BAB I PENDAHULUAN. yang saat ini diharapkan dapat melaksanakan dan menjadikan masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. kredit serta memberikan kepastian kepada mereka untuk dapat menerima uangnya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah semata-mata untuk pangan dan sandang saja, tetapi mencakup kebutuhan

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut. 1

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang. pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. simpanan (fungsinya sebagai funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB III PENUTUP. Jayapura, apabila perjanjian kredit macet dan debitur wanprestasi yaitu: (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan modal sebagai salah satu sarana dalam pengembangan unit usaha oleh para

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

PELAKSANAAN PENANGGUNGAN ( BORGTOCHT ) DALAM PERJANJIAN KREDIT. ( Studi Kasus di PD. BPR BANK PASAR Kabupaten Boyolali )

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

KREDIT TANPA JAMINAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

PERLAKUAN BANK MUAMALAT INDONESIA TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM MUSNAHNYA BARANG JAMINAN DEBITUR OLEH PIHAK ASURANSI Sigit Somadiyono, SH.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang saat ini diharapkan dapat melaksanakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju ke arah masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Dalam rangka menciptakan pembangunan nasional tersebut, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Oleh karena itu seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang mana sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam. Kehidupan dunia usaha saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pinjam meminjam. Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai tempat bagi perusahaan pemerintah, swasta mau pun orang perorangan untuk meminjam uang atau yang lebih sering disebut dengan kredit. Dalam masyarakat umum istilah kredit. Istilah kredit pada zaman sekarang sudah tidak asing lagi dan bahkan dapat dikatakan populer dan merakyat, sehingga dalam bahasa sehari-hari dalam masyarakat sudah dicampurbaurkan dengan istilah utang. 29 29 Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia 2001), hal.236.

Peranan lembaga bank kemudian terus ditata dan diperbaiki dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang untuk selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Oleh karena itu terdapat dua fungsi bank di Indonesia, yaitu menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan (funding) dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit (lending). 30 Kredit dari sisi bank merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan bank itu sendiri. 31 Sedangkan bagi masyarakat atau nasabahnya kredit dapat membantu dalam permodalan usaha guna peningkatan pendapatannya. Jadi dengan kata lain terdapat unsur yang esensial dari kredit bank yaitu adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Prinsip kepercayaan ini disebut juga fiduciary relationship. Prinsip tersebut diperlukan dalam hubungan timbal balik antara kreditur dan debitur. 32 Makna dari kepercayaan tersebut adalah adanya keyakinan dari bank sebagai kreditur bahwa kredit yang diberikan sungguhsungguh akan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan 30 Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 1. 31 Suharno, Analisa Kredit, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal.2. 32 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 13.

kesepakatan. Disisi lain, pada saat masyarakat menyimpan dananyaatau meminta layanan jasa-jasa perbankan maka masyarakat sebagai nasabah harus percaya bahwa danayang disimpan pada bank tidak hilang atau pemanfaatan jasa-jasa perbankan oleh masyarakat dapat terlaksana dengan baik dan menguntungkan. Dalam menjalankan usahanya dibidang penyaluran kredit, bank dapat menghadapi risiko kredit. Risiko kredit merupakan risiko akibat ketidakmampuan nasabah atau debitur mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. 33 Untuk menghadapi risiko kredit tersebut, bank dalam menjalankan fungsinya, harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harusmemiliki keyakinan ataskemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utang tepat pada waktunya sesuai dengan yang diperjanjikan. 34 Sebagaipemberi kredit, bank wajib menetapkan suatu kebijakan pengkreditan agar tetap dapat memelihara keseimbangan yang tepat antara keinginan untuk memperoleh keuntungan dan menjamin lunasnya semua kredit yang disalurkan. Untuk memberikan kreditnya, bank wajib memiliki keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah atau debitur untuk melunasi utangnya. 33 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 267. 34 Hesty Irwan, Penelitian Tentang Aspek Hukum Restrukturisasi Kredit Dalam Rangka Menggerakkan Sektor Riil, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 2001), hal. 63.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah atau debitur. 35 Seyogianya bank melakukan analisis kredit yang seksama, teliti dan cermat dengan didasarkan pada data yang aktual dan akurat, sehingga bank tidak akan keliru dalam mengambil keputusannya. Oleh karena itu, setiap pemberian kredit tentunya telah memenuhi ketentuan perbankan dan sesuai dengan asas pengkreditan yang sehat. Demikian pula pemberian kreditnya juga telah didasarkan pada penilaian yang jujur, objektif, dan terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit. Bank harus meyakini bahwa kredit yang akan diberikannya tersebut dapat dilunasi kembali pada waktunya oleh debitur. 36 Biasanya dalam perjanjian pinjam meminjam uang, pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan utang, apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasi. 37 Jaminan dalam pengkreditan mempunyai makna yang sangat penting, karena jaminan merupakan benteng terakhir bila debitur wanprestasi atau mengalami kegagalan dalam menyelesaikan kewajibannya kepada pihak bank. 38 Dengan kata lain bahwa jaminan juga merupakan semacam pelindung kerugian. 39 35 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 73. 36 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 225. 37 Ibid, hal. 56. 38 Suharno, Op.Cit, hal. 40. 39 Jopie Jusuf, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), hal. 95.

Tujuan jaminan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. 40 Dalam prakteknya, tiap-tiap bank mempunyai aturan intern perbankan mengenai syaratsyarat pemberian kredit sebagai pedoman, yang dimaksudkan sebagai tindakan pengamanan bank. Untuk lebih menjaga keamanannya bank akan melakukan pengikatan perjanjian kredit dan meminta jaminan dari debitur tersebut. Jaminan kredit oleh calon debitur atau debitur diharapkan dapat membantu memperlancar proses analisis pemberian kredit dari bank, yang dengan demikian jaminan kredit tersebut haruslah secured dan marketable. Secured, artinya jaminan tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. Maketable,artinya apabila jaminan tersebut harus perlu dan dapat dieksekusi, jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi utang debitur. 41 Secara garis besar dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan secara umum dan jaminan khusus. Jaminan secara umum termaktub dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan seorang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. 40 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 21. 41 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal.209.

Jaminan yang bersifat umum yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada setiap kreditur, hak-hak tagihan yang mana tidak mempunyai hak saling mendahului (konkuren) antara kreditur yang satu dan kreditur lainnya. 42 Jaminan khusus biasanya dimintakan pada jumlah kredit yang terbilang besar. Jaminan yang bersifat khusus adalah jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, yang hak-hak tagihannya mempunyai hak mendahului sehingga berkedudukan sebagai kreditur privilage (hak preverent). 43 Jaminan yang diberikan kepadakreditur tersebut dapat berupa jaminan kebendaanmaupunjaminan perorangan. 44 Jaminan kebendaan merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri adanya hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun dan selalu mengikuti bendanya serta dapat dialihkan. 45 Jaminan kebendaan dapat diikat dengan lembaga hak tanggungan, gadai, fidusia dan cessie, yang dapat diadakan antara debitur dengan bank dan dapat juga diadakan antara pihak ketiga yang memiliki jaminan kebendaan tersebut serta sebagai pihak yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berutang (debitur)dengan bank, sehingga hak kebendaan tersebut memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan dari pada krediturkreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan. 46 hal. 17. 42 Ibid, hal. 207. 43 H.R. Daeng Naja, Op.Cit, hal. 208. 44 Ibid. 45 Salim HS, Op.Cit, hal.24. 46 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak-hak Kebendaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007),

Jaminan perorangan merupakan jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu. 47 Dalam pengertian lain dikatakan bahwa jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamindipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang atau debitur. Perjanjian ini bahkan dapat diadakan di luar atau tanpa pengetahuan si berutang tersebut. 48 Pihak ketiga yang melakukan penanggungan utang atau penjaminan dapat dilakukan oleh orang perorangan yang pengikatan jaminannya dalam bentuk personal guarantee atau dilakukan oleh badan hukum yang pengikatannya dalam bentuk corporate guarantee. Hadirnya pihak ketiga sebagai penjamin merupakan salah satu dampak perkembangan dunia perbankan saat ini yang dapat membawa keuntungan bagi debitur dan kreditur. Penjamin dapat membantu debitur yang memiliki kesanggupan serta kemampuan untuk mengembalikan kredit yang didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh bank terhadap usahanya, akan tetapi tidak atau belum cukup untuk memenuhi jaminan tambahan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank menjadi hambatan bagi dunia usaha untuk memperoleh kredit. Tidak jarang permohonan kredit yang diajukan dan telah disetujui oleh bank dapat menjadi batal akibat ketidakmampuan debitur dalam menyediakan jaminan tambahan yang dipersyaratkan bank. Bagi bank hadirnya jaminan perorangan atau personal guarantee dapat memberi keyakinan pada bank terhadap kredit yang diberikan kepada debitur akan dapat dikembalikan. Apabila kredit tidak dapat dikembalikan yang menyebabkan 47 Salim HS, Loc.Cit, hal. 24. 48 Hermansyah, Op.Cit, hal. 74.

timbulnya kredit macet, maka benk telah memiliki sumber pelunasan yang berasal dari jaminan yang diberikan termasuk meminta penjamin atau penanggung utang untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu jaminan memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang dijaminkan. 49 Ketentuan yang mengatur masalah penjaminan utang diatur dalam Bab Ketujuh Belas mulai dari Pasal 1820 s/d Pasal 1850 KUH Perdata. 50 Penjamin atau penanggung baru menjadi debitur atau mempunyai kewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji atau wanprestasi, dimana harta benda milik debitur utama telah disita dan dilelang terlebih dahulu dan apabila hasilnya tidak cukup untuk melunasi kewajibannya, atau apabila debitur utama tidak mempunyai harta apapun, maka kreditur dapat menuntut penjamin atau penanggung. 51 Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiada penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Oleh karena itu, pemberian personal guarantee harus menyebut perjanjian pokok (perjanjian kredit) yang mana yang ditanggung oleh pemberi jaminan (peng-guarantee) tersebut. 52 Sifat accessoir dari pemberian jaminan mengakibatkan kreditur dalam posisi lemah. Karena berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar. Jika 49 Indrawati, Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2002), hal. 8. 50 Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: USU Press, 2009), hal. 176. 51 Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang, Benny Ponto, Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 411. 52 Try Widiyono, Op.Cit, hal. 268.

demikian, barang milik debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya.ini yang menjadi hak istimewa penjamin yang diberikan oleh undang-undang. Hak istimewa yaitu hak yang dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dijual atau dilelang. Jika hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi utangnya, kemudian baru harta kekayaan penjamin. 53 Untuk memberikan perlindungan bagi seorang penjamin atau penanggung utang dalam melaksanakan kewajibannya, undang-undang memberikan hak istimewa kepada seorang penjamin atau penanggung, yaitu: 54 Hak untuk menuntut lebih dahulu penyitaan serta penjualan harta debitur dalam Pasal 1831 KUH Perdata disebutkan bahwa: Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Selanjutnya Pasal 1832 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Seorang penjamin atau penanggung tidak dapat menuntut hak untuk melakukan penyitaan dan penjualan harta kekayaan debitur terlebih dahulu,apabila: a) Penjaminatau penanggung melepaskan hak istimewanya untuk menuntut agar benda-benda milik si berutang lebih dahulu disitadan dijual. 53 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 149 54 Sri Sordewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit, hal. 92.

b) Penjamin atau penanggung telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung, dalam hal mana akibat perikatannya diatur menurut azas-azas yang ditetapkan untuk perjanjian tersebut. c) Si berutang atau debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi. d) Si berutang atau debitur berada dalam keadaan pailit. e) Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim. Namun dalam prakteknya setiap kreditur atau bank selalu meminta penjamin untuk melepaskan hak istimewanya, sehingga apabila debitur ingkar janji, penjamin dapat diminta pertanggung jawabannya secara langsung. Janji untuk melepaskan hak istimewa tersebut yaitu hak untuk menuntut lebih dahulu debitur utama yang senantiasa diperjanjikan dalam praktek ini, menjadi kebiasaan yang selalu diperjanjikan. Sehingga kebiasaan mengadakan perjanjian pelepasan hak istimewa demikian harus dianggap diam-diam telah tercantum dalam perjanjian personal guarantee tersebut. 55 Dari ketentuan yang ada dan perkembangan yang terjadi dalam praktek, serta adanya beberapa masalah yang muncul di dunia perbankan, diantarnya prosedur pemberian kredit dengan jaminan personal guarantee,persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi personal guarantee, dan hak dan kewajiban penjamin pada Bank BRI Wilayah Medan.Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan penulis dan menyusunnya di dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Bank dengan Jaminan Personal Guarantee pada PT. Bank BRI (Persero) Wilayah Medan. 55 Imran Nating, Peranan dan Tanggung jawab Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 33.

B. Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka hal-hal yang dibahas dalam penlitian ini, antara lain: 1. Bagaimana Prosedur pemberian kredit kepada debitur dengan jaminan personal guarantee? 2. Bagaimana Hak dan Kewajiban Penjamin pada PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan? 3. Bagaimana Pelaksanaan dan Upaya Penyelesaian yang dilakukan oleh PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan dalam memberikan kredit dengan Jaminan Personal Guarantee? C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan pembahasan penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui prosedur pemberian kredit kepadadebitur dengan jaminan personal guarantee pada PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan. b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban penjamin pada PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan. c. Untuk mengetahui Pelaksanaan dan Upaya Penyelesaian yang dilakukan oleh PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan dalam memberikan kredit dengan Jaminan Personal Guarantee. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dalam melakukan penelitian dapat memberikan sejumlah manfaat yang berguna adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini dapat memberikan pemahaman dan pandangan-pandangan baru mengenai pemberian kredit dengan jaminan personal guarantee dan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi para pembaca mengenai pengembangan dan pengkajian berupa seluk-beluk pemberian kredit dengan Jaminan Personal Guarantee. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, pembahasan permasalahan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat bagi penulis dan masyarakat, dan dapat memberikan sumbangan yuridis yang berkaitan dengan Personal guarantee dalam praktek perkreditan perbankan. E. Metode Penulisan Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif yuridis serta menggunakan analisis yang berupa yuridis-empiris dengan mencari data primer dan sekunder serta melalui riset lapangan(fieldresearch)dan riset kepustakaan (library research).penulis menggunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis dan Sifat Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah metode Yuridis-Empiris, yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutahir.

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, dengan cara mendapat dan mencari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian yang berkenaan objek penelitian. 2. Metode Pengumpulan Data Penulis memilih menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti: buku,peraturan perundang-undangan, pendapat sarjana,bahan-bahan kuliah lainnya dan internet. b. Penelitian Lapangan (Field Research) yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber. Untuk memperoleh data primer yang dapat mendukung penulisan skripsi dengan dilakukan wawancara secara mendalam (in dept interviewing) 56 dengan mewawancarai narasumber yaitu Bapak Satrio Adrianto selaku Analisis Divisi Kredit pada PT.Bank BRI(Persero) Tbk Wilayah Medan, sebagai pelengkap bahan penelitian. c. Analisa Data Data primer dan data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Kemudian dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan 56 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 105-106.

menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data selanjutnya semua data diselesaikan dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriftif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya,juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud. d. Keaslian Penulisan Menurut informasi (sumber) yang diperoleh dari Perpustakaan Fakultas Hukum, judul skripsi ini belum pernah ditemukan dan permasalahan yang diajukan juga belum pernah diteliti.penulis juga menelusuri judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan penulis, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Permasalahan dan pembahasan yang diangkat dalam penulisan merupakan hasil pemikiran penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis yakin bahwa materi penelitian ini masih aktual mengingat perkembangan personal guarantee dalam praktek perkreditan perbankan masih eksis. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa skripsi ini asli. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. e. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang merupakan gambaran isi dari sebuah tulisan skripsi tersebut serta alasan-alasan penyusunan sistematika dalam daftar isi. Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam bab-bab yang menguraikan sebelumnya secara tersendiri, didalam suatu konteks yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Penulis membuat sistematika

dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab yang terperinci. Adapun sistematika penulisan yang penulis maksud adalah sebagia berikut: Bab I : Merupakan Pendahuluan, dalam bab ini penulis menguraikan tentang hal yang bersifat umum serta alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan dan keaslian penulisan. Sebagai penutup bab ini ditutup dengan memberikan sistematika penulisan skripsi ini. Bab II : Berisikan tinjauan umum tentang kredit bank, dalam bab ini penulis menguraikan tentang hal yang berkaitan dengan pengertian kredit dan jenis-jenisnya menurut ketentuan Undang-undang Perbankan Indonesia, tujuan dan fungsi kredit serta pihak-pihak perjanjian kredit, dan pengaturankredit perbankan. Sebagai penutup bab ini ditutup dengan memberikan penjelasan tentang pengaturan kredit perbankan dan manajemen kredit skripsi ini. Bab III : Berisikan jaminan dan perjanjian menurut peraturan hukum,dalam bab ini, penulis menguraikan tentang hal yang berkaitan dengan pengertian dan ketentuan umum tentang jaminan dan penjamin dalam KUHPerdata, dan jenis-jenis jaminan. Sebagai penutup bab ini ditutup dengan para pihak dalam jaminan dan personal guarantee. Bab IV : Berisikan tinjauan yuridis terhadap pemberian kredit bank dengan Jaminan Personal Guarantee pada PT. Bank BRI (Persero) Wilayah

Medan. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang hal yang berkaitan dengan prosedur pemberian kredit kepada debitur dengan jaminan personal guarantee pada Bank BRI (Persero) Wilayah Medan, hak dan kewajiban penjamin pada PT. Bank BRI (Persero) Wilayah Medan, Pelaksanaan dan Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh PT. Bank BRI (Persero) Tbk Wilayah Medan dalam memberikan kredit dengan Jaminan Personal Guarantee. Bab V : Merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini, dalam bab ini, penulis menguraikan tentang kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan. Sebagai penutup, bab ini ditutup dengan saran dari penulis tentang kajian ilmiah yang telah dilakukan.