BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

MONITORING LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

1. Pengantar A. Latar Belakang

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

Struktur dan Komposisi Mangrove di Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara Jamili

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

PEMANFAATAN PERSEMAIAN BERTINGKAT UNTUK PRODUKSI BIBIT DALAM KERANGKA REHABILITASI HUTAN MANGROVE SPESIFIK LOKASI. Bau Toknok 1 Wardah 1 1

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

IDENTIFIKASI VEGETASI MANGROVE DI SEGORO ANAK SELATAN, TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, BANYUWANGI, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

KEHADIRAN PERMUDAAN ALAM MANGROVE DI KAWASAN SUNGAI BUAYA DAN SUNGAI PAMUSIAN, TARAKAN

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

TINJAUAN PUSTAKA. pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

Komposisi Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Di Kawasan Hutan Perapat Benoa Desa Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar, Propinsi Bali

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ABSTRAK

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI PENYUSUN ZONASI HUTAN MANGROVE TANJUNG PRAPAT MUDA-TANJUNG BAKAU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

PROFIL HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

MONITORING LINGKUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

STRUKTUR KOMUNITAS DAN PENYEBARAN MANGROVE SERTA UPAYA PENGELOLAANNYA OLEH MASYARAKAT DISTRIK TEMINABUAN, KABUPATEN SORONG SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

II. TINJAUAN PUSTAKA

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

sangat penting saat ini. Fakta akan pentingnya ekosistem mangrove dan ancaman yang

Kata kunci: rehabilitasi, mangrove, silvofhisery

Hasil dan Pembahasan

ABSTRACT. Keywords: Mangrove Composition, Mangrove Species, Mangrove Zones, Marsegu Island.

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan persekutuan antara tumbuhan dan binatang dalam suatu asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama dengan lingkungannya membentuk suatu sistem ekologis dimana organisme dan lingkungan saling berpengaruh di dalam suatu siklus energi yang kompleks (Spurr, 1973). Hal ini menyebabkan pengelolaan kawasan hutan tidaklah mudah untuk di kelola jika tidak menggunakan sistem silvikultur yang benar. Pengelolaan kawasan hutan pada saat ini mengarah kepada pengelolaan hutan dengan konsep Sustainable Forest Management (SFM). Prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan yaitu suatu prinsip yang mengutamakan keseimbangan antara fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial hutan. Hal ini dicirikan dengan produktivitas hasil hutan yang berkesinambungan tanpa menurunkan nilai dan produktivitas suatu kawasan. Ekosistem mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut (Anonim, 1978). Ekosistem mangrove selain berperan sebagai penahan abrasi, ekosistem mangrove juga dapat berperan sebagai penyedia makanan bagi mahkluk hidup yang mendiami ekosistem mangrove. Kusmana (2002) menyatakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Ekosistem Mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove. Menurut Supriharyono (2000), terdapat 38 jenis mangrove yang terdapat di Indonesia, jenis-jenis yang tumbuh di Indonesia antara lain Rhizophora, Bruguiera, Avicennia, Sonneratia, Xylocarpus, Barringtonia, Lumnitzera, dan Ceriops. Hutan mangrove memiliki tempat tumbuh yang sangat unik yaitu tumbuh di tempat yang selalu tergenang air dengan salinitas yang tinggi di daerah pantai dan tanah

yang berlumpur di bagian sungai (Indriyanto, 2006). Ekosistem mangrove dibagi berdasarkan zonasi yang dipengaruhi pasang surut air laut. Keberadaan suatu ekosistem mangrove memiliki peran yang sangat penting bagi makluk hidup dilihat dari ekologis kawasan maupun sosial ekonomi. Ekosistem mangrove juga memiliki fungsi fisik yaitu menjaga kestabilan pantai, menyerap polutan yang terkandung di dalam air (Gunawan dan Anwar. 2004), pembenihan udang, areal budidaya ikan tambak serta sebagai kawasan ekowisata dan sumber kayu (Anwar et al. 1984). Pengelolaan hutan di Papua telah dimulai sejak tahun 1978 dan pada saat ini umumnya telah dilakukan pada hutan bekas tebangan yang telah memasuki rotasi ke dua, hal ini mengakibatkan perubahan struktur dan komposisi tegakan serta perubahan potensi tegakan (Marwa, 2009; Kuswandi dan Harisetijono, 2014). Papua merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki banyak keunikan dari segi biologi seperti (Karakter hutan dan biota), dan topografi (Petocs, 1987; Muller, 2005: Kartikasari et al., 2012). Hal ini menyebabkan struktur dan komposisi hutan pada setiap lokasi berbeda beda. Kegiatan inventarisasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui sebaran diameter serta permudaan yang terdapat pada suatu kawasan yang erat kaitannya dengan parameter lainnya untuk memprediksikan potensi yang terdapat di dalam kawasan. dengan mengetahui sebaran diameter dan sebaran permudaan perusahaan dapat mendapatkan data profil hutan secara horizontal serta seberapa besar permudaan yang terdapat di suatu kawasan, hal ini dimaksudkan untuk menentukan strategi penebangan agar hutan lestari. Di Papua satu- satunya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang mendapat izin mengelola kawasan hutan mangrove yaitu PT Bintuni Utama Murni Wood (BUMWI). Ijin Pemanfaatan (HPH/IUPHHK) didasarkan atas SK HPH nomor 174/Kpts-IV/1988 tertanggal 21 Maret 1988, dengan addendum Nomor 94/Kpts-II/1995 tanggal 13 Februari 1995 berlaku selama 20 tahun, dengan 2

perpanjangan melalui Nomor : SK. 213/MENHUT-II/2007 tanggal 28 Mei 2007 yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2052 (45 tahun) atas areal seluas 82.120 ha. Pengelolaan hutan mangrove yang dilakukan oleh IUPHHK-HA PT. BUMWI tidak sepenuhnya menggunakan sistem silvikultur hutan payau pada umumnya, perusahaan menggunakan sistem tebang rumpang. Hal ini disebabkan dalam proses pemanenan perusahaan tidak memilih pohon yang akan ditebang melainkan menebang habis dengan luasan antara 1 2 ha. Dalam melakukan kegiatan eksploitasi, perusahaan melakukan dengan cara manual. Perusahaan hanya menggunakan alat chainsaw untuk penebangan dan pembagian batang. 3

1.2. RUMUSAN MASALAH Pengelolaan hutan Mangrove di Papua yang dilakukan oleh IUPHHK-HA PT. BUMWI dan hampir semua unit lahan telah memasuki siklus tebangan kedua. Hal ini menyebabkan kondisi hutan bekas tebangan telah mengalami perubahan dari struktur dan komposisi tegakannya, baik pada hutan daratan maupun hutan mangrove. Dampak dari perubahan yang terjadi yaitu menurunnya jumlah unit pengelolaan maupun produksi. Kegiatan penebangan yang dilakukan oleh IUPHHK secara tidak langsung akan berakibat pada perubahan komposisi dan struktur hutan mangrove. Sejalan dengan perubahan tersebut akan mengakibatkan hutan menjadi bentuk semula atau berbeda dari keadaan yang semula sebelum dilakukan kegiatan penebangan. Perubahan komposisi dan struktur hutan dapat diduga dari kondisi permudaan dan komposisi permudaan di dalam lokasi bekas tebangan. Struktur dan komposisi tegakan pada suatu lokasi dapat mencerminkan aspek kelestarian pada suatu kawasan. Analisis vegetasi menjadi salah satu alat penentu untuk strategi tebangan yang mendasarkan kelestarian; oleh karena itu permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini yaitu bagaimana kondisi struktur dan komposisi hutan mangrove bekas tebangan pada beberapa lokasi di IUPHHK-HA PT. Bintuni Utama Murni Wood Industri (BUMWI) dan bagaimana kelestarian ekosistem mangrove pada areal bekas tebangan dan pada hutan primer. 4

1.3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengaetahui kelimpahan jenis berdasarkan struktur dan komposisi mangrove pada kawasan hutan primer dan berbagai lokasi bekas tebangan (1 tahun, 10 tahun, 20 tahun). 2. Mengetahui sebaran permudaan, sebaran diameter, dan keanekaragaman jenis pada masing masing tegakan 1 tahun bekas penebangan, 10 tahun bekas tebangan, 20 tahun bekas tebangan dan hutan primer. 1.4. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kelimpahan jenis pada beberapa lokasi penelitian, baik pada areal hutan primer maupun areal bekas tebangan. 2. Untuk mengetahui kelestarian ekosistem mangrove sebelum dan sesudah penebangan dilakukan. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak perusahaan untuk pengelolaan kawasan bekas tebangan. Serta sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan potensi kawasan khususnya kawasan mangrove setelah dilakukan penebangan. 5

1.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai struktur dan komposisi hutan mangrove bekas tebangan masih jarang dilakukan, khususnya untuk hutan mangrove di Papua. Penelitian yang hampir sama telah dilakukan tetapi ada perbedaan dari objek dan metode atau sebaliknya objek penelitian sama tetapi metode yang digunakan berbeda. Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang menjadi pembanding serta acuan bagi penelitian ini dapat dilihat dari Tabel 1.1. 6

Tabel 1.1. Penelitian yang berhubungan dengan permudaan, diameter dan keragaman jenis pada hutan mangrove bekas tebangan. No Nama, Tahun 1 Agusrinal, Nyoto Santoso, Lilik Budi Prasetyo, 2015 2 Fredericko Bayu Komponen Pembanding Judul Tujuan Hasil menganalisis, menguraikan struktur, dominasi vegetasi mangrove, zonasi, dan permudaan alami di Pulau Kaledupa TNW. Tingkat Degradasi Ekosistem Mangrove Di Pulau Kaledupa,Taman Nasional Wakatobi. Identifikasi Pola Sebaran Horizontal, mengidentifikasi struktur horizontal tegakan hutan komunitas mangrove di Pulau Kaledupa pada strata pohon didominasi oleh spesies Bruguiera gymnorrhiza, strata tiang didominasi oleh spesies Rhizophora mucronata, dan pada strata sapihan dan semai didominasi oleh spesies Ceriops tagal. Zonasi mangrove di Pulau Kaledupa terdiri atas empat zona, yaitu Zona R. mucronata, R. apiculata, Ceriops tagal, dan C.decandra. Tinggi penggenangan air laut merupakan faktor pengendali terjadinya zonasi mangrove di Pulau Kaledupa. Spesies C.tagal dan C.decandra memiliki tingkat permudaan alami baik, sedangkan spesies R.mucronata, R.apiculata, B.gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, Sonneratiaalba, dan Avicennia marina memiliki permudaansecara alami rendah. 90,91% sebaran diameter hutan alam mangrove di PT. BUMWI dapat 7

Khrisnayoga Saka, Ronggo Sadono, Djoko Soeprijadi, 2015 3 Abdullah Syarief Mukhtar, N.M. Heriyanto, 2012 4 Dian sulastini, 2011 Hutan Alam Mangrove Dengan Weibull Berparameter Tiga di PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat) Keadaan Suksesi Tumbuhan Pada Kawasan Bekas Tambang Batubara di Kalimantan Timur (Plant Succession at Ex Coal Mine Area in East Kalimantan) Struktur Dan Komposisi Hutan Mangrove Di Teluk Pangpang Taman Nasional Alas Purwo alam mangrove dengan menerapkan model sebaran Weibull berparameter-3. Mengetahui percepatan suksesi di hutan tanaman revegetasi masing-masing berumur enam tahun, 10 tahun, dan 12 tahun. mengetahui struktur populasi maupun komunitas dan komposisi jenis penyusun hutan mangrove di Teluk Pangpang, TN Alas Purwo. digambarkan secara luwes dengan Weibull berparameter tiga. Struktur horizontal pada areal bekas tebangan tahun 1990, 1994, 2007, 2008, dan 2013 memiliki pola sebaran yang paling menyerupai hutan primer. Proses suksesi alami secara ekologis hutan revegetasi bekas tambang akan mengalami suksesi dengan jenis pohon pionir di atas enam tahun. Dengan demikian semakin bertambah umur hutan tanaman revegetasi, semakin banyak jenis yang tumbuh secara alami. Nilai indeks keanekaragaman mangrove di Teluk Pangpang, TN Alas Purwo ini dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Wiener dengan nilai berkisar antara 0,9718 (pada tingkat semai) hingga 1,6448 (pada tingkat pohon). Distribusi spasial yang didapatkan ada 2 pola, yaitu pola mengelompok dan seragam/teratur. Jenis-jenis yang memiliki jumlah individu yang relatif banyak memiliki pola penyebaran mengelompok (Bruguiera 8

9 gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Ceriops tagal, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba), sedangkan jenis-jenis yang memiliki jumlah individu yang relatif sedikit memiliki pola penyebaran seragam/teratur (Aegiceras corniculatum, Avicennia lanata, Avicennia marina, Ceriops decandra, Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis, Lumnitzera rasemosa, Xylocarpus mollucensis), kecuali X. granatum yang memiliki jumlah sedikit tetapi memiliki pola mengelompok.