BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Nomor 1 Tahun 1974 dalam pasal 30, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. matang baik secara mental maupun secara finansial. mulai booming di kalangan anak muda perkotaan. Hal ini terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tiga tahun terakhir angka perceraian di Indonesia meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan romantis. Hubungan romantis (romantic relationship) yang juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Purwadarminta (dalam Walgito, 2004, h. 11) menjelaskan

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

BAB I PENDAHULUAN. semua yang diciptakan olehnya senantiasa berpasang-pasangan. Keadaan ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang membangun sebuah bangsa. Keluarga mempunyai andil yang besar dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. sebuah hubungan keluarga. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa setempat:

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

Bab 1. Pendahuluan. Ketika anak tumbuh didalam keluarga yang harmonis, ada satu perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

Written by Daniel Ronda Saturday, 08 February :22 - Last Updated Wednesday, 29 October :08

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

4.5 Rangkuman Hasil Tabel 4.2 Perbandingan Tema Pengalaman Suami Istri pertama Istri kedua 1. Keadilan Sebelum dipoligami 1. Perasaan diabaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun Dalam pasal 1 ayat 1

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

I. PENDAHULUAN. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN. nasional dan dapat mengurangi hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat perkawinan menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam pasal 30, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kehidupan sebagai suami istri, istri memerlukan perlindungan dari suaminya dan suami memerlukan kasih sayang dari istrinya (Abdullah, 1983). Setiap orang yang sudah berumah tangga tentu saja tidak ingin perkawinannya berantakan karena kehadiran pihak ketiga yang sama sekali tidak diharapkan. Namun kenyataannya sekarang ini semakin banyaknya kasus perceraian yang terjadi karena sang suami atau istri berselingkuh, bahkan ada pula yang menikah lagi dan mempunyai anak selama bertahun-tahun tanpa diketahui oleh pihak istri (suami) pertama (An, 2007). Perselingkuhan, dengan atau tanpa seks, meskipun jelas haram menurut agama dan dicap buruk oleh masyarakat, pada kenyataannya begitu mudah ditemukan, bahkan untuk dilakukan. Perselingkuhan pun bukan menjadi monopoli pihak tertentu. Perselingkuhan tak kenal status sosial, tingkat pendidikan, jabatan, profesi, domisili, bahkan gender. Istilah SII (selingkuh itu indah) seolah menjadikan perselingkuhan sebagai tren yang popular di masyarakat (An, 2007). 1

2 Pernyataan di atas didukung oleh pernyataan yang diungkapkan oleh Glass (dalam Rini, 2007), seorang psikolog Amerika dan pakar soal perselingkuhan dalam bukunya Not Just Friends : Protect Your Relationship From Infidelity and Heal the Trauma of Betrayal memberikan data yang menarik. Selama dua dekade pengalaman prakteknya sebagai psikolog diketahui ada 46 % istri dan 62 % suami yang telah melakukan perselingkuhan dengan kolega kerja. Perselingkuhan yang dilakukan kalangan istri justru meningkat secara signifikan dari tahun 1982 sampai 1990, 38 % istri melakukan perselingkuhan dengan rekan kantor berbanding dengan 50 % jumlah istri tidak setia dari tahun 1991 sampai 2000. Di Indonesia, menurut data statistik dari Direktorat Jenderal Pembinaan Peradilan Agama Tahun 2005 lalu, misalnya, ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan akibat selingkuh; 9.071 karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. Persentasenya mencapai 9,16 % dari 150.395 kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus. Alhasil, dari 10 keluarga yang bercerai, satu diantaranya karena selingkuh, setiap 2 jam ada tiga pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh (Mualim, 2007). Mualim (2007), petugas pengadilan agama di Tulungagung, mengungkapkan ada 200-250 kasus perceraian yang diproses pengadilan agama Tulungagung setiap bulannya. Kebanyakannya akibat dipicu oleh perselingkuhan. Selain itu, penelitian yang pernah dilakukan Nugraha (dalam Rini, 2007) di klinik pasutrinya, terhadap 200-an orang pasiennya. Menunjukkan hasil 4 dari 5 pria eksekutif melakukan perselingkuhan. Perbandingan selingkuh pria dan wanita pun

3 berbanding 5:2. Padahal data ini diperoleh dari yang mengaku saja. Bahkan perceraian karena selingkuh itu jauh melampaui perceraian akibat poligami tidak sehat yang hanya 879 kasus atau 0.58% dari total perceraian tahun 2005. Menurut Munti (2007) perceraian gara-gara selingkuh juga 10 kali lipat dibanding perceraian karena penganiayaan yang hanya 916 kasus atau 0,6 %. Dan perselingkuhan itu diperkirakan akan naik. Banyak hal yang memotivasi dan menjadi latar belakang pasangan suami istri melakukan perselingkuhan, yang sebenarnya hal tersebut merupakan indikator ketidakberesan di dalam rumah tangga mereka, walau sekecil apapun. Berbagai beban, tekanan, dan problem hidup yang menumpuk dan bervariasi yang dialami pasangan suami istri di dalam rumah tangga mereka merupakan faktor utama; mulai dari masalah ekonomi, masalah anak, masalah keluarga besar (bisa dari keluarga salah satu pihak atau malah kedua belah pihak), masalah psikis, komunikasi yang buruk, tempat tinggal terpisah di kota yang berjauhan, masalah pekerjaan, perbedaan status sosial dan pendidikan yang mencolok, perbedaan persepsi dan idealisme yang mencolok, terjebak pada rutinitas, kejenuhan, masalah seksual, dan masih banyak lagi (Rini, 2001). Gunadi (2006), menyebutkan bahwa dalam sebuah perselingkuhan, ada tiga unsur yang terkandung, yaitu : (a) saling ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah bercakap-cakap dan menjalin hubungan; (b) setelah tertarik, maka masuklah ke tahap berikutnya yaitu tahap saling ketergantungan. Pada kondisi ini, seseorang benar-benar mulai mencurahkan dirinya dan bagian hidupnya kepada

4 orang yang dikaguminya, sehingga pada waktu orang yang dikagumi tidak ada akan merasa sangat kehilangan, merasa tidak nyaman dan selalu menanti-nanti kedatangannya; (c) setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi. Kedua orang tersebut saling memenuhi kebutuhan emosional masingmasing. Misalnya, yang satu punya problem dengan keluarganya, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut. Biasanya, kalau ada unsur-unsur seperti ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut. Menurut Rini (2001), biasanya pasangan yang menghadapi masalah perselingkuhan akan mengalami kondisi depresi yang lebih berat daripada pasangan yang menghadapi permasalahan lainnya. Tidak jarang salah satu pihak karena tidak tahan akan beban mental yang harus ditanggung, akhirnya memutuskan untuk bunuh diri atau membunuh pasangannya. Hal ini berkaitan dengan perasaan tidak berharga dan terbuang yang dirasakan oleh korban. Pasangan yang menjadi korban perselingkuhan akan merasa sangat terpukul, marah, sakit hati, benci pada suami/istri dan selingkuhannya, hilang total kepercayaan, tidak lagi bisa menghormati pasangan, hingga akhirnya tidak mampu lagi membangun cinta kasih dan persahabatan yang selama ini menjadi pengikat dalam kehidupan perkawinannya. Dampak lain yang dirasakan adalah sulit tidur, malas makan, tidak memperhatikan kesehatan atau penampilan dirinya. Perselingkuhan dapat terjadi sekalipun pada hubungan yang terjalin kuat dengan meninggalkan perasaan terkhianati, merasa bersalah dan marah. Menurut American Association for Marriage and Family Theraphy (dalam Rini,

5 2007) ada 25 % pasangan menikah sulit mengatasi masalah ini. Tetapi dengan dukungan keluarga, teman, ahli terapi dan pengertian diantara pasangan sendiri tidak menutup kemungkinan pasangan mengakhiri perselingkuhan untuk kembali membangun hubungan yang lebih kuat (Rini, 2007). Pada sebagian orang, perselingkuhan yang terungkap memberikan pukulan berat dan derita psikologis. Orang yang menjadi korban atas perselingkuhan pasangannya memberikan respon yang berbeda-beda dalam menyikapi masalahnya. Ada beberapa diantaranya yang merasa tidak kuat untuk mempertahankan perkawinan dan memilih bercerai. Ada yang tetap mempertahankan perkawinannya karena alasan anak ataupun alasan yang lain. Namun sebagian orang, memberikan pemaknaan dengan cara pandang yang berbeda, sehingga mampu untuk bangkit dan menata kembali kehidupannya sekalipun tidak bersama pasangannya lagi (Rini, 2007). Perselingkuhan umumnya terjadi ketika pasangan suami istri berada di antara masa dewasa muda dan dewasa madya (Supardi dan Sadarjoen, 2001). Pengalaman pahit akibat perselingkuhan suami membuat perempuan lebih mudah depresi dan sukar pulih kembali (Spring, 1997). Istri yang mengalami perselingkuhan menjadi kurang mampu menjalankan fungsi-fungsi psikisnya, kurang dapat melihat kebaikan dirinya, sulit membina hubungan yang akrab dan hangat dengan orang lain, kurang mampu mengambil keputusan sendiri, sulit mengatur berbagai aktivitas yang harus dilakukannya, kehilangan minat mengembangkan potensi yang dimilikinya, bahkan dapat kehilangan makna hidupnya (Yulianto, 2000).

6 Memang ada rumah tangga yang tampak tidak terusik ketika masalah perselingkuhan melanda kehidupan pasangan itu. Hal demikian sebenarnya dalam hubungan antara suami dengan istri sudah sejak lama tidak ada lagi ikatan cinta kasih di antara pasangan suami istri tersebut. Istilahnya, di antara pasangan suami istri tersebut sudah terjadi keretakan/terpecahan emosi sejak bertahun-tahun lamanya sehingga tidak peduli lagi apa yang akan terjadi. Ikatan perkawinan yang ada pada dasarnya sudah tidak berarti apa-apa jauh sebelum masalah perselingkuhan itu terjadi (Rini, 2001). Berbeda dengan pernyataan di atas, ada pula seorang istri menemukan suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain, akan tetapi tetap berusaha mempertahankan keutuhan perkawinan tersebut karena demi kehidupan anakanak di kemudian hari, supaya tetap mendapatkan jaminan hidup yang layak. Adapun alasan yang kedua adalah karena diri sang istri sendiri yang merasa tidak mampu hidup sendiri, entah karena alasan ekonomi ataupun alasan psikologis (Rini, 2001). Dari fenomena tersebut di atas maka dapat diambil suatu rumusan pokok yang hendak menjadi dasar penelitian ini, yaitu Bagaimana emosi yang dialami pada perempuan yang menjadi korban perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga? B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emosi yang dialami pada korban perselingkuhan dalam kehidupan rumah tangga, yang meliputi :

7 1. Dinamika psikologis yang ada pada perempuan yang menjadi korban perselingkuhan atas pasangan resminya. 2. Dampak yang muncul pada korban sebagai akibat dari perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan resminya. 3. Faktor-faktor yang mendorong istri untuk mempertahankan perkawinannya dari perceraian akibat perselingkuhan oleh suaminya. C. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan informasi, baik secara tertulis maupun tidak, yang dapat digunakan untuk mencari solusi dari fenomena perselingkuhan, sekaligus mencari penangannya. 2. Bagi peneliti dan peneliti yang lain Diharapkan bisa menambah wawasan tentang perselingkuhan pada khususnya dan psikologi perkembangan pada umumnya, beserta korelasinya dengan ilmu-ilmu yang lain. Di mana permasalahan perselingkuhan tidak saja diungkap dengan ilmu psikologi, akan tetapi permasalahan tersebut bisa juga diungkap dengan ilmu-ilmu yang lain. Jadi hasil penelitian ini bisa menjadi tambahan data bagi peneliti lain yang juga meneliti tentang perselingkuhan. 3. Bagi ilmu Psikologi Diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berguna untuk

8 perkembangan ilmu psikologi khususnya dalam bidang kajian psikologi perkembangan yang mempelajari masalah perselingkuhan dalam rumah tangga. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang perselingkuhan telah banyak dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hasil penelitian yang berkaitan dengan perselingkuhan menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perselingkuhan diantaranya adalah karena tidak adanya hubungan harmonis dalam keluarga, faktor ekonomi, sosial dan psikologi (Suciptawati dan Susilawati, 2006). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa perselingkuhan merupakan pengalaman yang tragis dalam kehidupan yang dijalani para korbannya (Regina dan Risnawaty, 2006). Penelitian lain juga dilakukan oleh Nirwana (2004) mengungkap tentang kecenderungan perselingkuhan ditinjau dari rasa kesepian. Penelitian yang akan penulis lakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena penulis belum menemukan penelitian yang memfokuskan tentang emosi yang dialami pada korban perselingkuhan.