BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan era-globalisasi yang ditandai dengan meningkat dan bertambah pesatnya perekonomian rakyat, kebutuhan manusia semakin kompleks, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut diantara manusia yang satu dengan yang lainnya tumbuh keadaan yang memaksa mereka untuk melakukan suatu hubungan hukum. Hubungan hukum yang terjadi antara subjek hukum yang satu dengan yang lainnya terjadi dengan adanya suatu perikatan. Umumnya semua perikatan diakhiri dengan pelaksanaan, dan memang demikianlah yang seharusnya terjadi. Itu berarti para pihak memenuhi kesepakatan untuk dilaksanakan berdasarkan persyaratan yang tercantum dalam suatu perjanjian atau kontrak. Pemenuhan hal-hal yang harus dilaksanakan disebut dengan prestasi. Dengan terlaksananya prestasi, kewajiban-kewajiban para pihak berakhir, sebaliknya apabila salah satu pihak tidak melaksanakannya, maka disebut melakukan wanprestasi. Secara sederhana wanprestasi adalah tidak melakukan prestasi, atau melakukan prestasi, tetapi yang dilaksanakannya tidak tepat waktu dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi, debitur telah melakukan wanprestasi karena tidak atau terlambat melaksanakan prestasi dari waktu yang ditentukan, atau tidak sesuai menurut apa yang semestinya, dan ini merupakan suatu pelanggaran hukum
atau tindakan melawan hukum terhadap hak kreditur, yang lebih dikenal dengan istilah onrechtmatigedaad 1. Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum lainnya karena suatu perbuatan, peristiwa atau keadaan. Perbuatan misalnya jual beli barang, peristiwa misalnya lahirnya seorang bayi atau matinya orang, dan keadaan misalnya letak pekarangan yang berdekatan atau rumah yang bergandengan. Karena hal yang mengikat selalu ada dalam kehidupan masyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat diakui dan diberi akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu 2 dengan yang lain menimbulkan suatu hubungan hukum. Bilamana membicarakan perikatan, maka selalu ada prestasi tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Adalah jelas, bahwa suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang tidak secara sempurna ditentukan dan kemudian juga tidak ditetapkan, maka terhadap hal yang demikian tidak dapat diajukan suatu gugatan. Masing-masing anggota masyarakat tentunya mempunyai berbagai kepentingan yang beraneka warna. Wujud dan jumlah kepentingan ini tergantung dari wujud dan sifat kemanusiaan yang berada dalam tubuh para anggota masyarakat masing-masing 3. Berdasarkan fakta dan kenyataan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, perikatan yang dilakukan oleh subjek hukum selain menimbulkan akibat hukum wanprestasi juga menimbulkan adanya suatu perbuatan melawan hukum. 1 I.G.Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting, Teori dan Praktek, (Jakarta : Megapoin, 2003), hal. 77. 2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1981), hal. 6. 3 Wiryono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, (Bandung ; Sumur Bandung, 1992) hal. 9.
Wanprestasi terjadi karena adanya salah satu pihak yang berkewajiban untuk melakukan sesuatu prestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi 4. Dalam kenyataannya, prestasi itu tidak selalu berupa sejumlah uang walaupun selalu diukur dengan nilai sejumlah uang tetapi juga meliputi barang misalnya hibah dan tukar-menukar barang 5. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu perikatan. Dengan demikian wujud prestasi adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu 6. Sejak kapan debitur dikatakan wanprestasi? hal ini perlu dipersoalkan karena wanprestasi itu mempunyai akibat hukum yang penting bagi debitur. Untuk mengetahui sejak saat kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Suatu perbuatan melawan hukum tidak selalu memandang tubuh dan kedudukan dari subjek hukumnya melainkan mengenai perbuatan dari subjek hukum tersebut 7 hukum, tidak mengadung unsur janji, orang tidak dapat dinamakan berjanji hal sesuatu, apabila sesuatu kewajiban dilimpahkan kepadanya secara bertentangan langsung dengan kemauannya. Suatu perikatan yang bersumber pada perbuatan melawan 8. Perbuatan melawan hukum itu tidak hanya 4 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 7. 5 Ibid, hal. 8. 6 Ibid, hal. 17. 7 Wiryono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, (Bandung ; Sumur Bandung, 1992) hal. 50. 8 Ibid, hal. 8.
perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan kesusilaan, agama dan sopan santun 9. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dirasa perlu adanya penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam suatu perikatan. Sehingga setelah terjadinya perikatan, pihak debitur harus segera melaksanakan pemenuhannya 10. Perikatan meliputi ruang lingkup hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan (business relation). Pihak-pihak yang mengadakan hubungan itu menghendaki supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai secara tertib. Namun demikian, mungkin terjadi bahwa salah satu pihak tidak berprestasi karena kelalaiannya sendiri ataupun karena keadaan lain. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti kerugian. Tetapi jika kerugian itu disebabkan oleh keadaan memaksa, tak seorangpun dapat dipertanggungjawabkan. Hubungan hukum dalam masyarakat yang terjadi karena diperjanjikan para pihak, sehingga kehendak pihak-pihaklah yang dominan. Hak dan kewajiban yang timbul pada pelaksanaannya, penafsirannya, dan berakhirnya, ditentukan para pihak itu sendiri. Namun, jika para pihak tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan hukum perjanjian dalam undang-undang. Undang-undang juga menentukan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan individu atau badan hukum menimbulkan perikatan, yang mewajibkan pihak yang bersalah untuk mengganti kerugian. 9 Ibid, hal. 45. 10 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Marthalena Pohan, Hukum Perikatan, (Surabaya : PT.Bina Ilmu, 1984) hal. 29.
Akibat hukum suatu perikatan memang dikehendaki oleh para pihak, karena memang perjanjian didasarkan pada kesepakatan bersama yaitu persesuaian kehendak antara para pihak yang membuat suatu perjanjian. Apabila atas perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi, karena ada hubungan kontraktual antara pihak yang menimbulkan kewajiban dan pihak yang menderita kerugian. Apabila tidak ada hubungan kontraktual antara para pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian, maka dapat diajukan gugatan perbuatan melawan hukum 11. B. Perumusan Masalah Sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu : Penerapan batas-batas antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum, maka akan diketengahkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi tersebut, antara lain : 1. Bagaimana ketentuan terhadap pemenuhan wanprestasi dalam suatu perikatan? 2. Bagaimana pula ketentuan mengenai Perbuatan Melawan Hukum dipandang dari sudut hukum perdata dan apa yang menjadi faktor penyebabnya? 3. Bagaimana penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum dalam perikatan? 11 Suharnoko, Hukum Perjanjian,Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2004) hal. 115
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan mengenai wanprestasi baik segi pengertian, sebab-sebab, wujud maupun akibat hukum yang ditimbulkannya. 2. Untuk megetahui ketentuan mengenai perbuatan melawan hukum dipandang dari sudut hukum Perdata, meliputi pengertian, unsur-unsur, subjek hukum dan faktor penyebabnya dalam perikatan. 3. Untuk mengetahui penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum di dalam suatu perikatan. Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Secara Teoritis Secara teoritis diharapkan pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan akan melahirkan pemahaman bahwa betapa penting diberikannya penerapan batas-batas antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum di dalam suatu perikatan agar tidak terjadi kesalahan. Oleh karena itu pula, diharapkan agar dengan adanya pembahasan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam skripsi ini, maka akan semakin disadari akan pentingnya diberikan suatu pembatasan sehingga apabila terjadi suatu kekeliruan dalam perikatan akibat tidak dilakukannya suatu kewajiban dapat menjadi pedoman dalam menentukan upaya hukum yang akan dilakukan.
b. Secara Praktis Secara Praktis, pembahasan dalam skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi kalangan akedemisi dalam menambah wawasan pengetahuan mengenai pentingnya penerapan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam suatu perikatan, sehingga dapat ditentukan upaya hukum apabila ada atau tidaknya hubungan kontraktual. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran yang dilakukan dikepustakaan di lingkungan, belum ada penulisan skripsi yang membahas tentang Penerapan Batas-Batas Antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum sampai dengan penulisan skripsi ini dilakukan. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada Kepustakaan Keperdataan khususnya Perdata BW, sehingga dapat dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli, dan dapat dipertanggungjawabkan. Skripsi ini disusun berdasarkan referensi buku-buku, media cetak maupun elektronik, juga melalui bantuan dari berbagai pihak. E. Tinjauan Kepustakaan Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda Verbintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang
yang lainnya 12. Pengaturan Hukum Perikatan terdapat pada buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari 18 bab, tiap-tiap bab dibagi lagi menjadi beberapa bagian. Dari ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa sumber perikatan itu adalah perjanjian dan undangundang. Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan 13. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakikat perikatan, sehingga wujud prestasi itu adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan, yaitu : 1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian; 2. Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah 14. 12 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni, 1981), hal. 5. 13 Ibid, hal. 9. 14 Ibid, hal 19-20.
Istilah perbuatan melawan hukum pada umumnya adalah sangat luas artinya, yaitu kalau perkataan Hukum dipakai dalam arti yang seluas-luasnya dan hal perbuatan melawan hukum dipandang dari segala sudut. Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan yang mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedang satu-satunya tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan dan kebahagiaan sebagai tata tertib dalam masyarakat. Perbuatan melawan hukum adalah bukan saja perbuatan yang langsung melawan hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum diantaranya peraturan dalam lapangan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun. Sehingga perbuatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun sudah dapat dikatakan perbuatan yang melawan hukum 15. Akibat umum dari suatu perbuatan melawan hukum yaitu kekacauan dalam masyarakat, kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat, atau dapat dikatakan sebagai suatu keganjilan. Oleh sebab itu, suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum walaupun tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian. Didalam suatu perikatan, perbuatan melawan hukum dapat terjadi apabila tidak ada hubungan kontraktual antara para pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita kerugian. Apabila pihak yang menimbulkan kerugian tidak melanggar ketentuan dalam perjanjian, tetapi menimbulkan kerugian pada pihak lain, sudah dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. 15 Wiryono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, (Bandung ; Sumur Bandung, 1992) hal. 13.
F. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain : 1. Jenis Penelitian Dalam menyusun skripsi ini, digunakan metode penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian dengan hanya mengolah dan menggunakan data-data sekunder. Sedangkan bersifat deskriptif maksudnya penelitian tersebut kadangkala dilakukan dengan melakukan suatu survei ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat mendukung teori yang telah ada. 2. Sumber Data Data Sekunder. Data sekunder meliputi 16 : 1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari : a. Norma/Kaedah dasar, yaitu : Pembukaan UUD 1945 b. Peraturan Dasar : 1). Batang Tubuh UUD 1945; 2). Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, Cetakan Keenam, 2003), hal. 113-114
c. Peraturan Perundang-Undangan : 1). Undang-undang dan Peraturan yang setaraf; 2). Peraturan Pemerintah dan Peraturan yang setaraf; 3). Keputusan Presiden dan Peraturan yang setaraf; 4). Keputusan Mentri dan Peraturan yang setaraf; 5). Peraturan-peraturan Daerah. d. Badan Hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti Hukum Adat; e. Yurisprudensi. 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum Primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) hasil-hasil penelitian atau pendapat para pakar hukum. 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan,
artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif ini dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan. G. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Sistematika penulisan ini terbagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan Bab, dimana masing-masing Bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Secara sistematis materi pembahasan ditempatkan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) Bab yang terperinci sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini digambarkan hal-hal yang bersifat umum, yang diikuti dengan alasan pemilihan judul, kemudian dilanjutkan dengan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjaun kepustakaan dan metode penulisan. Bab ini ditutup dengan memberikan sistematika dari penulisan skripsi.
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka Bab ini akan menguraikan mengenai pengertian wanprestasi, sebab-sebab, wujud wanprestasi serta akibat hukum wanprestasi dalam perikatan. BAB III : TINJAUAN TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM DIPANDANG DARI SUDUT HUKUM PERDATA Pada Bab ini penulis memberikan gambaran tentang pengertian, unsur-unsur yang melingkupi, subjek hukum, akibat hukum, serta faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum. BAB IV : PENERAPAN BATAS-BATAS ANTARA WANPRESTASI DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PERIKATAN Bab ini adalah Bab yang paling sesuai dalam penulisan ini. Dalam Bab ini diuraikan mengenai pelaksanaan dari pasal 1365 KUHPerdata, cara pengajuan gugatan, perbedaaan-perbedaan mendasar, serta batasan antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Pada Bab terakhir ini dirumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan permasalahan yang dilanjutkan dengan memberikan saran yang diharapkan akan dapat berguna di dalam melakukan suatu perikatan ataupun hubungan hukum antara para subjek hukum.