BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

ABSTRAK KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar 3.1. Desain Concurrent Embedded dengan Metode Kuantitatif sebagai Metode Primer dan Metode Kualitatif sebagai Metode Sekunder

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanni Zulaiha,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hayyah Fauziah, 2013

Mengoptimalkan Lerning Cycle untuk Meningkatkan Pemahaman dan Pengaplikasian Konsep dalam Pembelajarn Fisika

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI. guru dengan siswa dalam berinteraksi. Misalnya dalam model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

MENGOPTIMALKAN LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DAN PENGAPLIKASIAN KONSEP DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

PEMBELAJARAN TERPADU TEMA GUNUNG MELETUS BERORIENTASI PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENURUT A NEWTAXONOMY FOR SCIENCE EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. langkah-langkah observasi, perumusan masalah, pengujian hipotesis melalui

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar merupakan pondasi awal dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN KOMUNIKASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari IPA yang mempelajari struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. metode yang ditujukan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adelia Alfama Zamista, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. bahasan fisika kelas VII B semester ganjil di salah satu SMPN di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI SISWA SMP, SMA DAN SMK DALAM PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES IPA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII BSMP NEGERI 1 WAGIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 merupakan

I. PENDAHULUAN. alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya sekedar penguasaan. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

Kholifatul Maghfiroh, Asim, Sumarjono Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FISIKA PADA POKOK BAHASAN LISTRIK DINAMIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA BERORIENTASI PENEMUAN TERHAD AP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA SMP KELAS VIII PAD A POKOK BAHASAN HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian IPA adalah studi mengenai alam sekitar, yang dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003:6). Artinya proses pembelajaran yang dilakukan memiliki fungsi untuk membimbing siswa menguasai pengetahuan melalui proses penemuan oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman selama proses pembelajaran berlangsung. Fisika merupakan salah satu mata pelajaran dalam rumpun IPA sehingga fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar mampu memahami alam sekitar secara ilmiah. Sejalan dengan pengertian IPA di atas, maka fisika dapat dipandang sebagai sebuah produk, proses, aplikasi dan perubahan sikap. Jika dipandang sebagai sebuah produk maka yang kita lihat fisika adalah sekumpulan fakta, konsep, hukum/prinsip, rumus dan teori yang harus kita pelajari dan pahami. Fisika merupakan pemecahan masalah melalui metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan, jika kita melihatnya sebagai sebuah proses. Jika dilihat sebagai aplikasi, maka fisika merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan jika dilihat sebagai suatu perubahan sikap, maka fisika akan berisi rasa ingin tahu, kepedulian, tanggung jawab, kejujuran, keterbukaan dan kerjasama. Dalam pembelajaran fisika, ke empat pandangan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sehingga proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang berkompetensi tinggi. Ke empat pandangan mengenai fisika yang telah dijelaskan di atas berkaitan dengan tujuan pendidikan sains khususnya pada mata pelajaran fisika dewasa ini yang mencakup lima ranah/domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) yang dikembangkan oleh Allan J. MacCormack

2 dan Robert E. Yager. Lima ranah/domain dalam taksonomi ini meliputi domain knowing and understanding (knowledge domain) yang berkaitan dengan fakta, konsep, hukum, hipotesis dan teori yang digunakan para saintis; domain exploring and discovering (process of science domain) berkaitan dengan keterampilan proses sains; domain imagining and creating (creativity domain) berkaitan dengan pengembangan kreativitas; domain feeling and valuing (attitudinal domain) berkaitan dengan sikap ilmiah dan domain using and applying (application and connection domain) yang berkaitan dengan penerapan sains dalam kehidupan sehari-hari. Lima ranah ini merupakan perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga ranah Bloom yang mampu meningkatkan aktivitas pembelajaran sains di kelas dan mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran (Zuchdi, 2011:276). Pembelajaran berbasis lima ranah untuk pendidikan sains melalui mata pelajaran sains khususnya pada mata pelajaran fisika akan meningkatkan kemampuan siswa yang tercermin dalam lima ranah tersebut yaitu pengetahuan, keterampilan, kreativitas, sikap dan penerapan sains yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi hal inilah yang hingga kini dirasakan masih sulit untuk diwujudkan dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di kota Cimahi melalui observasi serta wawancara dengan guru dan siswa diperoleh informasi bahwa siswa kurang memahami penjelasan guru pada saat pembelajaran dan siswa merasa pelajaran fisika sulit untuk dipahami. Pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru mendominasi dalam pemberian informasi berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga siswa tidak dilibatkan dalam pemberian pengalaman secara langsung untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan proses penemuan oleh siswa sendiri. Hal ini tampak dari aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang secara umum hanya memperhatikan penjelasan guru dan mengerjakan tugas yang ada di dalam buku teks ketika guru selesai memberikan materi pelajaran. Selain itu tidak ditemukan adanya pemberian contoh fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan materi yang dipelajari. Menurut hasil wawancara, guru menjelaskan bahwa pengembangan kreativitas melalui pembuatan produk jarang dilakukan begitupula dengan kegiatan praktikum sehingga kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah melalui kegiatan praktikum jarang dilatihkan serta sikap ilmiah siswa juga tidak muncul pada saat pembelajaran.

3 Keadaan seperti inilah yang membuat suasana pembelajaran terlihat lebih pasif dikarenakan siswa tidak terlibat secara aktif sehingga siswa tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya selama proses pembelajaran berlangsung. Agar kendala-kendala yang telah dijelaskan di atas dapat teratasi, maka perlu dikembangkan suatu pembelajaran fisika yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan, memahami dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa cara untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan pembelajaran inkuiri. Gulo (Trianto, 2011 :166) menyatakan bahwa strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Depdiknas (2007:20) mengatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pada jurnal The Levels of Inquiry Model of Science Teaching yang dikembangkan Wenning (2011:9) memperkenalkan sebuah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang dikenal dengan levels of inquiry model. Di dalam jurnal, levels of inquiry model terdiri atas lima tingkatan inkuiri yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypothetical inquiry. Kegiatan pembelajaran menggunakan levels of inquiry model bertujuan agar siswa terlibat aktif di kelas serta melatihkan siswa dalam melakukan penyelidikan ilmiah sehingga pembelajaran fisika berbasis ranah/domain untuk pendidikan sains diharapkan dapat terwujud dikarenakan siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kreativitas serta sikap ilmiah. Oleh karena itu, melalui tahapan-tahapan yang terdapat pada levels of inquiry model diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga akan membawa perubahan positif terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Levels of Inquiry Model pada

4 Pembelajaran Fisika untuk Mengetahui Hasil Belajar Siswa SMA Menurut New Taxonomy for Science Education B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana hasil belajar siswa SMA menurut new taxonomy for science education setelah diterapkan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika? Untuk lebih terarah, maka rumusan masalah di atas dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding setelah diterapkan levels of inquiry model? 2. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering setelah diterapkan levels of inquiry model? 3. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain imagining and creating setelah diterapkan levels of inquiry model? 4. Bagaimana hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing setelah diterapkan levels of inquiry model? C. Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah maka dilakukan pembatasan masalahnya sebagai berikut : 1. Selama proses pembelajaran berlangsung mengacu pada penggunaan levels of inquiry model yang meliputi tahap discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi kinematika gerak lurus. 2. Penelitian ini dibatasi pada hasil belajar siswa yang dapat terukur menurut taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) yang meliputi domain knowing aand understanding (knowledge domain) berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konsep yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus; domain exploring and discovering (process of science domain) berupa aspek-aspek proses sains seperti observasi, prediksi, komunikasi, inferensi, pembuatan grafik dan penyusunan tabel data; domain imagining and creating (creativity domain) berupa pembuatan poster/kartun sains dan domain feeling and valuing (attitudinal domain) berupa sikap ilmiah

5 seperti kerja sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Taksonomi untuk pendidikan sains (taxonomy for science education) ini dikembangkan oleh Allan J. MacCormack dan Robert E Yager. D. Variabel Penelitian Variabel data penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu : 1. Variabel bebas : levels of inquiry model pada pembelajaran fisika 2. Variabel terikat : Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding (knowledge domain), domain exploring and discovering (process of science domain), domain imagining and creating (creativity domain) dan domain feeling and valuing (attitudinal domain) yang dikembangkan oleh Allan J. MacComack dan Robert E Yager. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science education setelah diterapkan levels of inquiry model pada pembelajaran fisika. Sedangkan tujuan penelitian ini secara khusus adalah memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada empat domain dalam taksonomi untuk pendidikan sains yaitu : - Memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding setelah diterapkan levels of inquiry model - Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering setelah diterapkan levels of inquiry model - Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain imagining and creating setelah diterapkan levels of inquiry model - Memperoleh gambaran hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing setelah diterapkan levels of inquiry model F. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis

6 - Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai levels of inquiry model dan menjadi awal penelitian selanjutnya bagi para peneliti yang ingin mengembangkan levels of inquiry model. - Memberikan gambaran tentang pengaruh pembelajaran levels of inquiry model terhadap hasil belajar siswa menurut new taxonomy for science education 2. Secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih pembelajaran yang tepat agar dapat memberi perubahan pada hasil belajar siswa. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konseptual siswa, mengembangkan pemahaman siswa tentang penyelidikan ilmiah serta mengembangkan kreativitas dan sikap ilmiah siswa. G. Definisi Operasional 1. Levels of inquiry Model Levels of inquiry model merupakan pendekatan hierarkis untuk meningkatkan pemahaman konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman mereka tentang penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Wenning mengelompokkan ke dalam lima tahapan yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Kelima tahapan ini akan dikemas kedalam lima kali pertemuan. Pada pertemuan pertama peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level discovery learning. Pada pertemuan ke dua peneliti menfokuskan proses pembelajaran menggunakan level interactive demonstration. Pada pertemuan ke tiga peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lesson. Pada pertemuan ke empat peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level inquiry lab dan pada pertemuan ke lima peneliti memfokuskan proses pembelajaran menggunakan level hypothetical inquiry. Keterlaksanaan levels of inquiry model diukur dengan lembar observasi selama pembelajaran berlangsung. Lembar observasi dilihat dengan menggunakan teknik checklist dengan format ya/tidak. Keterlaksanaan levels of inquiry model dilihat dari persentase keterlaksanaan dan dikategorikan untuk setiap level. 2. Hasil Belajar

7 Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung sehingga dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan peserta didik sehingga lebih baik dari sebelumnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar tersebut diukur berdasarkan pada new taxonomy for science education yang dikembangkan oleh Allan J. MacCormack dan Robert E. Yager 1. Domain I Knowing and understanding (knowledge domain). Hasil belajar siswa pada domain knowing and understanding berupa pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai fakta, konsep, hukum (prinsip), teori yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini adalah soal pilihan ganda sebanyak 20 butir soal yang digunakan pada saat pretest dan posttest. Peningkatan hasil belajar pada domain ini dapat diketahui melalui nilai gain yang dinormalisasi. Nilai gain yang dinormalisasi dianalisis dan dikategorikan peningkatannya menurut Hake (1999) ke dalam kategori tinggi, sedang dan rendah. 2. Domain II Exploring and Discovering (process of science domain). Hasil belajar siswa pada domain exploring and discovering berupa proses sains. Proses sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses sains dasar dan proses sains terpadu. Proses sains dasar meliputi observasi, prediksi, komunikasi dan inferensi. Sedangkan proses sains terpadu meliputi penyusunan tabel data dan pembuatan grafik. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini yaitu lembar observasi kegiatan siswa. 3. Domain III Imagining and creating (creativity domain). Hasil belajar siswa pada domain imagining and creating meliputi kemampuan siswa dalam mengkombinasikan beberapa objek dan ide yang berkaitan dengan materi kinematika gerak lurus melalui pembuatan poster/kartun sains. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini adalah rubrik penilaian produk. 4. Domain IV Feeling and valuing (attitudinal domain). Hasil belajar siswa pada domain feeling and valuing berupa sikap ilmiah. Sikap ilmiah meliputi kerja

8 sama, tanggung jawab, teliti, disiplin dan tekun. Untuk mengukur hasil belajar pada domain ini melalui lembar observasi kegiatan siswa. H. Struktur Organisasi Skripsi Pada Bab I berisi uraian tentang pendahuluan. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, batasan masalah, variabel penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan struktur organisasi. Bab II berisi kajian pustaka yang terdiri dari levels of inquiry model, hasil belajar, hubungan levels of inquiry model dengan hasil belajar menurut new taxonomy for science education dan kerangka pemikiran. Bab III berisi penjabaran rinci tentang metode penelitian yaitu metode dan desain penelitian, lokasi dan sampel penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis uji coba instrumen penelitian, hasil uji coba instrumen, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data. Bab IV berisi tentang pelaksanaan penelitian, hasil dan pembahasan penelitian dan hasil temuan dari penelitian. Sedangkan Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran.