PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA SISWA KELAS X PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, sehingga dapat memfungsikan diri sesuai dengan kebutuhan

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KELAS AKSELERASI DALAM LAYANAN ANAK BERBAKAT DI SMP NEGERI I WONOGIRI TESIS

TUGAS MATA KULIAH METOPEN PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung ringan. bervariasi setiap individu (Kaplan dan Sadock, 2000).

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI WANITA USIA TAHUN DI PUSKESMAS GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. L DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SRIKANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang tinggal di Indonesia seperti tuntutan sekolah yang bertambah tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia yaitu sebesar 8%.

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

MANAJEMEN PENYELENGGARAAN PROGRAM PERCEPATAN BELAJAR BAGI SISWA YANG MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN BAKAT ISTIMEWA DI SMP NEGERI 1 WONOGIRI TESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR JENIS KELAMIN DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA LANSIA DI DESA LUWANG, GATAK, SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Fidianty & Noviastuti, 2010). Menurut Taylor (2006) kecemasan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kecemasan bisa muncul sebagai respon terhadap stres, di mana stres

Diajukan Oleh : DAMAR CAHYO JATI J

TINGKAT KECEMASAN MENGHADAPI PERSALINAN PADA WANITA PRIMIGRAVIDA DIBANDING MULTIGRAVIDA DI RUMAH BERSALIN DAN KLINIK MITRA IBU TEGAL SKRIPSI

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI SERANGAN STROKE DI RUANG STROKE RUMAH SAKIT FAISAL MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP AKSELERASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perjalanan kehidupan manusia berada dalam rentang toleransi dan keseimbangan yang dinamis terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana salah satu upaya yang dilakukan oleh rumah sakit adalah mendukung rujukan

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas (Armasari et al, 2012)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA MURID YANG AKTIF DAN TIDAK AKTIF BEROLAHRAGA DI KELAS II SMA AL-ISLAM I SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa dengan adanya perkembangan ini, masalah yang. manusia. Menurut National Institute of Mental Health, 20% populasi

BAB I PENDAHULUAN. pada siswanya. Kerapkali guru tidak menyadari bahwa jebakan rutinitas seperti duduk, diam,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan memiliki siklus menstruasi yang berbeda-beda, namun hampir 90% wanita memiliki siklus hari dan hanya 10-15%

NASKAH PUBLIKASI. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. W DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Oleh : Fistika Sari A

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Merokok merupakan salah satu gaya hidup yang. tidak asing lagi yang berkembang di kehidupan masa kini.

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi individu, masyarakat dan

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menyelesaikan Studi Program Strata Satu (SI) Jurusan Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai

SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Diajukan Oleh: ANIK ENIKMAWATI J

MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING)

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. juga dengan masyarakat (Maslim, 2002 ; Maramis, 2010). masalah yang mesti dihadapi, baik menggunakan fisik ataupun psikologig

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. diajukan oleh:

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI DAN STRES BELAJAR ANTARA SISWA KELAS AKSELERASI DENGAN SISWA KELAS REGULER DI SMU NEGERI 3 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. F DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI DI BANGSAL SRIKANDI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Pada aplikasi riilnya, pelaksanaan program akselerasi selalu. pilihan, dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

Transkripsi:

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA SISWA KELAS X PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Muhammad Dipa Daulatala J 500 040 041 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan kecemasan merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi di Amerika Serikat. Lebih dari 23 juta penduduk, kira-kira satu dari empat individu di Amerika Serikat terkena penyakit yang melemahkan ini setiap tahun (Stuart, 2006). Menurut Depkes RI (1998), seperti yang dikutip oleh Romadhon (2002), menyebutkan bahwa di Indonesia survei yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta Barat menunjukkan ternyata dari yang berobat di Puskesmas, jumlah gangguan jiwa yang sering muncul sebagai gangguan fisik adalah 28,73 % untuk dewasa dan 34,39 % untuk anak-anak. Kesimpulannya adalah berarti banyak orang stres, termasuk gangguan cemas, yang keluhannya sakit fisik dan berobat ke fasilitas kesehatan karena keluhan fisik tersebut. Ternyata yang menderita gangguan jiwa jumlahnya hampir sepertiga dari total pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan. Cemas tidak mungkin bisa dihindari karena dalam menghadapi masalah sehari-hari pasti merasa cemas. Jika kita tidak berhasil mengelola cemas, maka cemas yang akan mengendalikan kita. Prinsipnya adalah mengelola kecemasan (Kandouw, 2007). Kecemasan yang merupakan kekuatan pendorong yang dinamik untuk perkembangan kepribadian, dapat pula merupakan elemen utama dalam menimbulkan nerosis, psikosis dan gangguan jiwa yang lain (Maramis, 2005). Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama (Hutagalung, 2007). Kecemasan cenderung merupakan suatu gangguan yang stabil, muncul pada pertengahan remaja sampai pertengahan umur 20-an tahun dan kemudian berlangsung sepanjang hidup (Nevid et al., 2003). Kecemasan yang timbul pada 1

anak tidak selalu bersifat patologi, tetapi dapat juga disebabkan oleh proses perkembangan itu sendiri atau karena tingkah laku yang salah dari orangtua (Warsiki dan Soeharjono, 2008). Banyak alasan mengapa masa remaja menjadi sorotan yang tidak pernah ada habisnya. Adanya pengaruh dan peranan dari teman sebaya mulai menggeser peranan orang tua yang tak jarang membuat tegang hubungan antara remaja dan orang tua. Teman sebaya menjadi tolok ukur dan bahkan pedoman bagi remaja dalam bersikap dan berperilaku. Kedekatanlah yang bisa membuka mata dan hati para orangtua untuk melihat lebih jernih nilai-nilai yang sebenarnya dipegang oleh remaja (Pitaloka, 2007). Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi salah satu pemicu utama kecemasan. Perilaku nekat dan hasil yang tidak selalu jelas membuka peluang besar untuk meningkatnya kecemasan pada remaja (Pitaloka, 2007). Widyastono (2008) mencoba mengelompokkan kecerdasan dan kemampuan siswa dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Kebanyakan sekolah memberikan perlakuan yang standar (rata-rata), bersifat klasikal dan massal, terhadap semua siswa, baik siswa di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas ratarata, yang sebenarnya memiliki kebutuhan berbeda. Akibatnya, siswa di bawah rata-rata yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata akan selalu tertinggal dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa di atas rata-rata akan jenuh karena harus menyesuaikan diri dengan kecepatan belajar siswa siswa lainnya. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa sepertiga peserta didik berbakat mengalami gejala prestasi kurang (Hawadi, 2004). Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menyelenggarakan akselerasi, program percepatan belajar. Kehadiran program percepatan belajar atau lebih dikenal dengan program kelas akselerasi, mencoba melakukan layanan terhadap anak yang mempunyai kemampuan kecerdasan istimewa. Melalui layanan ini diharapkan anak-anak yang mempunyai kriteria yang dipersyaratkan, mampu mengembangkan kecerdasannya secara optimal (Latifah, 2006). Melalui program 2

ini memungkinkan siswa dapat menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan. Penyelenggaraan kelas akselerasi bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa merupakan salah satu strategi alterhatif yang relevan, karena mereka memiliki kecepatan belajar dan motivasi belajar di atas siswa-siswa lainnya (Widyastono, 2008). Peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berkisar antara 2% - 5% dari seluruh peserta didik yang ada. Sementara itu, untuk SMU mencapai 8% (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006). Menurut data dari Direktorat Pendidikan Luar Biasa pada bulan November 2005, disebutkan ada 135 sekolah dari tingkat pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas di seluruh Indonesia yang mengadakan program akselerasi, dan 58 di antaranya adalah sekolah menengah atas. Akan tetapi, tidak semua sekolah bisa menerapkan program kelas akselerasi ini. Pasalnya, penyiapan kelas ini harus ditangani dengan sungguh-sungguh dan memerlukan tenaga pendidik, sarana, serta prasarana yang bermutu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006). Siswa akselerasi mungkin akan merasa frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan yang ada. Pada akhirnya mereka akan merasa sangat lelah sekali sehingga menurunkan tingkat apresiasinya dan bisa menjadi siswa underachiever atau drop out (Hawadi, 2004). Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. Dari latar belakang di atas, penulis berkeinginan mengangkat topik penelitian tentang kecemasan pada individu dari posisi yang berbeda yaitu siswa kelas X program akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. B. Perumusan Masalah Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kelas X program akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta? 3

C. Tujuan Penelitian Mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan pada siswa kelas X program akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan akan memberikan data ilmiah di bidang psikiatri tentang ada tidaknya perbedaan kecemasan pada siswa kelas X program akselerasi dan non akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. 2. Manfaat praktis a. Sebagai landasan pertimbangan bagi orangtua untuk memasukkan anaknya ke kelas akselerasi. b. Sebagai bahan masukan bagi guru BP/BK tentang masalah kecemasan pada siswa. c. Untuk mengetahui seberapa besar manfaat keberadaan kelas akselerasi di SMA Negeri 1 Surakarta. 4