BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan pesat, dikarenakan letak geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudra.sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia berada dalam posisi penting di tengah lalu lintas dunia internasional. Letak stategis yang dimiliki oleh Negara Indonesia pada kenyataanya mempunyai dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari letak tesebut ialah Indonesia dilalui oleh persimpangan lalu lintas internasional baik itu di udara dan juga di laut, dengan kenyataan tersebut Indonesia kemudian menjadi negara yang potensi perekonomiannya baik sebab negara industri dan negara berkembang menjadikan Indonesia sebagai titik industri mereka. Letak geografis tersebut juga menimbulkan dampak negatif, yaitu dengan banyaknya perdagangan yang masuk melalui Indonesia, maka dapat membuat Indonesia menjadi lahan subur dengan meningkatnya kejahatan Internasional berupa narkotika, obat-obatan terlarang dan teroris. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya sudah menjadi masalah nasional maupun internasional, karena pada kenyataannya kejahatan narkotika memang telah menjadi sebuah kejahatan transnasional yang dilakukan oleh kelompok kejahatan terorganisir. Perkembangan saat ini, penyalahgunaan narkotika telah 1
tersebar secara luas pada berbagai jenjang usia dan di seluruh lapisan masyarakat. Pada kancah internasional, di akui oleh beberapa negara bahwa penanggulangan dan pemberantasan kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya bukan suatu pekerjaan yang mudah.banyak negara yang cukup kesulitan dalam menangani kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya. Perkembangan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah narkotika yang beredar dari tahun 2013-2015. Tercatat dalam tahun 2013 Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan penyitaan narkotika jenis Shabu melalui penggeledahan yang dilakukan di sejumlah tempat yang dicurigai rawan peredaran narkotika termasuk di bandara dengan jumlah narkotika yang disita sebanyak 398.602,55 gram. Jumlah ini meningkat di tahun 2014 yaitu sebanyak 429.443,36 gram, meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan dengan memberikan hukuman berat kepada para pelaku namun hal tersebut masih kurang efektif. Jumlah shabu yang disita oleh BNN di tahun 2015 melonjak dratis yaitu sebanyak 4.420.166,834 gram 1. Cara atau modus operandi yang dipakai oleh pengedar narkotika tiap tahun juga mengalami peningkatan seperti halnya jumlah narkotika yang beredar di Indonesia. Pada mulanya peredaran narkotika dilakukan secara 1 Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2015 Edisi Tahun 2016. 2
langsung atau dengan kata lain antara pengedar dengan pembeli bertemu secara langsung, namun modus itu terus berkembang. Pada akhir desember tahun 2016 modus operandi peredaran gelap narkotika terungkap oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah tepatnya terungkap di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kasus tersebut terungkap dalam operasi gabungan antara BNNP Jawa Tengah, Dikjen Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY serta kantor pos semarang. Berdasarkan operasi gabungan tersebut terdapat tiga tersangka yang berhasil diungkap.ketiga tersangka tersebut memiliki perannya masing-masing dalam kasus tersebut. Tersangka pertama berperan sebagai pemesan narkotika golongan I dari Jerman, tersangka kedua berperan untuk mengambil narkotika tersebut di kantor pos Semarang serta mengedarkannya, sedangkan tersangka ketiga membantu untuk mengamankan atau menyimpan narkotika ditempat kosnya.menurut keterangan dari Kepala BNNP Jawa Tengah pemesanan serta pembelian narkotika tersebut melalui forum Drug s di dunia maya. Pelaku mengaku membeli narkotika dari sebuah akun internet bernama @Homer, setelah paketan sampai di Semarang plaku membayar nerkotika tersebut memakai bitcoin 2. Berbagai upaya berupa pencegahan, pemberantasan maupun penanggulangan permasalahan peredaran gelap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya telah dilakukan melalui peraturan perundang-undangan 2 Tribun Jateng, Pemesan Narkotika Tiga Negara Via Daring Gunakan Bitcoin, Inilah Modus Baru, 28 Desember 2016, hlm 7. 3
mengenai narkotika, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.Pada tahun 2009 undang-undang tersebut di amandemen menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Undang-undang tersebut di yakini dapat memberikan efek jera yang di iringi dengan harapan semakin berkurangnya jumlah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya di indonesia. Pelaksanaan upaya pencegahan juga telah di lakukan baik oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) di tingkat pusat sampai dengan kabupaten/kota melalui upaya-upaya penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya narkoba serta langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian di bantu instansi-instansi terkait lainnya. Kepolisian dalam tugasnya adalah melakukan penyelidikan penyidikan. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan definisi penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna manentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang di atur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dapat dilakukan setelah penyidik menentukan suatu peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana.istilah penidikan di atas dipakai sebagai 4
1961.Sebelumnya dipakai istilah pengusustan yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda opsporing 3. Pasal 1 angka 1 KUHAP menyebutkan yang dimaksud penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang di beri wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Selain penyidik dalam proses penyidikan ada pula penyidik pembantu yaitu pejabat Kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan. Suatu penyidikan dapat dimulai ketika adanya pelaporan atau pengaduan, pelaporan atau pengaduan ini dapat dilakukan oleh korban tindak pidana atau saksi-saksi atau orang lain yang mengetahui terjadinya suatu tindak pidana. Hal tersebut dapat dilakukan atau diterapkan dalam tindak pidana biasa, namun tidak dapat dilaksanakan dalam tindak pidana khusus seperti tindak pidana penyalahgunaan narkotika.hal tersebut tidak dapat diterapkan karena mengingat dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika tersebut korban juga merupakan pelaku maka tidaklah mungkin ada pelaporan dari pihak korban. Sehingga untuk memperjelas adanya tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat berasal dari informasi masyarakat atau dari sumber lain. Sumber-sumber informasi dari kasus penyelahgunaan narkotika dapat meliputi berbagai macam.dapat menggunakan informasi yang didapat dari teman sejawat, atau dari orang yang memiliki hubungan erat dengan 3 Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana Jilid I, (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005), hlm 45. 5
petugas operasi.informasi juga bisa di dapatkan dari mantan pecandu narkotika. Hal ini dapat digunakan karena mantan pecandu narkotika merupakan fakta hidup yang dapat membeberkan informasi tentang pecandu narkotika yang lain. Informasi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut dapat di jadikan dasar untuk melakukan penyelidikan, untuk kemudian menentukan dapat atau tidaknya diadakan penyidikan. Tersangka dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika dapat di bedakan manjadi pemakai dan pengedar.pemakai adalah orang yang memiliki narkotika untuk digunakan sendiri. Sedangkan pengedar adalah orang yang memiliki narkotika untuk dijual atau di perdagangkan kepada orang lain guna mendapatkan imbalan berupa uang. Dalam menentukan bahwa tersangka merupakan pengedar atau pemakai oleh tim penyidik dapat digunakan barang bukti yang di dapatkan dalam proses penyidikan untuk kemudian dapat di tentukan apakah pelaku tersebut merupakan pemakai atau pengedar atau bahkan keduanya. Pengertian narkotika secara umum adalah suatu kelompok zat yang bila dimasukan ke dalam tubuh manusia akan membawa pengaruh ke dalam tubuh pemakai yang bersifat menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan 4. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat dilihat pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat 4 Nyoman Serikat, Kapita Selekta Hukum Pidana,(Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005), hlm 133. 6
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. Tindak Pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Walaupun dalam undang-undang ini tidak disebutkan dengan tegas bahwa tindak pidana yang ada di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana yang ada di dalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya jika narkotika hanya di gunakan untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan. Maka apabila ada perbuatan yang diluar kepentingan-kepentingan tersebut merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakai narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.perkembangan kejahatan narkotika pada saat ini telah menakutkan kehidupan masyarakat. Dibeberapa negara termasuk Indonesia, telah berupaya untuk meningkatkan program pencegahan dari tingkat penyuluhan hukum sampai kepada program pengurangan pasokan narkoba atau narkotika. Berdasarkan Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, di atur tentang penyidik khusus untuk menangani masalah narkotika karenan mengingat tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus yang tidak semua kepolisian paham tentang narkotika. Maka pada 7
tahun 2002 sebelum di bentuknya Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, presiden mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) No 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menmpunyai tugas dan fungsi : 1. Mengoordinasi instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. 2. Mengoordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Tujuan dari di bentuknya BNN ialah untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Setelah dibentuknya BNN pemberantasan narkotika semakin meningkat, tercatat di tahun 2015 saja BNN menangani 659 kasus yang berhubungan dengan narkotika 5. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang Proses Penyidikan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Guna Menentukan Kualifikasi Pengedar Atau Pemakai Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 5 Jurnal DataPencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2015 Edisi Tahun 2016. 8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan pertimbangan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diteliti dalam penulisan hukum ini adalah: 1. Bagaimanakah kualifikasi pengedar dan pemakai berdasarkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika? 2. Bagaimanakah proses penyidikan tindak pidana narkotika guna menentukan kualifikasi pengedar atau pemakai yang dilakukan oleh penyidik Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kualifikasi pengedar dan pemakai berdasarkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 2. Mengetahui proses penyidikan tindak pidana narkotika guna menentukan kualifikasi pengedar atau pemakai yang dilakukan oleh penyidik Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 9
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat darisegi teoritis dan segi praktis. 1. Manfaat teoritis a. Manfaat teoritis dari penelitian hukum ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengatahuan hukum pada umumnya dan bidang hukum acara pidana pada khususnya, sekaligus ikut andil melengkapi literatur atau bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah sistem penyidikan terhadap pelaku tindak pidana narkotika. b. Diharapkan penulisan hukum ini berguna untuk memberikan dasardasar bagi civikas akademika dalam penulisan-penulisan lainnya. 2. Manfaat praktis a. Manfaat praktis dari penulisan hukum ini adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai pedoman dalam melakukan kebijakan yang diambil oleh aparat penegak hukum berkaitan dengan proses penyidikan terhadap kasus-kasus tindak pidana narkotika. b. Menambah pengetahuan dan mengembangkan pemahaman penulis didalam memahami berbagai aspek hukum dalam teori dan praktik, terutama dalam permasalahan proses penyidikan tindak pidana narkotika. 10
c. Sebagai persyaratan bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Program Sarjana Strata Satu Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. E. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, terdiri dari empat sub bagian yaitu sub bab A tentang pendahuluan, sub bab B tentang permasalahan, sub bab C tentang manfaat penelitian, dan sub bab D tentang sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, terdiri dari tiga sub bab yaitu sub bab A sejarah peraturan perundang-undangan narkotika, sub bab B tinjauan umum tentnag tindak pidana dan narkotika, dan sub bab C tinjauan umum tetang penyidikan. Bab III Metode Penelitian, terdiri dari lima sub bab yaitu sub bab 1 tentang metode pendekatan, sub bab 2 spesifikasi penelitian, sub bab 3 sumber data, sub bab 4 metode pengumpulan data, dan sub bab 5 metode analisis data. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, teridiri dari dua sub bab yaitu sub bab A kualifikasi pengedar dan pemakai berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan sub bab B tentang proses penyidikan tindak pidana narkotika guna menentukan kualifikasi pengedar atau pemakai oleh penyidik Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. 11
Bab V Penutup, terdiri dari dua sub bagian yaitu sub bab A kesimpulan dan sub bab B saran. 12