ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L.) MERRIL) BERDAYA HASIL TINGGI PADA LAHAN KERING DI PRAFI MULYA SP-1 MANOKWARI : PENGAMATAN TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN Adaptation of Some High Yield Soybean Varieties (Glycine Max (L.) Merrill) at Dry-Land Area at Prafi Mulya SP-1 Manokwari Benny M. D. Layala 1, Dwi Wasgito Purnomo 2*, Yohanis Amos Mustamu 2 1 Alumni Fakultas Pertanian UNIPA 2 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UNIPA Jl. Gunung Salju, Amban Manokwari Papua Barat, 98314 * ) e-mail korespondensi: was_pur@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adaptasi beberapa varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi pada lahan kering yang terdapat di Prafi Mulya SP-1, Kabupaten Manokwari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan varietas kedelai antara lain varietas Grobogan, Mutiara, Anjasmoro, Detam-2, Burangrang, Agromulyo, Pangrango, Tanggamus dan lokal Prafi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang. Kata Kunci : varietas kedelai, adaptasi, lahan kering Abstract The purpose of this study was to determine the adaptation of some high yield soybean varieties at dryland area in Prafi Mulya SP-1, Manokwari district. The randomized block design used in this study which consisted of 9 varieaties as the treatment, such as Grobogan, Mutiara, Anjasmoro, Detam-2, Burangrang, Agromulyo, Pangrango, Tanggamus and Local Prafi. The result showed that there was a significant effect of soybean varieties to the plant height and branch number. Keywords : soybean variety, adaptation, dry land PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting, mengingat produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.268 ton (29%) dari total ketersediaan kedelai pada tahun tersebut. Sementara impor kedelai pada tahun 2011 sebanyak 2.088.615 ton (71%) dari total ketersediaan. Total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton (BPS, 2011). Dari jumlah tersebut akan diserap untuk pangan sebesar 83,7 % (1.849.843 ton) industri kecap, tauco, sebesar 14,7% (325.220 ton), benih sebesar 1,2% (25.843 ton) dan untuk pakan 0,4% (8.319 ton). Harga kedelai Internasional pada minggu III juli 2012 mencapai USD 622 per ton atau Rp 8.345 per kg untuk harga paritas impor di dalam negeri. Harga ini jauh lebih tinggi dibanding harga tertinggi pada tahun 2011, yaitu berkisar USD 513 per ton/harga paritas impor dalam negeri sekitar 6.536 per kg (BPS, 2012). Produksi kedelai Provinsi Papua Barat 2008 sebesar 1.740 ton biji kering, adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 9
mengalami kenaikan sebesar 380 ton (27,97%). Kenaikan produksi terjadi karena luas panen dan produktivitas masing-masing sebesar 342 hektar (26,68%) dan 0,11 kuintal per hektar (1,07%). Adanya program bantuan benih kedelai mendukung kenaikan produksi kedelai pada tahun 2008 (BPS Papua Barat, 2009). Pada tahun 2009 produksi kedelai sebesar 1.230 ton biji kering, jika dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 510 ton biji kering. Penurunan produksi kedelai tahun 2009 diakibatkan karena menurunnya luas lahan petani seluas 466 hektar (29,31%), demikian juga produktivitas mengalami penurunan sebesar 0,10 kuintal per hektar (0,93%) (BPS Papua Barat, 2009). Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2012), produksi kedelai di Indonesia berdasarkan ARAM II 2012 sebesar 783,16 ribu ton biji kering atau turun 68,13 ribu ton dibandingkan dengan tahun lalu. Produktivitas tanaman kedelai diperkirakan naik tipis sebesar 0,37%. Sampai dengan tahun 2012 luas lahan kedelai di Indonesia 566.693 hektar. Pada tahun 2012 sekitar 70% kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari impor. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita akan tetapi tidak diiringi dengan peningkatan produksi kedelai. Semakin menurunnya kuantitas produksi kedelai dalam negeri ini diakibatkan oleh adanya penurunan luas lahan pada areal pertanian yang diakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi area pemukiman dan perkantoran (BPS, 2012). Selain itu, penurunan produksi kedelai disebabkan para petani mulai beralih ke komoditas lain karena bertanam kedelai dianggap kurang menguntungkan dan impor kedelai yang terus meningkat, rendahnya produktivitas, rendahnya mutu hasil, tidak efisiennya usahatani serta rendahnya pendapatan petani. Salah satu upaya yang mudah untuk meningkatkan produktivitas kedelai, terutama di lahan kering (lahan marjinal) adalah melalui pemanfaatan varietas yang mempunyai daya adaptasi yang baik dan berdaya hasil yang tinggi. Untuk mendapatkan varietas yang unggul tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang adaptasi beberapa varietas kedelai berdaya hasil tinggi. Kebutuhan kedelai setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita, namun produksi dalam negeri belum mencukupi sehingga kedelai harus diimpor. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitas nya ditingkatkan (Adisarwanto, 2005). Kedelai dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein. Kebutuhan nasional untuk kedelai mencapai 2.200.000 ton per tahun (BPS, 2011). Disamping luas areal panen yang terus berkurang juga disebabkan oleh produktivitas yang rendah. Kompleksnya permasalahan di lahan kering menyebabkan rendahnya produktifitas kedelai. Impor kedelai yang terus meningkat, rendahnya produktivitas, rendahnya mutu hasil, tidak efisiennya usahatani serta rendahnya pendapatan petani merupakan permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Adaptasi pada beberapa varitas kedelai berdaya hasil tinggi sangatlah penting, karena hasil yang diperoleh pada tiap daerah belum tentu sama. Perbedaan hasil disebabkan lingkungan tumbuh yang berbeda. Perbaikan toleransi varietas kedelai terhadap lahan kering diutamakan pada perbaikan hasil biji dan ukuran biji. Hasil biji merupakan karakter utama dalam pengembangan kedelai di lahan kering. Kedelai di lahan kering ditanam pada musim hujan, umumya pada bulan Oktober atau November - Januari (Musim Hujan I), atau pada bulan Febuari - Maret (Musim Hujan II). Kendala produksi kedelai di lahan kering adalah (1) waktu adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 10
panen yang tidak menentu, karena tergantung curah hujan (2) intensitas serangan hama dan penyakit cukup tinggi. (Winarto et al., 2002). Pada tanaman kedelai terdapat banyak varietas yang perlu dilakukan pengujian, agar mendapatkan varietas yang berdaya hasil tinggi. Untuk mendapatkan varietas yang adaptif dan toleran terhadap kondisi lingkungan. Di Indonesia terdapat beberapa varietas unggul nasional dan berdaya hasil tinggi, misalkan seperti varietas Anjasmoro, Burangrang, Grobogan, Mutiara, dan Detam-2, namun perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan hasil yang baik dan akurat. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengujian adaptasi beberapa varietas kedelai berdaya hasil tinggi di Papua Barat khususnya di Prafi Mulya SP-1 Manokwari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adaptasi beberapa varitas kedelai yang berdaya hasil tinggi pada lahan kering yang terdapat di Prafi Mulya SP 1, Kabupaten Manokwari. BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi, antara lain Anjasmoro, Burangrang, Grobogan, Mutiara, Detam-2, Argomulyo, Pangrango, Tanggamus dan satu varietas Lokal Prafi. Sembilan varietas nasional merupakan kedelai yang memiliki berat biji minimal 14 gram per 100 biji kering. Alat yang akan digunakan antara lain timbangan analitik, khlorofil meter, leaf area meter, parng, sabit atau arit, cangkul, sekop, tali rafia, gunting stek, traktor, rol meter, penggaris atau mistar, kamera, dan alat tulis menulis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Dengan menggunakan 9 varietas kedelai yaitu Anjasoro, Burangrang, Grobogan, Mutiara, Detam-2, Argomulyo, Tanggamus dan Lokal Prafi. Yang diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Data dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan jika hasil Analisis Ragam memberikan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan uji DMRT (Duncan s Multiple Range Test). Analisis dilakukan menggunakan program SAS. Varietas yang beradaptasi didasarkan pada penentuan perbedaan varietas yang di uji terhadap varietas pembanding serta potensi hasilnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas-varietas yang diuji berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong total, jumlah polong hampa, jumlah polong isi, bobot 100 biji kering dan tidak berbeda nyata pada jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot biji perpetak (Tabel 1). Mustamu (2010) menyatakan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang nyata antar varietas pada karakter agronomi dan morfologi lainnya kemungkingan disebabkan karena varietas-varietas yang diuji merupakan varietas yang telah mengalami seleksi beberapa generasi dan relatif sudah mencapai tingkat homozigositas yang tinggi atau juga disebabkan oleh galat percobaan yang cukup tinggi sehingga terdapat perbedaan yang nyata antar galur. adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 11
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Beberapa Varietas Kedelai Pada Lahan Kering Di SP-1 Prafi Manokwari Karakter KT Perlakuan F-Hitung Tinggi Tanaman (cm) 560.41 3.06 * Jumlah Cabang 5.53 1.27 * Kehijauan Daun 960642.40 1.00 tn Luas Daun Spesifik (cm2) 593.81 0.24 tn Luas Daun Trifoliat (cm2) 285.40 0.13 tn Bobot Daun (g) 0.03 0.40 tn Tinggi Tanaman Hasil uji DMRT terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa dari sembilan varietas kedelai berdaya hasil tinggi varietas Pangrango (84,25 cm) dan Tanggamus (79,45 cm) memiliki tinggi tanaman yang tinggi secara nyata dibandingkan dengan varietas lainnya, sedangkan nilai terendah tinggi tanaman diekspresikan oleh varietas Mutiara (46,72 cm). Somaatmadja (1985) menyatakan bahwa tinggi ideal tanaman kedelai berdaya hasil tinggi adalah 75 cm. Berdasarkan ini, maka varietas anjasmoro memiliki tinggi tanaman yang mendekati tinggi tanaman ideal. Apabila dibandingkan dengan tinggi tanaman berdasarkan deskripsi tanaman kedelai, varietas pangrango yang diuji memiliki tinggi yang berbeda dengan yang ada pada deskripsinya yakni 65 cm. Hal ini menunjukkan bahwa varietas yang diuji dilahan kering SP-1 Prafi Manokwari memiliki tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan asal varietas tersebut diuji dan dibudidayakan. Gambar 1 menunjukkan grafik tinggi tanaman kedelai dengan melihat rata-ratanya, maka rata-rata tinggi tanaman kesembilan varietas kedelai berdaya hasil tinggi di SP 1 Manokwari tersebut berbeda nyata. Baharsyah et al, (1985) menyatakan bahwa cahaya sangat besar peranannya dalam proses fisiologis terutama fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, juga pembukaan dan penutupan stomata serta berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Cahaya matahari secara keseluruhan mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman. Kedelai merupakan tanaman yang membutuhkan cahaya matahari optimal atau baik tumbuh pada kondisi tanpa naungan. Selain itu, Lukitasari (2010) menyatakan bahwa setiap tumbuhan mempunyai kebutuhan intensitas radiasi matahari yang berbedabeda sesuai dengan kondisi di lapang selain faktor genetiknya. Kondisi tersebut secara bersamaan akan mempengaruhi sifat-sifat morfologi dan fisiologi tanaman bersangkutan. Untuk lebih jelas hasil uji lanjut DMRT dari kesembilan varietas pada tinggi tanaman dapat dilihat pada Gambar 1. adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 12
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Jumlah Cabang Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa dari sembilan varietas kedelai berdaya hasil tinggi memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah cabang. Berdasarkan hasil uji DMRT terlihat bahwa varietas Anjasmoro dan Lokal Prafi memiliki jumlah cabang nyata paling banyak masing - masing 8,92 dan 8,70 cabang dibandingkan dengan beberapa varietas kedelai lainnya seperti Grobogan (6,11 cabang), Mutiara (6,19 cabang), Burangrang (7,39 cabang), kedelai yang ideal adalah kedelai yang tidak bercabang sehingga semua polong terletak pada batang utama. Varietas anjasmoro memiliki jumlah cabang 2,9 5,6 cabang. Jumlah cabang tanaman yang paling sedikit terdapat pada varietas Detam-2 (4,53 cabang). Hal ini sejalan dengan penelitian Waisimon (2012) yang menyatakan bahwa jumlah cabang kedelai berkisar antara (5,5 6,7). Somaatmadja (1985) menyatakan bahwa tipe tanaman transportasi fotosintat dari daun ke bagian bagian tanaman lain menjadi lebih baik, karena daun-daun yang berbeda di cabang yang sama memberikan hasil fotosintatnya pada polong dalam cabang tersebut. (Winarto et al., 2002), yang menyatakan bahwa jumlah cabang berpengaruh terhadap fotosintat yang diproduksi. Untuk lebih jelas hasil uji lanjut dari kesembilan varietas pada jumlah cabang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Grafik Jumlah Cabang Kedelai Berdaya Hasil Tinggi adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 13
Luas Daun Trifoliat (cm 2 ) Hasil sidik ragam pada kesembilan varitas kedelai yang diuji menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun per tanaman. Gambar 3 menunjukan bahwa pada semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap varitas dan varitas yang memiliki rata-rata luas daun terluas adalah varitas burangrang (449,74 cm2), sedangkan rata-rata luas daun terkecil adalah Lokal Prafi (145,45 cm2). Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya pada umumnya tergantung pada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya. Kemampuan tersebut di peroleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang di transmisikan dan yang direfleksikan (La Muhuria et al., 2006). Gambar 3. Grafik Luas Daun Trifoliat (cm 2 ) Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Bobot Daun (g) Hasil uji DMRT pada kesembilan varitas kedelai yang diuji menunjukkan tidak ada pengaruh nyata terhadap bobot daun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Gambar 4. Grafik Bobot Daun Kedelai Berdaya Hasil Tinggi adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 14
Hasil menunjukan bahwa varitas Grobogan mempunyai rata-rata bobot kering daun tertinggi (1,32 g), berbeda nyata dengan varitas Detam-2 (1,26 g), Burangrang dan Agromulyo (1,25 g), varitas Anjasmoro (1,20 g), varitas Mutiara (1,13 g), Pangorango (1,10 g), Tanggamus (1,08 g) sedangkan, Lokal Prafi mempunyai berat bobot daun terendah (1,01 g). Kehijauan Daun Hasil yang didapatkan pada kesembilan varitas kedelai yang diuji tidak berbeda nyata terhadap Kadar klorofil daun untuk lebih jelasnya dapat dilihat dengan diagram dibawah ini. Gambar 5. Grafik Kehijauan Daun Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Gambar 5 menunjukkan bahwa varitas grobogan memiliki rata-rata kehijauan daun paling tinggi yaitu 1747,18 dan varietas Pangrango yang paling terendah kadar kehijauan daunnya yaitu 47,75. Daun merupakan salah satu dari bagian organ tanaman yang berperan dalam melakukan proses fotosintesis. Daun terdiri dari dua bagian, yang menghadap keatas dinamakan adaksial dan menghadap kebawah dinamakan abasial. Di dalam bagian daun terdapat kloroplas yang dapat mengalami penurunan apabila terjadi cekaman naungan, salah satunya dengan jarak tanam yang terlampau sempit dapat mengakibatkan saling menaungi antar tanaman. Kandungan klorofil pada suatu daun akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur daun. Peningkatan ini terjadi sejalan dengan pertumbuhan dari daun muda menjadi daun tua, tanaman masih melakukan biosintesis klorofil. Berdasarkan struktur dan kandungan dari daun tua lebih banyak membutuhkan nutrisi untuk keperluan hidup yakni sebagai sumber energi, maka dapat dikatakan bahwa daun tua masih melakukan biosintesis klorofil. Daun yang masih muda, kandungan klorofilnya masih sedikit, karena daun ini masih belum banyak melakukan biosintesis klorofil. Selain faktor internal, perbedaan kandungan klorofil juga dapat di pengaruhi faktor eksternal diantaranya intensitas cahaya, naungan, morfologi dan luas permukaan daun. Besar intensitas cahaya yang diterima atau diabsorpsi daun berpengaruh terhadap jumlah adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 15
klorofil yang dimiliki oleh daun tersebut. Intensitas cahaya yang tinggi atau kurangnya penaungan akan meningkatkan jumlah pada daun. Warna hijau daun sangat berkaitan erat dengan kandungan klorofil. Pada umumnya, semakin daun mencapai pertumbuhan optimal, maka akan semakin tinggi kandungan klorofilnya. Selain itu struktur dan metabolisme daun yang mencapai pertumbuhan optimal sedangkan metabolisme daun yang mencapai pertumbuhan optimal dibandingkan dengan daun muda dalam fotosintesis yang tinggi serta berpengaruh pada sintesis protein. Hal ini merupakan indikator pertama yang menunjukkan, bahwa makin bertambah umur daun mencapai pertumbuhan optimal suatu daun tercapai maka akan semakin tinggi kadar klorofil yang dikandungnya. Dengan pencapaian pertumbuhan optimal pada intensitas cahaya yang tinggi akan memiliki jumlah klorofil yang tinggi. Luas Daun Spesifik (cm 2 /g) Hasil sidik ragam pada kesembilan varitas kedelai yang diuji menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap luas daun per tanaman. Gambar 6 menunjukan bahwa pada perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap varitas dan varitas yang memiliki rata-rata luas daun terluas adalah varitas tanggamus (172,04 cm2), sedangkan rata-rata luas daun terkecil adalah Agromulyo (130,09 cm2). Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya pada umumnya tergantung pada kemampuan nya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya. Kemampuan tersebut diperoleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. (La Muhuria et al., 2006) Luas daun spesifik merupakan parameter yang menunjukkan tebal tipisnya daun. KESIMPULAN Hasil pengamatan terhadap komponen pertumbuhan menunjukkan bahwa Varietas yang diuji di lahan kering Prafi MulyaSP-1Manokwari berbeda nyata pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang. Varietas Pangrango (84,25 cm) dan Tanggamus (79,45 cm) memiliki tinggi tanaman yang tinggi secara nyata dibandingkan dengan varietas lainnya. Varietas Anjasmoro dan Lokal Prafi memiliki jumlah cabang paling banyak dibandingkan dengan beberapa varietas kedelai lainnya. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto. 2005. Budidaya Dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Baharsyah, J. S., D. Suwardi dan Irsal Las. 1985. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai. Badan penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Bogor. BPS Papua Barat, 2009. Data Produksi Kedelai di Provinsi Papua Barat. BPS. 2011. Data Strategis BPS. CV. Nasional Indah. Jakarta. BPS. Statistik Indonesia (Jakarta, 2012). La Muhuria, N.T. Kartika, K. Nurul, Trikoesoemaningtyas, S. Didy. 2006. Adaptasi Tanaman Kedelai Terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Karakter Daun untuk Efisiensi Penangkapan Cahaya. Buletin Agronomi. Vol. 34 No. 3, Oktober 2001: 133-140. Lukitasari, M. 2010. Ekologi Tumbuhan. Diktat Kuliah. IKIP PGRI Press. Madiun. adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 16
Mustamu, Y. A. 2010. Pendugaan Parameter Genetikdan Metode seleksi Galur-galur Kedelai untuk Toleransi Terhadap Intensitas Cahaya Rendah. (Topik khusus). Institut Pertanian Bogor. Waisimon, D. E, 2012. Uji Daya Hasil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Berdaya Hasil Tinggi Pada Lahan Sawah Di SP-1 Prafi Manokwari. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian. Universitas Negeri Papua. Manokwari. Winarto, A. 2002. Peningkatan Produktifitas, Kualitas dan Efisiensi Sistem Produksi Tanaman Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian Menuju Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Prosiding Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. adaptasi beberapa varietas (Layala, dkk) 17