BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan gabus (Channa striata) atau yang lebih dikenali sebagai striped snakehead,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebutnya sebagai Red Belly Pacu karena bagian perutnya yang berwarna

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

Panduan Budidaya Ikan Gabus

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/KEPMEN-KP/2015 TENTANG PELEPASAN IKAN GABUS HARUAN

TINJAUAN PUSTAKA. (Geneticaly Improvement of Farmed Tilapia). Klasifikasi ikan nila GIFT menurut. Khoiruman dan Amri (2005) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil persilangan antara C. batracus

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi cacing sutra menurut Healy, (2001) adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN. adalah ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Khaeruman dan Amri, 2003).

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

BUDIDAYA IKAN NILA MUHAMMAD ARIEF

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

SWAMP EELS (Synbranchus sp.) JENIS YANG BARU TERCATAT (NEW RECORD SPECIES) DI DANAU MATANO SULAWESI SELATAN *)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN MAS MERAH NAJAWA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982), dalam Dirjen Perikanan

TINJAUAN PUSTAKA. keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

BAB II TINJUAN PUSTAKA

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.47/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA MERAH NILASA

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) Bagian 1: Induk

PENDAHULUAN. Kesadaran dan pengetahuan masyarakat semakin meningkat tentang. manfaat ikan sebagai bahan makanan dan kesehatan menyebabkan tingkat

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan cupang menurut Saanin (1968, 1984):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

II. TINJAUAN PUSTAKA Coklat Sebagai Snack Jenis-Jenis Coklat

BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju pertumbuhan rata rata panjang dan berat mutlak lele sangkuriang

TINJAUAN PUSTAKA. strain baru ikan maskoki yang tersebar di seluruh dunia (Lingga dan Susanto

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan Belida (Chitala lopis) (Dokumentasi BRPPU Palembang, 2009)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

1.Abstrak. 2.Isi/jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

Uji Organoleptik Ikan Mujair

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 1 PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan koi merupakan ikan hias yang sangat menarik sehingga banyak

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Majalaya kelas induk pokok (Parent Stock)

lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan salah satu ikan

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

KARYA ILMIAH KULIAH LINGKUNGAN BISNIS

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SALINA

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan pemeliharaan ikan lele dumbo (C. gariepinus) secara

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.09/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN IKAN NILA SRIKANDI

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis penting yang banyak dibudidayakan oleh petani. Beternak lele

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gabus Ikan gabus (Channa striata) atau yang lebih dikenali sebagai striped snakehead, anggota genus Channa, merupakan ikan konsumsi yang populer di Asia (Wee, 1982). Peningkatan kebutuhan terhadap ikan gabus tentunya akan mempengaruhi ketersediaan stok di perairan umum. Salah satu cara untuk menjaga ketersediaannya adalah dengan mengembangkan kegiatan budidaya. Budidaya ikan gabus telah dilakukan di sungai dan waduk menggunakan karamba (Adamson, 2010; Poulsen et al., 2008), juga di rawa lebak menggunakan karamba dan sistem pagar (Muthmainnah, 2013). Ikan gabus merupakan ikan air tawar liar dan predator benih yang rakus dan sangat ditakuti pembudidaya ikan. Ikan ini merupakan ikan buas (carnivore yang bersifat predator). Di alam, ikan gabus tidak hanya memangsa benih ikan tetapi juga ikan dewasa dan serangga air lainnya termasuk kodok. Bahkan di Kalimantan pernah dilaporkan gabus memangsa anak bebek. Ini masuk akal karena di sungai dan di rawa-rawa Kalimantan terdapat jenis gabus berukuran besar (gabus toman/aruan dan sejenisnya). 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Gabus Ikan gabus (Channa striata) atau yang lebih dikenali sebagai striped snakehead, anggota genus Channa, merupakan ikan konsumsi yang populer di Asia (Wee, 1982). Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang terus meningkat dan memiliki 6

pasaran yang tinggi karena rasanya enak dan ketersediaannya sepanjang tahun. Selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas, juga telah diolah sebagai bahan pembuatan kerupuk dan pempek, serta sebagai ikan asin dan ikan asapan. Daging ikan ini juga dimanfaatkan sebagai bahan terapi pengobatan setelah pembedahan (Gam et al., 2006). Menurut Bloch (1793), klasifikasi ikan gabus sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Spesies : Animalia : Chordata : Actinopterygii : Perciformes : Channidae : Channa striata Gambar 2. Ikan Gabus (Channa striata) (Bloch, 1793) Secara morfologis, bentuk tubuh ikan memanjang, permukaan tubuh dan kepala ditutupi oleh sisik tebal dan permukaannya kasar. Sirip punggung panjang yang dasarnya mencapai pangkal ekor, permulaan sirip ini di atas atau sedikit di belakang sisip dada. Kepala berbentuk seperti kepala ular. Antara dasar sirip 7

punggung dan linea lateralis terdapat 4-5 baris sisik, Dorsal 38-43, Anal 23-27, Linea lateralis (Lt) 52-57. Pada sisi badan mempunyai pita warna berbentuk > mengarah ke depan. Sirip dada lebih pendek dari pada bagian kepala di belakang mata. Umumnya bagian punggung tubuh berwarna gelap dan bagian perut (abdominal) berwarna putih. Sirip ekor berbentuk bundar (rounded) (Saanin, 1986; Pulungan et al., 1986; Kottelat et al., 1993 dan Pulungan 2000). Komposisi kimia dari ikan gabus menurut Sayuti dalam Rizki (2005) adalah kadar air sebanyak 75,01%, protein 17,06%, lemak 0,44% dan abu 1,43%. Sugito dan Hayati (2006), menambahkan ikan gabus mempunyai kandungan protein yang tinggi (17%), kandungan lemak yang rendah (1%) dan memiliki daging yang putih. Ikan gabus merupakan ikan labirin yang mampu bertahan di luar air, karena mempunyai alat pernafasan tambahan yang berupa lipatan kulit tipis yang berlikuliku seperti labirin (Soeseno, 1988). Ikan ini biasa hidup di sungai, danau, dan kolam/tambak, serta biasa membuat sarang di daerah rawa-rawa atau diantara belukar yang terdapat pada tepi tambak dan sungai. Di Indonesia, ikan gabus penyebarannya sangat luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Flores, Ambon dan Halmahera (Weber dan Beaufort 1922). Di beberapa daerah, ikan gabus dikenal pula dengan nama ikan rayong(sunda), Kuto (Madura), Bace (Aceh), Sepungkat (Palembang), dan di Bajarmasin dengan nama ikan Haruan (Weber & Beaufort 1922). Ikan gabus merupakan ikan karnivor yang cukup buas. Di tambak pedalaman, yang salinitasnya lebih rendah/tawar, ikan gabus merupakan hama 8

yang amat merugikan karena kebuasannya melebihi ikan kakap. Ikan ini tidak hanya memangsa ikan bandeng, tetapi juga ikan-ikan liar lainnya (Soeseno 1988). Ikan gabus sangat kaya akan albumin yaitu salah satu jenis protein penting. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 %. Menurut Astuti (2008), albumin berada di dalam darah untuk meningkatkan daya tahan tubuh, mengatur keseimbangan air dalam sel, mengeluarkan produk buangan, dan memberi gizi pada sel untuk pembentukan jaringan sel baru sehingga mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah pasca operasi atau pembedahan dan luka. Albumin diperlukan tubuh manusia setiap hari, terutama dalam proses penyembuhan luka-luka. Pemberian daging ikan gabus atau ekstrak proteinnya telah dicobakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah dan membantu penyembuhan beragam penyakit, dari kekurangan gizi, diabetes, autis, hingga HIV-AIDS. 2.1.2 Habitat dan Kebiasan Hidup Ikan Gabus Ikan gabus merupakan ikan labirin yang mampu bertahan di luar air, karena mempunyai alat pernafasan tambahan yang berupa lipatan kulit tipis yang berlikuliku seperti labirin (Soeseno, 1988). Ikan ini biasa hidup di sungai, danau, dan kolam/tambak, serta biasa membuat sarang di daerah rawa-rawa atau diantara belukar yang terdapat pada tepi tambak dan sungai. Di Indonesia, ikan gabus penyebarannya sangat luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Madura, Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, Flores, Ambon dan Halmahera (Weber & Beaufort 1922). Di beberapa daerah, ikan gabus dikenal pula dengan nama ikan rayong (Sunda), 9

Kuto (Madura), Bace (Aceh), Sepungkat (Palembang), dan di Bajarmasin dengan nama ikan Haruan (Weber & Beaufort 1922). Pada beberapa daerah yang dilalui aliran sungai besar seperti di Sumatera dan Kalimantan, ikan gabus seringkali terbawa banjir ke parit-parit di sekitar rumah, atau memasuki kolam-kolam pemeliharaan ikan dan menjadi hama yang memangsa ikan-ikan peliharaan. Jika sawah, kolam atau parit mengering, ikan ini akan berupaya pindah ke tempat lain, atau bila terpaksa, akan mengubur diri di dalam lumpur hingga tempat itu kembali berair. Oleh sebab itu ikan ini sering kali ditemui berjalan di daratan khususnya di malam hari di musim kemarau mencari tempat lain yang masih berair. Ikan gabus bisa bertahan hidup tanpa air karena bisa bernapas menyerap oksigen bebas menggunakan alat bantu pernapasan berupa labirin. Pemijahan ikan gabus bersifat musiman, memijah pada musim hujan dari Bulan Oktober hingga Desember. Pada musim kawin, ikan gabus jantan dan betina bekerjasama menyiapkan sarang diantara tumbuhan di tepi air. Anak-anak ikan berwarna merah jingga bergaris hitam, berenang dalam kelompok yang bergerak bersama-sama untuk mencari makanan. 2.2 Cacing Sutera (Tubifex sp) Cacing sutra atau cacing rambut termasuk kedalam kelompok cacing cacingan (Tubifex sp). Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing sutra digolongkan kedalam kelompok Nematoda. Embel embel sutra diberikan karena cacing ini memiliki tubuh yang lunak dan sangat lembut seperti halnya sutra. Sementara itu julukan cacing rambut diberikan lantaran bentuk tubuhnya yang panjang dan sangat halus 10

tak bedanya seperti rambut (Khairuman et al., 2008). Cacing sutra (Tubifex sp) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Class Ordo Famili Genus Spesies : Annelida : Oligochaeta : Haplotaxida : Tubificidae : Tubifex : Tubifex sp. Secara umum cacing sutra atau cacing rambut terdiri atas dua lapisan otot yang membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya. Panjangnya 10 30 mm dengan warna tubuh kemerahan, saluran pencernaannya berupa celah kecil mulai dari mulut sampai anus. Hal yang sama juga disampaikan oleh Wahyuningsih (2001), menyatakan Spesies ini mempunyai saluran pencernaan berupa celah kecil mulai dari mulut sampai anus. Cacing sutra(tubifex sp) ini hidup berkoloni bagian ekornya berada dipermukaan dan berfungsi sebagai alat bernafas dengan cara difusi langsung dari udara. Menurut Pennak (1978), Cacing sutra (Tubifex sp) tidak mempunyai insang dan bentuk tubuh yang kecil dan tipis. Karena bentuk tubuhnya kecil dan tipis, pertukaran oksigen dan karbondioksida sering terjadi pada permukaan tubuhnya yang banyak mengandung pembuluh darah. Kebanyakan Tubifex membuat tabung pada lumpur di dasar perairan, di mana bagian akhir posterior tubuhnya menonjol keluar dari tabung bergerak bolak-balik sambil melambailambai secara aktif di dalam air, sehingga terjadi sirkulasi air dan cacing akan 11

memperoleh oksigen melalui permukaan tubuhnya. Getaran pada bagian posterior tubuh dari Tubifex dapat membantu fungsi pernafasan (Wilmoth, 1967). Hal yang sama juga disampaikan oleh (Sugiarti et al., 2005) bahwa hampir semua oligochaeta bernafas dengan cara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Hanya beberapa yang bernafas dengan insang. Cacing sutra ini bisa hidup diperairan yang berkadar oksigen rendah, bahkan beberapa jenis dapat bertahan dalam kondisi yang tanpa oksigen untuk jangka waktu yang pendek. Cacing sutra dapat mengeluarkan bagian posteriornya dari tabung, guna mendapatkan oksigen lebih banyak, apabila kandungan oksigen dalam air sangat sedikit. Menurut Marian dan Pandian (1984), sekitar 90% Tubifex menempati daerah permukaan hingga kedalaman 4 cm, dengan perincian sebagai berikut : juvenile (dengan bobot kurang dari 0,1 mg) pada kedalaman 0-2cm,immature(0,1-5,0 mg) pada kedalaman 0-4 cm, mature (lebih dari 5 mg) pada kedalaman 24 cm. 2.2.1 Ekologi Cacing Sutra (Tubifex sp) Khairuman dan Amri (2002), menjelaskan bahwa cacing sutra (Tubifex sp) umumnya ditemukan pada daerah air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secara berat, daerah endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies cacing Tubifex sp ini bisa mentolerir perairan dengan salinitas 10 ppt. Kemudian oleh Chumaidi (1986), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup cacing sutra (Tubifex sp) ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak. Sedangkan Departemen Pertanian (1992), menambahkan dari setiap tubuh cacing sutra (Tubifex sp) pada bagian punggung dan perut kekar serta ujung 12

bercabang dua tanpa rambut. Sementara sifat hidup cacing sutra (Tubifex sp) menunjukan organisme dasar yang suka membenamkan diri dalam lumpur seperti benang kusut dan kepala terkubur serta ekornya melambai-lambai dalam air kemudian bergerak berputar-putar. 2.2.2 Perkembangbiakan Cacing Sutra (Tubifex sp) Khairuman dan Amri (2002), menyatakan cacing sutra (Tubifex sp) adalah termasuk organisme hermaprodit. Pada satu individu organisme ini terdapat 2 (dua) alat kelamin dan berkembangbiak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur. Sedangkan menurut Chumaidi dan Suprapto (1986), telur cacing sutra (Tubifex sp) terjadi didalam kokon yaitu suatu bangunan berbentuk bangunan bulat telur, panjang 1 mm dan diameter 0,7 mm yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dari salah satu segmen tubuh yang disebut kitelum. Tubuhnya sepanjang 1-2 cm, terdiri dari 30-60 segmen atau ruas. Telur yang ada didalam tubuh mengalami pembelahan, selanjutnya berkembang membentuk segmensegmen. Setelah beberapa hari embrio cacing sutra (Tubifex sp) akan keluar dari kokon. Induk yang dapat menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas menjadi tubifex mempunyai usia sekitar 40-45 hari. Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar antara 4-5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan telur di dalam kokon sampai menetas menjadi embrio tubifex membutuhkan waktu sekitar 10-12 hari. Daur hidup cacing sutra dari telur, menetas hingga menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar 50-57 hari (Gusrina, 2008). 13

2.2.3 Manfaat Cacing Sutera (Tubifex sp) Cacing sutera merupakan pakan alami yang paling disukai oleh ikan air tawar. Cacing sutera sangat baik bagi pertumbuhan ikan air tawar karena kandungan proteinnya tinggi. Kandungan nutrisi cacing sutera yaitu 54,725% protein, 13,770% lemak, 22,250% karbohidrat (Buwono, 2000). Kandungan gizi yaitu protein 57% dan lemak 13% membuat cacing sutra berguna untuk mempercepat pertumbuhan larva ikan. Inilah mengapa cacing sutra merupakan pakan alami bibit ikan yang bergizi tinggi. Sangat cocok untuk mempercepat pertumbuhan larva segala jenis ikan. Ukuran cacing sutra terbilang kecil seperti rambut berwarna merah dengan panjang tubuh sekitar 1-3 cm dan beruas-ruas. 14