BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Disiplin Berlalu Lintas. dalam berkendara (Fatnanta dalam Wardana, 2009). Pola berpikir tertentu yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

BAB II KAJIAN TEORI. dengan disciple yaitu individu yang belajar dari atau secara suka rela

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

BAB 1 PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lalu lintas dan angkutan jalan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Modal Dasar Yang Harus Dimiliki Oleh Pengendara. a. Indera : Sesuatu yang membuat pengemudi waspada dalam mengemudi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Lalu lintas didalam undang-undang no 22 tahun 2009 didefinisikan sebagai

BAB III PRAKTIK MASYARAKAT KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN MEMILIKI MODA ANGKUTAN DAN KETAATAN TERHADAP LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk melayani pergerakan manusia dan barang secara aman, nyaman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB II LANDASAN TEORI. Supir (pengemudi) atau bahasa Inggrisnya driver adalah orang yang

Detail denda lalu lintas berserta pasal ( tilang ),

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalah. Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah

BAB I PENDAHULUAN. menurut data statistik dari OICA (Organisation Internationale des Constructeurs

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

BAB I PENDAHULUAN. Aman dalam berkendara, bukanlah sebuah slogan sebuah instansi

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keselamatan berasal dari kata dasar selamat. Menurut Kamus Besar

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berkendara yang aman sangat diperlukan di dalam berlalu lintas untuk

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1993 TENTANG PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

PERBEDAAN SIKAP DISIPLIN BERLALU LINTAS DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN. NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak permasalahan seperti persoalan ketertiban, kelancaran, dan keselamatan lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. bahwa : Tidak ada satupun lembaga kemasyarakatan yang lebih efektif di dalam. secara fisik tetapi juga berpengaruh secara psikologis.

STUDI TENTANG PERILAKU PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SAMARINDA The study on the behavior of motorists in Samarinda

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. heran karena seirama dengan kemajuan dalam berbagai kehidupan, pertambahan

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

PERILAKU PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI JALAN LAKSDA ADISUCIPTO, YOGYAKARTA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Disiplin Berlalu lintas dalam Bidang Bimbingan Sosial

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

BAB II TATA TERTIB LALU LINTAS BAGI KENDARAAN BERMOTOR. yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

BAB III LANDASAN TEORI. Tata cara berlalu lintas dijelaskan pada Undang-Undang Republik

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN DALAM BERLALU LINTAS DENGAN KINERJA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang memiliki satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengguna jalan itu bukan hanya satu, dua atau tiga orang. Belasan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemakai jalan raya. Ada bermacam-macam rambu lalu lintas yang dipasang baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan 4 Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. dengan Kampus, sekolah, dan rumah sakit.

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KESELAMATAN DIRI DENGAN DISIPLIN BERLALU LINTAS PADA PENGENDARA SEPEDA MOTOR NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Disiplin Berlalu Lintas 1. Pengertian Perilaku Disiplin Berlalu Lintas Perilaku disiplin berlalu lintas merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh tingkat usia dengan bertambahnya usia seseorang yang diharapkan tingkah lakunya semakin terarah karena memiliki kecerdasan emosi yang baik dan tidak mudah bersikap emosional, sehingga dapat mematuhi peraturan yang berlaku dalam berkendara (Fatnanta dalam Wardana, 2009). Pola berpikir tertentu yang dianut seseorang akan mempengarui sikapnya dan lazimnya membentuk perilaku tertentu yang menjadi pola perilaku apabila berlangsung secara berkesinambungan (Soekanto dalam Wesli, 2015). Menurut Prijodarminto (dalam Sari, 2015) menyatakan disiplin berlalu lintas adalah sebagai suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban di jalan raya. Disiplin akan membuat seseorang untuk menjadi terlatih dan terkontrol, dengan mengajari pengendara bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan yang tidak pantas dan yang masih asing bagi pengendara terutama saat berada di jalan raya. Disiplin akan membuat seseorang atau kelompok tahu dan dapat membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan atau yang tidak sepatutnya dilakukan, karena merupakan hal-hal yang dilarang. Bagi seorang yang berdisiplin, karena sudah menyatu dalam 10

11 dirinya, maka perilaku yang dilakukan bukan lagi dirasakan sebagai beban, namun sebaliknya akan membebani dirinya apabila pengendara tidak berbuat disiplin. Nilai-nilai kepatuhan telah menjadi bagian dari kehidupan seseorang atau kelompok. Siswanto (dalam Sari, 2015) mendefinisikan disiplin sebagai sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat pada peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengeluh untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar atas aturan-aturan tersebut. Purwadi (dalam Nandipinta, 2012) berpendapat, seorang dikatakan disiplin dalam berlalu lintas jika mematuhi peraturan tentang apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas di jalan, baik dalam bentuk rambu-rambu atau tidak. Menurut Lulie (dalam Wesli 2015) perilaku berkendara didefinisikan sebagai tingkah laku pemilik atau pengguna kendaraan dalam mengemudi dan merawat kendaraannya. Menurut Undamg-Undang No.22 Tahun 2009, kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan tersebut. Kedisiplinan berlalu lintas adalah adalah seseorang mematuhi apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas dijalan, baik dalam rambu ataupun tidak, dimana larangan-larangan tersebut termuat didalam disiplin berlalu lintas merujuk pada Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 yang menerangkan bahwa segala perilaku pengguna jalan baik bermotor ataupun tidak dijalan raya yang sesuai dengan undang-undang ataupun peraturan lalu lintas yang telah ditetapkan (Hary dalam Noor, 2015).

12 Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) yang mengatakan kesesuaian antara perilaku seseorang dengan perilaku orang lain yang didorong oleh keinginannya sendiri. Menurut Green (dalam Notoatmodjo, 2007), tingkat pendidikan merupakan faktor predisposisi seseorang berperilaku. Pendidikan merupakan faktor yang mendasar untuk memotivasi terhadap perilaku atau memberikan referensi pribadi dalam pengalaman belajar seseorang. Jadi tingkat pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan serta bagaimana seseorang tersebut bersikap dan berperilaku. Seseorang yang berpendidikan rendah akan susah untuk menyerap suatu inovasi baru sehingga akan mempersulit dalam mencapai perubahan seperti yang diharapkan (Hamid dalam Firmansyah, Rahim, & Wahyu 2013). Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan maka peneliti menyimpulkan perilaku disiplin berlalu lintas adalah sikap untuk mematuhi peraturan lalu lintas yakni yang boleh dilakukan maupun yang tidak boleh dilakukan baik berupa rambu-rambu dan lain sebagainya ketika seseorang sedang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. 2. Aspek-Aspek Perilaku Disiplin Berlalu Lintas Menurut Fatnanta (dalam Wardana, 2009) aspek disiplin berlalu lintas, yaitu : a. Pemahaman terhadap peraturan lalu lintas yang termuat dalam UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dijadikan oleh pengendara sebagai pedoman saat di jalan raya. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berisikan mengenai apa yang boleh dilakukan (perintah) dan apa

13 yang tidak boleh dilakukan (larangan) bagi pengguna jalan saat berkendara motor. b. Tanggung jawab atas keselamatan baik pada diri sendiri maupun orang lain akan terwujud jika didukung dengan rasa saling menghargai sesama pengguna jalan raya. c. Kehati-hatian dalam berlalu lintas dapat terwujud dengan adanya rasa ketenangan jiwa yang selalu siap dan tidak lengah dengan kondisi jalan raya saat mengendarai kendaraan bermotor. Kehati-hatian dapat terlihat pada sikap konsentrasi saat berkendara di jalan raya. d. Kesiapan diri dan kondisi kendaraan harus tetap terjaga dan diperiksa terlebih dahulu agar tidak membahayakan pengemudi saat berkendara di jalan raya.... Menurut Sutawi (2006) aspek disiplin berlalu lintas antara lain : a..alertness (kewaspadaan) merupakan faktor utama yang menjamin pengendara selalu siaga dan waspada terhadap pengguna jalan. Dengan adanya sikap waspada maka pengendara akan lebih hati-hati terhadap diri sendiri maupun orang lain. b..awarenes (kesadaran) berarti pengemudi sadar dan memiliki pengetahuan serta prosedur berkendara yang baik, benar dan aman. Menyadari akan perlunya mengemudi dengan benar, maka pengendara akan memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dalam berkendara. c..attitude (sikap dan mental) berarti bahwa pengemudi yang memiliki sikap lebih mementingkan kepentingan umum, kepentingan dan

14 keselamatan orang lain, akan berarti sekaligus menjaga keamanan diri. Dengan adanya attitude pengendara akan lebih menghormati serta menghargai pengguna jalan. Berdasarkan dari aspek displin yang telah di uraikan diatas, maka peneliti menyimpulkan disiplin berlalu lintas adalah pemahaman berlalu lintas berupa tanggung jawab, kehati-hatian, dan kesiapan diri dengan ciri-ciri disiplin berlalu lintas yang akan digunakan sebagai penyusunan alat ukur karena mudah sebagai indikator yang mengungkap disiplin berlalu lintas yaitu, menurut pendapat Fatnanta (dalam Wardhana, 2009) antara lain, pemahaman berlalu lintas, tanggung jawab, kehati-hatian, kesiapan diri. Peneliti memilih aspek tersebut karena lebih mudah untuk mengungkap perilaku disiplin berlalu lintas yang dimiliki subjek dan melihat dari kondisi di lapangan, hal tersebut didukung juga berdasarkan hail wawancara. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Disiplin Berlalu Lintas Faktor-faktor mempengaruhi disiplin berlalu lintas yang berkaitan dengan individu sebagai pengguna jalan menurut Fatnanta (Wardana, 2009) antara lain : faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan berlalu lintas berasal dari faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri individu seperti, sikap tanggung jawab, keyakinan, keinsafan, penyesuaian diri, dan pengendalian diri. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi kedisiplinan yang meliputi pemaksaan oleh hukum dan norma yang diwakili oleh penegak hukum terhadap setiap anggota dan masyarakat serta unsur pengatur, pengendali dan pembentuk perilaku.

15 Menurut Astuti & Suwanda (2015) disiplin dalam berlalu lintas dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. a. Faktor internal, merupakan faktor yang berasal dari diri individu sehingga mempengaruhi disiplin berlalu lintas di jalan raya. Faktor internal berupa pengetahuan yang dimiliki remaja tentang peraturan lalu lintas dan kesadaran akan dampak pelanggaran lalu lintas yang berupa kecelakaan, faktor internal meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1). Unsur Sikap Hidup Sikap dipandang sebagai sesuatu predisposisi perilaku yang akan tampak aktual bila kesempatan untuk menyatakan terbuka luas, dan jika dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas beberapa komponen yang saling menunjang; kognitif, afektif, dan konatif 2). Unsur Tanggung jawab Orang yang berdisiplin adalah orang yang bertanggung jawab atau dengan kata lain orang yang mementingkan janjinya, konsekuen dengan prinsipnya, dan konsisten dengan keputusannya. 3). Unsur Keinsafan Internalisasi Terjadi ketika individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang individu percayai dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. 4). Unsur Keyakinan Tanpa adanya keyakinan dan kepercayaan bahwa disiplin itu baik dan bermanfaat, maka secara internal disiplin tidak mungkin dapat terwujud.

16 Secara universal keyakinan memegang peranan sentral dalam keberhasilan dan kegagalan untuk mencapai tujuan. 5). Unsur Kemampuan Menyesuaikan Diri Kekuatan dan mental spiritual yang menghindarkan seseorang untuk menghadapi friksi, gesekan serta benturan dengan lingkungan. b. Faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu sehingga dapat membuat kedisiplinan dalam berlalu lintas seseorang meningkat atau melemah. Faktor eksternal terdiri dari sarana prasarana lalu lintas, peran orang tua, peran teman dan peran polisi lalu lintas, faktor eksternal meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1). Unsur pemaksaan oleh hukum dan norma yang diwakili oleh penegak hukum terhadap setiap anggota masyarakat untuk taat kepada hukum dan norma yang berlaku dalamm kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2). Unsur pengatur, pengendali, dan pembentuk perilaku, Faktor ini merupakan aturan-aturan dan norma-norma yang dijadikan standar bagi individu dan masyarakat atau kelompoknya. Adanya perangkat hukum, norma, dan aturanaturan ini maka individu belajar mengendalikan diri dengan aturan yang berlaku. Hukum dan norma selalu bersifat mengatur, mengendalikan, serta membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur, terkendali, dan membentuk perilaku manusia agar menjadi teratur dengan adanya kepastian hukum. Berdasarkan beberapa pendapat yang ada di atas, maka peneliti menyimpulkan faktor disiplin berlalu lintas antara lain yaitu faktor internal dan

17 faktor eksternal, merupakan ciri-ciri berlalu lintas menurut Astuti & Suwanda (2015) faktor internal berupa pengetahuan yang dimiliki remaja tentang peraturan lalu lintas dan kesadaran akan dampak pelanggaran lalu lintas dan faktor eksternal terdiri dari sarana prasarana lalu lintas, peran orang tua, peran teman dan peran polisi lalu lintas serta beberapa unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nandipinta (2012) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara peragaan keamanan berkendara (safety riding) terhadap pengetahuan disiplin berlalu lintas. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan faktor internal berupa pengetahuan yang dimiliki remaja tentang peraturan berlalu lintas untuk menjadi variabel bebas dalam penelitian ini dan hal tersebut juga di dukung berdasarkan tempat yang akan di jadikan penelitian dan hasil wawancara. B. Pengetahuan Berkendara Motor yang Aman 1. Pengertian Pengetahuan Berkendara Motor yang Aman Pengetahuan merupakan pemahaman yang terdapat didalam diri seseorang dan terjadi melalui proses yang berurutan yakni kesadaran, ketertarikan, evaluasi, mencoba, dan adopsi (Rogers dalam Notoatmodjo, 2003). Menurut Widyana (2016), bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Hendra (dalam Chrussiawanti, 2015) pendidikan dan informasi yang cukup sangat berperan dalam peningkatan pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa

18 pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang. Safety Riding (berkendara aman) dirancang untuk meningkatkan kesadaran pengendara terhadap segala kemungkinan yang terjadi selama berkendara (Rusti dan Falaah dalam Sumiyanto, 2016). Menurut undang-undang lalu lintas Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi. Setiap orang yang menggunakan jalan wajib berperilaku tertib dan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan. Mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, ramburambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan maksimum atau minimum, tata cara pengangkut orang, tata cara penggandengan dan penempelan kendaraan lain. Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat berkendara secara aman dan nyaman, maka harus diawali dari kendaraan yang digunakan. Menurut Pasal 70 Undang-Undang lalu lintas tahun 2009, disebutkan bahwa salah satu syarat kendaraan laik jalan adalah adanya komponen pendukung kendaraan bermotor yaitu adanya pengukur kecepatan, kaca spion; penghapus kaca kecuali sepeda motor; klakson; sabuk keselamatan kecuali sepeda motor; spakbor; dan bumper kecuali sepeda motor. Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan maka peneliti menyimpulkan pengetahuan berkendara yang aman adalah pengetahuan dapat

19 mempengaruhi pemikiran merupakan stimulasi terhadap perilaku atau tindakan seseorang sehingga memiliki kesadaran berkendara motor secara aman selama berkendara maka suatu tindakan secara sadar ketika melakukan sesuatu hal dengan terlebih dahulu mengecek kendaraan dan mencoba mencerna informasi ataupun pengalaman yang ada demi keselamatan dalam berkendara. 2. Aspek-Aspek Pengetahuan Berkendara Motor yang Aman Menurut Rogers (dalam dalam Notoatmodjo, 2003) sebelum mencapai mengetahui di dalam diri seseorang terjadi beberapa aspek yang berurutan, antara lain : a...awareness (kesadaran) dimana seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu suatu stimulus (objek) yaitu prosedur berkendara dan penggunaan jalan yang baik, benar, dan aman. b. Interest (merasa tertarik), mulai menaruh perhatian dan tertarik pada prosedur berkendara dan penggunaan jalan yang baik, benar, dan aman. c. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap prosedur berkendara dan penggunaan jalan yang baik bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial (mencoba), dimana individu mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

20 e. Adaptation (penyesuaian diri) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Berdasarkan pendapat yang ada di atas, maka penulis menyimpulkan aspek-aspek dalam berkendara motor yang aman yaitu menurut Rogers (dalam Nandipinta, 2003) adalah awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation (menimbang-nimbang), trial (mencoba), adaptation (penyesuaian diri). Peneliti memilih aspek tersebut karena lebih mudah untuk mengungkap perilaku disiplin berlalu lintas yang dimiliki subjek dan melihat dari kondisi di lapangan, hal tersebut didukung juga berdasarkan hail wawancara. C. Hubugan Antara Pengetahuan Berkendara Motor yang Aman Dengan Perilaku Disiplin Berlalu Lintas Pada Remaja Yogyakarta Perilaku disiplin berlalu lintas merupakan perilaku yang dipengaruhi oleh tingkat usia dengan bertambahnya usia seseorang yang diharapkan tingkah lakunya semakin terarah karena memiliki kecerdasan emosi yang baik dan tidak mudah bersikap emosional, sehingga dapat mematuhi peraturan yang berlaku dalam berkendara (Fatnanta dalam Wardana, 2009). Fatnanta (dalam Wardhana, 2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi individu sebagai pengguna jalan, antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi perilaku disiplin berlalu lintas, baerkaitan dengan individu sebagai pengguna jalan raya adalah unsur sikap hidup dalam kemampuan pengetahuan berkendara yang aman. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan

21 psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseoran. Safety riding (berkendara aman) dirancang untuk meningkatkan kesadaran pengendara terhadap segala kemungkinan yang terjadi selama berkendara (Rusti dan Falaah dalam Sumiyanto, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat berkendara secara aman dan nyaman, maka harus diawali dari kendaraan yang digunakan. Pengetahuan berkendara motor yang aman (safety riding) dikaitkan dengan perilaku disiplin berlalu lintas oleh aspek dari variabel yang ada dalam penelitian ini, aspek-aspek dalam berkendara motor yang aman yaitu menurut Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003) adalah awareness (kesadaran), interest (merasa tertarik), evaluation (menimbang-nimbang), trial (mencoba), adaptation (penyesuaian diri). Awareness (kesadaran) seyogya setiap individu sadar akan setiap tindakan maupun perilaku yang dilakukannya baik dalam hal berkendara, individu seringkali tidak mengendahkan aspek-aspek keselamatan diri dalam berkendara, banyak pengguna sepeda motor yang sangat minim pengetahuan akan safety riding dan bila dikaitkan dengan pemahaman selayaknya seseorang yang membutuhkan informasi dari pengetahuan yang ia peroleh dan mengaplikasikannya sehingga membuatnya paham, contoh yaitu dari pihak kepolisian yang bersosialisasi datang kesekolah dengan memberikan informasi mengenai rambu-rambu lalu lintas dan Undang-Undang Lalu Lintas No 22 Tahun 2009 dengan begitu para remaja dapat mengerti apa yang seharusnya diakukan untuk berperilaku disiplin dengan informasi yang telah diperoleh maka hal ini

22 menunjukan bahwa semakin tinggi kesadaran dan pemahaman maka semakin tinggi berkendara yang aman dan disiplin berlalu lintas karena pemberian informasi yang disampaikan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat seseorang dapat sadar apa yang dilakukannya sehingga dapat diaplikasikan ketika berada dijalan raya (Rogers dalam Notoatmodjo, 2003). Interest (merasa tertarik) menaruh perhatian dan tertarik pada prosedur berkendara dan penggunaan jalan yang baik dan benar agar terciptanya kenyamanan dalam berkendara secara aman jika disangkut pautkan dengan tanggung jawab, hal ini mampu membuat seseorang lebih saling menghargai demi kenyamanan bersama sehingga memiliki rasa tanggung jawab atas keselamatan diri sendiri maupun orang lain contoh seperti remaja yang berani membawa motor dan memiliki SIM punya tanggng jawab dengan kendaraan serta SIM yang dimilikinya mentaati peraturan rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas mengutamakan pejalan kaki tidak ugal-ugalan ketika membawa motor sehingga mampu mempertanggung jawabkan apa yang dimiliknya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi interest (merasa tertarik) dan tanggung jawab maka semakin tinggi pengetahuan berkendara yang aman dan disiplin berlalu lintas karena rasa menghargai sesama pengendara tidak mementingkan diri sendiri saat mengendarai sepeda motor. Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap prosedur berkendara dan penggunaan jalan yang baik bagi dirinya, dalam hal ini sebaiknya sikap individu lebih baik lagi dalam berkendara memperhatikan perilakunya saat berada yang ada dijalan raya bila

23 disangkut pautkan dengan kehati-hatian dalam berlalu lintas pada remaja itu sendiri dapat terwujud dengan adanya rasa ketenangan ketika mengemudi terlihat dari konsentrasi serta siap dan tidak lengah dengan kondisi jalan raya saat mengendarai kendaraan bermotor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi evaluation (menimbang-nimbang) dan kehati-hatian maka pengetahuan dan berkendara yang aman semakin tinggi disiplin berlalu lintas karena jika remaja mampu mengemudi secara tenang dan konsentrasi tidak ngebut dijalan maka secara tidak langsung sikap yang ditimbulkan saat berkendara para remaja akan merasa aman. Adaptation (penyesuaian diri) merupakan penyesuaian diri yang dilakukan oleh remaja dengan mematuhi perintah dan larangan yang tertuang dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyesuaian diri dilakukan dengan cara melakukan tindakan yang sesuai dengan aspek disiplin berlalu lintas bila dikaitkan dengan kesiapan diri, kondisi kendaraan harus tetap terjaga dan diperiksa terlebih dahulu agar tidak membahayakan pengemudi saat berkendara di jalan raya, tidak hanya kondisi kendaraan tapi kondisi tubuh yang sehat apakah bisa untuk menngendarai motor agar tidak terjadi sesuatu yang tidak di inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi adaptation (penyesuaian diri) dan kesiapan diri maka semakin tinggi pengetahuan berkendara aman dan disiplin berlalu lintas apabila remaja telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dalam keadaan kondisi sehat jasmani maupun rohani. Trial (mencoba) remaja merupakan individu yang rasa ingin tahunya tinggi sehingga apa yang dilihatnya menarik akan membuatnya penasaran dan

24 mencoba ingin merasakannya sepeerti halnya apa yang dilihat oleh temantemannya maka ia pun ingin melakukannya apalagi yang dilihatnya sesuatu yang menarik maka hasrat ingin untuk mencobanya lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi trial (mencoba) maka semakin tinggi pengetahuan berkendara aman apabila remaja mampu menyeimbangkan rasa untuk mencobanya menuju hal positif maka akan tercipta perilaku yang tidak menyimppang saat berkendara di jalan raya. Siswanto (dalam Sukadi, 2007) mendefinisikan disiplin sebagai sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat pada peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengeluh untuk menerima sangsi-sangsi apabila ia melanggar atas aturan-aturan tersebut. Nandipinta (2010) safety riding adalah suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara, demi menciptakan suatu kondisi, yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangan. Purwadi (dalam Nandipinta 2012) mengemukakan bahwa seseorang dikatakan disiplin berlalu lintas jika ia mematuhi peraturan tentang apa yang tidak boleh pada saat berlalu lintas di jalan, baik dalam bentuk rambu-rambu atau tidak. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nandipinta (2012) menemukan ada pengaruh yang sangat signifikan antara peragaan keamanan berkendara (safety riding) terhadap pengetahuan disiplin berlalu lintas. Ada

25 perbedaan yang sangat signifikan atau selisih rata skor pengetahuan disiplin berlalu lintas pada saat pre test dan post test. Ada perbedaan pengetahuan disiplin berlalu lintas antara pre test dan post test, yaitu rerata post test lebih baik dari rerata pre test. Ada perbedaan pengetahuan disiplin berlalu lintas antara pre test dan post test, yaitu rerata post test lebih baik dari rerata pre test. D. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian, adalah terdapat hubungan positif antara Pengetahuan Berkendara Motor yang Aman dengan Perilaku Disiplin Berlalu Lintas pada Remaja Sekolah di Yogyakarta, bahwa semakin tinggi pengetahuan berkendara motor yang aman maka semakin tinggi perilaku disiplin berlalu lintas pada remaja remaja Sekolah di Yogyakarta tengah, sebaliknya bahwa semakin rendah pengetahuan berkendara motor yang aman maka semakin rendah perilaku disiplin berlalu lintas pada remaja Sekolah di Yogyakarta.