KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM ESENSIAL MANGROVE

dokumen-dokumen yang mirip
sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2011 TENTANG

PENDAHULUAN Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 22/MEN/2008 TENTANG

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 18/MEN/2007 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

CATATAN ATAS RUU KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (VERSI DPR)

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2008 TENTANG

A. Bidang. No Nama Bidang Nama Seksi. 1. Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan. - Seksi Perencanaan dan Penatagunaan Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RENCANA STRATEGIS

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA FINALISASI DAN REALISASI MASTERPLAN PUSAT KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (PPKH) Pongkor, Selasa, 23 April 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Pembangunan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN. 16,9 juta ha hutan mangrove yang ada di dunia, sekitar 27 % berada di Indonesia

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Transkripsi:

KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKOSISTEM ESENSIAL MANGROVE DIREKTORAT BINA PENGELOLAAN EKOSISTEM ESENSIAL DITJEN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM DAN EKOSISTEM KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Bogor, Maret 2018

A. EKOSISTEM MANGROVE Mencegah intrusi air laut; Fungsi Ekosistem Mangrove Pelindung garis pantai dari abrasi dan tsunami; Tempat berpijah aneka biota laut; Tempat berlindung dan berkembang biak berbagai jenis burung, mamalia, reptil, dan serangga; Menyediakan hasil hutan berupa kayu dan non kayu; Pengembangan wisata alam; Penyimpan karbon yang tinggi; Penyerap polutan; Penelitian dan pendidikan. Pasang tertinggi Pasang terendah

Sebaran Mangrove No Pulau Luas Hutan Mangrove (Ha) 1 Sumatera 834.990,899 2 Kalimantan 1.448.304,520 3 Jawa 264.431,200 4 Sulawesi 181.459,023 5 Bali-Nusra 26.939,500 6 Maluku 138.430,310 7 Papua 846.977,900 Total 3.741.533,352 Persentase Ekosistem mangrove dengan kondisi baik dan sedang seluas 2.656.488, 680 Ha dengan rincian : - dalam kawasan hutan seluas 1.886.106,963 Ha - luar kawasan seluas 770.381.717 Ha Sedangkan ekosistem mangrove dengan kondisi rusak seluas 1.085.044,672 Ha dengan rincian : - dalam kawasan hutan seluas 325.513,402 Ha - luar kawasan seluas 759.531,270 Ha (Sumber : Ditjen BPDAS PS, 2011)

Luas Hutan Mangrove di Indonesia berdasarkan Program Satu Peta Mangrove Nasional Wilayah Pemetaan tahun 2009 Update Pemetaan tahun 2013-2015 Luas (ha) Luas (ha) Tahun Pelaksanaan Jawa 34,482 36,089 2013 Sumatera 576,956 666,439 2014 Sulawesi 147,018 130,017 2015 Bali-Nusa Tenggara 34,525-2016 Kalimantan 638,284-2017 Maluku 178,751-2018 Papua 1,634,004-2019 Total (tahun 2009) 3,209,537

DATA LUASAN EKOSISTEM MANGROVE

PETA KAWASAN MANGROVE (DILINDUNGI MENURUT PROPINSI) (Gap Analysis, 2010)

B.Tantangan Pengelolaan Mangrove 1. Alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan (tambak, pemukiman, perkebunan, industri, infrastruktur pantai /pelabuhan). 2. Pemahaman masyarakat tentang mangrove yang masih rendah. 3. Kebijakan masih tumpang tindih di tingkat nasional hingga daerah. 4. Pencemaran oleh limbah plastik, limbah rumah tangga, tumpahan minyak. 5. Illegal logging. 6. Bencana alam.

Jenis dan Sebaran Ancaman terhadap Mangrove Dalam 2 Dekade ke Depan (Sumber : Ilman et al., 2016)

C. PERATURAN PERUNDANGAN UNDANG-UNDANG 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya 2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) 3. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan 4. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo No. 1 Th 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 5. Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang 6. Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan 7. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 8. Undang-Undang No. 23 Th 2014 ttg Pemerintahan Daerah

PERATURAN PEMERINTAH 1. Peraturan Pemerintah No. 45 Thn 2004 tentang Perlindungan Hutan 2. Peraturan Pemerintah No. 18 Thn 2016 ttg Perangkat Daerah 3. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. 4. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 ttg Rencana Tata Ruang Nasional 5. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA

PERATURAN PRESIDEN (lanjutan ) 1. Peraturan Presiden RI No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (SNPEM) 2. Keputusan Presiden No 32 Tahun 1990 ttg Pengelolaan Kawasan Lindung 3. Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 tentang Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especiallly as Waterfowl Habitat

D. Kelembagaan Pengelolaan KEE 1. Pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan adalah semua upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai keberlanjutan fungsi-fungsi ekosistem mangrove bagi kesejahteraan masyarakat. (Perpres No.73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove ) 2. Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dengan dukungan lembaga dan masyarakat internasional, sebagai bagian dari upaya mewujudkan komitmen lingkungan global (Perpres No.73 Tahun 2012) 3. Mangrove di luar kawasan konservasi adalah kawasan ekosistem esensial yang ditujukan bagi perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk memelihara proses ekologis penting( PP No.28 Tahun 2011) 4. Pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah peyangga KSA/KPA dilaksanakan oleh pemerintah provinsi sebagai urusan bidang kehutanan sub bidang KSDFAE (UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah)

MODEL PENGELOLAAN EKOSISTEM ESENSIAL Ekosistem esensial adalah ekosistem di luar kawasan konservasi (kawasan pelestarian alam/suaka alam) yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati, yang mencakup ekosistem alami dan buatan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan. Kawasan Ekosistem Esensial yang selanjutnya disebut sebagai KEE adalah ekosistem esensial yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip konservasi, yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif Provinsi/ Kabupaten/ Kota.

KRITERIA PENENTUAN KEE (DRAFT PERMEN KLHK) Potensi Keanekaragaman Hayati Tinggi: areal yang mempunyai keterwakilan, keunikan (dan tipe) ekosistem yang mendukung suatu kelompok yang cukup besar yang terdiri dari spesies langka (rare), rentan (vulnerable), terancam (endangred), endemik (asli), baik ekosistem alamiah maupun buatan. Nilai Ekologi Tinggi: ekosistem esensial tersebut mempunyai nilai khusus untuk mempertahankan keanekaragaman ekologis dan genetik flora dan/atau fauna dari suatu daerah dan keunikan didalamnya. Daerah penyangga kawasan konservasi : daerah di sekitar kawasan konservasi yang berupa ekosistem alami atau buatan, kawasan produksi, desa atau areal lainnya yang pengelolaanya ditujukan untuk meningkatkan dampak positif dari masyarakat dan menurunkan dampak negatif pada kawasan konservasi. Penghubung dua atau lebih kawasan konservasi, koridor habitat hidupan liar (wildlife corridor) Habitat spesies penting/langka/endemik/terancam punah Nilai budaya terkait kehati Kawasan terkait komitmen internasional Di luar Kawasan Konservasi (KSA-KPA)

KRITERIA PENENTUAN MANGROVE SEBAGAI KEE (diadopsi dari Peraturan Dirjen PHKA No.SK.151/IV/Set-3/2007 berdasarkan Konvensi Ramsar) 1. Kriteria Untuk Keterwakilan Dan Keunikan Mangrove Sebagai Lahan Basah Ekosistem mangrove dapat dipertimbangkan menjadi ekosistem esensial mangrove berdasarkan kriteria 1 apabila: a). Ekosistem mangrove tersebut pada umumnya merupakan suatu contoh keterwakilan yang baik dari suatu lahan basah alami atau hampir mendekati alami, khusus untuk daerah biogeografi yang sesuai; atau b). Ekosistem mangrove tersebut pada umumnya merupakan suatu contoh keterwakilan yang baik dari suatu lahan basah alami atau mendekati alami, yang umum untuk 1 (satu) atau beberapa daerah biogeografi ; atau c). Ekosistem mangrove tersebut merupakan suatu contoh keterwakilan lahan basah yang baik, yang memegang peranan penting dari unsur hidrologi, biologi, atau ekologi di dalam fungsi alam dari suatu sistem pantai atau daerah aliran sungai, khususnya terletak di daerah peralihan/perbatasan; atau (d) Ekosistem mangrove tersebut merupakan suatu contoh dari suatu tipe lahan basah yang khusus, jarang, atau tidak biasanya di dalam daerah biogeografi yang sesuai. 2. Kriteria Berdasarkan Keberadaan Tumbuhan dan Hewan Ekosistem mangrove dapat dipertimbangkan menjadi suatu ekosistem esensial berdasarkan kriteria 2 apabila: a) Ekosistem mangrove tersebut mendukung suatu jumlah yang cukup besar dari satu atau beberapa spesies langka (rare), rentan (vulnerable), atau terancam (endangered), atau subspesies flora atau fauna; atau

KRITERIA PENENTUAN MANGROVE SEBAGAI KEE (diadopsi dari Peraturan Dirjen PHKA No.SK.151/IV/Set-3/2007 berdasarkan Konvensi Ramsar) b) Ekosistem mangrove tersebut mempunyai nilai khusus untuk mempertahankan keanekaragaman ekologis dan genetik flora dan/ atau fauna dari suatu daerah dikarenakan kualitas dan keunikan flora dan/atau fauna di dalamnya; atau c) Ekosistem mangrove tersebut mempunyai nilai khusus sebagai habitat flora dan/atau fauna pada suatu tingkat yang kritis dalam siklus biologinya; atau d) Ekosistem mangrove tersebut mempunyai nilai khusus untuk satu atau beberapa spesies flora dan/atau fauna asli (endemik). 3. Kriteria Khusus Berdasarkan Burung Air Ekosistem mangrove dapat dipertimbangkan menjadi suatu ekosistem esensial berdasarkan kriteria 3 apabila: a) Ekosistem mangrove tersebut secara teratur mendukung keberadaan lebih dari 20.000 ekor burungburung air; atau b) Ekosistem mangrove tersebut secara teratur mendukung sejumlah individu-individu penting dari kelompok burung air tertentu yang merupakan indikasi bagi keanekaragaman hayati; atau c) Ekosistem mangrove tersebut secara teratur mendukung 1% individu-individu dalam suatu populasi dari suatu spesies atau sub spesies burung air. 4. Kriteria Khusus Berdasarkan Ikan Ekosistem mangrove dapat dipertimbangkan menjadi suatu ekosistem esensial berdasarkan kriteria 4 apabila:

KRITERIA PENENTUAN MANGROVE SEBAGAI KEE (diadopsi dari Peraturan Dirjen PHKA No.SK.151/IV/Set-3/2007 berdasarkan Konvensi Ramsar) (a) Ekosistem mangrove tersebut mendukung spesies, sub spesies, atau familia ikan-ikan asli dalam jumlah yang memadai, tingkat perkembangbiakan ikan, interaksi spesies dan/atau populasi ikan yang menggambarkan manfaat dan/atau nilai-nilai lahan basah serta memberi sumbangan nyata bagi keanekaragaman hayati secara global; (b) Ekosistem mangrove tersebut merupakan sumber makanan penting bagi ikan, tempat memijah, pembiakan, dan/atau jalur migrasi dimana ikan berkumpul, baik di dalam lahan basah itu sendiri ataupun di sekitarnya; 5. Kriteria Berdasarkan Aspek Sosial Budaya Ekosistem mangrove dapat dipertimbangkan menjadi suatu ekosistem esensial berdasarkan kriteria 5 apabila: a) Ekosistem mangrove tersebut berperan sangat penting dalam mendukung kehidupan masyarakat yang tergantung pada ekosistem mangrove, seperti melengkapi kebutuhan sandang, pangan, bahan bakar atau sumber mata pencarian; atau b) Ekosistem mangrove tersebut memiliki potensi fungsi pariwisata, religi, dan tradisi.

TAHAPAN KEGIATAN PEMBANGUNAN KEE MANGROVE 1. Stakeholder yang concern terhadap konservasi mangrove (Pemda, masyarakat, perguruan tinggi, swasta, LSM lokal, dll) membentuk forum koordinasi dan melakukan identifikasi dan inventarisasi calon lokasi KEE Mangrove; 2. SKPD provinsi berkoordinasi dengan UPT KLHK (P3E, BKSDA, TN) dan atau SKPD/UPTD kabupaten untuk verifikasi dan deliniasi calon lokasi KEE Mangrove; 3. Ketua Forum mengusulkan penetapan calon KEE dan penetapan pengelola KEE kepada Kepala Daerah, kemudian Kepala Daerah melakukan Penetapan/Pengesahan KEE Mangrove dan pengelolanya; 4. Kepala SKPD yang ditunjuk sebagai Pengelola KEE Mangrove melakukan penyusunan rencana aksi KEE dan rencana pengelolaan; 5. Forum Kolaborasi KEE bersama Ditjen KSDAE cq. Dit. BPEE melakukan monev implementasi pengelolaan KEE Mangrove. Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) di tingkat provinsi dan kabupaten

Harmonisasi Aturan terkait Kelembagaan Pengelolaan KEE PermenLHK No.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 ttg Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang melakasanakan urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan - DINAS KEHUTANAN (Lampiran 3) Tingkat: PROVINSI/Cabang Dinas Fungsi: penyiapan perumusan kebijakan, bimbingan teknis dan evaluasi pengelolaan kawasan bernilai ekosistem penting dan daerah penyangga KSA dan KPA, pembentukan forum kolaborasi dalam perlindungan kawasan bernilai ekosistem penting di Provinsi - UPTD BALAI PENGELOLAAN HUTAN (Lampiran 10) Tingkat: PROVINSI Fungsi: Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pengelolaan kawasan ekosistem esensial, daerah penyangga KSA dan KPA yang berada di luar kawasan hutan konservasi di wilayah kerjanya

Internasional Direktur BPEE, DJ KSDAE merupakan National Focal Point Konvensi Ramsar Resolusi CoP Ramsar-8 Tahun 2002 di Valensia,Spanyol, Resolusi VIII.32 tentang Conservation, Intergarted Management and Sustainable Use of Mangrove Ecosystem and Their Resources

BTN Sembilang Terima Kasih