BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 menjadi salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KURATOR TERHADAP PELAKSANAAN PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT ABSTRACT

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB V PENUTUP. hasil penelitian yang dialami Kurator hanya bertujuan untuk menghambat

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) Tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I. tidak dipakai. Sangat sedikit kasus-kasus yang ada saat itu yang mencoba memakai peraturan

AKIBAT HUKUM PERNYATAAN PAILIT

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan cara pemenuhan. layak bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.

BAB I PENDAHULUAN. law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten 1. Lembaga jaminan diperlukan. kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan 2.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan-perusahaan yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kendatipun

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

SKRIPSI PEMBAGIAN IMBALAN JASA BAGI KURATOR DI PENGADILAN NIAGA JAKARTA. Oleh : HERU PERMANA PUTRA PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM PERDATA (PK I)

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)


IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT TERHADAP PIHAK KETIGA 1 Oleh : Ardy Billy Lumowa 2

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara di dunia ini memiliki aturan atau hukum. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai bangsa yang berkembang. Hal tersebut ditandai dengan perubahan zaman dan tuntutan-tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diarahkan untuk mewujudkan sistem hukum nasional yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk hukum yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional. Produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berlandaskan keadilan dan kebenaran, diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional, serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi merupakan suatu reformasi dibidang perekonomian, hal itu ditandai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan diubah menjadi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, guna menjalankan perusahaan yang semakin terbuka dan berkembang, tidak 1

2 luput dari perjuangan dan tantangan yang dihadapi oleh para pengusaha. Persaingan ekonomi dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) seringkali menghasilkan keuntungan dan kerugian. Sehingga, resiko yang terjadi membutuhkan aturan yang memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap para pihak. Lahirnya lembaga kepailitan bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum, dengan memenuhi syarat-syarat hukum yang efektif, adil, efisien, cepat, pasti, modern, dan terekam dengan baik. Apabila tidak demikian maka hukum kepailitan menjadi drakula pengisap darah atau pembantai debitor di Indonesia. 1 Hal itu dikarenakan manusia atau badan hukum selalu membutuhkan kepastian hukum agar tidak terjadi masalah hukum yang merugikan orang lain. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan Negara Indonesia adalah negara hukum, hukum di Indonesia sebagai panglima dalam memberikan pelindungan terhadap masyarakat. Lebih lanjut dalam Pasal 28D UUD 1945 setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang mengurus dan pemberesannya 1 Munir Fuady, 2014, Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.

3 dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas. Hak dan kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangan adalah: 1. Pasal 69 ayat (1), tugas adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. 2. Pasal 69 ayat (2), Dalam melaksanakan tugasnya, : a. tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Debitor atau salah satu organ Debitor, meskipun dalam keadaan di luar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan. b. dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, hanya dalam rangka meningkatkan nilai harta pailit. 3. Pasal 69 ayat (3), Apabila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga perlu membebani harta pailit dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya maka pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan Hakim Pengawas. 4. Pasal 100 sampai Pasal 103, Mendata dan melakukan verifikasi atas kewajiban debitor pailit. khususnya mengenai verifikasi dari kewajiban debitor, perlu ketelitian dari baik debitor pailit maupun kreditor

4 harus sama-sama didengar untuk dapat menentukan status, jumlah dan keabsahan utang piutang antara debitor pailit dengan para kreditornya. 2 5. Pasal 73 ayat (3), yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya. 6. Pasal 107, Setiap tindakan yang dilakukan diluar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari hakim pengawas, sebagai contoh penjualan harta debitor atau menggunakan kekayaan debitor. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan aturan yang di buat oleh para pembuat undang-undang, yang bertujuan memberikan perlindungan kepada para pihak yaitu: debitor, kreditor dan kurator. Praktiknya Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, masih belum efektif memberikan perlindungan khusus terhadap profesi kurator atau kurang menjamin perlindungan bagi curator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit. Dikatakan belum mendapat perlindungan karena, dalam hal terjadinya kepailitan kurator memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang besar seperti ditentukan pada Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 72 dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 2 Imran Nating, 2004, Peranan Dan Tanggung Jawab Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 72.

5 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit. Pengurusan dan pemberesan tersebut diantaranya: 1. Melakukan pengamanan harta pailit (Pasal 98). 2. Melakukan pencatatan harta pailit (Pasal 100). 3. Melakukan penjualan harta pailit (Pasal 104). 4. Mengajukan gugatan sehubungan dengan kepentingan harta pailit (Pasal 47 ayat 1). 5. Melanjutkan usaha Debitor pailit (179 ayat 1). Tugas dan kewenangan kurator yang diberikan oleh undang-undang cukup luas, dalam praktiknya tidak sedikit kurator mengalami hambatanhambatan seperti: 1. dihalang-halangi untuk memasuki kantor atau tempat kediamannya, serta diancam oleh debitor atau kuasa hukumnya untuk dilaporkan secara pidana telah memasuki pekarangan secara melawan hukum (Pasal 167 KUHP). 2. Dilaporkan oleh debitor ke Polisi atas dasar memasukan keterangan palsu karena menolak tagihan kreditor yang menurut debitor merupakan kreditornya (Pasal 263 KUHP).

6 3. Dilaporkan oleh debitor ke polisi dengan alasan melakukan pencemaran nama baik atas pengumuman kepailitan yang dilakukan oleh kurator. 4. Dilaporkan oleh debitor ke polisi atas dasar penggelapan karena telah melakukan penjualan harta pailit tanpa persetujuannya. 3 Hambatan-hambatan yang telah diuraikan diatas adalah suatu bentuk ancaman bagi profesi kurator dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. jika hambatan-hambatan diatas ditanggapi oleh pihak kepolisian maka kurator akan kehilangan kepercayaan publik. Selama proses penahanan kurator terjadi kehilangan aset harta debitor pailit, maka yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut adalah kurator, sebagaimana yang telah di atur pada Pasal 72 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Diakibatkan kurator belum sempat mendata dan melakukan verifikasi terhadap utang-utang dan harta kekayaan debitor pailit. Soedeson Tandra, pendiri HKPI (Himpunan dan Pengurus Indonesia) pernah melempar wacana perlindungan profesi kurator dan pengurus dalam wawancaranya dengan Hukumonline. Menurutnya, apabila 3 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53560215cad4f/hak-imunitas-profesi-kurator-danpengurus-broleh--alfin-sulaiman--sh--mh. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2016.

7 tidak ada perlindungan hukum yang kuat, kurator akan mudah dikriminalisasi, yang biasanya dilakukan oleh debitor dengan menggunakan laporan pidana. 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memiliki kelemahan khususnya terhadap kurator. Menurut Ricardo Simanjuntak, terkait pelaksanaan terjadinya sita umum, jika merujuk kepada Pasal 24 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang, dikenal prinsip zero hour principle. Artinya, harta debitor sudah berada dalam sita umum sejak dinyatakan pailit oleh pengadilan. 5 Tidak ada yang salah dengan ketentuan ini, namun kebingungan baru muncul ketika kurator akan menjalankan sita umum. Pasalnya kurator baru bisa bekerja setelah kurator mendapatkan salinan putusan dari pengadilan yang secara praktik sulit di dapatkan dalam waktu singkat. Akibat dari menunggu salinan putusan, terjadi hilangnya asset hal ini menjadi masalah bagi kurator. 6 Perihal mengenai salinan putusan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 9, Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) wajib disampaikan oleh juru 4 Ibid. 5 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5093a08c177a1/revisi-uu-kepailitan--lindungi-kurator. diunduh pada tanggal 5 Juli 2016. 6 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5093a08c177a1/revisi-uu-kepailitan--lindungi-kurator. Diunduh pada tanggal 27 Juni 2016.

8 sita dengan surat kilat tercatat kepada debitor, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, kurator, dan hakim pengawas paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan. Seperti yang disampaikan oleh Ricardo Simanjuntak undangundang telah menentukan bahwa salinan putusan tersebut paling lambat 3 hari telah dikirimkan oleh juru sita kepada kurator, tetapi praktiknya tidak sesuai dengan yang di tentukan pada Pasal 9 diatas. Sehingga hal ini dapat mengacam profesi curator dalam melaksankan pengurusan dan pemberesan harta pailit. B. Rumusan Masalah Uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang diajukan yaitu, Apakah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, telah memberikan perlindungan hukum bagi kurator? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisi apakah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memberikan perlindungan hukum terhadap kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit.

9 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penulisan hukum ini, tentu akan dapat memberikan pengembangan pengetahuan dan berguna untuk masa depan saya menjadi seorang. 2. Bagi Masyarakat Memberikan pemahaman kepada masyarakat dan kepada aparat penegak hukum mengenai Tugas dan tanggung jawab kurator serta perlindungan hukum bagi kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan diharapkan hasilnya dapat memberikan motivasi bagi penelitipeneliti berikutnya tantang perlindungan hukum bagi kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, rumusan masalah dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Terhadap Pelaksanaan Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, ini pertama sekali diteliti di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, memang ada beberapa penelitian yang memiliki persamaan dalam hal-hal tertentu, namun secara subtansi, pembahasan yang dibahas

10 tidaklah sama, penelitian tersebut digambarkan sebagaimana pada table berikut : Tabel 1. Hasil Penelitian Judul Penulis Rumusan Masalah Kesimpulan Peranan Galuh 1. Bagaimana Undang- Kewenangan yang Dalam penanganan Indraswari Undang Nomor 37 diberikan kepada Perkara kepailitan Tahun 2004 untuk Berdasarkan Tentang Kepailitan menjalankan Undang- dan PKPU tugasnya secara Undang Nomor 37 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada efektif dan efisien yaitu : Tentang untuk menjalankan Kepailitan & menjalankan tugasnya setelah PKPU tugasnya secara ada putusan pailit efektif? 2. Bagaimana tugas setelah ada ari niaga, dapat pengadilan meminta putusan pailit dari Pengadilan Niaga pengadilan membatalkan untuk 3. Kendala-kendala perbuatan hukum Yuridis apakah debitur dan

11 yang dihadapi berwenang dalam menjual harta mengurus pailit? harta pailit. selain itu tugas juga diberikan oleh Undang-Udang nomor 37 tahun 2004 melakukan pengurusan pemberesan dan harta pailit. jadi kendalakendala yurid yang dihadapi dalam mengurus harta pailit yaitu : Benturan antara pasal 9 dan pasal 16 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

12 dan PKPU timbul ketidakjelasan kapan mulai berwenang menjalankan tugasnya, Pengaturan jangka waktu harta Putusan pencatatan pailit,dan pailit pengadilan tidak niaga dapat dieksekusi terhadap harta pailit yang ada diluar negeri. Tanggung jawab Arief Budiman 1. Bagaimana Tanggung jawab tanggungjawab dalam Dalam mengelolah dalam mengelolah harta harta mengelolah harta kekayaan debitur Pailit. kekayaan debitur yang telah

13 yang dinyatakan dinyatakan pailit pailit? 2. Dapatkah oleh niaga pengadilan dikenakan sanksi dalam menjalankan dalam hal tugas utamanya melakukan melakukan kewajiban pengurusan dan pemberesan harta pemberesan harta pailit namun karna kelalainnya mengakibatkan pailit serta upaya mengamankan harta pailit sesuai kerugian bagi harta dengan ketentuan pailit? dalam pasa 98, pasal 69 dan pasal 71 Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

14 tidak dapat dipenuhi. Apabila dikaitkan tanggung dengan jawab yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang diatas, karena kelalaiannya tidak berhasil sepenuhnya melaksanakan tugasnya dengan baik. ketidak

15 berhasilan dalam melakukan pengurusan pemberesan dan harta pailit tidak dapat dibebankan pada harta pailit, namun kerugian timbul akibat tindakan tersebut yang sebagai dari menjadi beban harta pribadi dan bukan menjadi beban harta pailit. namun hakim pada kasus ini tidak memberikan sanksi apapun terhadap.

16 Diskriminasi Poppy 1. Mengapa undang- 1. Alasan Undang- Di Dalam Indrayati undang Undang Kepailitan membedakan jenis membedakan dan fungsi didalam kepailitan? jenis didalam 2. Bagaimana penerapan penunjukan pemilihan atau kepailitan adalah: a) Alasan Yuridis: Undang-undang didalam kepailitan? tidak memberikan alasan membedakan jenis dalam kepailitan. b) Alasan Sosiologis: Karena kasus kepailitan bertambah

17 banyak jumlahnya,maka pemerintah/neg ara dan BHP saja tidak akan sanggup menyelesaikan sehingga dibentuk swasta atau Terus lainya. karena perkembangan zaman maka dibutuhkan kualitas yang SDM dapat mendunkung dalam penanganan

18 kepailitan. Terus mengacu pada Australia Negara dan Amerika Serikat. c) Alasan Ekonomi: perlu menambah jumlah dengan melahirkan lainnya/swasta tambah harus menambah jumah pemerintah/neg ara/bhp yang tentu saja akan mengurangi

19 anggaran pemerintah. 2. Alasan undangundang membedakan fungsi di dalam kepailitan: a) Alasan Yuridis: Undang-undang tidak memberikan alasan membedakan fungsi di dalam kepailitan. b) Alasan ekonomi:tidak ada alasan ekonomi

20 membedakan fungsi dalam kepailitan. c) Alasan Sosiologis: karena adanya pendapat bahwa suatu lembaga pemerintah tidak layak memberikan kewenangan untuk ikut campur mengurus menejemen suatu perusahaan dalam arti

21 menjadi pengurus dalam PKPU. Apalagi bila diingat antara pengurus didalam dan pkpu direksi kedudukannya atau perannya sebagai Tunggal tidak Dwi- yang dapat dipisahkan, walaupun menejemen perusahaan masih dibawah kewenagan direksi. 3. Didalam praktek

22 penunjukan atau pemilihan, kewenangan ada pada hakim, disebabkan ada beberapa alasan: a) Alasan Sosiologis: Hakim menujuk satu dapat salah berdasarkan pada keadaan atau fakta yang ada di lapangan terutama menyangkut kuaitas dari kedua. b) Alasan Yuridis:

23 terdapat dalam pasal 13 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU. c) Alasan Ekonomis: Hal menyangkut tariff pelayanan upah jasa. 4. Penerapan kode etik didalam kepailitan: bagaimana penerapan kode etik tersebut, merupakan hal yang sulit dibuktikan, karena

24 menyangkut perilaku/moralit as Hanya. melalui kasus penggantian minima dapat diketahui penerapan kode etik oleh kedua didalam kepailitan. Dari adanya penggantian oleh Pengadilan Negri/Niaga Jakarta dapat Pusat dilihat bagaimana penerapan kode

25 etik. Mencermati uraian table diatas, dapat disimpulkan persamaan dan perbedaan dengan penelitian Perlindungan Hukum Bagi Terhadap Pelaksanaan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit sebagai berikut : 1. Persamaan Penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Terhadap Kriminalisasi Oleh Debitor Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, memiliki persamaan dengan judul penelitian ini (Perlindungan Hukun Bagi Terhadap Kriminalisasi Oleh Debitor Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit) adalah sama-sama bertolak dari lingkungan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bertolak dari Pengadilan Niaga sebagai salah satu lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa Kepailitan. 2. Perbedaan Penelitian dengan judul Peranan Dalam Penanganan Perkara berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang lebih memfokuskan perhatian pada kewenangan dalam menyelesaikan perkara-perkara kepailitan apakah sudah menjalankan tugas secara

26 efektif dan efisien sesuai amanat dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pemabayaran Utang. Penelitian dengan judul Tanggung jawab dalam pengelolahan harta pailit penulis lebih memfokuskan pada kinerja mengelolah harta kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesan harta pailit itu diserahkan seluruhnya kepada, jadi penulis mengkaji tentang bagaimana seorang mengelolah harta pailit. Penelitian dengan judul Diskriminasi Di Dalam Kepailitan lebih memfokuskan pada kajian mengenai Diskriminasi didalam Kepaiitan tersebut yang dengan penelitian bersifat Yuridis-normatif dan didukung dengan Yuridis-empiris agar memperoleh gambaran yang menyeluruh,sistematis,factual dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi. F. Batasan Konsep 1. Pengertian Perlindungan Hukum Pengertian hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keselurahan peraturan tentang tingkah laku yang

27 berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi. 7 Berdasarkan pengertian hukum di atas, maka dapat dikaji bahwa perlindungan hukum yang dimaksud terhadap kurator adalah peraturanperaturan yang memberikan jaminan secara hukum bagi kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit. 2. Pengertian kurator dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah perusahaan pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini. 3. Harta Kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan. 8 7 Sabarudin Hulu,Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Kongkuren Atas Pernyataan Pailit Setelah Adanya Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, hlm. 9. 8 Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 390.

28 4. Pailit Pailit adalah suatu keadaan dimana seorang debitor tidak mampu lagi membayar hutang-hutangnya. Pernyataan pailit ini haruslah dimintakan kepada Pengadilan. 9 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normative. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang bertolak dari peraturan perundang-undangan (ius constitutum). 10 2. Sumber Data Penelitian hukum normatif, data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan sebagaimana telah diubah dengan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. 9 J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin,dkk, 2002, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 119. 10 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenadamedia Grup, Jakarta, hlm. 33.

29 a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 a) Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: Negara Indonesia adalah Negara Hukum b) Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi: Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan 2) Undang-Undang a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. b) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa fakta hukum, dan pendapat hukum dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, doktrin, asas-asas hukum, dan pendapat hukum dari literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah.

30 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan studi Kepustakaan: a. Studi Kepustakaan, yaitu membaca, mempelajari dan memahami buku-buku yang berkaitan dengan. b. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara. H. Narasumber 1. Hakim pengadilan Niaga Semarang Pudjo Hunggul H, S.H.,MH I. Metode analisis Bahan hukum primer yang telah dikumpulkan oleh penulis kemudian dianalisis sesuai dengan lima (5) tugas ilmu hukum normatif atau dogmatic hukum, yakni mendeskripsikan, mensitematisasikan, menilai, menganalisis, dan menginterpretasikannya. Berbeda bahan hukum sekunder yang berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan penapat hukum dari literature, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet dan majalah ilmiah dianalisis untuk menenmukan persamaan dan perbedaaanya. Dilanjutkan menganalisisnya secara kualitatif dengan menggunakan metode berpikir deduktif. Metode berpikir deduktif adalah cara berpikir yang berangkat dari peraturan perundang-undangan kemudian dibawah permasalahan yang sebenarnya.

31 J. Sistematika Penulisan Hukum BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum/skripsi. BAB II: PEMBAHASAN Bab ini berisi konsep/variabel pertama yang membahas tentang tinjauan terhadap kepailitan, konsep/variable kedua yang membahas tentang tinjauan umum kedudukan kurator dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang, dan hasil penelitian yaitu perlindungan hukum bagi kurator dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. BAB III: SIMPULAN DAN SARAN