PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

Pengertian 1/20/2016 5

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ittama.dpr.go.id. 4/13/2016 Irtama

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 3 TAHUN 2014

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

ittama.dpr.go.id 5/16/2017 Irtama

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR: 76 TAHUN 2017 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 462/KMK.09/2004 TENTANG

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

2017, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Mengingat

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 23/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAPORAN HARTA KEKAYAAN PEGAWAI BADAN SAR NASIONAL

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

'~j ~ OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lem

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/308/2016 TENTANG TIM UNIT PENGENDALIAN GRATIFIKASI KEMENTERIAN KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2016, No NonDepartemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013; 3. Peraturan Presiden Nom

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran N

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2008 TENTANG PEDOMAN OPERASIONALISASI WILAYAH BEBAS KORUPSI DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN LAPORAN HARTA KEKAYAAN

-2- pembangunan nasional di pusat maupun di daerah sebagaimana penjabaran dari Nawa Cita demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepr

2017, No Indonesia Nomor 75 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Ap

2016, No Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Kementerian Dalam Negeri; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pen

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

8. Peraturan.../2 ATE/D.DATA WAHED/2016/PERATURAN/APRIL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LARANGAN MENERIMA/MEMBERI ATAU GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang A

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN TAHUNAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

Transkripsi:

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan sistem Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial yang adil dan bersih, maka perlu diadakan whistleblowing system pada proses Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial; b. bahwa dalam rangka penyempurnaan sistem Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial, perlu memperkuat mekanisme pencegahan dan pengawasan melalui whistleblowing system pada proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Komisi Yudisial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf adanhuruf b, perlu menetapkan Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial tentang Penanganan Pengaduan Whistleblower Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial; Mengingat:

- 2 - Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5250); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 4. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2006 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 5. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; 6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencagahan dan Pemberantasan Korupsi; MEMUTUSKAN

- 3 - MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL TENTANG PENANGANAN PENGADUAN WHISTLEBLOWER PENGADANAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN SEKRETARIAT JENDERAL KOMISI YUDISIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia. 2. Whistleblower adalah pegawai, pejabat, dan/atau masyarakat yang memiliki informasi/akses informasi dan mengadukan perbuatan yang terindikasi penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa. 3. Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pada Komisi Yudisial yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial yang bersifat permanan dan melekat pada Bagian Perlengkapan dan Rumah Tangga Biro Umum 4. Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut APIP adalah Bagian Kepatuhan Internal Biro Perencanaan dan Kepatuhan Internal pada Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial yang bertugas menjadi koordinator dalam pelaksanaan penanganan pengaduan Whistleblower pengadaan barang/jasa di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. 5. Bagian

- 4-5. Bagian Kepatuhan Internal adalah unit kerja yang bertindak sebagai koordinator dalam pelaksanaan penanganan pengaduan Whistleblower pengadaan barang/jasa di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. 6. Pengaduan adalah laporan yang disampaikan oleh whistleblower yang berisikan informasi terkait dugaan penyimpangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa. 7. Verifikator adalah pegawai yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial untuk melakukan verifikasi, serta meminta kelengkapan data dan informasi kepada Whisteleblower. 8. Penelaah adalah pegawai yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial untuk melakukan telaah terhadap laporan pengaduan yang disampaikan oleh whistleblower. 9. Pelanggaran adalah penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan barang/jasa sejak dari perencanaan sampai dengan selesainya seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa. 10. Pejabat adalah pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. 11. Pegawai adalah pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial. Pasal 2 Penanganan Pengaduan Whistleblower Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Komisi Yudisial dilaksanakan berdasarkan asas: a. aman; b. rahasia; c. adil; dan d. kepastian hukum. Pasal 3

- 5 - Pasal 3 Penanganan Pengaduan Whistleblower Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Komisi Yudisial bertujuan: a. memperbaiki sistem pengawasan dan pencegahan serta persaingan usaha tidak sehat dalam proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Komisi Yudisial; b. melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang/jasa di lingkungan Komisi Yudisial. BAB III KEWAJIBAN DAN HAK WHISTLEBLOWER Pasal 4 Whistleblower wajib: a. Menaati segala aturan yang diatur di dalam peraturan ini; b. Melengkapi laporan yang diajukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini; c. Memenuhi permintaan APIP dalam rangka menindaklanjuti pengaduan; d. Tidak mengungkap pengaduan yang disampaikan ke Komisi Yudisial kepada pihak atau lembaga lain sebelum terdapat putusan pelanggaran oleh Komisi Yudisial; dan e. Menyampaikan pengaduan yang didasari oleh apa yang dialami, didengar, dan dilihat. Pasal 5 Whistleblower berhak: a. Menyampaikan bukti-bukti pendukung pengaduan; dan b. Mendapat jaminan kerahasiaan identitas dan pokok pengaduan. BAB IV

- 6 - BAB IV KRITERIA DAN SYARAT-SYARAT PENGADUAN Bagian Kesatu Kriteria Pengaduan Pasal 6 (1) Pengaduan yang disampaikan Whistleblower adalah terkait pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang memenuhi kriteria: a. berdampak luas; dan b. mendapatkan perhatian masyarakat. (2) Pengaduan yang berdampak luas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pengaduan mengenai pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dapat menjadi ancaman langsung atas kepentingan umum, pengembangan usaha kecil, dan pengembangan iklim dan dunia usaha pada umumnya. (3) Pengaduan yang mendapatkan perhatian masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah pengaduan mengenai pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dapat meresahkan masyarakat dan/atau mengganggu kestabilan ekonomi bangsa. Bagian Kedua Syarat-Syarat Pengaduan Pasal 7 Pengaduan disampaikan dengan memenuhi syarat: a. Identitas Pemohon; b. Penjelasan informasi pengaduan harus memuat: 1. Kronologi dugaan pelanggaran; 2. Perbuatan yang diduga sebagai bentuk pelanggaran; 3. Waktu dugaan pelanggaran dilakukan; 4. Tempat dugaan pelanggaran dilakukan; dan 5. Pihak terkait dalam dugaan pelanggaran. c. Bukti

- 7 - c. Bukti permulaan yang dapat mendukung atau menjelaskan adanya dugaan pelanggaran: 1. Data/dokumen; 2. Gambar; dan/atau 3. Rekaman. d. Sumber informasi untuk pendalaman lebih lanjut. BAB V SYARAT-SYARAT PENUNJUKAN VERIFIKATOR DAN PENELAAH Pasal 8 Verifikator dan Penelaah ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal dengan persyaratan sebagai berikut: a. Pegawai; b. Pendidikan S1; c. Memahami proses pengadaan barang/jasa pemerintah; dan d. Mempunyai integritas. BAB VI MEKANISME PENGADUAN Pasal 9 (1) Bagian Kepatuhan Internal menerima dan menyerahkan pengaduan ke Verifikator untuk diverifikasi. (2) Verifikator melakukan permintaan kelengkapan pengaduan kepada Whistleblower apabila pengaduan dianggap belum lengkap. (3) Apabila pengaduan sudah dinyatakan lengkap, verifikator membuat resume hasil verifikasi pengaduan Whistleblower. (4) Verifikator meneruskan resume beserta dokumen pendukung kepada Penelaah. (5) Penelaah melakukan telaah terhadap hasil verifikasi. (6) Penelaah

- 8 - (6) Penelaah dapat meminta tambahan informasi data dan/atau keterangan kepada whistleblower dan pihak terkait. (7) Penelaah membuat laporan hasil telaah berupa usulan rekomendasi: a. Pengaduan yang dilaporkan terbukti atau tidak terbukti; b. Pengaduan yang dilaporkan termasuk kategori pelanggaran adminitrasi dan/atau kode etik; c. Pengaduan yang dilaporkan termasuk kategori tindak pidana. (8) Penelaah menyampaikan hasil telaahan kepada Bagian Kepatuhan Internal. BAB VI TINDAK LANJUT PENGADUAN Pasal 10 (1) Bagian Kepatuhan Internal melakukan tindak lanjut atas hasil penelaahan. (2) Bagian Kepatuhan Internal menyampaikan penanganan pengaduan kepada Sekretaris Jenderal. Pasal 11 (1) Pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Sekretaris Jenderal dapat meneruskan pelanggaran pegawai kepada Komisi Aparatur Sipil Negara atau instansi penegak hukum. (3) Sekretaris Jenderal menyampaikan hasil tindak lanjut pengaduan kepada whistleblower. BAB VIII

- 9 - BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2014 SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA, ttd DANANG WIJAYANTO