BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati garis khatulistiwa yaitu sebuah garis khayal yang membagi bumi sama bagian utara dan selatan. Daerah di sekitar khatulistiwa yang terletak antara 23,5 derajat lintang utara dan 23,5 derajat lintang selatan disebut sebagai daerah tropis. Iklimnya disebut iklim tropis karena memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Unsur iklim yang paling berpengaruh terhadap musim di Indonesia adalah curah hujan. Hujan memiliki dampak langsung bagi kehidupan manusia seperti hujan lebat yang dapat mengakibatkan bencana banjir. Berhubungan dengan bencana banjir maka diperlukan perhatian yang serius karena dampak banjir akan sangat merugikan manusia. Sebagai contoh dalam surat kabar online (www.kompas.com) bahwa pada tanggal 11 Desember 2013 terjadi hujan yang lebat disertai angin yang kencang yang menimbulkan genangan air di sejumlah tempat. Tak hanya jalan yang terendam, permukiman warga pun mengalami hal yang sama. Sebelumnya pada tanggal 15 November 2013 hujan deras yang mengguyur wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul membuat banyak ruas jalan yang tergenang, sehingga membuat jalur transportasi terhambat. Banyak sungai yang meluap sehingga menggenangi permukiman yang berada di dekat sungai. Curah hujan yang jatuh di suatu lahan apabila melebihi kapasitas infiltrasi, maka setelah laju infiltrasi terpenuhi kemudian air akan mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah seperti rawa dan danau. Setelah cekungan-cekungan di permukaan tanah tersebut terpenuhi, 1
selanjutnya air akan melimpas di atas permukaan tanah. Limpasan permukaan yang merupakan air hujan yang mengalir dalam bentuk suatu lapisan diatas permukaan tanah akan mengalir menuju parit dan selokan yang kemudian akan bergabung dengan anak-anak sungai dan menjadi aliran sungai. Di bagian hulu sungai, limpasan dapat menuju ke sungai utama lebih cepat yang mengakibatkan debit sungai meningkat secara cepat pula. Bila besarnya debit melebihi kapasitas sungai, maka sungai akan meluap melebihi tebing sungai. Oleh karena itu wilayah kawasan lindung setempat yaitu sempadan sungai diperlukan. Dalam ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat tiga unsur penting yaitu masukan berupa curah hujan, proses yang telah dan tengah terjadi, dan keluaran berupa debit aliran dan muatan sedimen. Proses yang terjadi di dalam DAS diantaranya dipengaruhi oleh penggunan lahan. Perubahan penggunaan lahan akan berpengaruh pada nilai koefisien aliran permukaan suatu DAS. Menurut Asdak (2010), DAS dianggap normal jika dari tahun ke tahun nilai koefisien alirannya kurang lebih sama. Nilai koefisien aliran juga dapat menjadi salah satu indikator kondisi DAS. Sub Daerah Aliran Sungai Opak (DAS) Opak adalah bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak-Oyo yang termasuk dalam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) DAS Opak-Progo. Sub DAS Opak masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa. Sungai Opak sebagai sungai utama di Sub DAS Opak berhulu di Gunungapi Merapi. Daerah kajian yaitu Sub DAS Opak merupakan daerah dengan perkembangan wilayah yang tinggi. Penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya berakibat pada meningkatnya kebutuhan lahan baik sebagai permukiman maupun sebagai tempat pembangunan fasilitas untuk memenuhi keperluan penduduk, pendidikan, maupun jasa yang merupakan sektor utama pertumbuhan Perkotaan Yogyakarta. 2
Konsekuensi dari kebutuhan akan lahan yang tinggi adalah banyaknya alih fungsi lahan, dari lahan kosong menjadi lahan terbangun. Arah perkembangan Kota Yogyakarta ke arah utara dan adanya obyek wisata Kaliurang menyebabkan kawasan hulu makin rawan terjadi konversi lahan. Semakin banyaknya lahan terbangun akan mengurangi laju infiltrasi tanah sehingga bila hujan jatuh maka akan banyak yang tidak terserap dan menjadi aliran permukaan. Permasalahan banjir, terutama banjir limpasan maka besarnya limpasan permukaan pada suatu wilayah dipengaruhi oleh variabel fisik lahan. Limpasan permukaan terdiri dari air yang berasal dari tiga sumber yaitu aliran permukaan, aliran antara, dan air tanah. Nilai koefisien aliran permukaan merupakan salah satu faktor yang penting untuk mengetahui besarnya limpasan permukaan pada suatu DAS. Selain variabel fisik lahan yang merupakan faktor alami seperti kemiringan lereng, infiltrasi tanah, dan simpanan permukaan koefisien aliran permukaan juga dipengaruhi oleh tutupan lahan. Meijerink (1970) mengemukakan metode Cook untuk mengestimasi besarnya aliran permukaan yang mendasarkan pada pengkualitatifan data fisik dan non fisik yang berperan pada besarnya aliran permukaan yang meliputi kemiringan lereng, infiltrasi tanah, simpanan permukaan, dan vegetasi penutup pada suatu DAS. Sedangkan metode Bransby William menurut Meijerink (1970) mengkualitatifkan data fisik yang berperan pada besarnya aliran permukaan dengan variabel seperti metode Cook dengan penambahan variabel intensitas hujan. Dalam pengamatan variabel fisik aliran permukaan pada Sub DAS Opak akan membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Sebagai alternatif dalam pengamatan penggunaan lahan dan estimasi nilai aliran permukaan maka dapat digunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografi. Penginderaan jauh khususnya dalam studi hidrologi 3
dapat dilakukan pada wilayah yang luas dengan waktu yang relatif lebih singkat, serta dengan biaya yang lebih murah dibanding dengan pengukuran langung di lapangan. Keunggulan teknologi penginderaan jauh lainnya adalah bila daerah kajian merupakan daerah dengan medan yang terjal dan sulit di jangkau. Keunggulan lain penggunaan teknologi penginderaan jauh adalah perekaman yang bersifat berulang-ulang dengan frekuensi perekaman yang berbeda-beda. Untuk keperluan pengkajian sumberdaya alam diperlukan data penginderaan jauh dengan resolusi spasial menengah bahkan resolusi tinggi, tetapi tidak memerlukan resolusi temporal yang tinggi karena perubahannya yang lambat. Tetapi untuk keperluan analisis perubahan cuaca dan fenomena oseanografi diperlukan data penginderaan jauh dengan resolusi temporal yang tinggi. Citra Landsat 8 memiliki resolusi spasial 30 meter, luas cakupan per scene 185 km x 185 km dengan resolusi temporal 16 hari. Citra Landsat 8 dapat digunakan sebagai bahan untuk mengetahui karakteristik Sub DAS dengan skala pemetaan 1:200.000. Pengolahan, manipulasi, dan analisa data keruangan dilakukan sehingga dapat menjadi suatu informasi yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan, baik berupa deskripsi, grafik, tabel, dan peta. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem berbasis komputer untuk pengolahan data keruangan. Sistem informasi geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer untuk mengumpulkan, menyimpan, dan memanipulasi informasi geografis. Dengan penggunaan SIG maka diharapkan pengelolaan data dapat dilakukan secara cepat dan efisien. 4
1.2 Rumusan Masalah Dampak dari curah hujan yang tinggi adalah terjadinya genangan. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi dalam suatu sistem daerah aliran sungai akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi) dan sebagian lainnya akan menjadi aliran permukaan apabila tanah sudah jenuh atau air hujan jatuh di permukaan yang diperkeras. Air hujan yang menjadi aliran permukaan tersebut mengalir menuju ke tempat yang lebih rendah lalu mengisi cekungan-cekungan permukaan. Setelah cekungan permukaan telah terpenuhi, maka air mengalir di permukaan dengan bebas. Sub Daerah aliran sungai (DAS) Opak adalah salah satu Sub DAS yang melewati Perkotaan Yogyakarta yang merupakan kawasan dengan perkembangan wilayah yang tinggi. Penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya berakibat pada meningkatnya kebutuhan lahan baik sebagai permukiman maupun sebagai tempat pembangunan fasilitas pembangunan untuk memenuhi keperluan penduduk, pendidikan, maupun jasa yang merupakan sektor utama pertumbuhan Perkotaan Yogyakarta. Akibat terdapat peningkatan jumlah penduduk yang berpengaruh pada kebutuhan lahan yang tinggi maka Sub DAS Opak banyak mengalami perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang memiliki pengaruh besar adalah perubahan kawasan bervegetasi menjadi non vegetasi seperti lahan terbangun dan permukiman. Citra Landsat 8 yang memiliki resolusi spasial 30 meter dan luas cakupan per scene 185 km x 185 km dapat digunakan untuk memperoleh variabel fisik kemiringan lereng, vegetasi penutup, timbunan air permukaan, dan infiltrasi yang merupakan variabel penentu nilai koefisien aliran permukaan. Penggunaan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografi (SIG) memudahkan dalam pengumpulan dan pengolahan data variabel fisik yang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Penggunaan data penginderaan jauh mampu mengurangi biaya, waktu dan tenaga yang dibutuhkan dengan lebih efisien. 5
Pengelolaan data dengan SIG dapat memudahkan dalam pengelolaan data keruangan dalam hal input data, manajemen data, manipulasi data, dan analisa data. Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Sejauh mana ketelitian citra Landsat 8 dan sistem informasi geografi untuk identifikasi parameter fisik kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan infiltrasi yang digunakan sebagai dasar penentuan nilai koefisien aliran permukaan? 2. Berapa nilai koefisien aliran permukaan di Sub DAS Opak? Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian diatas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul : Citra Landsat 8 dan Sistem Informasi Geografi untuk Pendugaan Nilai Koefisien Aliran Permukaan (Kasus di Sub Daerah Aliran Sungai Opak Daerah Istimewa Yogyakarta) 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat ketelitian Citra Landsat 8 dan sistem informasi geografi untuk identifikasi parameter fisik kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan infiltrasi yang digunakan sebagai dasar penentuan nilai koefisien aliran permukaan. 2. Mengetahui nilai koefisien aliran permukaan di Sub DAS Opak. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat ketelitian Citra Landsat 8 dalam memperoleh informasi parameter fisik kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan infiltrasi yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien aliran permukaan. Berdasarkan informasi nilai koefisien aliran permukaan Sub DAS Opak dapat menjadi salah satu indikator 6
kondisi DAS sehingga diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan Sub DAS Opak. 1.5 Batasan Istilah 1. Aliran Permukaan : Bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah (Asdak, 2007). 2. Bentuk Lahan : Suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses-proses alami, yang mempunyai komposisi dan julat karakteristik fisikal dan visual tertentu dimanapun bentuklahan itu dijumpai (Suharsono, 2000). 3. Citra : Gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan penginderaan jauh (Ford, 1979 dalam Sutanto, 1986). 4. Curah Hujan : Curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda (Asdak, 2007). 5. Daerah Aliran Sungai : Suatu wilayah kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi sebagai pengumpul, penyimpan, dan penyalur air, sedimen, dan unsur hara lainnya dalam satu sistem sungai, dan keluar melalui satu outlet tunggal (Soedjarwadi, 1985). 6. Daur Hidrologi : Suatu suksesi tahapan tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer (Seyhan, 1990). 7
7. Infiltrasi : Peristiwa masuknya air kedalam tanah melalui permukaan tanah atau aliran air masuk kedalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi (Asdak, 2007). 8. Koefisien Aliran Permukaan : Bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan (Asdak, 2007). 9. Laju infiltrasi : Kecepatan air masuk ke dalam tanah yang dinyatakan dalam satuan millimeter per jam (Asdak, 2007). 10. Limpasan permukaan : Bagian dari hujan yang dikurangi oleh evapotranspirasi dan kehilangan air lainnya yang mengalir dalam alur sungai karena gaya gravitasi (Sri Harto, 1993). 11. Musim Hujan : Musim dengan banyaknya curah hujan dalam satu dekad (sepuluh hari) sama atau lebih dari 50 mm dan demikian pula halnya dalam dekad berikutnya (Prawirowardoyo, 1996). 12. Musim Kemarau : Musim dengan banyaknya curah hujan dalam satu dekad (sepuluh hari) kurang dari 50 mm dan demikian pula halnya dalam dekad berikutnya (Prawirowardoyo, 1996). 13. Penginderaan Jauh : Ilmu dan seni dalam mengamati serta mencari informasi terhadap suatu objek untuk kemudian dianalisa dengan menggunakan suatu alat tanpa menyentuh objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1994). 14. Sistem Informasi Geografi: Sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografi (Aronoff, 1989). 8