JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Uji Eksperimental Bahan Bakar Campuran Biosolar Dengan Zat Aditif Terhadap Unjuk Kerja Motor Diesel Putaran Konstan Eddien Nurhadiansah Putra dan H. D. Sungkono Kawano Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 111 E-mail: hdkawano@me.its.ac.id Abstrak Biosolar adalah salah satu bahan bakar untuk motor diesel yang dipakai di Indonesia namun memiliki angka cetane terendah. Salah satu cara meningkatkan kualitas biosolar adalah dengan menambahkan zat aditif yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja engine. Pada penelitian ini digunakan bahan bakar biosolar dan biosolar dengan tambahan +2cc,+4cc,+6cc,+8cc, dan +10cc zat aditif yang diuji pada mesin diesel empat langkah KAMA KM178FS. Pengujian ini dilakukan dengan 6 tahap pembebanan, dimulai dari beban timbangan menunjukkan 1,5 kg dengan kenaikan tiap 0,5 kg dan pembebanan dilakukan dengan mengatur katup air yang masuk pada water brake dynamometer. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa semakin banyak konsentrasi dari zat aditif yang dicampurkan maka nilai kalor akan semakin rendah. Sedangkan untuk unjuk kerja yang terbaik dimiliki oleh campuran bahan bakar biosolar +6cc zat aditif. Hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan pada efisiensi thermis sebesar 4.5% dibanding pada bahan bakar biosolar murni. Sedangkan sfc mengalami penurunan sebesar 4% disbanding biosolar murni. Kata Kunci biosolar, zat aditif, unjuk kerja, diesel spontan. Jadi, semakin tinggi angka setananya, semakin cepat biosolar itu terbakar spontan. Salah satu cara alternatif yang dapat dipakai untuk memperoleh bahan bakar dengan angka setana yang tinggi adalah dengan menggunakan Zat aditif yang merupakan zat yang dapat meningkatkan Cetane number dari suatu bahan bakar. Oleh karena itu dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi Zat aditif untuk mengetahui peningkatan unjuk kerja motor diesel yang optimum. Sehingga dari percobaan yang dilakukan dapat diperoleh data-data yang dapat memberikan kesimpulan mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap konsentrasi campuran biosolar dengan zat aditif. II. METODE PENELITIAN Dalam pengerjaan penelitian ini diselesaikan sesuai dengan diagram alir sebagai berikut. STAR T I. PENDAHULUAN erkembangnya teknologi otomotif dewasa ini yang Btumbuh dengan pesat membuat jumlah kendaraan juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini juga mempengaruhi pada konsumsi bahan bakar minyak yang sangat banyak, namun hal ini tidak didukung oleh ketersediaan dari bahan bakar minyak itu sendiri. Sehingga hal itu mendorong manusia untuk menciptakan kendaraan dengan mesin yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Dengan kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini, pemakai BBM khususnya di Indonesia berusaha menekan konsumsi BBM mereka secara ekonomis dengan cara menggunakan jenis BBM dengan kualitas lebih rendah dan lebih murah. Salah satunya adalah dengan memilih kendaraan berbahan bakar biosolar. Biosolar merupakan salah satu jenis bahan bakar cair yang digunakan dalam proses pembakaran pada motor bakar. Biosolar yang dijual di pasaran merupakan campuran sejumlah produk yang dihasilkan dari berbagai proses. Melalui proses pencampuran (blending) tersebut maka sifat dari bahan bakar dapat diatur untuk memberikan karakteristik operasi seperti yang diinginkan. Salah satu sifat yang harus dipunyai dari biosolar adalah Cetane Number dari bahan bakar tersebut. Angka setana adalah angka yang menunjukkan berapa besar tekanan maksimum yang bisa diberikan di dalam mesin sebelum biosolar terbakar secara Pengujian Properties Bahan bakar Pengujian Engine KAMA 178FS dengan bahan bakar biosolar murni Pengujian Engine KAMA 178FS dengan bahan bakar biosolar +2,4,6,8,10 cc zat aditif Pengambilan data : beban timabangan, waktu konsumsi, dan temperatur exhaush,engine, Perhitungan unjuk kerja engine : Daya, Bmep, Sfc, Efisiensi. Analisa unjuk kerja engine bahan bakar campuran biosolar dan aditif dengan bahan bakar biosolar murni Studi Literatur: Teks book, Internet, Tugas akhir, Jurnal END
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 2 Adapun prosedur untuk pengujian adalah pertama dilakukan pengecekan pada komponen engine dan juga alat ukurnya. Setelah engine dan blower dihidupkan, dilakukan pemanasan mesin dengan agar engine mencapai kondisi operasional (±10 menit). Pengujian ini dilakukan dengan 6 tahap pembebanan, dimulai dari beban timbangan menunjukkan 1,5 kg dengan kenaikan tiap 0,5 kg.. Pada setiap perubahan putaran engine dilakukan pencatatan data sebagai berikut : Beban timbangan. Waktu konsumsi bahan bakar setiap 10 cc. Temperatur oli, head dan silinder. Selanjutnya dilakukan penggantian bahan bakar biosolar dengan menggunakan bahan bakar yang sudah ditambahkan zat aditif sebanyak 2 cc, 4 cc, 6 cc, 8 cc dan 10 cc dan dilakukan pengujian ulang. Setelah semua bahan bakar selesai diuji, beban dan engine diturunkan perlahan putarannya. Kemudian engine dan blower dimatikan. Berikut adalah skema engine dan peralatannya. TORSI (Nm) TORSI (Nm) 11.5 1 9.5 8.5 7.5 6.5 5.5 4.5 3.5 TORSI vs %BEBAN TORSI vs %BEBAN 12.5 11.5 1 9.5 8.5 7.5 6.5 5.5 4.5 3.5 Gambar 2. Efek Penambahan Aditif terhadap Torsi +2cc +4cc Linear () Linear ( +2cc) Linear ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Linear () Linear ( +6cc) Linear ( +8cc) Linear ( +10cc) Keterangan : 1. Tangki bahan bakar 9. Crankshaft 2. Filter bahan bakar 10. Fix Coupling 3. Gelas ukur 11. Water brake dynamometer 4. Pompa bahan bakar 12. Timbangan Mekanis 5. Injector 13. Load valve 6. Katup bahan bakar 14. Pompa air 7. Filter udara 15. Blower 8. Piston 16. Pitot tube Gambar 1. Skema Engine dan Peralatannya 1) Torsi Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan aditif sebesar 6cc dapat meningkatkan torsi dibandingkan biosolar murni. Hal ini terjadi karena pada penambahan 6cc aditif memiliki nilai distilasi paling tinggi. Dimana nilai distilasi merupakan kemampuan bahan bakar untuk menguap. Sedangkan pada penambahan 8 cc sampai dengan 10 cc terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena nilai distilasi yang menurun juga. Akibatnya bahan bakar menjadi kurang terbakar dengan sempurna.. bhp (kw) 1.9 1.7 1.5 1.3 BHP vs %BEBAN +2cc +4cc Linear () Linear ( +2cc) Linear ( +4cc) C. Hasil dan Diskusi Adapun dari pengujian properties bahan bakar yang didapatkan bahwa Besarnya kinematic viscosity, pour point, dan flash point bahan bakar Biosolar dengan penambahan aditif tidak mengalami perubahan bila dibandingkan Biosolar murni. Sedangkan perubahan terjadi pada nilai kalor bahan bakar yang semakin menurun seiring dengan penambahan zat aditif. Dan terjadi kenaikan nilai distilasi sampai penambahan aditif sebesar 6cc dan mengalami penurunan untuk penambahan aditif selanjutnya. Hal tersebut berpengaruh pada hasil pengujian dimana penambahan aditif sebesar 6cc memiliki unjuk kerja paling baik. Sedangkan untuk temperature kerjabiosolar murni memiliki angka paling tinggi. Hal tersebut bisa dikarenakan biosolar murni memiliki nilai kalor yang paling tinggi yang dapat dilihat pada grafik sebagai berikut. bhp (kw) 1.9 1.7 1.5 1.3 BHP vs %BEBAN Gambar 3. Efek Penambahan Aditif terhadap Daya Efektif +6cc +8cc +10cc Linear () Linear ( +6cc) Linear ( +8cc) Linear ( +10cc) 2) Daya Efektif (bhp) Hampir sama pada grafik torsi, dari grafik diatas dapat dilihat bahwa penambahan aditif sebesar 6cc dapat meningkatkan bhp dibandingkan biosolar murni. Hal ini
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 3 terjadi karena pada penambahan 6cc aditif memiliki nilai distilasi paling tinggi. Dimana nilai distilasi merupakan kemampuan bahan bakar untuk menguap. Sedangkan pada penambahan 8 cc sampai dengan 10 cc terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena nilai distilasi yang menurun juga. Akibatnya bahan bakar menjadi kurang terbakar dengan sempurna. Sedangkan untuk nilai kalor bahan bakar sfc (KG/kW.jam) 1 0.8 0.6 sfc vs % BEBAN +2cc +4cc Poly. () Poly. ( +2cc) Poly. ( +4cc) bmep (kpa) bmep (kpa) 540 490 440 390 340 290 240 BMEP vs %BEBAN 540 490 440 390 340 290 240 BMEP vs %BEBAN +2cc +4cc Linear () Linear ( +2cc) Linear ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Linear () Linear ( +6cc) Linear ( +8cc) Linear ( +10cc) Gambar 4. Efek Penambahan Aditif terhadap Tekanan Efektif Rata-rata kemungkinan tidak terlalu berpengaruh akibat tertutupi oleh tren dari nilai distilasi. 3) Tekanan Efektif Rata-rata (bmep) Dari grafik diatas terlihat bahwa tekanan efektif rata-rata tertinggi didapatkan pada penambahan 6 cc aditif pada biosolar Hal tersebut terjadi karena peningkatan tekanan efektif rata-rata sebanding dengan peningkatan torsi sehingga hasil yang didapatkan identik dengan tren torsi. Fenomena ini disebabkan karena pada campuran ini menghasilkan daya tertinggi sehingga bmep pun ikut tinggi pula. 4) Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (sfc) Dari grafik didapatkan bahwa penambahan 6 cc aditif mempunyai nilai sfc yang lebih rendah daripada biosolar murni. Hal tersebut terjadi karena daya yang dihasilkan pada engine lebih tinggi daripada keadaan standar. Sehingga untuk menghasilkan daya yang sama sebesar 1 hp membutuhkan massa bahan bakar yang lebih kecil. Hal ini terjadi karena pada campuran ini pembakaran yang terjadi lebih sempurna, sehingga menghasilkan daya yang lebih besar untuk jumlah bahan bakar yang sama. Oleh karena itu sfc mengalami penurunan. Sedangkan penambahan aditif selanjutnya, nilai sfc mengalami penurunan karena nilai distilasi yang menurun pula. sfc ((kg?kw.jam) 0.4 ηth (%) ηth (%) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 34 32 30 28 26 24 22 ηth vs % BEBAN 20 34 32 30 28 26 24 22 sfc vs % BEBAN ηth vs % BEBAN 20 Gambar 6. Efek Penambahan Aditif terhadap Effisiensi Thermal +6cc +8cc +10cc Poly. () Poly. ( +6cc) Poly. ( +8cc) Poly. ( +10cc) Gambar 5. Efek Penambahan Aditif terhadap Konsumsi Bahan Bakar Spesifik +2cc +4cc Poly. () Poly. ( +2cc) Poly. ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Poly. () Poly. ( +6cc) Poly. ( +8cc) Poly. ( +10cc) 5) Efisiensi Thermal (ηth) Efisiensi thermal tertinggi didapatkan dari penambahan 6 cc aditif pada biosolar. Hal ini terjadi karena pada campuran ini menghasilkan pembakaran yang paling sempurna daripada campuran yang lain, walaupun mempunyai nilai kalor yang lebih rendah daripada biosolar murni. Sehingga daya yang dikeluarkan pun besar pula. Akibatnya dengan nilai kalor yang lebih rendah namun menghasilkan daya tertinggi menyebabkan efisiensi thermal dari pembakaran menjadi tinggi pula. Penggunaan biosolar yang dicampur aditif lebih dari 6 cc akan mengakibatkan penurunan efisiensi thermal dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar premium standar. Hal ini terjadi karena pembakaran yang terjadi di dalam engine sudah tidak mampu
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 4 mengkompensasi penurunan dari nilai kalor. Akibatnya pembakaran menjadi tidak sempurna sehingga efisensi thermal yang didapatkan turun. T exhaust T exhaust 200 180 1 1 150 130 T exhaust vs %BEBAN 120 200 180 1 1 150 130 T exhaust vs %BEBAN 120 Gambar 7. Efek Penambahan Aditif terhadap Temperatur Exhaust +2cc +4cc Poly. () Poly. ( +2cc) Poly. ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Poly. () Poly. ( +6cc) Poly. ( +8cc) Poly. ( +10cc) 6) Temperatur Exhaust Pada grafik temperatue exhaust diatas dapat dilihat bahwa biosolar murni memiliki temperature yang paling tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena biosolar murni memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Dimana nilai kalor mempengaruhi jumlah pelepasan panas dari bahan bakar itu sendiri. T head T head 85 80 T head vs %BEBAN 85 80 T head vs %BEBAN Gambar 8. Efek Penambahan Aditif terhadap Temperatur Head +2cc +4cc Poly. () Poly. ( +2cc) Poly. ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Poly. () Poly. ( +6cc) Poly. ( +8cc) Poly. ( +10cc) 7) Temperatur Head Pada grafik temperatur head diatas dapat dilihat bahwa tren yang sama terjadi hamper sama dengan tren yang terjadi pada grafik temperature exhaust sebelumnya. Biosolar murni memiliki temperature yang paling tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena biosolar murni memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Dimana nilai kalor mempengaruhi jumlah pelepasan panas dari bahan bakar itu sendiri. T oli T oli T oli vs %BEBAN 50 T oli vs %BEBAN 50 Gambar 9. Efek Penambahan Aditif terhadap Temperatur Oli +2cc +4cc Poly. () Poly. ( +2cc) Poly. ( +4cc) +6cc +8cc +10cc Poly. () Poly. ( +6cc) Poly. ( +8cc) Poly. ( +10cc) 8) Temperatur Oli Pada grafik temperatur oli diatas dapat dilihat bahwa tren yang hamper sama ter jadi juga pada tren grafik temperature oli. Dimana biosolar murni memiliki temperature yang paling tinggi. Hal ini bisa disebabkan karena biosolar murni memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Dimana nilai kalor mempengaruhi jumlah pelepasan panas dari bahan bakar itu sendiri. F Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukanini diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Besarnya torsi maksimum adalah 11,43 Nm yang terjadi pada bahan bakar biosolar +6cc aditif pada ±90% pembebanan. Sedangkan torsi terendah terjadi pada bahan bakar biosolar +10cc aditif yaitu sebesar 10,6 Nm pada %pembebanan yang sama. Besarnya daya maksimum adalah 1,79 kw yang terjadi pada bahan bakar biosolar +6cc aditif pada ±90% pembebanan. Sedangkan daya terendah terjadi pada bahan bakar biosolar +10cc aditif yaitu sebesar 1,69 kw pada %pembebanan yang sama. Besarnya tekanan efektif rata-rata maksimal yang dapat dihasilkan biosolar +6cc aditif adalah 485,32 kpa pada ±90% beban,. Sedangkan bmep yang terjadi pada bahan bakar biosolar +10cc aditif yaitu sebesar 10452,96 kpa pada %pembebanan yang sama. Besarnya sfc terendah juga terjadi pada bahan bakar biosolar +6cc aditif yaitu sebesar 0,4677 kg/kwh yang terjadi pada ±90% pembebanan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 5 Besarnya efisiensi thermis maksimum juga terjadi pada engine bebahan bakar campuran biosolar +6cc aditif yaitu sebesar 31,82% yang terjadi pada ±90% pembebanan. Besarnya torsi, daya maksimum, tekanan efektif rata rata, sfc, dan efisiensi thermis maksimum terjadi pada bahan bakar biosolar dengan +6 cc zat aditif. Yaitu mengalami kenaikan sebesar 4,01% untuk torsi, daya, tekanan efektif rata rata, dan efisiensi thermis. Sedangkan untuk sfc mengalami penurunan sebesar 4%. Sedangkan untuk nilai efisiensi thermis mengalami kenaikan sebesar 4,5%. Besarnya temperatur exhaust, temperatur engine dan temperatur oli paling tinggi adalah pada engine berbahan bakar Biosolar murni. DAFTAR PUSTAKA [1] Annual Book of ASTM Standard. 1994. Standard Test Method for Kinematic Viscosity of Transparent and Opaque Liquids [2] Anon. 2002. Diesel Fuel Additives, <URL:http://www. chevron.com>. [3] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2005. Blue Print Energi Nasional 2005-2025. [4] Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri. 1997. Bahan Bakar Minyak, Pertamina. [5] Heywood, J.B. 1988. Internal Combustion Engine Fundamentals. New York: McGraw Hill Int. Ed. [6] Maruli, Pandapotan, Tua, H. 2009. Uji Eksperimental Performansi Motor Diesel Berbahan Bakar Campuran Solar Dengan Zat Aditif (1,2,4-trimethylbenzene). Medan : Universitas Sumatera Utara. [7] Mathur, M. L., Sharma, R. P. 1980. A Course in Internal Combustion Engines. Delhi: Dhanpat Rai & Sons, 3 rd Edition. [8] Sungkono, Djoko, K. 1999. Diktat Motor Pembakaran Dalam. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember