BAB I. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan seseorang menghadapi stres

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angka kecelakaan semakin memprihatinkan setiap tahunnya. Kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. emosi, pikiran, perilaku, motivasi daya tilik diri dan persepsi yang

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I LATAR BELAKANG. A. Latar Belakang Permasalahan. Penderita dengan gangguan jiwa saat ini jumlahnya mengalami peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BABI PENDAHULUAN. kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga kadangkala

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap manusia lainnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung kronis dan berdampak bagi penderita, keluarga dan. populasi dewasa, dengan angka kejadian terbesar pada tahun kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

PENGARUH PELATIHAN KETRAMPILAN REGULASI EMOSI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN COPING

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

EFEKTIVITAS TERAPI GERAK TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia hidup di lingkungan yang terus berubah, dan perubahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

STRATEGI COPING PERAWAT RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ( Fenomena pada Perawat di RSJD Surakarta )

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

Transkripsi:

1 1 BAB I A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan seseorang menghadapi stres hidup yang dialami sehingga memunculkan perilaku-perilaku kelainan baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Gangguan jiwa yang terberat adalah skizofrenia (Keliat, 2009). Jeffrey, Spencer, & Beverly (2003) menjelaskan bahwa skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup gangguan pada perilaku, emosi, dan persepsi. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan tentang gila atau sakit mental sehingga sering sekali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia berdampak langsung pada individu yang mengalaminya. Penderita terganggu secara emosi, perilaku, maupun cara berinteraksi dengan lingkungan baik keluarga serta masyarakat. Disabilitas emosi yang diderita menyebabkan penderita skizofrenia kesulitan untuk merespon stimulus emosi di lingkungan sehingga terkesan kurang peka. Kekurangan dalam hal emosi tersebut juga berdampak pada perilaku penderita skizofrenia di lingkungan seperti curiga yang berlebihan, mengurung diri, serta penurunan pada kualitas interpersonal dan pekerjaan (Jeffrey, Spencer, & Beverly, 2003). Prevalensi skizofrenia rata-rata satu sampai dua persen dari jumlah seluruh penduduk di Jawa Tengah pada setiap waktu dan terbanyak mulai timbul pada 1

2 usia 15 sampai dengan 35 tahun (Puspitasari, 2009). Selain itu Arif (2006) mengungkapkan bahwa skizofrenia dapat muncul pada usia 18 sampai dengan 45 tahun. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007 sejumlah 1000 orang yang mengalami gangguan skizofrenia, namun pada tahun 2014 jumlah penderita skizofrenia naik menjadi 1/7 dari 1000 penderita seluruh Indonesia meskipun pemerintah sebagai peneliti kurang percaya dengan jumlah tersebut, karena pemerintah percaya bahwa fenomena gangguan skizofrenia di Indonesia seperti gunung es (Kompas, 2014). Di wilayah Surakarta terdapat sejumlah 2.381 pasien skizofrenia yang terdiri dari 33 pasien skizofrenia hebefrenik, 10 pasien skizofrenia katatonik, 333 pasien skizofrenia tak terinci, 1 pasien depresi pasca skizofrenia, pasien skizofrenia residual 158, pasien skizofrenia simpleks, dan yang lainya berjumlah 1,047 pasien, serta YTT 29 pasien (Lestari, 2011). Peningkatan prevalensi skizofrenia menyebabkan beban fisik yang dialami oleh keluarga dalam merawat penderita skizofrenia mengarah pada kondisi psikisnya. Konflik perasaan yang dialami orang tua antara merawat dan mengutamakan kepentingan lainnya adalah dilema yang tak jarang dimunculkan sehingga hal tersebut semakin lama terasa mengganggu (Adilamarta, 2011). Orang tua kerap kali mengalami berbagai emosi seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa marah, frustrasi, rasa malu, dan perasaan tidak berguna, serta stigma terhadap penderita juga kerap membuat keluarga mengasingkan penderita skizofrenia. Stigma dan diskriminasi yang terbentuk menjadikan beban tersendiri bagi orangorang yang tinggal di sekitar pasien dan kadangkala menimbulkan reaksi

3 emosional keluarga yang merawat pasien skizofrenia, karena tidak mampu mengelola emosi. Hal tersebut dapat memperburuk situasi yang pada keluarga pasien. Situasi kompleks yang dihadapi, membuat keluarga mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya. Idealnya orang tua mampu memahami dan memberikan perawatan pada penderita skizofrenia, namun di sisi lain keluarga mendapatkan tekanan dari luar dan dari dalam. Orang tua merasa aktivitas utama yang dilakukannya sehari-hari tidak lain hanyalah mengurus penderita skizofrenia, keluargapun merasa kesal karena penderita dirasa tidak memahami bagaimana usaha orang tua untuk mengurusnya. Selain itu, perilaku penderita skizofrenia yang kurang terkontrol seperti merusak barang di dalam keluarga, berkata kotor, atau bahkan merusak barang tetangga dan menyakiti fisik orang lain membuat orang tua merasa cemas ketika penderita beraktifitas. Upaya untuk mencegah pertumbuhan penderita skizofrenia Secara otomatis perilaku penderita skizofrenia berdampak pada keluarga, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahkan penanganan pada penderita skizofrenia bukanlah situasi yang mudah, seringkali menimbulkan frustrasi, karena pada saat tertentu komunikasi dengan penderita tidak dapat berlangsung dengan baik (Duran & David, 2007). Orang tua yang kurang menyadari pentingnya kesehatan jiwa cenderung memberi perlakuan yang kurang sesuai dengan penderita skizofrenia. Salah satu faktor adalah pendidikan yang rendah mempengaruhi pengetahuan dan sikap keluarga terhadap penderita skizofrenia. Terdapat keluarga yang memilih untuk mengasingkan penderita skizofrenia ke rumah sakit jiwa di luar daerah

4 karena merasa malu dengan lingkungan sekitar, keluargapun tidak menjenguk selama perawatan, hal tersebut justru menghambat kesembuhan penderita skizofrenia. Sedangkan Orang tua yang memahami pentingnya kesehatan jiwa, mereka mengusahakan berbagai cara untuk mengobati penderita skizofrenia sendiri, seperti memeriksakan ke klinik jiwa untuk mendapatkan layanan rawat jalan ataupun rawat inap. Hal-hal tersebut membawa penderita skizofrenia ke arah yang lebih baik serta keluargapun mendapat bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi (Lestari & Kartinah, 2012). Berdasarkan hasil wawancara awal dengan delapan orang tua yang memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia di RSJD Surakarta memaparkan bahwa keluarga khususnya orang tua justru memarahi anaknya yang mulai menunjukkan gejala gangguan jiwa seperti menyendiri di kamar untuk waktu yang lama. Orang tua merasa lelah karena anak tidak mengetahui bagaimana usaha orang tua untuk merawatnya, ditambah dengan kerja keras yang dilakukan orang tua selama ini semata-mata untuk anaknya saja. Selain itu orang tua juga merasa malu apabila anak yang mengalami gangguan skizofrenia berperilaku yang kurang wajar di lingkungan, seperti berbicara sendiri ataupun berjalan mondarmandir dan memarahi setiap orang yang bertemu dijalan dengan anak tersebut. Selain itu empat dari lima penderita skizofrenia di RSJD Klaten, dipasung oleh keluarganya supaya tidak melakukan tindakan merugikan ketika kambuh. Penderita skizofrenia yang sudah menunjukkan gejala-gejala segera dipasung oleh keluarga dan diasingkan dari kegiatan sosial. Keluarga menjelaskan bahwa ketika penderita kambuh, keluarga menunjukkan sikap yang keras, yaitu dengan marah

5 dan membentak supaya penderita tidak melakukan tindakan yang merugikan. Keluarga yang lelah dalam merawat penderita, memilih untuk melakukan pasung supaya keluarga dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami tekanan. Perilaku-perilaku Orang tua tersebut, merupakan tindakan yang kurang tepat dalam mengatasi stres akibat merawat penderita skizofrenia. Tidak sedikit Orang tua yang mengambil jalan pintas untuk mengatasi tekanan tersebut, yaitu memasung penderita skizofrenia. Selain itu, selama perawatan orang tua menghentikan pemberian obat kepada penderita skizofrenia karena dianggap tidak kunjung sembuh, bahkan beberapa orang tua mencari berbagai alasan untuk meninggalkan penderita skizofrenia di rumah sakit jiwa. Usaha yang dilakukan orang tua untuk beradaptasi terhadap stressor adalah dengan menggerakkan sumber koping. Koping digambarkan sebagai berbagai macam strategi yang digunakan oleh seseorang untuk mengatasi situasi sehari-hari atau situasi yang luar biasa. Strategi dan proses koping keluarga ini berfungsi sebagai proses dan mekanisme yang vital, melalui proses dan mekanisme tersebut fungsi keluarga akan menjadi nyata. Tanpa koping yang efektif, fungsi keluarga tidak dapat dicapai secara adekuat. Koping yang efektif dapat membantu keluarga dalam mengatasi stressor, sedangkan koping yang kurang efektif mengakibatkan stressor tidak berkurang bahkan bertambah setiap harinya. Keluarga yang memiliki regulasi emosi yang baik berpengaruh pada koping individu terhadap masalah. Koping positif dipengaruhi oleh emosi-emosi yang positif, sementara emosi-emosi negatif lahir dari koping yang tidak efektif (Lazaruz, dalam Hidayati, 2008).

6 Individu yang mampu menilai situasi, mengubah pikiran yang negatif dan mengontrol emosinya akan memiliki koping yang positif terhadap masalahnya. Pada proses koping yang berhasil maka akan terjadi proses adaptasi yang meningkatkan kemampuan individu untuk bertahan dalam menghadapi kemungkinan stres selanjutnya. Sebaliknya bila terjadi kegagalan dalam proses koping maka individu bersangkutan akan mengalami stres yang berkelanjutan, yang termanifestasi dalam berbagai gangguan psikis dan fisik, seperti gangguan kesehatan, dan masalah sosial lainnya (Gross & John, 2000, dalam Wade & Tavris, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nazlah (2008) pada korban bencana lumpur lapindo, pelatihan regulasi emosi efektif dalam memberikan penanganan psikologis pada ibu-bu korban lumpur panas lapindo. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Barret, Gross, Christensen & Benvenuto (Manz, 2007) memaparkan bahwa emosi negatif dapat mempengaruhi aktivitas seseorang dan bahwa kemampuan meregulasi emosi dapat mengurangi emosi-emosi negatif akibat pengalaman-pengalaman emosional serta meningkatkan kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian hidup, memvisualisasikan masa depan yang positif dan mempercepat pengambilan keputusan. Kemampuan orang tua dalam meregulasi emosi akan menumbuhkan koping stres adaptif, yang pada akhirnya membawa penderita skizofrenia ke arah kualitas hidup yang lebih baik, karena koping yang adaptif dapat mengontrol perilaku orang tua yang mengakibatkan kekambuhan pada skizofrenia. Dengan demikian, peneliti memilih tema penelitian Penerapan Teknik Regulasi Emosi Terhadap

7 Coping Stress Orang Tua dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Hidup Anak dengan Riwayat Gangguan Skizofrenia. B. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan coping stress orang tua yang mendapatkan pelatihan regulasi emosi dengan orang tua yang tidak mendapatkan pelatihan regulasi emosi. 2. Untuk mengetahui efektivitas pelatihan regulasi emosi dalam meningkatkan kemampuan coping stress orang tua yang memiliki anak dengan riwayat gangguan skizofrenia. C. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teori, hasil penelitian mampu menjadi informasi yang dapat memperkaya hasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan intervensi psikologi mengenai penanganan pada keluarga dengan anak yang memiliki riwayat gangguan skizofrenia. 2. Secara praktis, antara lain; a. Bagi pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan hasil empiris bagaimana pengaruh tehnik regulasi emosi untuk meningkatkan coping stress orang tua yang memiliki riwayat gangguan skizofrenia sehingga dapat menjadi salah satu tehnik terapi keluarga yang utama

8 b. Bagi keluarga bahwa hasil penelitian dapat bermanfaat untuk meningkatkan coping stress sehingga mengurangi terjadinya kekambuhan pada pasien gangguandapat meningkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia. c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang berkaitan dengan coping stress orang tua telah diteliti oleh beberapa peneliti. Pada tahun 2012 Rubbyana meneliti tentang hubungan hubungan antara strategi koping dengan kualitas hidup pada 20 penderita skizofrenia remisi simptom, hasil penelitiannya menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan coping adaptif dengan kualitas hidup penderita skizofrenia. Kemudian Setyowati (2010) melakukan eksperimen kepada 12 orang tua yang memiliki anak ADHD untuk menguji keefektifan pelatihan ketrampilan regulasi emosi terhadap penurunan tingkat stres pada ibu yang memiliki anak ADHD, hasil dari penelitian tersebut yaitu pelatihan ketrampilan regulasi emosi efektif menurunkan stres ibu yang memiliki anak ADHD. Makmuroch, (2012) melakukan penelitian eksperimen kepada 96 keluarga yang memiliki penderita skizofrenia untuk menguji efektifitas pelatihan ketrampilan regulasi emosi terhadap penurunan tingkat ekspresi emosi pada caregiver pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Hasilnya menyebutkan bahwa pelatihan regulasi emosi efektif untuk menurunkan tingkat ekspresi emosi pada keluarga yang merawat penderita skizofrenia.

9 Penelitian ini memiliki perbedaan tema maupun judul dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu dengan judul Penerapan Teknik Regulasi Emosi Terhadap Coping Stress Orang Tua dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Hidup Anak dengan Riwayat Gangguan Skizofrenia belum pernah diteliti, sehingga judul penelitian tersebut dapat dikatakan asli. Selanjutnya Sulistyarini dan Ni mah (2012) melakukan penelitian eksperimen untuk menguji efektifitas pelatihan regulasi emosi dalam meningkatkan resiliensi pada ibu yang memiliki anak autis. Hasil dari penelitian tersebut adalah pelatihan regulasi emosi dapat meningkatkan kemampuan orang tua dalam meregulasi emosinya, sehingga berpengaruh pada daya juang ibu untuk merawat anak autis. Berbeda dengan lima penelitian yang telah ada, dalam penelitian ini akan diuji pengaruh pelatihan regulasi emosi untuk meningkatkan kemampuan coping stres orang tua yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia. Subjek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia, mendapatkan pelatihan regulasi emosi serta diukur menggunakan skala perilaku coping untuk mengetahui perubahan.