama masa remaja awal (Santrock, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik di negara-negara maju maupun negara-negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pribadi yang memuaskan. Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2005) ketrampilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga dalam menjalani interaksinya manusia

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

HILANGNYA KEDUDUKAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan masyarakat. Keberagaman tersebut mendominasi masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup.

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Tri Windha Isnandar F

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Generasi Muda Senin, 18 Juli :29 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 11 April :35

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk Tuhan manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia pada dasarnya suka bergaul dan selalu ingin berkumpul, karena manusia suka bergaul satu sama lain, maka individu tersebut merupakan individu sosial (Kansil, 1986). Hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan pokok yang harus di jalankan. Hubungan dengan orang lain tidak ada batas waktu, tempat, usia maupun gender. Manusia memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk berkomunikasi serta berinteraksi dengan individu lainnya. Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, manusia satu sama lain harus saling berelasi demi mencapai kebaikan bersama. Relasi disebut hubungan sosial yang merupakan hasil dari interaksi atau rangkaian tingkah laku yang sistematik antara dua orang atau lebih. Relasi juga merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain dan antara individu tersebut saling mempengaruhi (Astuti, 2012). Keberhasilan seseorang tidak hanya dinilai dari kepandaiannya saja, tetapi adanya hubungan sosial yang mendorong seseorang tersebut untuk berhasil. Salah satunya berelasi dengan tetangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tetangga adalah orang yang tempat tinggal atau rumahnya berdekatan. Poerwadarminta (1976) mengatakan bahwa tetangga berarti orang setangga, sebelah menyebelah. Bertetangga merupakan salah satu interaksi sosial yang harus di penuhi oleh makhluk individu. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia yang hampir tidak bisa ditolak oleh setiap manusia. Secara terminology, tetangga adalah keluarga yang rumahnya berdekatan dengan rumah satu sama 1

2 lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam akhlak. Tetangga juga merupakan orang yang paling dekat setelah keluarga. Tetangga juga yang paling mengetahui saat suka maupun duka, ialah yang paling cepat memberikan pertolongan saat kita mengalami kesulitan, dari pada keluarga yang bertempat tinggal berjauhan dari rumah (Ya qub, 1996). Tetangga merupakan sekelompok masyarakat, masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar rumah. Dengan demikian di dalam bermasyarakat harus hidup bertetangga, harus membutuhkan tetangga dan tidak bisa memisakan diri dari tetangga karena peran tetangga dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Pentingnya peran tetangga kadang melebihi peran keluarga yang tempat tinggalnya berjauhan dari rumah, jika sedang mengalami kesulitan seperti keluarga yang meninggal, kecurian, kecelakaan, atau mengalami musibah yang lainnya, yang menolong pertama yaitu tetangga yang rumahnya dekat dengan tempat tinggal bukan keluarga yang tempat tinggalnya jauh dari rumah. Abdul (2005) mengatakan tetangga tidak ada batasan berapa jumlah rumah, yang jelas adanya RT dan RW dalam bertetangga dan tetangga juga bisa meliputi komplek perumahan atau bahkan lebih. Kehidupan bertetangga di latarbelakangi dengan adanya perbedaan dan persamaan, seperti ekonomi, pekerjaan atau profesi, tingkat pendidikan, umur, serta suku yang bervariasi. Latar belakang tersebut terkadang akan menimbulkan rasa iri dan dengki sehingga akan memicu konflik dalam hidup bertetangga. Dalam kehidupan bertetangga, individu harus menjalankan kewajiban terhadap tetangga yaitu tidak saling menyakiti, tidak saling menyinggung perasaan satu sama lain, saling sapa, menghormati, tenggang rasa, dan saling tolong menolong. Dalam kehidupan bertetangga harus saling menjaga kerukunan dan keharmonisan antar tetangga. Menjalin kerukunan dalam bertetangga sanggatlah penting, karena jika semua keadaannya baik maka lingkungan sekitar tetangga akan baik, sebaliknya jika lingkungan sekitar tetangga tidak baik, maka rusaklah

3 lingkungan tetangga tersebut. Contohnya, Okezon (2016) memberitakan adanya konflik antar tetangga, sehingga berujung ke polisi. Disebabkan karena tidak terima dipukul oleh tetangga, korban melaporkan tetangganya. Keharmonisan dalam bertetangga tidak kalah pentingnya, karena kekuatan hubungan bertetangga dipengaruhi oleh tingkat keharmonisan, jika tetangga memiliki akhlak yang baik, ramah, dan penuh perhatian maka terciptanya keharmonisan di kehidupan bertetangga dan tidak akan terjadinya konflik antar tetangga. Saat menjalin relasi dengan tetangga perlunya nilai etika bertetangga, karena etika bertetangga sangat penting, jika individu mengabaikan etika saat menjalin relasi maka akan terjadinya konflik, sehingga tidak adanya kerukunan dan keharmonisan yang diharapkan bersama. Nilai etika berhubungan dengan akhlak dan moral, misalnya kejujuran, kasih sayang, ramah, sopan santun, saling membantu, dan adil. Saat ini kebutuhan berelasi terhadap tetangga semakin berkurang. Pada zaman sekarang, hidup bertetangga sering dianggap remeh terutama individu yang hidup di kota besar. Relasi individu yang hidup di kota besar sangatlah kurang, terutama penduduk di kawasan perumahan elite cenderung individualis, sibuk dengan urusan sendiri-sendiri sehingga tidak mengenal satu sama lain. Bintarto (1989) mengatakan, setiap warga yang tinggal di kota memiliki kesibukan yang cukup tinggi yang mengakibatkan perhatian kesesama berkurang, apabilah hal ini berlebihan akan menimbulkan sifat acuh tak acuh atau kurangnya toleransi sosial. Acuh tak acuh sesama tetangga akan mengakibatkan kerenggangan satu sama lain. Di kota besar kebanyakan rumah yang berdempetan bahkan tidak sedikit jalan untuk menuju rumah sangatlah sempit. Kondisi rumah yang saling berdempetan seringkali banyak menimbulkan konflik antar tetangga, dari persoalan suara gaduh, lahan parkir sampai persoalan hak milik yang dipakai tetangga tanpa persetujuan. Kehidupan bertetangga lebih terasa di daerah perdesaan, karena di daerah perdesaan masih menjunjung tinggi kebersamaan, sehingga mereka tidak acuh tak acuh sesama

4 tetangga. Melalui kebersamaan, para tetangga yang berinteraksi secara tidak langsung terlibat dalam hubungan kasih sayang dan rasa saling melindungi terhadap tetangga, sehingga terjalin hubungan antar tetangga. Kebudayaan yang dijujung tinggi di perdesaan berisi nilai dan norma atau Qaidah sebagai kondisi ketergantungan dan saling membutuhkan (Malinowski, 1949). Dengan masih adanya kebersamaan yang melekat di perdesaan, kehidupan bertetangga di perdesaan sangat terasa. Salah satu yang menjalin kedekatan antar tetangga di perdesaan yaitu adanya kegiatan gotong royong. Kegiatan gotong royong merupakan kegiatan yang menimbulkan kerjasama antara individu. Gotong royong merupakan strategi dalam pola hidup untuk saling meringankan beban pekerjaan masing-masing. Gotong royong dilakukan secara bersama-sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan hasilnya dirasakan bersama-sama. Gotong royong terbina dalam kehidupan merupakan warisan budaya. Bintarto (1980) mengatakan hubungan gotong royong dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, yaitu: (1) manusia tidak sendiri di dunia, tetapi manusia dikelilingi oleh komunitasnya, (2) manusia hakekatnya tergantung dalam kehidupan bersama, (3) manusia harus dapat memelihara hubungan baik satu sama lain, dan (4) berusaha untuk bersifat konfromi sesama komunitas. Saat ini dunia semakin modern dan makhluk individu semakin banyak meninggalkan kebiasaan untuk hidup bertetangga. Individu lebih mementingkan mobile phone untuk berinteraksi daripada hidup bertetangga. Pappa (1999) mengatakan, kemajuan teknologi mengakibatkan perubahan dalam kehidupan bertetangga. Kecanggihan tekologi seperti mobile phone menciptkan kemudahan berkomunikasi kesiapapun dan di manapun, sehingga untuk menjalin relasi antar individu semakin berkurang. Dalam menciptakan relasi pertetanggaan diperlukan ketertarikan antar tetangga dan dukungan yang diberikan tetangga, karena ketertarikan bertetangga merupakan ketertarikan individu kepada individu lainnya. Ketertarikan ini mengacu pada perasaan

5 yang timbul terhadap orang lain. Ketertarikan dengan tetangga akan menentukan apakah individu akan menjalin hubungan interpersonal atau tidak, jika ada ketertarikan satu sama lain antar tetangga maka relasi tersebut akan terjadi, sebaliknya jika tidak ada ketertarikan satu sama lain antar tetangga, maka tidak akan terjadinya hubungan relasi antar tetangga. Menurut Baron dan Byrne (1997) ketertarikan merupakan penilaian terhadap individu untuk menyukai individu tersebut atau tidak menyukainya. Selain ketertarikan antar tetangga, dukungan bertetangga juga diperlukan untuk menciptakan relasi pertetanggaan, karena sebagai makhluk sosial, individu tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menurut Sarason (1990) dukungan merupakan keberadaan atau tersedianya seseorang yang dapat individu percaya, seseorang yang tahu bahwa orang tersebut mengerti, sesorang yang menghargai dan mencintai individu tersebut. Dengan adanya dukungan membuat tetangga menjadi semakin dekat dan terjalinnya relasi pertetanggaan. Seperti data lapangan (2015) remaja SMA saling tolong menolong jika tetangganya mengalami permasalahan. Dengan adanya ketertarikan antar tetangga dan dukungan, maka terciptanya relasi pertetanggaan. Kehidupan bertetangga tidak terfokus oleh para orang tua saja, tetapi kehidupan bertetangga bisa juga dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang mana para remaja sedang dalam proses pengembangan diri dengan berinteraksi langsung dengan lingkungan dan tetangga di sekitar rumah yang tidak dapat di pendidikan bangku Sekolah. Masa remaja ialah di mana pengambilan keputusan meningkat dan tahap pencarian identitas. Masa remaja ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat dari segi fisik, psikis maupun sosial. Pada umumnya remaja menggunakan waktu mereka untuk berinteraksi dengan orang tua, teman maupun lingkungan sekitar. Menurut Santrock (2002) remaja mulai mengambil keputusan tentang masa depan, pendidikan, pergaulan, dan teman-teman yang akan dipilih. Remaja juga mulai mengurangi waktu bermain di rumah. Pada tahap ini

6 remaja akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah seperti di Sekolah maupun bermain bersama dengan lingkungan sekitar rumah. Dalam tahap remaja terdapat beberapa aspek yang mengalami perubahan fundamental yang membuat masa remaja menjadi unik. Aspek-aspek tersebut merupakan aspek biologis, aspek kognitif, dan aspek sosioemosional (Steinberg, 2001). Menurut Darajat (1994) pada masa ini remaja mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang, mereka bukan lagi anak-anak baik bentuk tubuh, sikap, cara berpikir, dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang lebih matang. Remaja dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada tahun 18-22 tahun (Santrock, 2003). Remaja dibagi menjadi tiga fase usia yaitu, remaja awal pada usia 10-13 tahun, remaja tengah pada usia 14-17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun (Steinberg, 2001). Penelitian ini akan dilakukan pada remaja tengah pada usia 14-17 tahun di mana remaja masih menduduki bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Remaja tengah yang berusia 14-17 tahun merupakan tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir yang ditandai dengan perkembangan fisik dan kepribadian. Kehidupan bertetangga pada masa remaja sangatlah penting karena tetangga juga berperan penting dalam membentuk kesejahteraan dan perkembangan fisik maupun mental anak dan remaja. Hubungan kedekatan dengan tetangga yang baik sangatlah diperlukan untuk perkembangan sosial pada masa remaja. Ketidakmampuan remaja manjalani kehidupan bertetangga pada masa remaja dihubungkan dengan berbagai masalah maupun gangguan, jadi pengaruh kehidupan bertetangga dapat positif dan negatif. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasi pada fase remaja tengah adalah mencapai keterampilan sosial untuk penyesuaian dalam kehidupan sehari-sehari. Salah satu tugas remaja untuk mencapai keterampilan sosial adalah memperluas relasi antar pribadi,

7 kelompok dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita dan memperoleh peranan sosial. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan peer group, sehingga pengaruh peer group lebih besar daripada pengaruh keluarga. Peer group memberikan lingkungan yang luas, di mana remaja melakukan kegiatan bersama dalam mengisi waktu laung dengan teman seusia.. Mappiare (1982) mengatakan bahwa teman sebaya merupakan lingkungan sosial yang pertama disaat remaja belajar untuk hidup bersama orang lain. Pada saat ini remaja mudah terjebak pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Remaja punya keinginan untuk tampil beda dan bertingkah laku di luar kewajaran seperti terjerumus tindakan berkelahi, merokok, minum-minuman keras, berjudi, mencuri dan penggunaan narkoba sehingga mengganggu ketertiban umum dan meresahkan masyarakat. Remaja tidak peduli dianggap meresahkan masyarakat karena bagi remaja penerimaan peer group lebih penting agar tidak di kucilkan dari pergaulan. Perilaku ini terjadi karena adanya pengaruh buruk dari peer group, remaja cenderung mengikuti kemauan temantemannya agar tidak diabaikan oleh kelompok teman sebaya (Prasetyo, 2001). Dengan adanya peer group yang mempengaruhi hal buruk terhadap remaja, sehingga membuat remaja menjadi antisosial atau kontra produktif di lingkungan Sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Para remaja merasa dengan melakukan tindakan antisosial mereka akan dapat memperoleh perhatian dan status di kalangan masyarakat. Tetapi ada juga para remaja yang masih peduli dengan kehidupan bermasyarakat seperti kehidupan bertetangga, memperluas relasi di kehidupan bertetangga dan lebih aktraktif berkomunikasi di lingkungan masyarakat. Permasalahan yang dialami remaja usia SMA saat ini adalah remaja usia SMA kurang mengenal tetangga dan remaja usia SMA kurang menjalani relasi pertetanggaan, hal ini karena remaja usia SMA melakukan tindakan antisosial atau kontra produktif di

8 lingkungan masyarakat, sehingga remaja usia SMA asik dengan kegiatan bersama teman sebaya sehingga tidak memperdulikan lingkungan sekitar. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dinamika kedekatan relasi bertetangga. Secara khusus, bagaimana remaja Indonesia terutama remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjalin relasi pertetanggaan dengan baik. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris tingkat relasi kehidupan bertetangga dan aspek-aspek, serta dinamika pertetanggaan pada remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA). C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memiliki manfaat teoritis, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan Psikologi, khususnya Psikologi sosial. Selain itu, penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan dapat membantu mengidentifikasi strategi berguna untuk menciptakan kehidupan berelasi bertetangga pada remaja usia Sekolah Menengah Atas (SMA).