BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada kinerja fisik tubuh serta dapat mencegah terjadinya penuaan dini. Berolahraga secara teratur akan dapat memberi rangsangan kepada semua sistem tubuh sehingga dapat mempertahankan tubuh tetap dalam keadaan sehat. Olahraga juga bertujuan untuk rekreasi dan untuk mencapai suatu prestasi dalam suatu kejuaraan. Dalam berbagai aktivitas olahraga, kesehatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada umumnya manusia menginginkan tubuh yang sehat. Sehat merupakan suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak bebas dari penyakit atau kelemahan. Manusia dikatakan sehat apabila dapat menjalankan pola hidup yang sehat dan berolahraga secara teratur. Salah satu kesehatan yang perlu diperhatikan adalah kesehatan gerak dan fungsi tubuh. Gerak dan fungsi tubuh sering mengalami cidera. Cidera bisa terjadi secara pelan dan berulang (repetitive trauma injury) ataupun yang sifatnya keras dan langsung. Akibat adanya cidera ini disamping munculnya rasa nyeri. Pada umumnya, cedera olahraga banyak disebabkan oleh trauma secara langsung yang mengenai pada jaringan lunak seperti kulit, otot, tendon dan ligament. Maupun trauma tidak langsung yang mengenai pada jaringan keras yaitu tulang. Trauma ini dapat terjadi karena 2 faktor yaitu faktor overuse atau penggunaan yang berlebihan dan faktor lingkungan yang disebabkan oleh suhu, cuaca, ketinggian dan kedalaman. Dalam aktivitas sehari-hari banyak orang melakukan kegiatan olahraga yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ditentukan atau tanpa disadari melakukan gerakan yang salah sehingga menyebabkan cedera saat berolahraga. Cedera olahraga biasanya terjadi diakibatkan oleh 1
2 kurangnya pemanasan, beban olahraga yang berlebih, metode latihan yang salah, serta kelemahan otot, tendon dan ligamen. Salah satu contohnya pada pemain futsal yang terus menerus melakukan gerak berulang fleksi-ekstensi ditambah lagi adanya genu varus yang sangat memungkin terjadinya gesekan antara Iliotibial Band (ITB) dengan Lateral Femoral Epicondylus (LFE) secara berlebihan sehingga terjadinya inflamasi dan nyeri pada lateral knee. Jenis cidera ini disebut dengan iliotibial band syndrome (ITBS). Tidak hanya pemain futsal saja yang mengalami ITBS, pelari, pengendara sepeda, dan atlet lainnya juga bisa terkena ITBS. Terutama yang sering melakukan latihan yang terlalu berlebihan ditambah lagi adanya kelainan pada biomekanik tubuh, akan memberikan dampak yang buruk. ITBS disebabkan berbagai macam faktor, faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktror intrinsik (faktor anatomi) antara lain : genu varus, hip abduction weakness, leg lenght discrepancy, hip adduksi yang berlebihan, ITB tightness. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi : overuse, downhill running, pemakaian sepatu lama juga disebut penyebab ITBS, dan lain sebagainya. Ketika seorang pemain futsal mengalami ITBS, itu dikarenakan oleh gerakan berlari, melompat yang dilakukan secara berulang dan terusmenerus sehingga terjadinya inflamasi oleh gesekan antara epycondylus lateral femur dengan ITB. Salah satu literatur menggambarkan adanya impigement zone sekitar 30 fleksi lutut saat foot strike dan early stance phase. Ketika terjadinya impigement zone dalam siklus berjalan, terjadi kontraksi eksentrik pada m.tensor fascia lata dan m.gluteus maximus sehingga memperlambat kerja otot, dan memaksa ITB untuk berkontraksi akibatnya terjadi ketegangan pada ITB. Adanya kelemahan otot lateral paha pada posisi genu varus, akan membuat ITB bekerja lebih ekstra dalam mengotrol gerakan yang berlebihan. Hal ini akan memperburuk ITBS pada penderita. Jika cidera pada ITB dibiarkan saja dan tidak ditangani akan muncul myofascial restriction akibat dari peningkatan jaringan kolagen. Sehingga
3 memunculkan trigger point dan adhesion, yang menjadi penyebab dari nyeri dan penurunan knee performance. Ketegangan ITB juga berpengaruh pada pembuluh darahnya, yaitu terjadinya vasokontriksi sehingga aliran darah menjadi tidak lancar atau terbatas menyebabkan penurunan micro sirkulasi, akibatnya suplai darah ke jaringan tidak cukup dan kekurangan oksigen (ischemic). Seorang yang terkena cidera ITBS akan mengalami keluhan nyeri pada sisi lutut bagian lateral. Terutama ketika melakukan aktifitas berlari, berjalan, dan melompat namun akan hilang ketika diistirahat. Jika dibiarkan terus menerus tanpa ditangani lebih lanjut akan menghambat dalam melakukan aktifitas berolahraga dan aktifitas sehari-hari. Sesuai dengan PERMENKES RI nomor 65 tahun 2015, pasal 1 ayat 2 tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktik fisioterapis dicantumkan bahwa : Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanik), pelatihan fungsi dan komunikasi. Oleh karena itu fisioterapi sebagai tenaga kesehatan harus mempunyai keterampilan dan kemampuan guna memaksimalkan fungsi gerak yang sehubungan dengan peran fisioterapi yaitu mengembangkan (promotif), mencegah (preventif), mengobati (kuratif), dan mengembalikan (rehabilitatif) terhadap gerakan dan fungsi seseorang. Modalitas fisioterapi dalam penanganan ITBS adalah exercise, myofascial release, deep transverse friction, pemasangan kinesiotaping, cryotherapy dan sebagainya. Self-myofascial release adalah suatu bentuk terapi jaringan lunak dengan menggunakan bantuan foam roller yang bertujuan untuk menanggulangi gangguan myogenik pada patologi ITB, yaitu : otot tansia lata, maupun otot-otot yang berkontribusi pada ITB yang tigthness. Dengan menerapkan penekanan friction pada area tubuh yang mengalami gangguan myofascial, terapi ini bertujuan untuk memperbaiki jaringan
4 pembungkus otot atau fascia yang mengalami disfungsi. Sehingga baik digunakan untuk penderita ITBS yang mengalami ketegangan dan munculnya trigger point/adhesion. Aliran darah menjadi lancar, merilis otot-otot yang tegang sehingga mengurangi nyeri, meningkatkan knee performence pada ITB dan otot-otot disekitar ITB. Latihan penguatan (strengthening) adalah latihan yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot, ketahanan otot, serta stabilisasi pada otot yang lemah. Agar tidak mudah mengalami cidera karena dari kelemahan otot-otot ini. Latihan yang diberikan pada penderita ITBS berupa wall squat, hip adduction side lying, lunges exercise. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat topik di atas dalam bentuk penelitian. Untuk membedakan efektifitas intervensi terkait nyeri dan knee performance, penulis memaparkannya dalam skripsi dengan judul perbedaan efektifitas selfmyofascial release dengan latihan penguatan terhadap nyeri dan knee performance pada iliotibial band syndrome. B. Identifikasi Masalah Iliotibial Band Syndrome (ITBS) merupakan suatu kondisi nyeri pada daerah lutut bagian lateral (luar). Nyeri ini terjadi ketika saat berlari, melompat dan berjalan. Rasa nyeri akan bertambah parah jika intensitas latihan ditingkatkan atau terlalu dipaksakan untuk berlari dan berjalana. ITBS ini sering terjadi pada atlet basket, pelari maupun pesepeda yang melakukan gerak fleksi dan ekstensi berulang kali dengan intensitas yang lama. Friction (gesekan) pada Iliotibial Band (ITB) disebabkan oleh adanya genu varus yang sangat mudah terjadi gesekan, sehingga ITB mengalami inflamasi akibat dari gesekan yang berulang-ulang pada Lateral Femoral Epicondylus (LFE). Gesekan yang berulang-ulang inilah menyebabkan jaringan susah untuk melakukan perbaikan, akibatnya memperburuk kondisi pada ITBS. Seperti disebutkan di paragraf pertama penderita mengalami rasa nyeri.
5 Akibatnya terjadi pembeban pada ITB yang meningkat, sehingga ITB mengalami ketegangan. Hal ini didasarkan oleh munculnya myofascial restriction yang mungkin akan timbul trigger point dan adhesion. Yang bisa menjadi penyebab dari nyeri yang dihasilkan oleh ketegangan ITB. Sehingga ketegangan yang terdapat pada ITB bisa mengurangi fleksibilitas pada otot-otot yang mendukung hip lateral. Hal ini bisa mengganggu aktivitas berolahraga seperti berlari, melompat, bersepeda, dan lain sebagainya. Tidak hanya aktivitas berolahraga saja, jika dibiarkan lama bisa mengganggu aktivitas fungsional seperti berjalan, naik turun-tangga dan lain-lainya. Fisioterapi dalam aplikasi kepada pasien harus sesuai dengan asuhan fisioterapi dan standar operasional. Untuk itu dalam menangani pasien, fisioterapis hendaknya menganalisa dengan tepat dan melakukan pemeriksaan yang lengkap,sehingga akan diketahui jaringan spesifik yang bermasalah dan dapat diperoleh penanganan yang tepat dengan melakukan asesmen yang mencakup anamnesis, inspeksi, quick test, pemeriksaan fungsi gerak dasar, tes-tes khusus dan bila perlu dilakukan tes tambahan. Untuk illiotibial band syndrome ada 3 tes yang diberikan, diantaranya itu dengan ober s test, noble test, renne test. C. Perumusan Masalah 1. Apakah ada efek self-myofascial release terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS? 2. Apakah ada efek latihan penguatan terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS? 3. Apakah ada perbedaan efek self-myofascial release dengan latihan penguatan terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS?
6 D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan efektifitas self-myofascial release dengan latihan penguatan terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui efek pemberian self-myofascial release terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS. b. Untuk mengetahui efek pemberian latihan penguatan terhadap penurunan nyeri dan peningkatan knee performance pada ITBS. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi institusi pendidikan fisioterapi Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk perkembangan ilmu dan profesi fisioterapi, khususnya dalam meningkatkan fungsional hip dan knee. 2. Manfaat bagi fisioterapi Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai patologi ITBS dan intervensi untuk meningkatkan fungsional knee. 3. Maafaat bagi peneliti Untuk menambah pengetahuan mengenai patologi ITBS dan merupakan kesempatan untuk membuktikan teori secara ilmiah dan menerapkan di lapangan demi peningkatan fungsional knee.